Share

Bab 0015

Penulis: Farid-ha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jam tujuh malam, aku membawa ibu ke meja makan. Sebelum pulang, aku tadi sengaja mampir membeli beberapa lauk untuk makan malam.

“Kamu kenapa, Mbak?” tanyaku saat melihat gelagat aneh Lilik. Di meja makan ia menutup mulut seperti hendak muntah saat aku membuka tutup penanak nasi.

“Bau nasinya bikin mual.” Dia menjawab dengan ragu.

Aku dan ibu saling pandang. Aku mengerutkan kening, tapi tidak dengan ibu. Wajah yang semua cerah kini menjadi keruh. Aku tak tahu sebabnya.

“Sejak kapan kamu mual melihat nasi, Lik?” Dari atas kursi roda, ibu menatap menantunya penuh selidik. Ah, calon mantan menantu tepatnya. Karena Kak Fikri sudah sepakat dengan aku, akan menceraikan istrinya jika kondisi ibu sudah benar-benar pulih. Sementara waktu, kami akan bersikap biasa dulu.

Dia menggelengkan kepalanya, ambigu.

“Coba ambilkan nasi untuk Mbakmu, Mir.” Ibu menyuruhku. Meskipun enggan aku menurut, demi akting. Aku tak mau ibu curiga bila sikapku mendadak berubah pada Lilik, sang pelakor.

Tangan yang sedang menyendok nasi terpaksa menggantung di udara karena ucapan Lilik.

“Nggak usah, De. Nanti Mbak Lilik ambil sendiri kalau mau. Sekarang melihat nasi saja pengen muntah.” Masih dengan menutup hidung Lilik menjawabnya.

“Kamu hamil?” Ibu meninggikan suaranya. Tatapannya kini tak bersahabat sama sekali.

Lilik hamil?

Ya Allah … benarkah apa yang dikatakan Ibu? Jika itu benar, berarti itu anaknya Tama. Dadaku bergemuruh dengan hebatnya. Lututku lemas seketika. Piring dalam genggaman pun jatuh seketika. Pecah menjadi dua, sama seperti hatiku. Hancur. Meskipun sudah tahu mereka pernah melakukan hubungan di ranjang, tapi hati ini rasanya remuk mendengar kenyataan menyakitkan.

“Astaghfirullah … kamu kenapa, Nduk?” Ibu menoleh ke arahku dengan tatapan yang sulit diartikan.

Aku menggeleng, lalu menunduk untuk mengambil pecahan piring. Dengan segera kembali ke tempat duduk tidak tampak kehancuranku di hadapan ibu. Sekuat mungkin aku menyembunyikan luka di hati ini. Pahlawanku tidak boleh tahu apa yang aku rasakan saat ini. Beliau tak boleh pikiran.

Aku membuang muka, menyembunyikan kesedihan saat ibu menggerakkan kursi roda, mendekat ke arah Lilik.

“Kamu hamil dengan siapa, Lik?” Ibu mengguncang pudak wanita yang mematung, pandangannya kosong. Lilik melamun.

“Jawab! Laki-laki mana yang telah menidurimu, Lilik?” Suara Ibu naik beberapa oktaf. Kekecewaan itu tampak jelas di wajahnya yang sudah tidak muda lagi.

Amarah sedang menguasai beliau. Aku takut setelah ini ibu kembali drop. Tensi darahnya kembali tinggi. Aku tidak mau itu terjadi. Aku harus meredamnya.

“Bu, belum tentu Mbak Lilik hamil. Bisa saja ia hanya masuk angin. Biarin ajalah. Nanti setelah minum obat pasti sembuh. Kita makan dulu, ya, aku Mira sudah lapar.” Aku berusaha menenangkan ibu meskipun diri ini tidak yakin mampu menenangkannya.

Kuelus pundak ibu dengan penuh kelembutan. Berusaha menenangkan beliau walaupun hati ini pun butuh ditenangkan. Seandainya, tidak ada ibu di sini, sudah pasti aku marah besar pada Lilik. Tapi, kini aku berusaha menekan emosi itu dalam-dalam demi menjaga kesehatan ibu.

“Ibu tidak bodoh, Mir. Ibu sudah dua kali hamil. Bisa membedakan mana orang yang masuk angin dengan mana yang sedang ngidam. Dulu, ibu pun tidak menyukai nasi ketika hamil Masmu. Mencium baunya saja sudah mual duluan. Lagian, sejak di rumah sakit, ibu juga sudah mencurigai Lilik. Tubuhnya terlihat seperti sedang hamil, tapi ibu tepis. Ibu berusaha untuk berprasangka baik, dia seperti itu karena gendut. Ternyata prasangka ibu salah total.” Dada ibu terlihat naik turun.

Usahaku untuk meredam emosi ibu sia-sia. Ajakan makanku ia abaikan.

Acara makan malam bubar. Nasi dan lauk hanya menjadi pajangan di atas meja. Tidak ada satu orang pun yang meliriknya. Rasa lapar menguap begitu saja. Masalah besar ini sudah membuat kami kenyang seketika.

“Ibu mendadak kenyang karena ada yang hamil tanpa ada suaminya!” Suara ibu bergetar. Tanda tangisnya akan pecah.

Dadaku semakin sebak menyaksikan wanita tercintaku begitu terluka. Mataku sudah terasa panas. Hatiku bagai ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum. Sakit, sakit sekali.

Lilik menunduk, jari jemarinya saling meremas.

“Sekarang katakan siapa bapak dari anakmu, Lik?” Suara ibu melengking. Wajahnya memerah, menahan amarah. Tatapannya menghunus. Sungguh, aku takut sekali darah ibu akan semakin tinggi. Padahal, belum ada dua puluh empat jam di rumah.

Bab terkait

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0016

    Lilik tidak berani mengangkat kepala.“Terbuat dari apa hatimu sehingga bisa selingkuh di belakang anakku? Di sana dia berjuang mengumpulkan uang untuk membahagiakan kamu, tapindi sini kamu asyik goyang di ranjang dengan laki-laki lain! Astaghfirullah … apa dosa anakku sampai diselingkuhi seperti ini, ya, Allah? Ibu histeris.Tangisan ibu menyayat hati. Siapa pun pasti akan ikut menangis melihat beliau seperti ini. Tak terkecuali aku. Air mataku mengalir deras, pertahananku jebol.“Maafkan Lilik, Bu.” Lilik bersimpuh di depan ibu. Ia berusaha menggapai tangan mertuanya, tapi segera ditepis oleh perempuan yang telah melahirkan aku itu.Ibu sesenggukan. Lilik pun ikut menangis. Entah apa yang ia tangisi? “Katakan siapa laki-laki yang telah mengguncang ranjangmu?” Ibu kembali bersuara setelah sekian menit menangis, isakan masih ada.“Apa kamu lupa siapa dirimu, Lik? Anak yatim piatu yang tidak jelas asal usulnya. Diangkat derajatnya oleh anakku. Dulu, hidup dalam kekurangan. Kini dibuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0017

    Dengan senyum menyeringai, Lilik mengelus perutnya.Dadaku gemuruh kian riuh. Tangan ini mengepal dengan sempurna. Tatapanku menghujam. Meskipun aku sudah tahu, tapi tetap sakit hati ini mendengarkannya. Air mata yang tadi sudah surut kini kembali menetes, tapi buru-buru kususut. Aku tak mau terlihat lemah di depannya.“Apa? Jadi kamu selingkuh dengan iparmu sendiri, Lik?” Jari telunjuk ibu mengarah tepat ke arah wajah Lilik.“Iya, ini anaknya Tama, Bu. Kami saling mencintai. Anak-anakmu tidak bisa memuaskan kami. Jadi, wajar kalau akhirnya kami bermain di belakang mereka."“Pergi dari sini, pergi!” Jari telunjuk ibu mengacung ke arah pintu.Detik berikutnya tubuh ia roboh. Aku memekik histeris. Pasti, tensi beliau kembali tinggi.“Jangan bengong aja, bantu aku mengangkat ibuku, Lik!” Terbuat dari apa hatinya sehingga tidak bergerak sedikitpun untuk membantu ibuku Susah payah aku payah aku mengangkat ibu yang cukup berat. Tapi, sia-sia. Karena nyatanya bobot tubuh ibu lebih besar dar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0018

    POV TamaApa sih maunya perempuan itu? Kenapa semua barang di rumah ia angkut semuanya? Kepala ini benar-benar pusing memikirkan sikap Amira yang mendadak berubah akhir-akhir ini. Tidak ada lagi istriku yang penurut. “Tam, jujur sama Ibu, sebenarnya ada masalah apa dengan rumah tangga kalian? Kenap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0019

    Aku terdiam, teringat kata-kata Amira kemarin. “Ibumu menerima aku karena uangku.”“Tapi, saat ini Amira sudah tidak bekerja, Bu. Dia mau konsentrasi mengurus ibunya. Apa ibu masih ingin mempertahankannya?” Aku menyampaikan kebenaran. “Amira itu sangat mencintai kamu. Berikan kesempatan padanya unt

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0020

    “Bagaimana kondisi ibu saat ini, De?” tanya Kak Fikri di seberang sana. Aku menatap ke arah ibunya yang sedang tertidur. Lalu, melangkah ke luar ruangan agar bisa leluasa berbicara dengan abangku. Saudaraku satu-satunya itu saat ini sedang dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Begitu mendengar

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0021

    Enak sekali kalau ngomong. Ingin rasa rasa aku mendebatnya saat ini juga, tapi percuma. Urusannya akan panjang dan lama. Aku tidak mau itu terjadi.“Saya pikirkan nanti, Bu.” Aku pamit, hendak meraih punggung tangannya.“Ibu ingin mendengar jawabanmu sekarang biar tenang.” Bu Mumun masih menahan tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0022

    POV 3“Kurang ajar! Dari mana dia tahu kalau aku sedang mengincar uangnya? Seandainya ibunya tidak akan mendapatkan uang gusuran yang sangat besar itu, tidak mungkin aku sudi menemui seperti ini! Tidak mungkin aku menjatuhkan harga diriku di depan anak ingusan itu kalau bukan demi impianku. Awas kam

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0023

    Sepasang kekasih yang sedang bergulung di bawah selimut. Sementara, Tama dan Lilik membeku untuk beberapa saat, matanya melotot sempurna untuk sekian detik. Otaknya berusaha keras untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Kaget dengan apa yang ada di hadapan mereka. Fikri yang mereka yakini masih ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0173

    “Ini tempatnya, Mbak?” Tama menatap perempuan yang merupakan tetangga kontrakan Lilik tersebut dengan kening mengkerut. “Iya, ini, Mas. Beberapa hari yang lalu juga ada yang mencari Mbak Lilik. Perempuan. Bahkan dia menitipkan sesuatu untuk Zidane.” Tama terdiam, tapi otaknya berpikir menerka-nerk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0172

    Amira terdiam, menunggu jawaban Tama. Sebenarnya dia sendiri ragu, tidak yakin dengan idenya ini. Tapi, Amira merasa perlu melakukan itu demi kebaikan Zidane. [Jangan memintaku yang tidak-tidak, Mir! Mustahil aku kembali dengan Lilik. Itu tidak mungkin terjadi.] Tama mengirimkan pesan balasan pada

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0171

    “Lilik?” Samar, Amira memanggil wanita yang sedang menuntun bocah cilik sambil menenteng tas yang terlihat berisi dagangan. “Pak tolong berhenti sebentar.” Amira meminta kepada sopir taksi. “Tapi argonya tetap jalan, ya, Mbak.” Sopir mengingatkan. “Nggak masalah, Pak. Nanti saya lebihkan untuk

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0170

    “Kapan acara lamarannya, De?” tanya Fikri di negeri seberang sana. Amira baru saja menceritakan niat baik Reza yang ingin melamarnya kepada Fikri. “Rencananya empat hari lagi, Bang. Abang sekarang sudah merestui ‘kan?” tanya Amira yang belum begitu yakin sepenuhnya terhadap restu Fikri. “Insya

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0169

    “Terima kasih banyak, ya, Mas. Maaf nggak bisa menyuruh mampir. Ini susah sangat malam.” Amira menghampiri pria yang berada di balik kemudi bulat setelah memarkirkan motornya di depan rumah. “Memang seharusnya aku tidak mampir, De. Kalau mampir nanti bahaya,” kelakar laki-laki di balik kemudi yang

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0168

    “Mau sampai kapan kamu diam di situ, Lilik? Mau sampai kapan kamu membiarkan Zidane mengacak-acak permainannya? Cepat bereskan rumah ini! Aku muak melihat kamu yang seperti ini terus! Sudah berapa kali aku bilang? Jangan biarkan anakmu mengacak-acak ruang tamu atau ruang tengah dengan permainannya i

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0167

    [Bi, tolong sampaikan ke Ibu, aku tidak bisa pulang sore ini. Mungkin, nanti malam baru pulang. Aira meninggal dunia, Bi. Aku bantu-bantu sekalian di sini.] Amira mengirimkan pesan pada Bi Marmi, bibinya. Amira baru sempat memberi tahu keluarganya. Derap langkah kaki yang memasuki ruang tamu membu

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0166

    “Mas Tama, Mbak.” Amira menyodorkan ke handphone Santi yang baru kembali dari kamar ibunya. “Mungkin mau bicara sama kamu, Mir.” Santi kembali menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Amira. “Nggak, dia sengaja menelpon Mbak Santi, kok.” Tama sengaja menghubungi Santi melalui Amira, sebab handphon

  • TERIMA KASIH SUDAH MEREBUT SUAMIKU   Bab 0165

    Di depan pintu Santi menyambut Amira dengan penuh kesedihan. Sesuai permintaan Tama, Amira akhirnya pergi ke rumah Mumun. Memastikan bahwa keluarga mereka baik-baik saja. Tama sengaja mengutus Amira sebab nomor handphone Santi tidak bisa dihubungi. “Apa kabar, Mbak?” Amira mengulurkan tangan ke ar

DMCA.com Protection Status