Share

3

Leona meninggalkan kediaman mertuanya dengan perasaan kecewa. Ia memutuskan mampir ke kafe untuk membunuh waktu. 

Usai memesan beberapa menu, Leona mengeluarkan ponselnya, tanpa sengaja kartu nama terjatuh ke lantai. Leona mengambilnya, sejenak ia menimbang-nimbang untuk menyimpan nomor ponsel laki-laki itu.

"Simpen aja kali ya, barangkali butuh?" gumannya bimbang. "Tapi kalau mas Denis tahu gimana? Dia kan pencemburu akut."

Leona hanya memutar-mutar kartu nama itu, hingga akhirnya dia memutuskan menyimpan nomor itu dengan nama perempuan.

Leona membuka kolom obrolannya dengan adik iparnya. 

[Dini, kalian lagi pergi ya? Tadi mbak ke rumah, tapi kalian nggak ada.]

Sayang sekali pesan yang Leona kirimkan pada Dini hanya mendapat centang satu.  

"Mereka kemana sih? Tumben nggak ajak aku kalau ada acara keluarga?" gerutu Leona.

Kelopak mata Leona menyipit mendapati panggilan masuk dari Tari sahabatnya, tanpa menunggu lama wanita itu segera menjawabnya. 

"Halo Tar, tumben kamu hubungin aku?" ujar Leona.

Terdengar tawa nyaring dari seberang sana, membuat Leona mencebik. "Maaf Leon, wajar lah baru pulang honeymoon. Kamu lagi dimana?" tanya Tari.

"Happy-nya yang habis pulang honeymoon, aku lagi di cafe nih Tar," jawab Leona jujur.

"Wahh, sama Denis ya?" 

"Enggak, aku sendiri, mas Denis lagi ada tugas keluar kota," jelasnya.

“Oh, berarti yang aku lihat tadi nggak salah dong Leon. Tadi waktu di bandara aku lihat Denis gendong anak perempuan gitu.”

Ucapan tari membuat Leona terdiam, wanita itu tengah mencerna maksud ucapan sahabatnya. 

‘Mas Denis gendong anak perempuan? Siapa?’ batinnya bingung.

"Kamu ada fotonya Tar?" tanya Leona. 

Jujur saja dia tidak percaya jika Denis menggendong seorang anak perempuan. Kalaupun itu anak Dini, keponakannya laki-laki. Tapi itu pun sepertinya tidak mungkin, atau saat ini mereka pergi bersama?

"Haduh aku nggak sempet foto Leon, aku buru-buru tadi, aku pikir tadi dia pergi sama kamu, makanya aku sedikit kaget waktu nomor kamu aktif," ucap Tari lagi.

Leona menghela napas dalam, seketika perasaanya diselimuti kegelisahan. Dia tidak pernah mendengar kabar seperti ini. 

"Bukan Tar. Mungkin itu keponakan aku, dan Denis yang nganter ke bandara, soalnya ipar dan mertuaku lagi pergi keluar kota," jelas Leona seadanya.

"Oh, mungkin juga sih, ya udah have fun deh ya, nanti kalau capekku udah hilang kita ketemuan deh, aku ada oleh-oleh buat kamu," ucap Tari sebelum menutup panggilan itu.

Leona menatap layar ponselnya dengan benak penuh tanya.

Kemanakah Denis pergi? Mengapa dia menggendong seorang anak perempuan? Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala, berusaha berfikir positif tentang suaminya. 

‘Mungkin itu anak rekan kerjanya,’ pikirnya kemudian. Leona yakin Denis tidak akan berbuat aneh-aneh, mengingat sikap posesif dan penyayang yang ia berikan selama ini.

"Loh Leona, kamu di sini?"

Sapaan itu membuyarkan lamunan Leona. Wanita itu mendongak menatap laki-laki tampan yang berdiri di depannya.

"Apa aku boleh duduk di sini?"

Leona membelalak. Lagi-lagi ia bertemu dengan Angga tanpa sengaja. “Boleh, silakan,” katanya. 

Angga langsung duduk di seberang wanita itu. 

"Bagaimana kabar kamu Leon? Denger-denger kamu sudah menikah ya?" 

"Iya, aku sudah menikah. Kamu sendiri, sudah menikahkah?" sahut Leona.

Angga tersenyum seraya menggelengkan kepala. "Belum, belum nemu yang cocok," jelasnya singkat.

Sontak penjelasan pria itu membuat Leona terkekeh. "Aku kayak nggak percaya deh Ang, kamu most wanted di sekolah kita dulu, masa sih belum punya istri. Tapi pacar ada kan?" cecar Leona kepo, dia dan Angga merupakan teman SMA, dan baru hari ini bertemu lagi.

Sudut bibir Angga terangkat. "Sumpah, aku pernah beberapa kali menjalin hubungan, tapi belum ada yang sreg," jelasnya. "Kamu sendiri menikah sama siapa Leon?" Angga menatap kepo pada Leona.

"Aku dijodohin Ang, asisten almarhum Papaku," jelasnya.

Angga terdiam, dia tidak tahu jika ayah Leona sudah meninggal. Lantas laki-laki mana yang begitu beruntung bisa mendapatkan Leona?

"Dia laki-laki yang baik, penyayang, hanya sedikit posesif, tapi aku suka." Terlihat jelas wajah Leona merona saat mendeskripsikan sosok suaminya.

Angga hanya manggut-manggut, tak lama ponsel Leona berdering, nampak nama Tomy terpampang di sana.

"Maaf, aku jawab telpon dulu ya Ang," pamitnya sedikit menjauh. "Halo Tomy."

"Halo Nyah. Nyonya dimana? Nyonya baik-baik saja kan?” 

"Saya baik-baik aja. Saya sedang makan di cafe, sebentar lagi pulang," jelas Leona, sedikit bingung. Kenapa sopirnya itu terdengar sangat panik?

"Beri tahu saya alamat Nyonya, akan saya jemput."

"Tidak perlu Tom, sebentar lagi saya pulang. Ya sudah kalau begitu." Leona menyudahi panggilan itu secara sepihak. Menurutnya, Tomy terlalu berlebihan menyikapi kepergiannya. Meskipun ia tahu bahwa sopirnya itu hanya menuruti perintah sang suami.

"Sudah Leon?" tanya Angga.

"Sudah, aku harus kembali Ang, suamiku nyariin." Leona menyambar handbag-nya, membuat Angga sedikit kecewa.

"Biar aku yang bayar Leon, anggap sebagai traktiran dari pertemuan kita," ucap Angga.

Sejenak Leona menatap ke arahnya, namun detik kemudian Leona mengangguk setuju. "Makasih Ang, lain kali aku bakal gantian traktir, sekalian aku kenalin sama suamiku." 

Keduanya saling berjabat tangan sebelum Leona meninggalkan area cafe.

Saat baru masuk ke dalam mobil. Ponselnya kembali berdering. 

Leona tersenyum melihat nama suaminya terpampang pada layar. "Halo Mas, udah sampe?"

"Halo sayang, aku udah sampe. Kata Tomy kamu pergi ya?" tanya Denis dari seberang sambungan. 

"Iya mas, aku tadi ke rumah Mama, tapi kata bibik Mama pergi sama Dini," jelas Leona.

Terdengar Denis menghela napas. "Iya sayang, Mama lagi kondangan sama Dini," bohongnya.

Leona ingin menanyakan apa yang tadi sahabatnya lihat, namun urung dilakukan, takut jika hal itu hanya akan membuat hubungannya dan Denis renggang, apalagi kalau sampai mengganggu pekerjaannya.

"Kamu sudah pulang belum Leon? Hati-hati di jalan ya, terus kabarin aku," ujarnya lembut. 

Pria itu memang pandai sekali membuat Leona luluh dan seketika lupa pada kegelisahannya.

"Papa gendong!" 

Leona mengernyitkan dahi saat mendengar suara anak kecil dari seberang. "Itu suara siapa Mas?" tanyanya. 

"Di bandara kan rame Leon. Itu tadi anak-anak nyariin ayahnya kali," sahut Denis ringan. 

Leona hendak bertanya tapi Denis lebih dulu menyela. "Ya udah, mobil kantor sudah jemput. Udahan dulu ya, nanti aku hubungin lagi. Hati-hati di jalan sayang!"

Sambungan terputus secara sepihak. 

Leona menggigit bibir. Hatinya gelisah. 

Mengapa Denis terlihat seperti menyembunyikan sesuatu darinya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status