Leona meninggalkan kediaman mertuanya dengan perasaan kecewa. Ia memutuskan mampir ke kafe untuk membunuh waktu.
Usai memesan beberapa menu, Leona mengeluarkan ponselnya, tanpa sengaja kartu nama terjatuh ke lantai. Leona mengambilnya, sejenak ia menimbang-nimbang untuk menyimpan nomor ponsel laki-laki itu.
"Simpen aja kali ya, barangkali butuh?" gumannya bimbang. "Tapi kalau mas Denis tahu gimana? Dia kan pencemburu akut."
Leona hanya memutar-mutar kartu nama itu, hingga akhirnya dia memutuskan menyimpan nomor itu dengan nama perempuan.
Leona membuka kolom obrolannya dengan adik iparnya.
[Dini, kalian lagi pergi ya? Tadi mbak ke rumah, tapi kalian nggak ada.]
Sayang sekali pesan yang Leona kirimkan pada Dini hanya mendapat centang satu.
"Mereka kemana sih? Tumben nggak ajak aku kalau ada acara keluarga?" gerutu Leona.
Kelopak mata Leona menyipit mendapati panggilan masuk dari Tari sahabatnya, tanpa menunggu lama wanita itu segera menjawabnya.
"Halo Tar, tumben kamu hubungin aku?" ujar Leona.
Terdengar tawa nyaring dari seberang sana, membuat Leona mencebik. "Maaf Leon, wajar lah baru pulang honeymoon. Kamu lagi dimana?" tanya Tari.
"Happy-nya yang habis pulang honeymoon, aku lagi di cafe nih Tar," jawab Leona jujur.
"Wahh, sama Denis ya?"
"Enggak, aku sendiri, mas Denis lagi ada tugas keluar kota," jelasnya.
“Oh, berarti yang aku lihat tadi nggak salah dong Leon. Tadi waktu di bandara aku lihat Denis gendong anak perempuan gitu.”
Ucapan tari membuat Leona terdiam, wanita itu tengah mencerna maksud ucapan sahabatnya.
‘Mas Denis gendong anak perempuan? Siapa?’ batinnya bingung.
"Kamu ada fotonya Tar?" tanya Leona.
Jujur saja dia tidak percaya jika Denis menggendong seorang anak perempuan. Kalaupun itu anak Dini, keponakannya laki-laki. Tapi itu pun sepertinya tidak mungkin, atau saat ini mereka pergi bersama?
"Haduh aku nggak sempet foto Leon, aku buru-buru tadi, aku pikir tadi dia pergi sama kamu, makanya aku sedikit kaget waktu nomor kamu aktif," ucap Tari lagi.
Leona menghela napas dalam, seketika perasaanya diselimuti kegelisahan. Dia tidak pernah mendengar kabar seperti ini.
"Bukan Tar. Mungkin itu keponakan aku, dan Denis yang nganter ke bandara, soalnya ipar dan mertuaku lagi pergi keluar kota," jelas Leona seadanya.
"Oh, mungkin juga sih, ya udah have fun deh ya, nanti kalau capekku udah hilang kita ketemuan deh, aku ada oleh-oleh buat kamu," ucap Tari sebelum menutup panggilan itu.
Leona menatap layar ponselnya dengan benak penuh tanya.
Kemanakah Denis pergi? Mengapa dia menggendong seorang anak perempuan? Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala, berusaha berfikir positif tentang suaminya.
‘Mungkin itu anak rekan kerjanya,’ pikirnya kemudian. Leona yakin Denis tidak akan berbuat aneh-aneh, mengingat sikap posesif dan penyayang yang ia berikan selama ini.
"Loh Leona, kamu di sini?"
Sapaan itu membuyarkan lamunan Leona. Wanita itu mendongak menatap laki-laki tampan yang berdiri di depannya.
"Apa aku boleh duduk di sini?"
Leona membelalak. Lagi-lagi ia bertemu dengan Angga tanpa sengaja. “Boleh, silakan,” katanya.
Angga langsung duduk di seberang wanita itu.
"Bagaimana kabar kamu Leon? Denger-denger kamu sudah menikah ya?"
"Iya, aku sudah menikah. Kamu sendiri, sudah menikahkah?" sahut Leona.
Angga tersenyum seraya menggelengkan kepala. "Belum, belum nemu yang cocok," jelasnya singkat.
Sontak penjelasan pria itu membuat Leona terkekeh. "Aku kayak nggak percaya deh Ang, kamu most wanted di sekolah kita dulu, masa sih belum punya istri. Tapi pacar ada kan?" cecar Leona kepo, dia dan Angga merupakan teman SMA, dan baru hari ini bertemu lagi.
Sudut bibir Angga terangkat. "Sumpah, aku pernah beberapa kali menjalin hubungan, tapi belum ada yang sreg," jelasnya. "Kamu sendiri menikah sama siapa Leon?" Angga menatap kepo pada Leona.
"Aku dijodohin Ang, asisten almarhum Papaku," jelasnya.
Angga terdiam, dia tidak tahu jika ayah Leona sudah meninggal. Lantas laki-laki mana yang begitu beruntung bisa mendapatkan Leona?
"Dia laki-laki yang baik, penyayang, hanya sedikit posesif, tapi aku suka." Terlihat jelas wajah Leona merona saat mendeskripsikan sosok suaminya.
Angga hanya manggut-manggut, tak lama ponsel Leona berdering, nampak nama Tomy terpampang di sana.
"Maaf, aku jawab telpon dulu ya Ang," pamitnya sedikit menjauh. "Halo Tomy."
"Halo Nyah. Nyonya dimana? Nyonya baik-baik saja kan?”
"Saya baik-baik aja. Saya sedang makan di cafe, sebentar lagi pulang," jelas Leona, sedikit bingung. Kenapa sopirnya itu terdengar sangat panik?
"Beri tahu saya alamat Nyonya, akan saya jemput."
"Tidak perlu Tom, sebentar lagi saya pulang. Ya sudah kalau begitu." Leona menyudahi panggilan itu secara sepihak. Menurutnya, Tomy terlalu berlebihan menyikapi kepergiannya. Meskipun ia tahu bahwa sopirnya itu hanya menuruti perintah sang suami.
"Sudah Leon?" tanya Angga.
"Sudah, aku harus kembali Ang, suamiku nyariin." Leona menyambar handbag-nya, membuat Angga sedikit kecewa.
"Biar aku yang bayar Leon, anggap sebagai traktiran dari pertemuan kita," ucap Angga.
Sejenak Leona menatap ke arahnya, namun detik kemudian Leona mengangguk setuju. "Makasih Ang, lain kali aku bakal gantian traktir, sekalian aku kenalin sama suamiku."
Keduanya saling berjabat tangan sebelum Leona meninggalkan area cafe.
Saat baru masuk ke dalam mobil. Ponselnya kembali berdering.
Leona tersenyum melihat nama suaminya terpampang pada layar. "Halo Mas, udah sampe?"
"Halo sayang, aku udah sampe. Kata Tomy kamu pergi ya?" tanya Denis dari seberang sambungan.
"Iya mas, aku tadi ke rumah Mama, tapi kata bibik Mama pergi sama Dini," jelas Leona.
Terdengar Denis menghela napas. "Iya sayang, Mama lagi kondangan sama Dini," bohongnya.
Leona ingin menanyakan apa yang tadi sahabatnya lihat, namun urung dilakukan, takut jika hal itu hanya akan membuat hubungannya dan Denis renggang, apalagi kalau sampai mengganggu pekerjaannya.
"Kamu sudah pulang belum Leon? Hati-hati di jalan ya, terus kabarin aku," ujarnya lembut.
Pria itu memang pandai sekali membuat Leona luluh dan seketika lupa pada kegelisahannya.
"Papa gendong!"
Leona mengernyitkan dahi saat mendengar suara anak kecil dari seberang. "Itu suara siapa Mas?" tanyanya.
