Atika yang belum bisa move on dari Ifan— mantan kekasihnya, tiba-tiba dipertemukan kembali dengan pria itu di sebuah pusat perbelanjaan. Ifan ternyata sudah menikah dengan Risna yang tak lain adalah sahabat dekat Atika. Rasa cinta yang masih terjaga, serta rasa sayang pada sahabatnya yang sedang mengidap penyakit mematikan, membuat Atika menerima permintaan sahabatnya, untuk menikah dengan Ifan. Menjadi istri kedua dari laki-laki yang harus lebih memprioritaskan istri pertamanya, terkadang membuat Atika dilanda rasa cemburu. Namun, lagi-lagi perasaan itu harus ia kesampingkan atas nama cinta dan persahabatan. Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
View MoreAku benar-benar penasaran, sudah tak sabar rasanya ingin segera menanyakan kebenaran obat yang baru saja aku temukan di laci nakas pada pihak apotek, obat apa ini sebenarnya.Selain obat, aku juga menemukan sebuah wadah yang berisi bubuk yang aku yakin itu adalah susu, di dalam laci mejanya, tapi susu apa?Ah ... Tika? Apa yang kau sembunyikan dariku.Hampir satu jam menunggu. Aku bersyukur, akhirnya apotek pun buka. Aku segera menghampiri petugas yang masih sibuk beberes."Permisi, Mbak," ucapku."Iya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawabnya."Maaf, saya datang sepagi ini, cuma mau nanya, Ini obat apa ya, Mbak?" tanyaku tak sabar, sambil menunjukkan obat yang aku temukan di laci."Coba saya, liat." Jantungku berdebar kencang, menunggu penjelasan darinya."Oo ini vitamin Pak. Biasanya, di konsumsi oleh wanita yang sedang hamil atau wanita yang sedang program hamil.""Oh, jadi, ini, vitamin?" tanyaku memastikan."Iya, pak.""Berarti yang mengkonsumsi obat ini, kemungkinan sekarang di
Mendengar ucapan Yuda barusan benar-benar membuatku jantungku hampir copotAh ... Tika! Itu pertanyaan bodoh! Harusnya aku sudah tahu jawabannya. Benar kata Ibu."Udah ah, bercandanya, aku masuk dulu," ucapku menghindar. "Aku tidak sedang bercanda!" ucapnya menghalangi jalanku.Langkahku terhenti."Kendalikan dirimu, Yud! Apa kamu lupa, aku udah punya suami" aku mulai marah.Yuda tersenyum."Tenang saja Tik, aku tahu batasanku. Aku hanya ingin memastikan kalau kamu benar-benar bahagia, sebelum aku kembali ke Hongkong," ucapnya.Apa? Hongkong? Jadi dia mau balik ke Hongkong? tanyaku dalam hati"Baiklah aku ke dalam dulu, tinggal sedikit lagi pekerjaanku selesai," ucapnya lagi kemudian masuk ke dalam rumah. Aku mematung di teras rumah. Yuda benar-benar menyukaiku? Jujur aku merasa risih, tapi mendengar kalau dia akan kembali ke Hongkong, membuatku sedikit lega. ***Karena kejadian tadi pagi, seharian aku mengurung diri di dalam kamar. Hanya saat makan siang aku keluar untuk makan bers
Pagi ini kami sarapan seperti biasa. Setelah sarapan, kami mulai sibuk sendiri-sendiri. Aku duduk santai di ruang tamu. Selonjoran di sofa ruang tamu, sambil membaca majalah tentang Ibu dan bayi.Tiba-tiba bel berbunyi, aku berdiri perlahan, menarik jilbab yang kuletakkan di meja lalu memakainya. Kemudian berjalan ke pintu dan membukanya."Assalamualaikum." ucap suara yang tak asing dari balik pintu."Wa'alaikumsalam warohmatullah." jawabku.Senyum manis berlesung pipi menyambutku."Hai Tik, gimana kabarmu?" "Kamu, Yud? ngapain disini?" tanyaku heran."Gimana sih, ada tamu bukannya di suruh masuk malah di interogasi," ocehnya."maaf, masuklah." ucapku."Nah, gitu dong." ucapnya cengengesan.Yuda masuk dan duduk di sofa ruang tamu. "Kamu belum jawab pertanyaanku, gimana kabarmu? Juga kehamilanmu?" tanya Yuda."Ssstttt, jangan keras-keras ngomongnya, nanti yang lain dengar," ucapku, setengah berbisik."Tik, jadi kamu benar-benar merahasiakan kehamilanmu? Kenapa?" ocehnya."Kamu nggak
Ternyata Mbak Riska sudah berdiri di ambang pintu. "Oh, ini vitamin, Mbak." Aku buru-buru berdiri menghalangi botol vitamin yang ada di atas, agar tak terlihat jelas oleh Mbak Riska. "Ada yang bisa kubantu, Mbak?" ucapku lagi sambil berjalan tertatih ke arah Mbak Riska. "Oh, nggak kok. Mau ngajak kamu nonton. Bosan cuma diam-diam aja di kamar. Pingin jalan-jalan, tapi Mas Ifan pasti nggak akan kasi izin." "Ya udah, yuk, kita nonton bareng." Aku cepat-cepat mengajak Mbak Riska pergi dari kamar. ***Kami menonton hingga terkantuk-kantuk. Karena tak kuat, akhirnya kami sudahi menonton, dan balik ke kamar masing-masing. Sampai di pintu kamar aku tertegun, terdiam tak mampu bergerak, melihat pemandangan yang ada di dalam kamar.Ibu tengah berdiri, memegang sesuatu di tangannya. Itu, vitamin khusus ibu hamil yang tadi lupa kuimpan. Gleg ! Aku menelan ludah.Aku masuk dan mengunci pintu. Saat berbalik, ibu sudah berdiri menghadapku."Obat apa ini,
Hari ini akhirnya kami bisa pulang dan makan siang di rumah. Mas Ifan meliburkan diri dari kantor agar bisa menemani kami di rumah. Mas Ifan juga pamit, untuk ke luar kota beberapa hari kedepan untuk urusan kantor. "Kamu istirahat ya, jangan lupa minum obat." kata Mas Ifan, setelah mengantarku ke kamar."He'em," aku mengangguk.Aku membuka laci dan menyembunyikan obat yang di berikan mas Ifan disana. Tak hanya itu, obat, vitamin, dan susu untuk kehamilanku pun aku sembunyikan disana. Sebenarnya aku merasa berdosa. Tapi tak lama lagi, aku akan jujur pada Mas Ifan soal kehamilanku ini. Karena Mbak Riska sudah mulai membaik. ***Menjelang makan malam, Mas Ifan membantuku untuk ke meja makan. Disana sudah ada Bapak, Ibu, dan Mbak Riska.Sebenarnya aku tak berselera karena ada sesuatu aku inginkan. Hmm .. mengingatnya membuat air liurku benar-benar mau keluar. "Tik, kok bengong, ayo di makan." tanya Mas Ifan"Eh, iya Mas." "Kenapa? masakan Ibu
Ya Allah, bagaimana ini?" ucapku panik.Aku lupa kalau kunci rumahku, ada di dompet yang baru saja dijambret. Aku berjalan tertatih, dan duduk di teras. Mengeluarkan ponsel dari saku gamis dan mulai memencet nomor Mas Ifan."Oh, aku lupa. Aku belum sempat beli pulsa tadi," ucapku lirih. Tiba-tiba sebuah mobil masuk ke halaman, mobil yang sudah tak asing lagi bagiku."Mas Ifan!" seruku.Lalu segera bangkit dan hampir saja aku terjatuh.Mas Ifan turun dari mobil, dan terkejut melihat kakiku yang di perban, sebuah tongkat yang menopang tubuhku."Ya Allah, Tika! Kamu kenapa?" tanyanya setengah berlari ke arahku."Aku di jambret Mas, aku berusaha mengejar tapi kakiku tertusuk pecahan botol di pinggir jalan,""Astagfirullahal'adzim, tapi kamu nggak apa-apa kan, Tik?" tanya Mas Ifan, sambil meraba-raba tangan dan punggung ku."Nggak apa-apa, Mas. Cuma kaki aja yang harus di jahit," jawabku."Apa dijahit?" tanya Mas Ifan panik.Mas Ifan menatapku lekat. Lalu menarikku ke dalam pelukannya."
Saat memasang aroma terapi di kamar, tiba-tiba kepala terasa pusing, perutku terasa mual. Buru-buru mencari minyak kayu putih andalanku. Kuhirup dalam-dalam sambil berjalan keluar kamar , lalu berbaring di atas sofa. Entah kenapa mualku tiba-tiba hilang, sakit kepalapun agak berkurang. Aku mulai berfikir ini pasti ada hubungannya dengan kehamilanku. Perlahan kuusap perutku."Kamu enggak suka, wangi-wangian ya, sayang?" "Hem, baiklah mulai besok mama nggak akan pakai wangi-wangian lagi, kamu senang? Jadi jangan rewel lagi, ya?" ucapku."Sepertinya aku harus selalu sedia minyak kayu putih nih?" pikirku.Tiba-tiba ponselku berdering."Ya, Mas?" jawabku."Tik, kamu nggak balik kemari?" tanya Mas Ifan di seberang sana."Kayaknya, aku tidur di rumah aja deh, Mas." "Bener?" Tanyanya lagi."Iya, Mas. nggak apa-apakan kalau malam ini, jaga Mbak Riskanya sendirian?" tanyaku."Nggak apa-apa, Tik. Tapi kamu gimana? Berani di rumah sendiri?" "In shaa Allah berani, Mas." "Ya sudah. Kalau be
Aku sedikit terburu-buru keruangan Mbak Riska. Sudah terlalu lama aku meninggalkannya.Sata sampai di depan pintu, aku mengintip sedikit ke dalam ruangan. Sudah ada Mas Ifan yang sedang menyuapi potongan buah ke mulut Mbak Riska. Aku tersenyum, saat ini aku benar-benar bahagia. Ingin rasanya membagi kebahagiaan ini dengan Mas Ifan. Tapi aku tahu, ini bukan saat yang tepat. Mbak Riska baru saja pulih dari sakitnya, aku takut kehamilan ini akan membuatnya drop lagi. Sama sekali tidak meragukan ketulusannya, bahkan mungkin dia satu-satunya wanita yang sangat tulus, karena mengizinkan suaminya untuk menikah lagi. Tapi sekuat apapun wanita, rasa cemburu selalu mampu melemahkannya. "Tik, kenapa berdiri disitu?." panggil Mbak Riska membuatku gelagapan."Iya, Mbak," Aku mendekat dan duduk di tepi ranjangnya."Tadi, Dokter bilang, besok aku sudah boleh pulang." jelas Mbak Riska."Waah, benarkah Mbak?" tanyaku tak percaya."He'em Tik, benerkan Mas?" Mbak Riska meyakinkanku."Bener Tik, jadi
Mood yang berantakan membuatku jadi lapar lagi. Akhirnya kuputuskan mampir di warung bubur ayam di sebeeang jalan depan Rumah Sakit. "Aah!" teriakkan seseorang meganggu konsentrasi saat sedang menikmati bubur ayam. Seorang wanita yang lagi-lagi tidak asing sedang meringis kesakitan memegangi tangannya yang tersiram bubur oleh pelanggan lain."Oh, maaf Mbak, saya tidak sengaja," "Pelan-pelan dong, Mas." Tika mengomel pada pelangggan itu.Aku terSmsenyum sinis. Meraih tisu dan berjalan mendekatinya"Apa itu, sakit?" kuberikan tisu sambil menatapnya.Tika tak menjawab. "Kau dengar, tapi pura-pura tak mendengar. Sepertinya berpura-pura sudah jadi kebiasaanmu," ucapku lagi."Kamu ngomong apa, sih!" Dia mulai terpancing."Berhenti berpura-pura peduli pada madumu, aku tahu kau pasti senang melihatnya seperti sekarang ini," Aku terkekeh. "Diamlah, Yud. Sudah kubilang kamu nggak tahu apa-apa, jadi berhenti menuduhku! Napasnya mulai tersengal, mungkin ucapanku melukainya. Aku tak peduli."K
"Saya terima nikahnya Atika Ramadani binti Ismail Huda dengan mahar tersebut tunai." Lantang suara Mas Ifan mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan napas. Membuat dadaku bergemuruh. Ada rasa haru menyeruak di dalam hati."Saah! " ucap saksi dan saat itu pula kurasakan ada butiran bening membasahi pipiku.Kucium punggung tangan pria yang kucintai ini, dengan penuh rasa syukur. Kemudian lanjut mencium tangan Ayah dan Ibu mertua, serta Ayah dan Ibuku. Namun, saat berhadapan langsung dengan seorang wanita yang tak lain adalah istri pertama Mas Ifan, air mata pun tumpah. Sama sekali tak terfikir, wanita ini menepati janji yang pernah dia ucapkan secara tak sengaja beberapa tahun silam. Dia benar-benar menikahkan aku, dengan laki-laki yang aku cintai, meski laki-laki itu adalah suaminga sendiri. "Mbak." Aku tak mampu melanjutkan. Kupeluk erat tubuh kurusnya sambil menangis. "Selamat, Tika. Langgeng, ya," ucap Mbak Riska dengan suara bergetar, karena saat itu kami sama-sama sedang m...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments