Prilly agak kebingungan. Dia ditarik oleh pria itu ke meja samping untuk memakan buah, lalu kursinya diduduki oleh pria itu.Pria itu duduk tepat di samping Syifa. Namun, dia menjaga jarak supaya Syifa tidak merasa tidak nyaman ataupun tidak bisa mendengar suaranya.Terdengar alunan musik. Di layar, terlihat wajah penyanyi saat masih muda. Wajahnya agak bulat, matanya besar dan hidup.Sebenarnya Syifa tidak termasuk wanita yang sangat cantik. Namun, wajahnya enak dipandang. Dia lembut dan berkarisma."Lagunya sudah mau mulai. Lima, empat, tiga, dua ...," instruksi pria itu.Syifa memegang mikrofon dan mengikuti iramanya. Suaranya tidak sehalus penyanyi hebat, tetapi membuat siapa pun yang mendengarnya merasa nyaman.Teman Prilly tiba-tiba menyenggol lengan Prilly dan berujar, "Dasar penipu. Temanmu pintar nyanyi kok. Masa kamu bilang dia nggak bisa nyanyi?"Prilly sedang memakan semangka. Dia termangu sesaat, lalu membalas, "Aku juga nggak tahu. Dia nggak pernah ke KTV. Aku nggak perna
Syifa tersenyum canggung dan menerimanya. "Terima kasih.""Lirik lagunya sangat menyentuh, 'kan?" tanya Dylan."Ya." Syifa mengiakan."Lagu lama memang seperti itu. Liriknya selalu bisa menyentuh hati kita, membuat kita menangis tanpa sadar," ucap Dylan.Hati Syifa terasa hangat. Dia tahu Dylan hanya membantunya supaya tidak merasa canggung. Pria ini mengaitkan tangisannya yang pecah dengan lirik lagu."Omong-omong, namaku Dylan Winarto. Keluargaku dan keluarga Prilly berteman," ujar Dylan."Oh, halo, namaku Syifa Perdana," ucap Syifa."Aku pernah mendengar tentangmu. Kamu dokter kandungan termuda di Rumah Sakit Sentosa dan terkenal di Kota Hamda," kata Dylan.Syifa agak terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Jangan-jangan kamu juga seorang dokter?""Benar. Tapi, aku kuliah di luar negeri dan baru pulang tahun ini," timpal Dylan.Syifa mengangguk, lalu tersenyum dan berkata, "Ternyata profesi kita sama.""Nyanyianmu sangat merdu lho. Aku serius. Suaramu sangat cocok dengan lagu tadi," p
Dylan mengedikkan bahunya dan membalas, "Sayang sekali, koperku hilang waktu aku pulang. Jadinya, surat itu juga hilang."Prilly buru-buru bertanya, "Kamu masih ingat isinya nggak?""Sudah bertahun-tahun berlalu, mana mungkin ingat lagi. Lagian, surat cinta cuma berisi beberapa pengakuan atau mungkin puisi, 'kan?" sela Syifa."Dylan, kamu saja yang jawab," ujar Prilly. Gosip ini tentu lebih seru daripada bernyanyi.Semua teman yang diundang oleh Prilly awalnya sibuk makan, minum, dan bernyanyi. Akan tetapi, sekarang semuanya berkerumun untuk mendengar gosip. Syifa merasa dirinya bak hewan di kebun binatang.Dylan berujar dengan tenang, "Aku ingat persis isi surat cinta itu. Kalimat pertamanya adalah ...."Dylan berjeda sebelum meneruskan, "Ritsleting celanamu lupa ditarik."Suasana menjadi sunyi senyap. Dylan berkata lagi, "Kelihatannya sangat besar."Saat berikutnya, suasana sontak menjadi gempar. Piring buah terhempas, gelas bir pecah, buah-buahan berjatuhan.Setelah tersadar dari ke
Syifa tidak tahu bagaimana merespons. Dia memang kurang berpengalaman dalam hal ini. Syifa hanya tersenyum canggung dan berucap, "Um, nggak apa-apa.""Jadi?" tanya Dylan.Syifa bertanya balik, "Kenapa?"Dylan bertanya, "Kamu suka tipe pria seperti apa?"Syifa tertegun. Prilly yang membantu Syifa menjawab, "Dia suka pria yang lembut, pengertian, latar belakang keluarganya bagus, punya karier sendiri, dan tampan."Prilly menyebutkan semua itu sesuai standar Billy. Dylan tersenyum dan menimpali, "Setiap orang punya kelebihan masing-masing. Selain tampan, seharusnya aku cukup memenuhi syarat."Prilly memiringkan kepalanya sambil memandangi Dylan. Dia berdecak dan membalas, "Nggak terlalu mirip. Tapi, kamu lumayan tampan. Kamu punya pesona yang berbeda."Dylan yang paham bertanya kepada Syifa, "Kamu ... sudah punya gebetan?"Tiba-tiba, seseorang menjulurkan kepalanya dan menceletuk, "Dia baru patah hati."Syifa melihat Prilly, lalu Prilly mengangkat kedua tangannya dan berujar, "Bukan aku y