"Di bandara kan rame Leon. Itu tadi anak-anak nyariin ayahnya kali," sahut Denis ringan.
Leona hendak bertanya tapi Denis lebih dulu menyela. "Ya udah, mobil kantor sudah jemput. Udahan dulu ya, nanti aku hubungin lagi. Hati-hati di jalan sayang!"
Sambungan terputus secara sepihak.
Leona menggigit bibir. Hatinya gelisah.
Mengapa Denis terlihat seperti menyembunyikan sesuatu darinya?
Pagi esok harinya, Leona bangun dengan semangat yang membara, sebab sore nanti Denis akan kembali dari Malang. Selama beberapa hari ini juga Leona berusaha membuang jauh pikiran-pikiran jelek yang sempat mengganggunya.Dengan sigap Leona membersihkan diri. Semalam ia sudah meminta Tuti mengajarinya memasak. Denis sangat suka pindang baung segar, niat hati ia akan membuatnya sendiri untuk menyenangkan suaminya.Suara derap langkah menuruni anak tangga mencuri perhatian Tomy serta Sulis yang tengah berbincang-bincang di ruang tengah, mereka memperhatikan Leona yang pagi ini terlihat sumringah."Pagi Nyah," sapa keduanya.Leona mengangguk, wanita itu tersenyum dan menghampiri Tuti di dapur."Pagi non, sudah cantik saja," puji Tuti."Mbok bisa aja, sudah siap semua bahan-bahannya mbok?" Pandangan Leona menilik kesana kemari, ia memperhatikan segala macam bahan masakan yang ada diatas meja dapur."Sudah, pagi-pagi sekali mbok ke pasar untuk mencari ikan Baung," ujar Tuti seraya mengangkat
Suara sendok saling beradu di tengah makan siang yang canggung. "Tante Leona, Mayra mau ikan lagi dong." Gadis kecil itu mengalihkan perhatian semua orang. Bagaimana tidak, ada Saras di sebelahnya, namun ia menyerukan nama Leona."Ehh, kan ada Mama disini, Mayra nggak boleh gitu, itu namanya nggak sopan," ucap Denis.Biasanya Mayra akan sungkan jika melihat orang baru, namun sedari tadi Denis melihat jika anak-anaknya sama sekali tidak takut pada Leona.Saras tampak menggeram, kesal melihat sikap Denis yang membela Leona. "Maaf ya Leona, keberadaan anak-anakku jadi mengganggu kalian," ucap Saras dengan tatapan tertuju pada Denis, wanita itu seakan memberi sindiran.Sementara Denis yang menyadari itu hanya bisa menghela napas."Nggak apa-apa mbak, lagian hal wajar, mungkin karena Mayra lihat ikannya ada di depan aku," sahut Leona dengan senyum manisnya."Aku jadi nggak enak ngerepotin kalian seperti ini, Miko dan Mayra memang sangat dimanja oleh Papanya, jadi kadang mereka belum bis
Saras berdiri di depan pintu kamar Leona dengan perasaan cemas, sementara kedua anaknya yang sudah sangat mengantuk di biarkan merengek. Wanita itu menggigiti kuku jarinya, bayangannya Leona dan Denis melakukan adegan ranjang memenuhi kepalanya. "Mama, kami mengantuk," rengek Miko, terbiasa tidur siang di tambah lagi baru melakukan perjalanan membuat keduanya mengantuk.Sebuah ide melintas di kepalanya. "Tunggu Miko,” kata Saras. “Minta Om Denis menemani Miko tidur, merengek atau menangis tidak papa, yang penting buat Om Denis bersama Miko dan Mayra ya," hasut Saras pada kedua anaknya.Ceklek…Tidak lama pintu kamar itu terbuka, Denis menampakan dirinya, rambut acak-acakan dengan kemeja yang tak terkancing sudah membuktikan jika keduanya tengah melakukan apa yang Sarah pikir."Saras, ada apa?" Denis menatap wanita itu, terlihat ada Miko dan Mayra memegangi kaki ibu mereka dengan deraian air mata.Tidak lama Leona ikut menyusul, wanita itu menyembulkan kepalanya di samping Denis. "Mb
Denis membuka pintu kamarnya dengan perlahan, aroma parfum yang sangat ia kenali menyeruak di indera penciumannya, begitu wangi sekali. Pandangan pria itu tertuju pada sosok cantik yang mengenakan gaun tipis berwarna pink, begitu kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Sejenak ia terdiam, mengamati dari ujung kaki hingga ujung rambut, nampak Leona melempar senyum manis kearahnya. Wanita itu berjalan menghampiri Denis yang masih termangu di ambang pintu."Mas, mereka udah tidur?" tanya Leona memastikan. Wanita cantik itu menggenggam lengan Denis, menuntun nya masuk lantas mengunci pintu kamar."Kenapa siang-siang pake baju gini?" tanya Denis bingung sendiri, mungkin jika dia dan Saras belum berbagi peluh, Denis akan langsung menerkam tubuh Leona, mengungkungnya diatas ranjang, bermandi keringat hingga mereka lelah. Tapi saat ini Denis bahkan tak lagi memiliki tenaga, dia sudah sangat lelah, apa lagi baru melakukan perjalanan jauh."Kamu nggak suka?" tanya Leona dengan raut s
Matahari menyelinap masuk lewat celah tirai, menyilaukan mata wanita cantik yang masih terpejam. la meraba sisi ranjang, mencari sosok gagah yang bisa dipeluknya, namun sayang tidak ada siapapun disana. Seketika Leona langsung terjaga, wanita itu terduduk diatas ranjang, menatap sekeliling mencari keberadaan suaminya."Mas," panggilnya dengan suara serak khas bangun tidur.Tidak mendapati jawaban dari Denis. Leona pun bangkit, ia membuka pintu toilet, namun tetap saja tidak ada Denis disana. "Kemana sih mas Denis?" tanya Leona heran. la membuka tirai gorden, seraya membuka pintu balkon, membiarkan udara segar masuk kedalam kamarnya. Samar-samar rungunya mendengar suara canda gurau dari arah bawah. Leona mendekati balkon, ia menilik ke arah kolam, nampak suaminya sedang berenang bersama Miko dan Mayra, ada pula Saras yang turut menyeburkan diri, padahal cuaca masih sangat pagi.Semula Leona tampak biasa saja, namun saat ia melihat Saras berenang mendekati suaminya ia mulai heran. En
"Aku berangkat ya." Denis mendekati Leona mengulurkan tangannya kehadapan istri mudanya itu. Sementara Saras hanya bisa menyaksikan, tak bisa ia melakukan hal yang sama, ternyata setiap hari Denis dan Leona akan bersikap manis seperti ini. Membayangkan saja sudah membuatnya muak."Iya, hati-hati ya mas," ucap Leona dengan senyum manisnya."Ras, Miko, Mayra, Om pergi dulu ya," seru Denis pada istri tua dan kedua anaknya."Iya Om," sahut mereka.Denis melempar senyuman pada Leona seraya mengusap pucuk kepalanya, dan setelah itu ia pergi menghampiri Tomy yang sudah menunggu.Tidak seperti biasanya, setiap akan pergi ke kantor Denis pasti akan mencium keningnya. Namun pagi ini suaminya berlalu begitu saja, padahal Leona sudah menunggu ciuman hangat sang suami."Pasti mas Denis malu," batin Leona. Wanita itu berlalu masuk, kembali mendekati Saras dan kedua anaknya yang masih duduk di meja makan."Mbak Saras nggak mau jalan-jalan?" tawar Leona.Saras yang tengah menyuapkan nasi ke mulut Ma
Jam makan siang Denis menemui salah satu perwakilan Perusahaan Dirgantara. Pria itu melenggang masuk kedalam resaturant dimana dia akan menemui seseorang. Di dampingi oleh Leo, pandangan pria itu mengedar kesana kemari mencari meja yang sudah dipesan. Seseorang yang ditunggu belum menampakan diri. "Itu kursinya pak," ucap Leo menunjuk salah satu meja kosong yang sudah ia pesan. "Mereka belum datang?" tanya Denis. "Belum, tidak apa-apa kita menunggu, lagi pula ini kesempatan emas Pak, bapak sudah menunggu selama dua tahun untuk bisa meyakinkan Dirgantara," sahut Leo. Denis mengangguk, benar apa yang Leo katakan, kesempatan ini tidak boleh ia sia-siakan. Jika sudah mendapat kerja sama dengan prusahaan itu, maka Denis bisa mengeksekusi tujuannya. Jarum jam ter
"Ini susunya, Sayang!" Leona menyerahkan botol susu pada Mayra yang tengah berbaring di pangkuan ibunya. "Maaf ya, Leona, jadi merepotkan kamu seperti ini," ujar Saras dengan raut wajah yang terasa begitu berat. Tak ada yang bisa membaca isi hati Saras. Seolah-olah di balik raut wajah berat tersebut, ia malah senang karena berhasil menjadikan Leona sebagai baby sister-nya. "Ah, tidak apa-apa, Mbak. Ini juga bagus, sekalian latihan untuk saya kalau nanti punya anak sendiri," sahut Leona dengan senyuman ikhlas. Saras hanya merespon dengan senyum sinis. "Tetaplah berharap sampai kamu lelah, karena tak akan pernah ada anak yang kamu harapkan itu," gumamnya dalam hati, penuh ejekan. "Mama, panas sekali!" Mayra tiba-tiba melemparkan botol susu itu ke lantai, membuat Saras dan Leona terkejut.
Di sinilah Ferdy berada di ruang UGD. Pria tampan itu tengah di periksa dokter di dalam, dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya sang dokter keluar juga.Leona menghampiri dokter itu lebih dulu dan bertanya pada sang dokter bagaimana keadaan suaminya. Tari dan Rendy mengikuti Leona dari belakang."Dok gimana keadaan suami saya" tanya Leona dengan wajah cemasnya.Dokter itu tersenyum dan menjawab pertanyaan Leona."Ibu tenang saja suami ibu tidak apa-apa hanya saja dia kekurangan asupan makanan dan membuat tubuhnya menjadi tak bertenaga. Apa sebelumnya suami ibu sering muntah" tanya sang dokter di akhir kalimat."Iya dok sejak saya hamil dia sering muntah di pagi hari dan suami saya juga gak nafsu makan dok" jawab Leona."Nah di situ kendalanya buk, suami ibu ini tengah mengalami yang namanya morning sikcnees setiap pagi atau nama lainnya sindrom couvade pada calon ayahnya, ini memang biasa terjadi buk di setiap pasangan yang
Dua bulan kemudianPagi-pagi sekali suara muntahan pria tampan memenuhi kamar mandi, ia tengah memuntahkan isi perutnya yang sama sekali tak mengeluarkan apa-apa yang keluar hanyalah cairan bening dan kental. Siapa lagi kalau bukan Ferdy ya Ferdy tengah mengalami morning sickness atau bisa di sebut sindrom couvade, morning sickness seharusnya Leona yang mengalami kini berbanding balik Ferdy lah yang mengalaminya, dua Minggu sudah Ferdy tak masuk kerja di karnakan tubuhnya yang tak bertenaga dan nafsu makan pun berkurang.Ya Leona tengah hamil anak pertamanya, dan morning sickness itu Ferdy yang mengalami bukan Leona, awalnya memang baik-baik saja tetapi saat kandungan Leona memasuki 2 Minggu mual muntah selalu menghampiri Ferdy tiap pagi. Leona terkadang merasa khawatir akan kondisi Ferdy yang semakin lama semakin lemas tak bertenaga Leona pernah menyuruhnya untuk pergi ke rumah sakit agar di berikan beberapa vitamin atau semacam obat agar Ferdy bisa bertenaga lagi
Ferdy mengemudi mobilnya dengan kecepatan sedang sembari tangannya mengelus puncak kepala sang istri, senyuman Ferdy tak pernah luntur sejak tadi pria tampan benar-benar sangat bahagia setelah dirinya menikahi wanita yang amat ia cintai, sebelum pulang. Leona meminta Ferdy mengantarkan dirinya ke makam sang ayah dan ibunya, wanita cantik itu merindukan orang tuanya, Ferdy dengan cepat mengiyakan ucapan sang istri.Sesampainya di pemakam, Ferdy dan Leona sama-sama turun dari mobil. Ferdy menggandeng tangan Leona menuju makam ayahnya yang bersebelahan dengan makam ibunya."Assalamualaikum Pah Mah "ucap Leona dan Ferdy yang saat ini sudah berada di tengah makam orang tuanya."Pah Mah, lihatlah Leona sekarang gak sendiri lagi. Leona udah ada yang jagain" ucap Leona pertama kali."Sekarang Papa sama Mama jangan sedih lagi liat Leona dari atas sana, Leona sekarang udah bahagia seperti yang pernah ayah bilang" ucap Leona dengan suara serak, Leona berusah
Tangan lebar nan kasar itu kini berada di bukit kembar Leona, Ferdy merasakan bukit Leona yang masih terasa padat dan berisi, dan perlahan tapi pasti Ferdy meremas bukit kembar Leona dengan lembut hingga membuat Leona sedikit melenguh di sela-sela lumatan bibir mereka. Setelah di rasa Leona kehabisan patokan oksigen, barulah Ferdy melepaskan tautan bibirnya dari bibir Leona. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya seakan udara di kamar mandi tidak cukup untuk dirinya.Ferdy belum menghentikan aksinya, kini kepalanya berada di ceruk leher sang istri dan kembali membuat tanda kepemilikan di sana, padahal tanda semalam belum hilang dan sekarang Ferdy memberikannya lagi.Leona menutup matanya merasakan Ferdy yang menghisap lehernya sedikit kuat dan itu membuat Leona meleguh karnanya apa lagi di tambah sensasi yang di berikan Ferdy yaitu meremas salah satu bukit kembar Leona."Ah Mas hentikan sudah cukup gumam Leona sambil menahan sesuatu yang bergej
Leona melebarkan matanya melihat pusaka Ferdy yang besar dan sedikit panjang.Leona meringis sendiri dalam hatinya. Apakah muat punya Ferdy masuk ke goa kenikmatannya, ah rasanya pasti menyakitkan tapi enak batin Leona.Perlahan Ferdy memposisikan tubuhnya di tengah-tengah paha Leona, "Kamu siap sayang?" tanya Ferdy.Leona mengangguk sebagai jawaban.Melihat anggukan sang istri. Pria tampan itu mulai meluruskan posisinya, dan perlahan tapi pasti pusaka yang sudah berdiri tegak itu mulai memasuki goa surganya."Gak usah di tutup matanya, ga usah malu. Teriak aja sayang, mendesah aja yah gak bakalan ada yang dengar kamar ini kedap suara kamu bisa teriak sekerasnya" ucap Ferdy.Sebelum melakukannya lagi Ferdy melumat bibir Leona, ia juga mulai memasukkan Pusakanya di goa kenikmatan istrinya kali ini Ferdy tidak pelan-pelan lagi, melainkan sekaligus sebab dirinya sudah penuhi oleh nafsu yang tertahan."Aahhh Mas enak banget"ucap
Ragu-ragu Leona mengangguk kecil, melihat anggukan sang istri. Ferdy mendekati Leona dan menyuruh istrinya itu membalikkan tubuh.Leona berbalik dengan wajahnya menghadap cermin wastafel sembari memandang Ferdy yang mulai membuka perlahan resleting gaun nya.Jantung Leona saat ini tidak sedang baik-baik saja, ia merasakan detak jantung yang begitu cepat serta keringat dingin di telapak tangannya, Leona benar-benar sangat gugup, apa lagi saat melihat Ferdy yang sudah melepaskan resleting gaun dan menatap punggungnya yang putih bersih tanpa noda."Putih banget kulit kamu sayang" ucap Ferdy pelan.Leona tersenyum malu mendengar perkataan sang suami.Ferdy mulai membuka gaun yang tak berlengan itu. Cara Ferdy membukanya yaitu dengan menurunkan gaun tersebut ke bawah tetapi sebelum melakukannya Leona menahan tangan Ferdy agar tak meneruskan membuka gaun tersebut."Kenapa sayang?" tanya Ferdy yang bingung."Kamu mau ngapain" tanya
Setelah ijab qobul disebutkan oleh Ferdy para tamu pun memberikan selamat pada kedua mempelai, kini Ferdy dan Leona berdiri di pelaminan, beberapa tamu masih ada yang belum memberikan selamat dan mereka juga menyempatkan diri menyalami Ferdy dan Leona lalu mengucapkan kata samawa pada kedua mempelai.Dan sebagian tamu juga ada yang sudah pulang dan ada yang masih betah di acara tersebut.Pak Anwar pun mendekati pengantin baru itu, " Selamat yah nak atas pernikahan kalian, bapak berharap kalian bahagia hingga maut memisahkan, Pak Ferdy saya titipkan nak Leona yah, sayangi dia" Ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Ferdy kemudian menyalami mereka berdua.Tari dan Rendy juga tak lupa memberikan selamat untuk Ferdy dan Leona, mereka berdua pun segera menghampiri sahabatnya itu."Selamat yah Leona sekarang kamu udah jadi istri Ferdy. Semoga pernikahan kalian samawa sampai kakek nenek" Ucap Tari pada Leona, tangan mereka saling bertautan di udara.
Satu bulan kemudian.......Dan satu minggu penuh Ferdy dan Leona habiskan untuk persiapan acara pernikahannya, dari fitting baju pengantin sampai dekorasi ballroom hotel yang mereka sewa satu minggu yang lalu.Dan hari itu pun tiba. Ferdy yang ingin menikahi Leona setelah perjuangan panjang yang ia lewati. Semua kesalah pahaman yang pernah singgah di sela-sela hubungannya, dan drama lainnya semua ia lewati. Dan akhirnya semua telah selesai.Semenjak kembalinya Leona di sisi Ferdy, lelaki tampan itu selalu tersenyum dan tampak sekali kebahagiaan di wajahnya sebab Leona yang selalu membuat Fedry tersenyum di saat-saat suka dukanya.Dan disinilah Leona sekarang tengah memandang baju pengantin dan di temani Tari ,sedari tadi ia menatap wajahnya di cermin, di saat hari bahagianya kedua orang tuanya sudah tidak ada jujur Leona begitu sangat merindukan kedua orang tuanya. Andai mereka masih hidup pasti ibu dan ayah Leona sangat bahagia anaknya menikah de
Setelah meninggalkan bandara, Ferdy berjalan dengan langkah berat menuju rumahnya. Langit senja mulai meredup, menambah suasana kelam yang menyelimuti hatinya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi oleh kenangan bersama Leona, setiap tawa, tangis, dan kebahagiaan yang pernah mereka bagi.Sesampainya di rumah, Ferdy merasa hampa. Ia duduk di tepi tempat tidur, memegang foto Leona yang selalu ada di meja kecil di samping tempat tidur. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya."Saat kamu pergi, Leona, aku merasa seperti kehilangan sebagian dari diriku. Tapi aku tahu, kamu memilih jalan ini untuk kebaikan kita berdua. Aku hanya bisa berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan kita kembali," gumam Ferdy dengan suara bergetar.Beberapa hari berlalu, dan Ferdy mencoba menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, hatinya tetap terasa kosong. Ia terus merindukan Leona, meskipun berusaha untuk tidak menunjukkan kesedihannya di dep