Share

Bab 0007

Penulis: Farid-ha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-13 16:49:25
Mas Tama kini membetulkan tempat duduk. Kakinya ia juntaikan ke bawah.

“Nggak usah ditutupi. Semalam ibumu ngomong apa sama ibuku? Kedatangannya bukan untuk menghibur besan, tapi sebaliknya. Sengaja merusak kesehatan ibuku? Kemarin, tensi ibu itu sudah normal. Tapi, gara-gara ucapan ibumu semalam, tadi tekanan darah beliau kembali tinggi. Ibumu itu sudah tua, tapi tidak pernah dewasa.” Suaraku pelan tapi penuh penekanan.

Kulihat wajah Tama memerah. Mungkin, marah, tidak terima ibunya dijelek-jelekkan. Namun, kali ini aku tidak peduli. Dia dan keluarganya sudah sangat keterlaluan. Tidak ada lagi toleransi untuk mereka. Sudah hilang kesabaranku dibuatnya.

“Jangan pernah kau hina ibuku. Jelek-jelek begitu juga mertuamu. Kalau dia nggak dewasa, nggak mungkin dia bisa membesarkan kami. Kalau ibuku nggak dewasa, nggak mungkin mau menerima kamu yang tidak pernah akur dengannya.” Tama meninggikan suaranya.

Aku tersenyum sinis mendengar ucapannya. Sungguh menggelikan jawaban Tama.

“Bapak Tama yang terhormat. Dengarkan aku baik-baik. Ibumu tentu saja menerima aku meskipun tidak pernah akur dengannya. Itu bukan karena kedewasaannya, tapi karena tidak mau kehilangan uang bulanan dari aku yang cukup lumayan baginya. Coba saja kalau aku tidak punya penghasilan sendiri, tidak pernah memberikan uang bulanan untuknya, memang ibumu masih mau menerima aku?” Aku tersenyum miring ketika tatapan kami bertemu.

Dia terdiam. Jelas dia tidak bisa menjawab, sebab apa yang aku katakan benar adanya.

“Jawabannya tentu tidak! Percayalah sama aku, tanpa uangku Ibumu tidak akan pernah bisa menyukai aku. Dan kalau memang ibumu dewasa, tidak mungkin ia bilang sangat menyayangkan keputusan ku resign dari tempat kerja di depan ibuku. Betul, nggak? Gara-gara ucapan ibumu, ibuku jadi kepikiran terus. Beliau merasa bersalah atas keputusanku. Seolah beliau merepotkan aku. Aku benar-benar heran dengan ibumu, tujuan ibumu ngomong seperti itu di depan ibuku itu apa?” Tatapanku menguliti wajah Tama.

“Apa yang ibuku katakan itu tidak berlebihan, Sayang. Beliau hanya takut kita tidak bisa membayar angsuran bank kalau kamu tidak segera bekerja.” Dengan suara pelan Tama menjawab. Aku terdiam. Pura-pura tidak mendengarnya.

“Oh … jadi aku suruh kembali bekerja itu untuk membantu membayar setoran bank, begitu, Mas?” Dia tampak mengangguk ragu-ragu. Jujur sekali. Menjadikan istrinya sapi perah.

Ya Tuhan … laki-laki macam apa yang aku nikahi ini? Dia tahun setengah ke mana saja aku selama ini, hingga baru menyadarinya saat ini.

“Kamu tahu kan, ibu sangat ingin kita renovasi rumah?” Tama kembali bersuara.

“Maaf, Mas. Saat ini aku mau fokus mengurus kesehatan ibuku. Itu lebih penting daripada segalanya.”

“Ibumu memang penting, tapi ingat surgamu ada padaku saat ini, bulan pada ibumu lagi. Jadi, patuh pada suami itu di atas segalanya.” Tama menekan kalimat itu.

Aku memejamkan mata sejenak.

Ya Allah … apa maunya laki-laki itu? Seenaknya sendiri dia memberikan aturan.

