Share

5

Suara sendok saling beradu di tengah makan siang yang canggung. 

"Tante Leona, Mayra mau ikan lagi dong." Gadis kecil itu mengalihkan perhatian semua orang. 

Bagaimana tidak, ada Saras di sebelahnya, namun ia menyerukan nama Leona.

"Ehh, kan ada Mama disini, Mayra nggak boleh gitu, itu namanya nggak sopan," ucap Denis.

Biasanya Mayra akan sungkan jika melihat orang baru, namun sedari tadi Denis melihat jika anak-anaknya sama sekali tidak takut pada Leona.

Saras tampak menggeram, kesal melihat sikap Denis yang membela Leona. 

"Maaf ya Leona, keberadaan anak-anakku jadi mengganggu kalian," ucap Saras dengan tatapan tertuju pada Denis, wanita itu seakan memberi sindiran.

Sementara Denis yang menyadari itu hanya bisa menghela napas.

"Nggak apa-apa mbak, lagian hal wajar, mungkin karena Mayra lihat ikannya ada di depan aku," sahut Leona dengan senyum manisnya.

"Aku jadi nggak enak ngerepotin kalian seperti ini, Miko dan Mayra memang sangat dimanja oleh Papanya, jadi kadang mereka belum bisa menempatkan diri, harap maklum ya Ra, namanya masih anak-anak," ucap Saras lagi.

Sudut bibir Leona terangkat. "Jangan sungkan mbak, aku suka anak-anak, lagian mereka masih kecil, aku maklum kok. Oh ya, kemana Papanya mbak, kok nggak di ajak liburan ke Jakarta?"

Saras dan Denis saling tatap, Leona sendiri memang tidak memperhatikan gerak-gerik keduanya, ia masih sibuk memberikan ikan pada Mayra, lantas kembali melanjutkan makannya.

"Suami saya..." Saras tersenyum ke arah Denis, membuat pria itu melotot.

"Suami mbak kemana?" Leona mendongak menatap Saras. 

Ekspresi Denis berubah panik, pria itu tertunduk kembali menyendokkan nasi ke dalam mulutnya. 

"Dia sedang ada pekerjaan di luar kota Leona," jawab Saras.

Makan siang penuh ketegangan itu akhirnya berakhir juga, Tuti dan Sulis membereskan meja makan setelah tadi Leona meminta keduanya menyiapkan kamar untuk Saras.

"Mbak, udah siang, barang kali Miko dan Mayra mau istirahat," ucap Leona kemudian.

"Mayra, Miko, kalian istirahat dulu ya, Om juga mau istirahat, nanti kalau sudah bangun tidur, kita berenang!" bujuk Denis.

Kompak keduanya mengangguk patuh, walau Saras sendiri sangat berharap jika anak-anaknya meminta Denis menemani. 

"Bik, tolong anter mereka kekamar ya, saya dan tuan mau istirahat juga," ucap Leona pada Sulis.

"Siap Nyah," sahut Sulis seraya membawa koper milik Saras menuju lantai dua. 

Sebenarnya tadi Leona sudah menyiapkan kamar tamu di lantai satu, tapi entah mengapa tiba-tiba Saras mengatakan jika anak-anaknya ingin tidur di lantai dua. Alhasil Leona meminta Sulis membersihkan kamar tamu di sebelah kamarnya dan Denis.

Semenjak kedatangannya bersama Denis, Tuti sama sekali tak henti memperhatikan Saras dan anak-anaknya. Ada rasa curiga dalam hati wanita paruh baya itu. Dia merasa janggal dengan sikap anak-anak Saras pada Denis, biasanya Arya—anak Dini, keponakan Denis—yang sering datang kemari saja tidak selengket itu pada pamannya. 

"Ini kamarnya buk." Sulis membuka pintu kamar di sisi kamar utama.

Pandangan Saras mengedar, menilik setiap penjuru kamar. Rumah ini terlalu mewah, sangat jauh jika dibandingkan dengan rumah yang dia dan anak-anaknya tempati. "Apa sebelah kamar Leona dan Denis?" tanya Saras seraya menunjuk pintu di sebelahnya.

"Iya buk, ini kamar utama milik Nyonya, masih ada kamar lain, kamar yang dulunya milik ayah Nyonya Leona," jawab Sulis.

Saras manggut-manggut, lantas ia berlalu masuk menyusul kedua anaknya yang nampak sudah berbaring di atas ranjang empuk itu.

"Mama, kamarnya bagus," ucap Miko.

"Iya, Miko suka tinggal disini?" tanya Saras, tentu saja pertanyaan Saras mendapat anggukan dari kedua anaknya.

Samar-samar Saras mendengar suara suaminya tengah mengobrol, disusul suara pintu yang ditutup. Saras yakin jika Denis dan Leona baru saja masuk ke dalam kamar mereka.

Saras menempelkan telinganya di dinding, dia ingin mendengar apa yang sedang terjadi di kamar sebelah, namun sayang, tak ada suara apapun. 

"Mama, Mama sedang apa?" tanya Miko heran.

"Shhh.. Diam, kalian tidur sana!" bentak Saras yang kembali mengulangi aksinya.

Di kamar sebelah, Denis menahan tengkuk Leona. Pria itu menyatukan bibir mereka. 

Dua tahun hidup bersama, bohong jika Denis tidak memiliki perasaan apapun pada Leona. Apalagi Leona begitu cantik, kulitnya putih, badannya bagus, sungguh laki-laki manapun akan terpesona karenanya. 

Mendapati serangan mendadak dari sang suami membuat Leona tersenyum simpul, tanpa ragu ia membalas lumatan suaminya. Usianya sebentar lagi menginjak 30 tahun, tentu sebagai wanita dewasa yang sudah pernah merasakan hubungan suami istri, Leona pun kerap kali merindukan suaminya. 

Tangan Leona bergerak aktif membuka satu persatu kancing baju Denis, hampir empat hari tak bertemu, membuat Leona rindu akan sentuhan laki-laki itu.

Sekali hentakan Denis menggendong tubuh Leona, pria itu membawanya bak anak koala, tanpa melepaskan pagutan bibir mereka. Denis mendekati ranjang, laki-laki manapun tak akan bisa menolak jika dihadapkan pada hal seperti ini, toh Leona juga istri sahnya.

Napas keduanya terengah, Denis membaringkan Leona diatas ranjang, pria itu sejenak memberi jeda, membiarkan sang istri menghirup udara sebanyak-banyaknya. Sebelum dia kembali melanjutkan aktivitasnya. 

Tatapan keduanya saling beradu, Leona membelai dada suaminya, kemeja yang ia kenakan sudah terlempar diatas lantai, menyisakan celana panjang yang masih menutup bagian bawahnya.

"Aku kangen sayang," bisik Denis seraya menyesap leher Leona, membuat wanita itu menggelinjang.

"Mass..hh.." 

Ini lah mengapa Leona tidak pernah menaruh curiga, sebab setiap habis bepergian Denis selalu memuaskan dirinya, pria itu pasti akan mengatakan hal-hal manis yang membuat Leona tak pernah berpikir macam-macam.

"Emmm.. Sekarang ya." Denis menyingkap dress yang Leona kenakan, bulatan benda kenyal tersaji di hadapannya. 

Leona sendiri tidak menjawab, tangannya bergerak nakal mengusap sesuatu yang sudah menyembul di balik celana Denis. Hingga suara ketukan di luar mengejutkan keduanya.

Tok.. tok.. tok..

"Mas, ada orang…" Leona menahan dada suaminya, menjauhkan wajah pria itu dari dadanya.

"Biarin sayang, aku udah nggak tahan," bantahnya dan kembali melahap benda kenyal itu.

Kembali suara ketukan mengganggu aktivitas mereka. Namun, kali ini Leona benar-benar menahan suaminya. "Mas, udah dulu, barang kali itu mbak Saras, kalau bibik nggak mungkin berani," ujarnya.

Seketika Denis seolah tersadar. Ia terjingkat kaget, lalu segera memungut kemejanya dan merapikan dress Leona.

Entah mengapa … wajah suaminya tampak memucat panik. 

Leona memiringkan kepala heran. Mengapa suaminya bersikap seperti orang yang baru saja terpergok melakukan sesuatu yang salah? 

Padahal kan mereka suami istri yang sah.

"Aku buka dulu ya," ujar Denis, meninggalkan Leona yang bergeming di atas kasur dengan pikiran berkecamuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status