Akhir-akhir ini banyak cerita yang beredar tentang sebuah bisikan. “Bawa aku pulang!” Namun hanya beberapa orang tertentu yang dapat mendengarnya, salah satunya Kila, teman baik Azkia. Suara bisikan itu berasal dari pengikut sekte agama yang sudah lama disiksa, bahkan dibunuh dengan sadis. Pemimpin sekte itu memiliki kekuatan yang hebat untuk melawan pengikut yang sulit diatur. Namun bagi pengikut setianya, akan terjamin hidup bahagia setelah meninggal tanpa menerima siksa neraka. Makanya setiap jemaat dari pemimpin sekte itu memiliki aktivitas yang mencurigakan, bahkan sangat tertutup. Bukan pertama kali bagi Azkia bertemu dengan orang-orang yang mencurigakan dan jarang berbaur, karena tujuh puluh persen dari keluarganya termasuk penganut sekte dan aturan yang sama namun beda pimpinan. Azkia sangat muak dengan sikap keluarganya yang berbuat semena-mena pada dirinya, bahkan saudara sepupunya berani melecehkan harga dirinya. Dapatkah Azkia membawa pulang jiwa-jiwa yang tersesat setelah dirinya tercemplung dalam jurang maut?
View More“Kapan bunuh seseorang, Az?” tanya Adel saat kakiku baru saja menginjak tanah, turun dari mobil. “Bentar ya, nanti dulu. Aku capek banget!” Aku berhasil menemukan alasan untuk menghindar dari Adel “Baiklah, nanti kutunggu di teras.” Harus buat alasan apalagi nanti aku ini? Ah, sudahlah. Lupakan saja semua. Aku butuh istirahat sebentar. Aku berjalan masuk rumah tanpa mengabaikan Adel yang menyapaku. Lalu kurebahkan tubuhku di atas ranjang saat tiba di kamar. Aku mencoba untuk memejamkan kedua mataku, akhirnya terlelap begitu saja. ... “Pulang, Nak!” teriak Mama di depan pintu rumah yang ada di kampung halaman. “Tidak, Mah. Aku tidak akan pulang sebelum Mama dan Papa meninggalkan ajaran sesat itu!” sahutku, lalu meninggalkan rumah itu. Aku tahu kalau keluargaku mengikuti ajaran sesat dan aku juga punya rencana untuk menyelamatkan mereka, namun perlakuan yang buruk menimpa dalam hidupku, menjadi enggan untuk pulan
“ADA APA LAGI? MASAK KALIAN TIDAK BISA MENGHANDLE SEMUA?” bentakku ketika sampai di kantor. Semua tampak tertunduk. “APA KALIAN HARUS DIBIMBING LAGI?” bentakku sekali lagi. “Ta–tapi Bu ...?” sahut Dara gugup “APA?” “Selamat ulang tahun Bu Azkia ...,” ucap serentak. Lalu aku berbalik badan saat mendengar suara langkah kaki seseorang. “Selamat ulang tahun ya ...,” seru seorang pria sambil membawa kue untukku. “Terima kasih semua. Oh ya, kamu siapa?” sahutku sambil bertanya saat wajah pria itu asing bagiku. “Saya pengantar kue, Bu. Kue ini sudah di pesan sama karyawan Ibu.” Pria itu menyerahkan kuenya padaku, lalu pamit pulang. Aku merasa bersalah pada Dani dan Dara. Padahal aku belum mengetahui apa masalahnya, tiba-tiba langsung memarahinya. “Ayo Bu, ditiup lilinnya. Jangan lupa harapannya, Bu.” Dara menghampiriku lalu membantu untuk memegang kan kue, sedangkan aku sudah siap untuk meniup lilin. Fyuhh ...
“Aku mau ... Kamu menebus dosamu dengan menumpahkan darah!” seru Adel, lalu tubuhnya mulai menjauh dariku. Aku berbalik badan. “Apa? Menumpahkan darah dengan pisau itu maksudmu?” sahutku terkejut dengan sedikit emosi yang meluap. “Iya.” “Ta–tapi siapa yang akan kubunuh ...?” tanyaku dengan tangan gemetar dan mengeluarkan keringat dingin di sekujur tubuhku. “Seseorang yang menurutmu baik!” seru Adel sambil melotot dengan bola matanya yang besar. “Ke–kenapa ... harus yang baik?” tanyaku lagi. Jujur, aku bingung dengan orang yang rata-rata jadi pengikutnya. Kalau dipikir-pikir, perilaku penganut gereja itu sama seperti keluargaku, suka membunuh, menyiksa bahkan pelecehan terhadap siapa pun. “Biar mereka sadar, hidup bahagia setelah meninggal itu butuh perjuangan di dunia ini. Kita harus menyerahkan tubuh kita kepada Yang Kuasa dengan sepenuhnya dan rela untuk menumpahkan darah sebagai ganti dosa kita.” Adel bersandar pada tembok yan
Aku tidak menemukan kursi atau pun apa, hanya ada mimbar kecil dan karpet atau alas lantai yang berwarna hijau. Yang kutahu, kapel itu biasanya berisi banyak kursi yang tersusun rapi. Memang ada sih beberapa karpet, namun cuman dipakai saat ada acara, itu pun tergantung sama pembawa acaranya. Setiap mimbar pasti ada di ruang yang selalu dipakai untuk ibadah, tapi ukurannya berbeda-beda. Kulihat Bu Maria sedang berlutut di bawah mimbar kecil itu dengan simbol yang tak asing bagiku, tapi simbol apa? Aku pernah lihat simbol ini, tapi di mana? Batinku, lalu ikut berlutut sambil berdoa Bapa kami. ... Lima menit kemudian ... Aku dibangunkan secara paksa setelah larut dalam doa-doaku. Setahuku orang berdoa tidak boleh diganggu. “Azkia ... Ayo bangun! Ibadahnya akan segera dimulai,” suara serak basah itu menemani pita suara Bu Maria selama ini. Mau tidak mau, aku harus bangun dan mengikuti apa kata Bu Maria. Tanganku digandeng dan lang
Hari telah cepat berlalu, kini tiba saatnya aku dan Adel siap pergi ke gereja yang dikatakan oleh Ado sebelumnya. Aku dan Adel sedang menunggu mobil yang akan menjemput kami di depan gang, karena baru pertama kali aku ikut dengan Adel, jadi belum tahu mobil apa yang akan menjemput kami di sini. “Del, memangnya siapa yang akan datang ke sini?” tanyaku sembari mencari sesuatu pada pandanganku. “Nanti kamu juga tahu!” tegas Adel dengan melipat kedua tangannya di dada. Tampak sangat sombong, tapi orangnya baik. *** ‘Tin tin’ Sebuah mobil Luxio berwarna putih berhenti tepat di depan kami. Lalu kaca mobil itu perlahan terbuka. “Selamat pagi semua,” sapanya dari dalam mobil. Seorang pria yang berpenampilan rapi, bersih, dengan memakai jas hitam itu, duduk di samping sopir. Pria itu sering di sapa dengan sebutan Alex (Adel menceritakan sebelumnya). “Selamat pagi juga, Pak Alex,” sahut Adel dengan senyum ramahnya.
Setelah menunggu berminggu-minggu akhirnya aku, yang sering disapa Azkia itu diizinkan untuk pindah tempat kerja. Di mana aku sudah mendambakan kerja di kota kecil yang tidak jauh dengan desa-desa yang kenal dengan tradisi tertentu. Ya, aku dipindahkan di Majalengka Kulon, lebih tepatnya masuk gang dekat dengan SMA Negeri 1 Majalengka Saat hari pertamaku di Majalengka, aku disambut dengan sangat baik oleh tetangga setempat. Banyak tetangga yang datang hanya untuk menyapaku sambil membawakan makanan enak secara gratis. Setelah melewati hari-hari tanpa curiga, tak sengaja aku melihat tetangga sebelahku dari jendela rumah, yang bersifat aneh. Wanita itu jarang menyalakan lampu dan sering menggunakan lilin untuk penerangan di rumahnya. Namun saat aku sedang menatap wanita itu, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada notifikasi bertuliskan “Mama” “Pulang, Nak. Mama mau kenalkan pada bapak Rohani, di gereja Mama,” ucap mama dari balik ponsel. “Sudah berapa kal
Setelah menunggu berminggu-minggu akhirnya aku, yang sering disapa Azkia itu diizinkan untuk pindah tempat kerja. Di mana aku sudah mendambakan kerja di kota kecil yang tidak jauh dengan desa-desa yang kenal dengan tradisi tertentu. Ya, aku dipindahkan di Majalengka Kulon, lebih tepatnya masuk gang dekat dengan SMA Negeri 1 Majalengka Saat hari pertamaku di Majalengka, aku disambut dengan sangat baik oleh tetangga setempat. Banyak tetangga yang datang hanya untuk menyapaku sambil membawakan makanan enak secara gratis. Setelah melewati hari-hari tanpa curiga, tak sengaja aku melihat tetangga sebelahku dari jendela rumah, yang bersifat aneh. Wanita itu jarang menyalakan lampu dan sering menggunakan lilin untuk penerangan di rumahnya. Namun saat aku sedang menatap wanita itu, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada notifikasi bertuliskan “Mama” “Pulang, Nak. Mama mau kenalkan pada bapak Rohani, di gereja Mama,” ucap mama dari balik ponsel. “Sudah berapa kal...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments