Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.
“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah dAruna Maureen berlari meninggalkan rumah yang seperti penjara itu. Dengan sisa tenaga ia berlari hingga terengah-engah, tubuhnya terasa lemas karena sedari kemarin dirinya di kurung sang ibu tiri–Karin. Hidup menyedihkan bermula saat sang ayah tercinta meninggal dunia satu tahun lalu. Kehidupannya berubah dan selalu dalam tekanan ibu dan saudara tirinya. Sampai akhirnya Aruna akan di jodohkan dengan juragan kaya beristri banyak dan ia tidak menginginkannya. Masih usia dua puluh tahun tidak ingin mengorbankan hidupnya seperti itu. Aruna menghentikan larinya. Ia mengatur nafasnya yang hampir habis. “Ya Tuhan ... Aku tidak kuat lagi!” Akan tetapi, preman suruhan Karin mengejarnya dan mereka sudah dekat dengan Aruna. Dengan sisa tenaga ia melanjutkan berlari. “Heyyy ... berhentilah!” teriak preman itu. Aruna berlari dengan melihat ke arah belakang, itu membuatnya tidak memperhatikan jalan dan tersandung pada pembatas jalan. Buuuughhh .... “Aaaghhh ... kakiku sakit .
“Kau sudah siuman?” tanyanya seraya menepuk pundak Aruna. Aruna berbalik badan sembari mengangkat kedua tangan pasrah dengan mata masih tertutup. “Jangan apa-apakan diriku, tolong. Kalau bisa lepaskanlah diriku ... aku masih kecil belum siap menjadi seorang istri, aku tidak bisa apa-apa dan lihatlah diriku juga tidak menarik sama sekali!” cerocosnya tanpa membuka mata. Pria itu mengernyitkan dahinya keheranan. Kemudian menjitak dahinya sampai keluar bunyi. Taaaakkk .... “Kau bicara apa?” tanyanya. Aruna meringis kesakitan seraya mengelus-elus dahinya yang memerah. “Awww sakit ....” Kemudian ia mendongak membuka matanya melihat pada pria yang berdiri di hadapannya. Pria tinggi dengan perawakan gagah dan sangat tampan dengan rahang tegas serta mata coklat yang terlihat bersinar. Pemandangan yang membuat Aruna terpana seakan terhipnotis. “Apa yang kau lihat?” pria itu menjitak kembali dahi Aruna sehingga membuatnya tersadar. “Siapa kau sebenarnya?” tanyany
“Ya itu maksudku, pekerjaan untukmu.” Aruna mengernyit tidak mengerti dengan apa yang Valda katakan. “Aku akan memberikanmu pekerjaan sebagai pacar pura-puraku. Bagaimana?” ujar Valda. “Tidak ... tidak ...” Aruna tegas menolaknya. Ia bangkit dari duduknya dan hendak pergi mendekat pada pintu. “Tunggu ... kau akan mendapatkan bayaran yang besar. Apa kau tidak butuh uang?” tanya Valda. Aruna menghentikan langkahnya. “Bayaran yang besar? Apa aku ambil saja tawarannya, toh hanya pacar pura-pura saja. Kalau sekarang aku pergi, akan pergi kemana? Tidak mungkin aku pulang ke rumah dan tanpa uang bagaimana aku bisa hidup di luaran sana. Kalaupun bekerja, akan bekerja apa?” batin Aruna bergelut. “Cepatlah berpikirnya!” cetus Valda. Aruna berbalik badan melihat pada Valda. “Hanya pacar pura-pura saja, kan?” tanya Aruna. “Ya, hanya pacar pura-pura. Paling beberapa kali menghadiri acara dan jika bertemu orangtuaku setelah itu selesai ...” jelas Valda. “Benar bay
Valda bangkit dari duduknya. “Semua perempuan sama saja, kalau tidak gila uang, ya gila pria tidak cukup satu pria. Mana ada perempuan tulus!” cetusnya. Haris mengangguk mengerti. “Pergilah ... belikan apa yang dia butuhkan dan bawalah dia ke dokter. sepertinya kaki dia masih sakit.” Valda menyerahkan satu black card miliknya. Haris berlalu pergi. “Emmmh setelah kepergian Marisa, mana mungkin aku percaya lagi pada perempuan. Aku tidak akan pernah mencintai siapapun lagi termasuk anak cengeng yang yang dulu di jodohkan oleh Papa dan aku tidak akan pernah menikahinya!” gumam Valda. Valda memang mempunyai trauma soal cinta. Masa lalunya bersama Marisa cukup membunuh hatinya. Di sisi lain .... Aruna sudah memakai kembali pakaiannya. Untung saja mesin cuci canggih bisa mengeringkan dengan cepat. Pintu ada yang mengetuk, Aruna bergegas pergi. Akan tetapi, ia ragu untuk membukanya. Pintu terus di ketuk. “Siapa, ya?” Tokkk ... tokkk .... Aruna menghela nafas panja
Karin mendapatkan telepon dari kantor polisi perihal kedua preman yang di bawa ke kantor polisi. Kemudian ia dan Nanda pergi kesana. Tidak butuh waktu lama, Karin bisa membebaskan mereka dengan uang jaminan. Kembali ke rumah, Karin marah besar kepada mereka berdua. “Untuk bulan ini, gaji kalian saya potong untuk mengganti uang yang saya bayarkan pada polisi!” cetusnya. “Terima kasih, Nyonya ....” “Lagi pula Mami ngapain sih belain mereka dan menjamin mereka. Biarkan saja mereka membusuk di penjaraa, kerja juga gak becus!” timpal Nanda. “Jangan mengajari Mami. Mereka di penjara, siapa yang akan memberikan informasi tentang Aruna. Bodoh sekali kau!” cerca Karin. Nanda anak kandungnya sendiri, tetapi ia memperlakukannya seperti itu. Menganggapnya bodoh tidak berguna dan hanya beban karena Nanda adalah anak dari hasil hubungan gelap. Ayahnya tidak tahu siapa dan dimana? “Kenapa kalian bisa di kantor polisi?” tanya Karin dengan bertolak pinggang sembari menghisap sebata
Mengendus sekali lagi mulut Aruna dan memang benar kalau Aruna meneguk wine miliknya sehingga ia mabuk dan bersikap aneh. “Kau sangat tampan di lihat dari dekat seperti ini ...” cetus Aruna seraya tertawa kecil. Kemudian dengan tiba-tiba Aruna menyosor bibir Valda menciuminya dengan liar. Itu membuat Valda terkejut dan tidak menyangka, ia sadar kalau Aruna seperti itu karena di bawah pengaruh alkohol. Valda mencoba melepaskannya, tetapi Aruna semakin liar. Sebagai lelaki normal, tubuhnya seakan terpancing dan ia membalas ciumann Aruna tanpa sadar menikmatinya. Aruna mendorong tubuh Valda sampai terbaring di sofa. Ciumann mereka sempat terlepas, tetapi Aruna melakukannya lagi dengan posisi ia di atasnya Valda. Valda tidak menyangka Aruna mampu melakukan hal seperti ini padahal dirinya terlihat lugu. Anehnya tubuh Valda tidak menolak itu, malah hawa panas menguasai tubuhnya. “Mmmmh ... ciuman pertamaku untukmu ...” cetus Aruna dengan tertawa kecil. “Jangan lakukan la
Valda membawa pakaian begitu banyaknya dan memberikan semua itu pada Aruna sampai menutupi wajahnya. Tubuhnya yang mungil kesulitan memegangi pakaian sebanyak itu dan Aruna hampir saja terjatuh untung Valda menahannya. “Kau lemah sekali!” ujar Valda seraya mengambil sebagian pakaiannya. “Kau dengan tiba-tiba memberikan pakaian sebanyak ini padaku, Aissshhh ...” Aruna mendelik. Valda memasukkan pakaian-pakaian itu ke dalam ruang ganti dan Aruna masuk. Ia mencoba setiap pakaian itu. Dress-dress seksi yang Valda pilihkan untuknya. Bahu yang terbuka lebar bahkan sampai belahan dadanya terlihat dengan panjang di atas lutut. “Pakaian apa ini?” gumam Aruna. Ia keluar dan memperlihatkannya pada Valda sembari menutupi dadanya yang terbuka membuatnya tidak nyaman. “Itu tidak cocok untukmu!” cetus Valda. Aruna kembali masuk dengan kesal dan mengganti dengan pakaian lainnya. Keluar masuk dengan pakaian gonta ganti dan Valda selalu mengatakan tidak cocok. “Aku sudah mencoba
“Papa minta kalian menikah secepatnya! Untuk persiapan biar Papa yang atur. Kalian siapkan saja diri kalian!” Chand bangkit dari duduknya berlalu pergi di ikuti oleh Defria. “Pa ... Pa ... itu terlalu cepat! Kami belum siap.” Teriak Valda. Akan tetapi, Chand mengabaikannya. Melihat hal itu, Haris berpindah ke meja Valda. “Ada masalah, Tuan?” tanyanya. Valda hanya menggelengkan kepala. “Hehh ... kenapa jadi menikah?” tanya Aruna. Valda menghela nafas dan menatap Aruna. “Aku tidak tahu!” pasrahnya. “Sesuai perjanjian, hanya pacar pura-pura. Tidak lebih!” pungkas Aruna. Valda berpikir sejenak, dirinya terjebak dalam permainannya sendiri. Tidak terpikir akan seserius dan sejauh ini. “Hehhh ... kenapa kau diam saja?” Aruna menepuk lengan Valda. Valda tersadar. “Aku akan memikirkannya lagi nanti. Ayo pulanglah!” ajaknya. “Aku lapar. Kita disini belum makan sama sekali,” ujar Aruna seraya memegangi perutnya. Valda kembali duduk lalu membuka buku menu. Ia memes