Egois sekali dia, aku dituntut untuk patuh pada setiap titahnya. Seolah-olah dia sudah menjadi suami yang pasti bisa membawa istri ke surga yang wajib turuti setiap ucapannya. Padahal, dia adalah pezina. Dua tahun setengah aku tidak pernah membantah ucapannya. Karena aku berpikir surgaku ada pada suami. Aku harus sendiko dawuh dengan segala aturannya. Aku harus ikhlas mengabdikan diri pada suami tanpa kata tapi. Namun, semua rasa patuh itu hilang seketika saat tahu ia mengkhianati pernikahan suci kami.

Entah benar atau salah pendapatku ini? Laki-laki yang berlumur dosa tidak wajib dipatuhi lagi. Ini prinsipku.

Tanpa menjawab aku meninggalkan dia di taman. Kubawa langkah kami menuju ruangan Ini. Tidak mungkin aku mendebatnya saat ini. Takut-takut bibir ini tidak bisa mengendalikan diri dan akhirnya keceplosan. Bisa gawat kalau semua terungkap.

***

Pagi-pagi sekali Mbak Lilik menelponku. Ada apa lagi ini?

Dengan rasa enggan aku segera mengangkat teleponnya, lalu menjauh dari ruangan Ibu.

“Gimana, Mbak?” tanyaku basa-basi.

“Apa perlu Mbak laporkan kepolisian ya, De?”

Pertanyaan Lilik membuat aku tersentak kaget. Bisa repot kalau urusannya dengan kepolisian. Bagaimana kalau ada yang melihat aksi kami waktu itu. Bagaimana kalau ada yang memiliki bukti perbuatan kami malam itu? Detak jantungku bertalu-talu tidak karuan. Bagaimana kalau akhirnya ketahuan?

Bab terkait

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0008

    Degup jantungku bertalu-talu saat Mbak Lilik mengatakan akan lapor polisi. “Mbak yakin pelakunya akan segera ditangkap.” Ucapan Lilik membuat aku menggigit bibir bawah.Tenang Amira, tenang. Jangan panik. Kuhirup oksigen sebanyak-banyaknya. Berharap bisa sedikit tenang setelah ini.“Memangnya Mbak

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0009

    “Iya, Pak harganya sudah segitu. Cocoklah dengan kondisi motornya yang masih mulus dan suaranya yang masih halus.” Suami Mbak Mayang tersenyum ramah. Aku puas dengan cara penjualan Kakak sepupuku itu.Tidak butuh waktu lama kendaraan ku pun ini sudah beralih tangan dengan segala prosedurnya. Kebetul

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-14
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0010

    Setengah sebelas siang kami sudah berada di rumah Ibu. Beliau sudah diizinkan pulang dengan beberapa catatan dokter yang harus aku perhatikan. Mbak Mayang menjemput kami. Dia masih di depan menunggu aku. Kami mau segera pergi untuk menjalankan misi selanjutnya.Saat ini, jarum jam di pergelangan tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0011

    “Mbak Tv-nya nggak ada.” Aku memberi tahu Mbak Mayang yang sedang duduk di manis di ruang tamu. Debaran di dadaku sudah tidak menentu. Berbagai spekulasi bermunculan di ceruk kepala.“Yang bener, De?” Mbak Mayang menyusul aku di ruang tengah. “Iya, Mbak. Biasanya ditaruh situ.” Jari telunjukku meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0012

    “Wong edan! Kembalikan televisiku!” Suara Bu Mumun melengking.“Suruh Mas Tama beliin sendiri, Bu. Jangan mengambil barang milik orang lain. Itu TV aku beli menggunakan uangku sendiri. Maaf, TVnya aku ambil karena sedang butuh.” Aku tak memberikan kesempatan perempuan itu untuk membantah.“Ada ini,

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-16
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0013

    “Alhamdulillah, barangnya sudah habis. Rezekimu bagus, De. Tidak butuh waktu lama langsung laku.” Mbak Mayang menepuk pundakku yang sedang menatap truk pengangkut barang milikku pergi meninggalkan rumah Mbak Mayang.“Terima kasih banyak, ya, Mbak. Semua ini berkat jasa Mbak Mayang, barang langsung t

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0014

    “Pertanyaan kedua, kenapa kamu mengambil seluruh barang-barang di rumah? Bahkan TV di di rumah ibuku pun kamu ambil tanpa perasaan. Aku benar-benar tidak mengenali kamu lagi, Amira.” Tama kembali meninggikan suaranya.“Karena aku butuh uang.” Jawabanku singkat, padat.“Kalau memang butuh uang itu ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0015

    Jam tujuh malam, aku membawa ibu ke meja makan. Sebelum pulang, aku tadi sengaja mampir membeli beberapa lauk untuk makan malam. “Kamu kenapa, Mbak?” tanyaku saat melihat gelagat aneh Lilik. Di meja makan ia menutup mulut seperti hendak muntah saat aku membuka tutup penanak nasi. “Bau nasinya biki

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-21

Bab terbaru

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0173

    “Ini tempatnya, Mbak?” Tama menatap perempuan yang merupakan tetangga kontrakan Lilik tersebut dengan kening mengkerut. “Iya, ini, Mas. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencari Mbak Lilik. Perempuan. Bahkan dia menitipkan sesuatu untuk Zidane.” Tama terdiam, tapi otaknya berpikir menerka-nerk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0172

    Amira terdiam, menunggu jawaban Tama. Sebenarnya dia sendiri ragu, tidak yakin dengan idenya ini. Tapi, Amira merasa perlu melakukan itu demi kebaikan Zidane. [Jangan memintaku yang tidak-tidak, Mir! Mustahil aku kembali dengan Lilik. Itu tidak mungkin terjadi.] Tama mengirimkan pesan balasan pada

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0171

    “Lilik?” Samar, Amira memanggil wanita yang sedang menuntun bocah cilik sambil menenteng tas yang terlihat berisi dagangan. “Pak tolong berhenti sebentar.” Amira meminta kepada sopir taksi. “Tapi argonya tetap jalan, ya, Mbak.” Sopir mengingatkan. “Nggak masalah, Pak. Nanti saya lebihkan untuk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0170

    “Kapan acara lamarannya, De?” tanya Fikri di negeri seberang sana. Amira baru saja menceritakan niat baik Reza yang ingin melamarnya kepada Fikri. “Rencananya empat hari lagi, Bang. Abang sekarang sudah merestui ‘kan?” tanya Amira yang belum begitu yakin sepenuhnya terhadap restu Fikri. “Insya

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0169

    “Terima kasih banyak, ya, Mas. Maaf nggak bisa menyuruh mampir. Ini susah sangat malam.” Amira menghampiri pria yang berada di balik kemudi bulat setelah memarkirkan motornya di depan rumah. “Memang seharusnya aku tidak mampir, De. Kalau mampir nanti bahaya,” kelakar laki-laki di balik kemudi yang

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0168

    “Mau sampai kapan kamu diam di situ, Lilik? Mau sampai kapan kamu membiarkan Zidane mengacak-acak permainannya? Cepat bereskan rumah ini! Aku muak melihat kamu yang seperti ini terus! Sudah berapa kali aku bilang? Jangan biarkan anakmu mengacak-acak ruang tamu atau ruang tengah dengan permainannya i

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0167

    [Bi, tolong sampaikan ke Ibu, aku tidak bisa pulang sore ini. Mungkin, nanti malam baru pulang. Aira meninggal dunia, Bi. Aku bantu-bantu sekalian di sini.] Amira mengirimkan pesan pada Bi Marmi, bibinya. Amira baru sempat memberi tahu keluarganya. Derap langkah kaki yang memasuki ruang tamu membu

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0166

    “Mas Tama, Mbak.” Amira menyodorkan ke handphone Santi yang baru kembali dari kamar ibunya. “Mungkin mau bicara sama kamu, Mir.” Santi kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Amira. “Nggak, dia sengaja menelpon Mbak Santi, kok.” Tama sengaja menghubungi Santi melalui Amira, sebab handphon

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0165

    Di depan pintu Santi menyambut Amira dengan penuh kesedihan. Sesuai permintaan Tama, Amira akhirnya pergi ke rumah Mumun. Memastikan bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Tama sengaja mengutus Amira sebab nomor handphone Santi tidak bisa dihubungi. “Apa kabar, Mbak?” Amira mengulurkan tangan ke ar

DMCA.com Protection Status