Share

Suami kontrak jodohku
Suami kontrak jodohku
Author: IntanFa

BAB 1 - Kabur

Aruna Maureen berlari meninggalkan rumah yang seperti penjara itu. Dengan sisa tenaga ia berlari hingga terengah-engah, tubuhnya terasa lemas karena sedari kemarin dirinya di kurung sang ibu tiri–Karin.

Hidup menyedihkan bermula saat sang ayah tercinta meninggal dunia satu tahun lalu. Kehidupannya berubah dan selalu dalam tekanan ibu dan saudara tirinya. Sampai akhirnya Aruna akan di jodohkan dengan juragan kaya beristri banyak dan ia tidak menginginkannya. Masih usia dua puluh tahun tidak ingin mengorbankan hidupnya seperti itu.

Aruna menghentikan larinya. Ia mengatur nafasnya yang hampir habis.

“Ya Tuhan ... Aku tidak kuat lagi!”

Akan tetapi, preman suruhan Karin mengejarnya dan mereka sudah dekat dengan Aruna. Dengan sisa tenaga ia melanjutkan berlari.

“Heyyy ... berhentilah!” teriak preman itu.

Aruna berlari dengan melihat ke arah belakang, itu membuatnya tidak memperhatikan jalan dan tersandung pada pembatas jalan.

Buuuughhh ....

“Aaaghhh ... kakiku sakit ...” Aruna meringis seraya memegangi kakinya. Ia tidak bisa berlari lagi, bahkan berdiri pun kesusahan.

“Hahaa ... dapat juga akhirnya. Menyusahkan saja!” ucap salah satu preman itu dan membangunkan Aruna.

Mereka memegangi Aruna memapahnya berjalan.

“Jangan kabur-kabur lagi, kami capek mengejarmu!” cetus preman itu.

“Aku harus melepaskan diri dari mereka, tapi bagaimana caranya? Aku tidak bisa lari lagi dan kakiku juga sakit,” batin Aruna.

Jalanan ke arah perumahan Aruna memang sepi apalagi itu sudah tengah malam. Tidak ada orang yang bisa di mintai tolong.

Dari kejauhan, Aruna melihat lampu motor mendekat dan sekuat tenaga ia berteriak.

“Tolong ... tolong ... tolong ....”

Preman itu terkejut dan membekap mulut Aruna. Motor itu berlalu begitu kencang dan tidak menghentikan motornya. Itu membuat Aruna pasrah.

“Apa ini takdirku? Harus menerima perjodohan itu ...” batin Aruna.

Tiba-tiba dari belakang mereka, motor kencang menyerempet salah satu preman dan membuatnya terjatuh. Otomatis mereka melepaskan Aruna.

“Kau tidak apa-apa?” salah satu preman membangunkan preman lainnya.

Pemotor itu turun dari motornya mendekat pada Aruna seraya berkata, "kau tidak apa-apa?"

Aruna menggelengkan kepalanya tanda kalau dirinya tidak baik-baik saja.

Kemudian menghadapi kedua preman itu. Aruna memanfaatkan keadaan itu untuk kabur, berlari sekuat tenaga dengan kaki terpincang-pincang dan bersembunyi di balik mobil yang terparkir di sekitar tempat itu.

“Aku aman disini.” Memperhatikan preman dan pemotor itu berkelahi dan dua preman itu kalah terkapar di jalanan.

Pemotor berhelm itu celingak celinguk melihat sekitar mencari keberadaan Aruna.

“Apa dia mencariku?” gumam Aruna. Ia tidak berani keluar dari persembunyiannya karena takut kalau kedua preman itu bangkit dan menangkapnya lagi.

Tidak lama kemudian pemotor itu pergi. Selang beberapa saat kemudian kedua preman itu juga pergi setelah mencari Aruna di sekitaran tempat itu. Aruna sedikit lega, tapi ia tidak bisa berjalan lagi karena kakinya semakin sakit dan tiba-tiba kepalanya pusing. Ia tidak kuat lagi dan akhirnya terkapar tidak sadarkan diri di samping mobil tempatnya bersembunyi.

Sementara itu kedua preman itu kembali dengan tangan kosong menghadap Karin mengabarkan kegagalannya.

Perempuan paruh baya dengan gaya sosialita berdiri berkacak pinggang di hadapan kedua preman itu dengan mata melotot seakan mau keluar.

“Maaf Nyonya, kami gagal membawa nona Aruna,” ucap salah satu preman.

“Kalian ini badan besar kalah dengan bocah ingusan itu. Memalukan sekali dan kalian berani-beraninya datang kemari menemuiku dengan tangan kosong? Cuuuiiih ...” cerca Karin.

“Ma-maaf, Nyonya ... tadi kami sudah berhasil menangkapnya, tapi dia ada yang menolong. Pria bermotor yang sangat kuat sehingga kami kalah,” jawabnya.

“Alasan! Pokoknya aku tidak mau tahu, cari Aruna sampai dapat. Kalau perlu kerahkan teman-teman kalian yang lainnya!” perintah Karin.

“Baik Nyonya, akan kami lakukan.” Kedua preman itu pergi.

“Mami, kenapa harus masih di cari sih? Biarin aja dia pergi, dengan begitu harta peninggalan Papi semuanya jatuh ke tangan kita,” timpal Nanda yang sedari tadi hanya duduk memainkan ponselnya.

“Kau ini memang bodoh! Justru dengan Aruna tidak ada, harta itu tidak akan menjadi milik kita. Kau tahu sendiri kalau harta akan di bagi dua dan di berikan pada kita jika Aruna menikah, paham?” jelas Karin.

“Oh iya, ya ....”

“Malas Mami bicara denganmu, kau tidak akan mengerti!” cerca Karin seraya melengos pergi.

Keluarga Aruna bukanlah keluarga biasa, mendiang Ayah Aruna memiliki perusahaan besar di bidang perkebunan teh di kota B dan memiliki pabrik teh kemasan. Juga memiliki beberapa Villa di kota B serta di kota besar memiliki restoran yang sampai sekarang dalam kuasa Karin.

Akan tetapi, kekayaan itu tidaklah sepenuhnya di ketahui oleh Aruna. Saat setelah beberapa saat meninggal, Karin mengatakan pada Aruna kalau sebagian harta di pakai untuk membayar hutang-hutang yang ayahnya tinggalkan. sampai keluar dari rumah besar yang dulu di tinggalinya, padahal semuanya itu kebohongan Karin agar bisa menguasai seluruh harta warisannya.

Aruna percaya akan semua itu karena dirinya tidak mengerti sedikit pun tentang bisnis. Selama ini dirinya terlalu di manja sang Papa dan tidak fokus pada pendidikannya sehingga ia mudah di bohongi.

Di sisi lain ....

Aruna terbaring di tempat tidur yang besar. Ia membuka matanya perlahan, sinar lampu membuat matanya silau lalu ia menutupi wajahnya dengan tangan.

“Emmmh ... aku dimana?” gumamnya.

Bangkit dari tidurnya dan terduduk kemudian ia menyeringai merasakan nyeri pada kakinya.

“Kakiku sakit karena jatuh pas di kejar preman.” ia melihat sekitar memperhatikan dengan saksama dan tidak mengenali tempat itu.

Aruna mengingat apa yang terjadi sebelumnya dan terakhir yang ia ingat adalah bersembunyi di balik mobil dan tidak ingat apa-apa lagi setelah itu.

“Apa preman itu berhasil membawaku? Tapi ini dimana?” gumamnya.

Karena penasaran, Aruna bangkit dari tempat tidur berjalan dengan terpincang-pincang mendekat pada pintu. Membuka pintunya dengan perlahan dan sedikit mengintip keluar kamar, ia melihat punggung seorang pria yang santai duduk di kursi sedang berbicara dengan pria lainnya.

“Ya Tuhan, siapa mereka? Mereka bukan preman yang tadi. Apa dia lelaki yang akan ibu tiriku jodohkan? Tidak mau ... aku tidak mau!” gumamnya.

Aruna panik dan menutup pintu sampai bersuara membuat mereka berdua mendekat ke kamar. Aruna berjalan perlahan menuju balkon dengan kondisi kakinya yang masih sakit, ia berniat untuk kabur seperti yang di lakukannya dari rumah.

Alangkah terkejutnya saya ia melihat keluar. Ternyata dirinya ada di bangunan yang sangat tinggi, Aruna berada di apartemen. Deretan gedung-gedung tinggi bentuk yang sama berjajar rapi terlihat indah.

“Ya Tuhan ... bagaimana aku bisa kabur? Aghhh apa aku harus pasrah begitu saja dengan nasib ini? Apakah ini takdirku harus rela menikah dengan pria tua itu?” batin Aruna pasrah.

Suara langkah kaki semakin mendekat padanya dan Aruna hanya mampu menutup mata dengan perasaan takut dan gemetar.

“Aku pasrah Tuhan ... aku terima takdir darimu!”

Siapa kedua pria itu? Apakah lelaki bermotor yang menyelamatkan Aruna sebelumnya atau pria yang akan di nikahinya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status