“Jadi, kita cari bubur ayam sekarang, Tuan?” tanya Budi.
Danu tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala. Selang beberapa saat, Lisa bergegas masuk ke ruangan Arum sambil membawa paper bag.
“Nona, ada kiriman dari Tuan Danu,” ujar Lisa.
Arum mendongak, menatap Lisa kemudian langsung tersenyum lebar usai mengingat apa yang dikatakan Danu di telepon tadi.
“Apa ini bubur ayam, Nona?” tebak Lisa.
Arum mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Lisa menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala.
“Kenapa Nona tidak bilang jika sedang ingin bubur ayam. Tahu gitu tadi saya bagi punya saya.”
Arum langsung menggelengkan kepala.“Udah gak papa. Lagian pemberian suami itu lebih enak rasanya.”
Lisa langsung tergelak mendengar ucapan Arum.
“Astaga!! Sejak kapan Nona bisa ngelawak seperti ini?”
Arum tidak menjawab dan kini sudah mulai sibuk meni
“Dia baik-baik saja. Dia hanya kelelahan. Cepat ambilkan minyak angin untuk membuatnya sadar!” pinta Dokter Sandy.Lisa mengangguk. Ia berhambur keluar kemudian kembali dengan benda yang diminta Dokter Sandy. Selang beberapa saat, Arum membuka mata. Ia terkejut saat melihat Dokter Sandy ada di sampingnya. Arum bergegas menggeser tubuh dan Dokter Sandy menyadari.“Kamu pingsan tadi dan kebetulan aku datang ke sini. Jadi aku yang memeriksamu,” jelas Dokter Sandy. Ia tidak mau Arum salah sangka padanya.Arum hanya mengangguk sambil tersenyum menatap Dokter Sandy.“Iya, terima kasih, Dok.”Dokter Sandy terdiam sambil melirik Arum sekilas. Lisa sudah tidak berada di ruangan. Ia sudah dijemput pacarnya, hari ini Lisa ada keperluan mendesak yang tidak bisa ia tinggal. Jadi hanya Dokter Sandy dan Arum saja yang berada di ruangan itu.“Kapan kamu terakhir halangan?” Tiba-tiba Dokter Sandy bertanya seper
“Tidak. Sama sekali tidak. Saya minta maaf jika kehadiran saya mengganggu di sini,” ujar Dokter Sandy.Danu hanya manggut-manggut, ia terlihat lebih tenang dari tadi. Namun, tatapannya sangat tajam menghujam Arum dan Dokter Sandy. Arum hanya diam, menarik napas panjang. Sementara Dokter Sandy melirik ke arah Arum.“Aku pulang dulu, Arum. Mungkin ajakan makan malamku lain kali saja.” Dokter Sandy berpamitan dan Arum menjawab dengan anggukkan kepala.Pria berkacamata itu sudah berlalu pergi meninggalkan Arum dan Danu. Perlahan Danu mendekat hingga berdiri tak berjarak di hadapan Arum. Tangan Danu langsung terulur menyentuh baju Arum dan mengancingkannya.“Lain kali aku tidak mau melihat pria lain menyentuhmu. INGAT ITU!!”Arum menghela napas sambil memejamkan mata sekilas.“Kami tidak melakukan apa-apa, Mas. Kamu jangan salah sangka. Malah dia yang menolongku.”Danu mengangguk. “Iya,
“Aku beneran hamil. Anak Mas Danu,” gumam Arum.Dia masih tidak percaya dengan hasil test pack yang baru saja dilakukan. Namun, semuanya jelas terlihat jika dia memang positif hamil. Arum tercenung cukup lama menatap alat test pack itu. Kemudian tak lama sebuah senyuman terukir dengan indah di rautnya.“Aku akan buat kejutan untuknya.”Arum bergegas mandi, kemudian tak lama ia sudah bersiap untuk keluar rumah. Kepalanya memang masih sedikit pusing dan ia sudah tahu penyebabnya. Arum kini tampak sedang menikmati sarapan di sebuah kafe dekat dengan rumahnya.Kini Arum tahu kenapa selera makannya tiba-tiba berubah drastis belakangan ini. Tak lain dan tak bukan karena kehamilan ini penyebabnya. Lagi-lagi sebuah senyuman terlihat di wajah cantiknya. Arum memang memutuskan untuk tidak ke kantor. Dia ingin menikmati kebahagiaannya lebih awal.Arum tampak memainkan ponselnya dan kini sedang menghubungi sebuah nomor. Cukup lama dia m
“Artis sekaligus model papan atas Nadia Amalia tertangkap basah sedang menghabiskan waktu sepanjang malam bersama seorang pria tampan di sebuah hotel. Pria tampan yang disinyalir seorang pengusaha kaya raya berinisial DN itu ternyata sudah lama menjalin hubungan dengannya. Menurut kabar yang terdengar, mereka akan segera melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.”Suara berita gosip yang sedang tayang di salah satu stasiun televisi itu sudah mendominasi atmosfer ruang tunggu salah satu rumah sakit pagi ini.Seorang wanita berwajah teduh hanya terdiam sambil sesekali menghela napas panjang memperhatikan tayangan yang terus diulang di televisi 40 inchi itu. Hatinya bergetar saat melihat sosok pria yang ditayangkan dalam berita gosip tersebut. Tidak bisa dipungkiri kalau sosok itu memang mirip dengan suaminya, Danu Nagendra.Enggak. Gak mungkin itu Mas Danu, batin Arum.Wanita cantik berwajah teduh dengan rambut hitam legam itu bernama Arum Bisanti. Ia sengaja datang ke rumah sak
“Dari mana saja kamu, Arum?? Jam segini baru datang? Kamu bahkan belum menyiapkan makan siang untuk kami,” hardik Nyonya Lani.Usai dari rumah sakit tadi, Arum memutuskan pulang saja. Dia tidak kuat usai melihat interaksi mesra suaminya tadi bahkan dia sudah membatalkan terapinya hari ini. Dia hanya ingin pulang. Namun, baru saja masuk rumah, ibu mertuanya yang tak lain ibu tiri Danu sudah menghardiknya seperti itu.Sejak menikah dengan Danu, Arum memang tinggal di rumah keluarga Danu. Itu adalah salah satu syarat yang tercantum dalam wasiat kakek Danu. Bahkan pernikahannya dengan Danu terjadi gara-gara wasiat itu. “Eng ... saya ... saya dari rumah sakit, Ma. Hari ini jadwal terapi saya. Bukannya tadi pagi saya sudah pamitan.”“Omong kosong, pasti dia keluyuran, Ma. Dia bosan disuruh-suruh terus di rumah ini,” sahut Citra dari arah belakang Arum.Arum menoleh dan menatap Citra dengan tajam. Citra adalah adik tiri Danu. Sejak awal menikah Citra yang paling terlihat tidak suka dengan Ar
“ARUM!!!! ARUM!!!” seru Nyonya Lani.Hari masih pagi, tapi Arum sudah disibukkan dengan aktivitas rumah tangga. Semalam ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hatinya masih sibuk bertanya dan ingin meminta kejelasan dari sang Suami, tapi Danu malah menghindar darinya. Apa memang benar kalau suaminya terlibat affair dengan artis cantik itu?“Iya, Ma,” jawab Arum.Ia tergopoh datang dengan wajah lesu menghampiri Nyonya Lani yang sedang berdiri di depan kamar.“Kamu ke mana saja? Dari tadi dipanggil tidak menyahut.”Arum membisu sambil menundukkan kepala. Sejak tadi pagi, dia sudah sibuk di dapur, banyak hal yang harus ia kerjakan termasuk memasak untuk tamu wanita keluarga ini.“Saya memasak di dapur, Ma. Bukannya Mama yang meminta aneka menu pagi ini.”“Pintar saja kamu menjawab. Sudah, cepat bantu Nadia di kamarnya!!”Arum menghela napas panjang. Padahal jelas-jelas banyak asisten rumah tangga yang menganggur, mengapa mertuanya malah meminta dia yang membantu wanita asing itu. Namun, aneh
“Aku mau cerai!!” ujar Arum.Arum sangat marah usai mendengar ucapan Nadia tadi. Ia langsung keluar dari kamar Nadia dan kembali ke kamarnya. Hatinya terluka, tidak dia sangka pria yang hampir setahun dinikahinya bermain di belakang. Parahnya lagi ada benih miliknya yang tertanam di wanita lain.Arum berdiri sambil menatap tajam ke arah Danu. Rahangnya menegang, wajah ayunya merah padam belum lagi suara gemelatuk yang keluar dari giginya. Amarah Arum sudah memuncak dan dia berusaha keras menahannya.“MAS!!! Kamu dengar ucapanku, kan?” sentak Arum.Suaranya terdengar bergetar dan keras. banyak luapan emosi yang sedang dia lontarkan lewat ucapannya. Namun, reaksi Danu berbanding terbalik dengan keadaan Arum. “Mas, aku mau cerai!! Sekarang juga!!” Sekali lagi Arum berseru dan Danu masih bergeming di tempatnya tanpa jawaban.Arum menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Ia melihat suami gantengnya yang sedang bercermin dengan sudut matanya. Banyak kebencian serta merta
“Kamu baik-baik saja, Arum?” tanya Dokter Sandy. Arum hanya diam, seluruh tubuhnya bergetar, ia merasa sesak napas dan keringat berlebih sudah membasahi seluruh wajah dan tubuhnya. Dokter Sandy segera bangkit dari duduknya dan menghampiri Arum hendak membimbingnya duduk. Namun, Arum gegas menolak. “JANGAN!!! JANGAN SENTUH!!!” “Apa yang terjadi? Bukankah sebelumnya kamu baik-baik saja, Arum?” Arum tidak menjawab hanya bergeming di tempatnya. Perlahan Arum menggeleng, tangannya masih gemeteran bahkan kini ditambah jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dokter Sandy hanya diam memperhatikan Arum melalui kacamata minusnya. Dokter Sandy adalah dokter yang menangani terapi Arum selama ini. Perkembangan Arum sudah membaik belakangan ini, bahkan ia sudah bisa berinteraksi dengan orang lain. Namun, mengapa pagi ini perilaku Arum berubah. “Kamu kenapa? Ceritakan padaku, Arum!!” Arum menggeleng, tidak menjawab kemudian sudah berurai air mata. Dokter Sandy makin bingung dibua