“Semuanya, mohon maaf. Jangan membuat keributan, itu akan mengganggu pasien! Saat ini pasien membutuhkan banyak darah. Siapa diantara kalian yang memiliki golongan darah AB negatif?” ujar dokter.
“AB negatif?” gumam Chand. “Itu cukup langka dan kami di rumah sakit kehabisan stok. Kami baru menghubungi bank darah pusat dan itu butuh waktu lama,” jelas Dokter. Defria terkulai lemas terduduk di kursi. Ia menangis tersedu. “Dokter, aku dan istriku memiliki golongan darah yang berbeda. Ba–bagaimana?” cetus Chand. “Kalau bisa cari saudara atau kerabat dekat, biasanya akan ada yang sama. Tolong secepatnya sebelum darah dari bank pusat tersedia,” ucap dokter lalu melengos pergi. Chand tertegun sejenak. Ia berpikir harus mencari darah kemana? “Ma, darahku juga tidak sama. Siapa yang bisa kita hubungi?” tanya Valda seraya menenangkan Defria. Ia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukan. Penyesalan tidak ada guAruna bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati ruangan rawat Delova. Menatapnya dari kaca pada pintu. Melihat kalau Delova sudah bangun dengan keadaannya yang memprihatinkan, kepala, tangan dan kaki terbalut perban.“Hmmm syukurlah kau baik-baik saja, ini semua gara-gara aku!” lirih Aruna bergumam.“Hmm ....”Suara seseorang di belakang Aruna yang tidak asing. Aruna membalikkan badannya melihat kepada orang itu.“Papa ....”“Apa kau bisa ikut papa pulang ke rumah?” tanya Chand.Aruna melirik semua orang di dalam ruangan.“Delova baik-baik saja dan sudah ada yang menjaganya!” cetus Chand.Aruna berganti melirik Chand dan tersenyum getir. Ia mengangguk setuju untuk ikut pulang, perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.Di perjalanan pulang, tidak ada obrolan di dalam mobil. Hening ....Sampai di rumah, sebelum turun dari mobil Chand berkata padanya. “Temui papa di ruangan kerja papa!”Ia turun lebih dulu dan Aruna t
Aruna Maureen berlari meninggalkan rumah yang seperti penjara itu. Dengan sisa tenaga ia berlari hingga terengah-engah, tubuhnya terasa lemas karena sedari kemarin dirinya di kurung sang ibu tiri–Karin. Hidup menyedihkan bermula saat sang ayah tercinta meninggal dunia satu tahun lalu. Kehidupannya berubah dan selalu dalam tekanan ibu dan saudara tirinya. Sampai akhirnya Aruna akan di jodohkan dengan juragan kaya beristri banyak dan ia tidak menginginkannya. Masih usia dua puluh tahun tidak ingin mengorbankan hidupnya seperti itu. Aruna menghentikan larinya. Ia mengatur nafasnya yang hampir habis. “Ya Tuhan ... Aku tidak kuat lagi!” Akan tetapi, preman suruhan Karin mengejarnya dan mereka sudah dekat dengan Aruna. Dengan sisa tenaga ia melanjutkan berlari. “Heyyy ... berhentilah!” teriak preman itu. Aruna berlari dengan melihat ke arah belakang, itu membuatnya tidak memperhatikan jalan dan tersandung pada pembatas jalan. Buuuughhh .... “Aaaghhh ... kakiku sakit .
“Kau sudah siuman?” tanyanya seraya menepuk pundak Aruna. Aruna berbalik badan sembari mengangkat kedua tangan pasrah dengan mata masih tertutup. “Jangan apa-apakan diriku, tolong. Kalau bisa lepaskanlah diriku ... aku masih kecil belum siap menjadi seorang istri, aku tidak bisa apa-apa dan lihatlah diriku juga tidak menarik sama sekali!” cerocosnya tanpa membuka mata. Pria itu mengernyitkan dahinya keheranan. Kemudian menjitak dahinya sampai keluar bunyi. Taaaakkk .... “Kau bicara apa?” tanyanya. Aruna meringis kesakitan seraya mengelus-elus dahinya yang memerah. “Awww sakit ....” Kemudian ia mendongak membuka matanya melihat pada pria yang berdiri di hadapannya. Pria tinggi dengan perawakan gagah dan sangat tampan dengan rahang tegas serta mata coklat yang terlihat bersinar. Pemandangan yang membuat Aruna terpana seakan terhipnotis. “Apa yang kau lihat?” pria itu menjitak kembali dahi Aruna sehingga membuatnya tersadar. “Siapa kau sebenarnya?” tanyany
“Ya itu maksudku, pekerjaan untukmu.” Aruna mengernyit tidak mengerti dengan apa yang Valda katakan. “Aku akan memberikanmu pekerjaan sebagai pacar pura-puraku. Bagaimana?” ujar Valda. “Tidak ... tidak ...” Aruna tegas menolaknya. Ia bangkit dari duduknya dan hendak pergi mendekat pada pintu. “Tunggu ... kau akan mendapatkan bayaran yang besar. Apa kau tidak butuh uang?” tanya Valda. Aruna menghentikan langkahnya. “Bayaran yang besar? Apa aku ambil saja tawarannya, toh hanya pacar pura-pura saja. Kalau sekarang aku pergi, akan pergi kemana? Tidak mungkin aku pulang ke rumah dan tanpa uang bagaimana aku bisa hidup di luaran sana. Kalaupun bekerja, akan bekerja apa?” batin Aruna bergelut. “Cepatlah berpikirnya!” cetus Valda. Aruna berbalik badan melihat pada Valda. “Hanya pacar pura-pura saja, kan?” tanya Aruna. “Ya, hanya pacar pura-pura. Paling beberapa kali menghadiri acara dan jika bertemu orangtuaku setelah itu selesai ...” jelas Valda. “Benar bay
Valda bangkit dari duduknya. “Semua perempuan sama saja, kalau tidak gila uang, ya gila pria tidak cukup satu pria. Mana ada perempuan tulus!” cetusnya. Haris mengangguk mengerti. “Pergilah ... belikan apa yang dia butuhkan dan bawalah dia ke dokter. sepertinya kaki dia masih sakit.” Valda menyerahkan satu black card miliknya. Haris berlalu pergi. “Emmmh setelah kepergian Marisa, mana mungkin aku percaya lagi pada perempuan. Aku tidak akan pernah mencintai siapapun lagi termasuk anak cengeng yang yang dulu di jodohkan oleh Papa dan aku tidak akan pernah menikahinya!” gumam Valda. Valda memang mempunyai trauma soal cinta. Masa lalunya bersama Marisa cukup membunuh hatinya. Di sisi lain .... Aruna sudah memakai kembali pakaiannya. Untung saja mesin cuci canggih bisa mengeringkan dengan cepat. Pintu ada yang mengetuk, Aruna bergegas pergi. Akan tetapi, ia ragu untuk membukanya. Pintu terus di ketuk. “Siapa, ya?” Tokkk ... tokkk .... Aruna menghela nafas panja
Karin mendapatkan telepon dari kantor polisi perihal kedua preman yang di bawa ke kantor polisi. Kemudian ia dan Nanda pergi kesana. Tidak butuh waktu lama, Karin bisa membebaskan mereka dengan uang jaminan. Kembali ke rumah, Karin marah besar kepada mereka berdua. “Untuk bulan ini, gaji kalian saya potong untuk mengganti uang yang saya bayarkan pada polisi!” cetusnya. “Terima kasih, Nyonya ....” “Lagi pula Mami ngapain sih belain mereka dan menjamin mereka. Biarkan saja mereka membusuk di penjaraa, kerja juga gak becus!” timpal Nanda. “Jangan mengajari Mami. Mereka di penjara, siapa yang akan memberikan informasi tentang Aruna. Bodoh sekali kau!” cerca Karin. Nanda anak kandungnya sendiri, tetapi ia memperlakukannya seperti itu. Menganggapnya bodoh tidak berguna dan hanya beban karena Nanda adalah anak dari hasil hubungan gelap. Ayahnya tidak tahu siapa dan dimana? “Kenapa kalian bisa di kantor polisi?” tanya Karin dengan bertolak pinggang sembari menghisap sebata
Mengendus sekali lagi mulut Aruna dan memang benar kalau Aruna meneguk wine miliknya sehingga ia mabuk dan bersikap aneh. “Kau sangat tampan di lihat dari dekat seperti ini ...” cetus Aruna seraya tertawa kecil. Kemudian dengan tiba-tiba Aruna menyosor bibir Valda menciuminya dengan liar. Itu membuat Valda terkejut dan tidak menyangka, ia sadar kalau Aruna seperti itu karena di bawah pengaruh alkohol. Valda mencoba melepaskannya, tetapi Aruna semakin liar. Sebagai lelaki normal, tubuhnya seakan terpancing dan ia membalas ciumann Aruna tanpa sadar menikmatinya. Aruna mendorong tubuh Valda sampai terbaring di sofa. Ciumann mereka sempat terlepas, tetapi Aruna melakukannya lagi dengan posisi ia di atasnya Valda. Valda tidak menyangka Aruna mampu melakukan hal seperti ini padahal dirinya terlihat lugu. Anehnya tubuh Valda tidak menolak itu, malah hawa panas menguasai tubuhnya. “Mmmmh ... ciuman pertamaku untukmu ...” cetus Aruna dengan tertawa kecil. “Jangan lakukan la
Valda membawa pakaian begitu banyaknya dan memberikan semua itu pada Aruna sampai menutupi wajahnya. Tubuhnya yang mungil kesulitan memegangi pakaian sebanyak itu dan Aruna hampir saja terjatuh untung Valda menahannya. “Kau lemah sekali!” ujar Valda seraya mengambil sebagian pakaiannya. “Kau dengan tiba-tiba memberikan pakaian sebanyak ini padaku, Aissshhh ...” Aruna mendelik. Valda memasukkan pakaian-pakaian itu ke dalam ruang ganti dan Aruna masuk. Ia mencoba setiap pakaian itu. Dress-dress seksi yang Valda pilihkan untuknya. Bahu yang terbuka lebar bahkan sampai belahan dadanya terlihat dengan panjang di atas lutut. “Pakaian apa ini?” gumam Aruna. Ia keluar dan memperlihatkannya pada Valda sembari menutupi dadanya yang terbuka membuatnya tidak nyaman. “Itu tidak cocok untukmu!” cetus Valda. Aruna kembali masuk dengan kesal dan mengganti dengan pakaian lainnya. Keluar masuk dengan pakaian gonta ganti dan Valda selalu mengatakan tidak cocok. “Aku sudah mencoba
Aruna bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati ruangan rawat Delova. Menatapnya dari kaca pada pintu. Melihat kalau Delova sudah bangun dengan keadaannya yang memprihatinkan, kepala, tangan dan kaki terbalut perban.“Hmmm syukurlah kau baik-baik saja, ini semua gara-gara aku!” lirih Aruna bergumam.“Hmm ....”Suara seseorang di belakang Aruna yang tidak asing. Aruna membalikkan badannya melihat kepada orang itu.“Papa ....”“Apa kau bisa ikut papa pulang ke rumah?” tanya Chand.Aruna melirik semua orang di dalam ruangan.“Delova baik-baik saja dan sudah ada yang menjaganya!” cetus Chand.Aruna berganti melirik Chand dan tersenyum getir. Ia mengangguk setuju untuk ikut pulang, perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.Di perjalanan pulang, tidak ada obrolan di dalam mobil. Hening ....Sampai di rumah, sebelum turun dari mobil Chand berkata padanya. “Temui papa di ruangan kerja papa!”Ia turun lebih dulu dan Aruna t
“Semuanya, mohon maaf. Jangan membuat keributan, itu akan mengganggu pasien! Saat ini pasien membutuhkan banyak darah. Siapa diantara kalian yang memiliki golongan darah AB negatif?” ujar dokter. “AB negatif?” gumam Chand. “Itu cukup langka dan kami di rumah sakit kehabisan stok. Kami baru menghubungi bank darah pusat dan itu butuh waktu lama,” jelas Dokter. Defria terkulai lemas terduduk di kursi. Ia menangis tersedu. “Dokter, aku dan istriku memiliki golongan darah yang berbeda. Ba–bagaimana?” cetus Chand. “Kalau bisa cari saudara atau kerabat dekat, biasanya akan ada yang sama. Tolong secepatnya sebelum darah dari bank pusat tersedia,” ucap dokter lalu melengos pergi. Chand tertegun sejenak. Ia berpikir harus mencari darah kemana? “Ma, darahku juga tidak sama. Siapa yang bisa kita hubungi?” tanya Valda seraya menenangkan Defria. Ia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukan. Penyesalan tidak ada gu
Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah d
“Aku harus menghubungi Delova, apakah dia sudah menemukan Aruna atau belum?” gumam Valda.Merogoh ponselnya dan menghubungi Delova. Sementara itu Delova sudah tertidur dan tidak mendengar ponselnya berdering.Sampai keesokan harinya, Delova terbangun. Ia menyadari kalau dirinya memakai selimut. Menatap pada pintu kamar Aruna dan senyuman tersungging di bibirnya.“Ternyata Aruna perhatian padaku!” gumamnya.Mengecek ponselnya dan ada dua kali panggilan dari Valda. “Ya Tuhan, aku tidak mendengarnya? Apa ada yang terjadi dengan Papa?”Delova bergegas menghubunginya kembali dan kemudian Valda menjawabnya.“Hallo kak ... ada apa semalam menghubungiku? Apa ada sesuatu yang terjadi dengan papa?” tanyanya pada Valda di balik telepon.“....”“Aruna?”Saat akan menjawab, Delova melihat Aruna keluar dari kamar. “A–Aruna ....”Aruna seakan tahu kalau yang menghubunginya adalah Valda, kemudian ia menggelengkan kepala agar tidak memberitahuk
Delova mendatangi Valda yang sedang menunggui Chand di ruangan rawatnya di rumah sakit. Ia datang dengan panik. “Ikut aku keluar dulu,” bisik Delova. “Ada apa Delova? Mama harap kau mengerti dan jangan membahas orang yang tidak penting!” cetus Defria kesal. Valda bangkit dari duduknya dan berlalu mengikuti Delova keluar dari ruangan Chand di rawat. “Ada apa?” tanya Valda penasaran. “Aruna ... dia pergi dari apartemen. Aku sudah mencarinya sekitar apartemen, tapi tidak ada!” jelas Delova. “Apa? Bagaimana bisa?” Valda menegang. Kemudian Delova memberikan catatan yang Aruna tinggalkan di apartemen dan Valda membacanya. “Valda ... aku tidak pernah berpikir kalau semuanya akan serumit ini. Maafkan aku, gara-gara diriku, Papa masuk rumah sakit dan dia begitu marah padamu. Maafkan aku, mungkin lebih baik aku pergi dari kehidupanmu. Terima kasih selama ini sudah baik dan selalu menjagaku ... aku pergi ..
Setelah satu Minggu berlalu. Mereka menyelesaikan liburannya, kembali ke tanah air dengan bahagia. “Aruna, setelah aku pikirkan semuanya. Sepertinya kau tidak perlu belajar bisnis, pengetahuanmu tentang piano itu luar biasa. Tidak akan ada orang yang mempelajari sampai detail sepertimu,” ujar Valda. “Kau serius?” tanya Aruna. “Serius! Menekuni yang tidak kita suka hanya akan menimbulkan masalah dan stres tentunya. Jadi, bagaimana kalau kau buka kelas les piano?” Valda menawari. Aruna menganga terkejut. “Kau serius?” Aruna meyakinkannya. “Sangat serius!” “Aaaaghhh terima kasih ... aku senang!” Aruna berjingkrak bahagia. Mereka kembali ke rumah dan mendapatkan sambutan yang baik dari semua orang. “Lalu kapan cucuku akan datang?” celetuk Defria. “Sabar, Ma. Kami masih berusaha,” jawab Valda. “Papa senang melihat kalian senang, semoga kalian selalu bahagia!” ujar Chand.
Delova sampai di kediaman Elisha. Ia tahu kalau dia tidak pergi bekerja. Ia berjalan dengan hati-hati karena kepalanya masih sedikit terasa pusing.Mengetuk pintu beberapa kali dan akhirnya Elisha membuka pintunya.“De–delova?” Elisha cukup terkejut karena ia tidak memikirkan sebelumnya kalau Delova akan datang menemuinya.Delova memaksa masuk dan mendorong tubuh Elisha sampai ke tembok. Menahannya bahunya dengan cukup kuat.“A–ada apa ini, Delova?” gugup Elisha.“Kenapa kau fitnah aku dan Aruna? Kenapa kau mengambil foto-foto kami dan membuat orang lain salah paham? Kenapa? Jawab!!!” teriak Delova.“Fo–foto apa? Aku tidak tahu. Tolong lepaskan tanganmu, bahuku sangat sakit!” ujar Elisha.Ia masih saja mengelak.“Apa tujuanmu?” tanya Delova menatapnya dengan tajam.“Baiklah, kau terlanjur tahu akan hal ini. Tujuanku hanya satu, mengusir Aruna! aku benci pada Aruna, aku tidak ingin Aruna ada dalam keluarga Mallory!" ungkap Elisha.“Ak
“Sepertinya tidak mungkin!” Elak Aruna.“Tidak mungkin Valda yang tampan ini adalah kakak gendut yang hitam itu!” batin Aruna.“Tidak mungkin Aruna yang cantik ini adalah bocah ingusan yang rewel!” batin Valda.Apakah mereka ada hubungan di masa lalu?Malam semakin larut, mereka memutuskan untuk kembali ke tempat tidur karena semakin malam udara semakin dingin.Valda menggendong Aruna dan menidurkannya di tempat tidur. Mulai melepaskan hasratnya yang satu hari kemarin terlewatkan.Keesokan harinya ....Seperti biasa Valda bersiap pergi ke kantor dan mengantarkan Aruna terlebih dahulu ke rumah sakit karena akan menjemput Delova di ikuti oleh sopir dengan mobil lainnya.“Hmmm padahal aku kesini bersama sopir, tapi kau ingin sekali mengantarku!” ujar Aruna.“Agar rinduku padamu tidak terlalu lama,” jawab Valda.“Iiiih gombal deh. Kamu hati-hati di jalan,” Aruna pamit sembari mengecup pipi Valda kemudian turun dari mobil dan masuk ke rum
Aruna kembali keruangan Delova. Ia terduduk dan memikirkan ibu tirinya itu.“Kau kenapa?” tanya Delova.“Ibu tiriku, dia harus masuk rumah sakit jiwa!” ungkap Aruna.“Separah itu ternyata,” ujar Delova.“Eh bagaimana kata dokter?” tanyanya.“Kalo hari ini tidak demam lagi, besok aku boleh pulang,” jawab Delova.“Syukurlah ....”“Kalau kau mau mengurusi ibu tirimu dulu, tidak apa-apa kau pergi saja. Aku baik-baik saja kok,” suruh Delova.“Aku akan menunggu mama kembali dan Aku juga sudah menghubungi Valda dan dia akan kemari menjemputku. Mungkin satu jaman lagi karena ada meeting dulu,” jelas Aruna.Karena telah di beri obat oleh dokter, Delova tertidur pulas. Sementara Aruna hanya duduk diam di sofa sembari memainkan ponselnya.“Mami Karin memang membuat kepalaku pusing saja!” batinnya.Tidak lama kemudian, Valda datang bersamaan dengan Defria.“Delova tidur?” tanya Defria.“Iya, Ma. Setelah di beri obat oleh dokter, d