Syifa berkata, "Billy juga nggak pernah."Billy terus-menerus ditekan oleh Shifa dengan status sebagai "teman terbaik" dan tidak pernah berpacaran sekali pun."Dia berbeda dengan Billy. Dia nggak punya kekasih masa lalu. Dylan benar-benar nggak peduli dengan masalah lain, hanya fokus untuk belajar. Di luar negeri yang dipenuhi dengan banyak godaan, dia tetap saja nggak tergoda.""Prilly.""Hm?""Waktu kamu putus cinta saat kelas 3 SMA, apa kamu akan terima kalau keesokan harinya ada yang menyatakan cinta padamu?"Prilly terdiam. Setelah beberapa menit, dia baru menghela napas. "Benar juga. Siapa juga yang bisa keluar dari kesedihan secepat itu.""Ya ....""Tapi, nggak masalah. Dylan bisa menunggu tujuh sampai delapan tahun, menunggu sebentar lagi juga nggak masalah. Pokoknya aku sangat mendukungnya. Kamu pertimbangkan dengan baik," balas Prilly.Syifa memejamkan matanya untuk berpura-pura istirahat. Pertimbangkan? Apa yang bisa dipertimbangkan?Jika keluarganya bisa berteman dengan ke
Syifa telah putus hubungan sepenuhnya dengan Keluarga Aditama. Sejak cuti, ada banyak sekali orang yang mengirimkan suplemen kesehatan untuknya ke rumah. Ada rekan kerja, teman, mantan mertua, dan juga Billy.Di antara semua kiriman tersebut, barang yang dikirim oleh Billy paling banyak. Begitu Prilly membuka pintu, ada tumpukan hadiah setinggi manusia dewasa yang berserakan hingga hampir jatuh mengenai tubuhnya.Prilly mengambil salah satunya dan melihatnya. "Wah, barang bagus semua. Belum tentu bisa dibeli di dalam negeri. Gimana rencanamu menanganinya?"Syifa menjawab, "Suruh orang balikkin semuanya."Prilly mengangguk. "Lalu gimana dengan pemberian mantan mertuamu? Mau disimpan?""Kembalikan saja juga." Syifa melanjutkan, "Aku akan beli sedikit suplemen untuk orang tua yang cocok untuk dikirimkan bersamaan dengan barang-barang ini."Prilly tidak terlalu paham dengan tindakannya yang tidak penting ini, tetapi tetap mengangguk setuju.Syifa punya banyak pertimbangan. Dia benar-benar
Saat akhir bulan, cuti tahunan Syifa juga telah berakhir. Setelah kesehatannya pulih, dia pun kembali bertugas. Para rekan di rumah sakit dan pasien hamil menyapanya dengan sangat ramah. Hanya Aulia yang mengetahui situasinya, beberapa kali tampak ingin mengatakan sesuatu, tetapi akhirnya terdiam.Setelah Syifa kembali dari melakukan pemeriksaan rutin, dia melihat wajah Aulia sampai memerah karena berusaha menahan diri. Sambil tertawa kecil, Syifa berkata, "Katakan saja apa yang mau kamu katakan. Nggak usah menahan diri."Aulia akhirnya bertanya, "Bu Syifa, kamu benar-benar mau cerai sama suamimu?""Ya, tinggal langkah terakhir. Hanya perlu setengah jam di pengadilan agama untuk menyelesaikannya."Aulia tampaknya ingin mengatakan banyak hal, tetapi tidak tahu harus bagaimana mengungkapkannya. Pada akhirnya, dia hanya menatap Syifa sambil menggigit bibirnya. Syifa menepuk pundaknya, lalu berkata, "Nggak usah banyak mikir, ayo cepat kerja."Syifa mempertimbangkan dengan matang dan akhir
"Kenapa rasanya, dia sedang melihat mobil kita?" Sopir taksi itu juga menyadari hal ini dan merasa agak terkejut."Nggak kok," balas Syifa."Nggak, dia sedang melihat mobilku. Apa aku menyenggol mobilnya tadi? Nggak mungkin, kemampuan berkendaraku cukup mahir ...."Syifa bertanya, "Pak, waktu datang tadi Bapak lihat dia juga?""Iya! Dari tadi dia mandi hujan. Setelah aku jemput kamu dan berbalik ke arah sini, dia masih berdiri di tengah hujan. Makanya kubilang dia itu bodoh."Syifa menarik napas dalam-dalam dan menarik kembali pandangannya. "Pak, fokus nyetir saja, nggak usah lihat dia.""Eh, dia jalan ke arah sini!"Saat ini, Syifa benar-benar merasa sangat frustrasi dengan kemacetan yang selalu terjadi di depan rumah sakit.Memangnya untuk apa Billy datang? Apa dia akan mengetuk jendela mobil atau langsung membuka pintu taksi? Apa yang ingin dia katakan setelah mereka bertemu? Hubungan mereka sudah selesai, kenapa dia malah muncul di depan rumah sakit?Serangkaian pertanyaan berkele