“Dia baik-baik saja. Dia hanya kelelahan. Cepat ambilkan minyak angin untuk membuatnya sadar!” pinta Dokter Sandy.
Lisa mengangguk. Ia berhambur keluar kemudian kembali dengan benda yang diminta Dokter Sandy. Selang beberapa saat, Arum membuka mata. Ia terkejut saat melihat Dokter Sandy ada di sampingnya. Arum bergegas menggeser tubuh dan Dokter Sandy menyadari.
“Kamu pingsan tadi dan kebetulan aku datang ke sini. Jadi aku yang memeriksamu,” jelas Dokter Sandy. Ia tidak mau Arum salah sangka padanya.
Arum hanya mengangguk sambil tersenyum menatap Dokter Sandy.
“Iya, terima kasih, Dok.”
Dokter Sandy terdiam sambil melirik Arum sekilas. Lisa sudah tidak berada di ruangan. Ia sudah dijemput pacarnya, hari ini Lisa ada keperluan mendesak yang tidak bisa ia tinggal. Jadi hanya Dokter Sandy dan Arum saja yang berada di ruangan itu.
“Kapan kamu terakhir halangan?” Tiba-tiba Dokter Sandy bertanya seper
“Tidak. Sama sekali tidak. Saya minta maaf jika kehadiran saya mengganggu di sini,” ujar Dokter Sandy.Danu hanya manggut-manggut, ia terlihat lebih tenang dari tadi. Namun, tatapannya sangat tajam menghujam Arum dan Dokter Sandy. Arum hanya diam, menarik napas panjang. Sementara Dokter Sandy melirik ke arah Arum.“Aku pulang dulu, Arum. Mungkin ajakan makan malamku lain kali saja.” Dokter Sandy berpamitan dan Arum menjawab dengan anggukkan kepala.Pria berkacamata itu sudah berlalu pergi meninggalkan Arum dan Danu. Perlahan Danu mendekat hingga berdiri tak berjarak di hadapan Arum. Tangan Danu langsung terulur menyentuh baju Arum dan mengancingkannya.“Lain kali aku tidak mau melihat pria lain menyentuhmu. INGAT ITU!!”Arum menghela napas sambil memejamkan mata sekilas.“Kami tidak melakukan apa-apa, Mas. Kamu jangan salah sangka. Malah dia yang menolongku.”Danu mengangguk. “Iya,
“Aku beneran hamil. Anak Mas Danu,” gumam Arum.Dia masih tidak percaya dengan hasil test pack yang baru saja dilakukan. Namun, semuanya jelas terlihat jika dia memang positif hamil. Arum tercenung cukup lama menatap alat test pack itu. Kemudian tak lama sebuah senyuman terukir dengan indah di rautnya.“Aku akan buat kejutan untuknya.”Arum bergegas mandi, kemudian tak lama ia sudah bersiap untuk keluar rumah. Kepalanya memang masih sedikit pusing dan ia sudah tahu penyebabnya. Arum kini tampak sedang menikmati sarapan di sebuah kafe dekat dengan rumahnya.Kini Arum tahu kenapa selera makannya tiba-tiba berubah drastis belakangan ini. Tak lain dan tak bukan karena kehamilan ini penyebabnya. Lagi-lagi sebuah senyuman terlihat di wajah cantiknya. Arum memang memutuskan untuk tidak ke kantor. Dia ingin menikmati kebahagiaannya lebih awal.Arum tampak memainkan ponselnya dan kini sedang menghubungi sebuah nomor. Cukup lama dia m
“Gak mungkin Mas Danu pelakunya. Ini pasti salah,” gumam Arum.Arum sangat shock usai membaca berkas yang diberi Dokter Sandy tempo hari. Di dalam amplop itu ada nama Danu yang tertera di sana sebagai pelaku pembunuhan Anjani, sahabatnya.“Dokter Sandy pasti salah. Aku yakin dia pasti salah.”Berulang Arum berkata seperti itu. Namun, satu sisi hatinya seakan percaya dengan semua yang tertera di sana. Arum terdiam, menatap berkas di tangannya.“Lalu bagaimana kalau semua ini benar? Kenapa Mas Danu menutupinya? Jangan-jangan selama ini dia tidak melakukan penyelidikan karena takut ketahuan.”Arum malah sibuk bermonolog sendiri. Helaan napas panjang keluar dari bibir Arum. Ia melipat berkas tersebut kemudian memasukkan ke dalam tasnya.“Aku harus mencari tahu.”Arum bangkit lalu dengan bergegas pergi begitu saja dari ruangan Danu. Ia lupa dengan kejutan yang ia siapkan untuk Danu. Arum suda
“Mereka yang menutupi kejahatan Tuan Danu selama ini. Bahkan Tuan Danu terpaksa berjanji pada Nadia karena kebaikannya,” jelas Dokter Sandy.Arum menatap tajam ke arah Dokter Sandy. Matanya masih menaruh curiga dan sama sekali tidak percaya dengan penjelasan Dokter Sandy.“Kalau kamu ingin bertemu dengan Tuan Rafael. Aku bisa mengusahakannya. Dia yang berperan besar membantu Tuan Danu saat itu.”Arum terdiam. Entah mengapa ia jadi ingat saat bertemu dengan Tuan Rafael tempo hari. Pria paruh baya itu sempat marah dan berkata kalau dia punya buktinya. Saat Arum menanyakan ke Danu. Danu malah mengalihkan topik pembicaraan.Lagi-lagi semua kejanggalan yang dialami Arum terjawab sudah. Melihat Arum yang masih terdiam, perlahan Dokter Sandy mengulurkan tangan siap menyentuh Arum. Namun, Arum lebih dulu menarik tangannya sebelum pria berkacamata itu berulah.Dokter Sandy menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar.
“ARUM, tumben kamu ke sini!!” seru Bu Rahayu.Usai bertemu dengan Dokter Sandy, Arum tidak langsung pulang melainkan ke panti tempatnya tinggal dulu. Bu Rahayu terkejut saat melihat kehadiran Arum saat ini. Arum hanya diam, wajahnya tampak murung bahkan rambut hitam panjangnya yang biasa rapi tampak berantakan.“Ada apa? Kamu sakit?” tanya Bu Rahayu.Arum tidak menjawab, menggelengkan kepala. Belum habis rasa terkejut Bu Rahayu, kini Arum malah menangis. Tentu saja Bu Rahayu makin bingung.“Arum … ada apa? Kamu bertengkar dengan Danu?”Tidak ada jawaban, kini hanya kepala Arum yang menggeleng. Akhirnya Bu Rahayu memilih diam dan membiarkan Arum mencurahkan kesedihannya. Selang beberapa saat, Arum sudah tenang. Ia menyeka air mata di pipinya sambil merapikan rambutnya.“Bu … apa Ibu ingat dengan Anjani?” Tiba-tiba Arum bertanya seperti itu.Wanita paruh baya itu tampak terke
“WAH!! Kebetulan kalian berdua di sini,” seru Nyonya Lani.Arum menjeda kalimatnya dan kini melirik ke arah pintu utama. Danu juga melakukan hal yang sama. Mereka melihat Nyonya Lani datang bersama Tuan Prada dan sedang berdiri di sana.“Papa! Kok tumben tidak menelepon dulu.” Danu tidak menjawab sapaan Nyonya Lani malah bertanya ke Tuan Prada.Nyonya Lani tampak kesal bahkan sudah melengos kali ini. Danu berdiri dan menghampiri Tuan Prada. Hal yang sama juga dilakukan Arum.“Papa hanya sekedar mampir, Danu. Kebetulan sedang berada di sekitar sini.”Danu manggut-manggut mendengar jawaban papanya. Arum sudah berdiri di sebelah Danu, tersenyum sambil membungkukkan badan memberi salam.“Kebetulan kami belum makan malam. Papa mau bergabung?” tawar Danu.Tuan Prada mengangguk sambil tersenyum lebar. Tak lama mereka sudah duduk bersama di ruang makan. Tidak banyak obrolan yang dibicarakan hany
“Apa Tuan Rafael yang mengatakannya?” kata Danu balik bertanya.Tuan Prada tidak menjawab hanya menganggukkan kepala. Danu terdiam sesaat sambil menghela napas panjang.“Pa … itu hanya janji yang diucapkan seorang bocah belum dewasa. Apa itu dijadikan sebuah patokan? Lagi pula saat itu aku mengatakannya sambil lalu dan sama sekali tidak memikirkannya dengan sungguh-sungguh.”Danu mencoba memberi alasan. Tuan Prada kembali menganggukkan kepala.“Iya, Papa juga berpikir seperti itu. Namun, kita tidak tahu bagaimana kondisi Nadia. Dia beranggapan kamu sungguh-sungguh saat itu.”Danu berdecak meraup wajahnya dengan kasar. “Iya, aku juga yang salah. Harusnya aku bersikap tegas padanya sejak awal bukan memanjakannya hingga pada akhirnya dia salah sangka.”Tuan Prada hanya diam sambil menganggukkan kepala berulang.“Aku rasa Nadia sudah berada di tangan yang tepat sekarang. Aku yakin cepat lambat dia akan membaik. Mungkin aku akan mengajak Arum untuk menjenguknya. Namun, itu pun kalau kondis
“Bud, aku minta kamu selidiki obat apa ini sebenarnya?” ucap Danu.Pagi itu begitu tiba di kantor, Danu langsung memanggil Budi dan memintanya melakukan tugas spesial. Budi hanya diam sambil menerima botol obat yang baru saja diberi Danu.“Aku minta semua komposisi di obat itu beserta takarannya terlihat jelas. Kamu bisa melakukannya, kan?”Budi mengangguk sambil tersenyum. “Beres, Tuan. Setelah ini juga saya akan melakukan permintaan Tuan.”Danu manggut-manggut kemudian tampak mulai menyalakan laptop. Budi masih berdiri diam menunggu di depan meja kerja Danu.“Eng … apa sudah bertemu Nyonya, Tuan? Beliau jadi memberi kejutan ke Anda?”Danu berdecak, mendongak kemudian terlihat sekali kekecewaan di wajahnya.“Padahal aku berharap mendapat kabar baik darinya kemarin. Namun, nyatanya dia malah halangan semalam. Apa kamu tahu artinya itu, Bud?”Budi mengatupkan rap
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi