***
“Ah, ini terasa enak, Leon. Aku mau keluar.”
“Tahan, sayang. Sebentar lagi.”
Suara-suara lenguhan itu terdengar sangat jelas memenuhi kamar pribadi Leon Hale, seorang aktor ternama yang sedang naik daun.
Leon Haley yang masih terbius dengan kenikmatan itu pun tak akan pernah menyangka bahwa di balik pintu kamarnya sedang ada seseorang yang mematung sambil menahan tangisannya.
Ya, seseorang itu adalah Anastasia Noire, kekasihnya sekaligus calon tunangannya yang sudah ia kencani selama lima tahun.
Anastasia tentu saja tak percaya dengan pesan asing yang masuk ke ponselnya yang mengatakan kalau Leon, kekasihnya ternyata mengkhianatinya. Hari ini seharusnya ia ada syuting iklan di Paris, tapi semua jadwalnya mendadak dibatalkan dan karena Anastasia merasa sedih, ia memutuskan datang ke apartemen mewah milik kekasihnya.
“Ini tidak mungkin, kan? Suara itu hanya halusinasiku?” gumam Anastasia menyakinkan dirinya. Ia dengan sekuat hati membuka pintu kamar itu dan berharap suara-suara aneh yang ia dengar tadi hanya sebuah ilusi.
Anastasia menggenggam gagang pintu dengan tangan yang gemetar. Hatinya berdebar tak karuan saat ia berdiri di depan kamar yang seharusnya kosong. Leon Hale, pria yang selama ini membuat hatinya berdebar, seharusnya sedang ada pemotretan hari ini. Tapi kenapa suara-suara itu terdengar dari dalam?
"Aku mungkin hanya berhalusinasi," bisik Anastasia lagi kepada dirinya sendiri, mencoba meredam kecemasan yang kian mencengkeram. Namun, rasa penasaran dan kekhawatiran yang lebih besar mendorongnya untuk membuka pintu itu. Pelan, ia memutar gagang pintu dan mendorongnya sedikit demi sedikit.
Saat celah pintu terbuka cukup lebar, mata Anastasia membelalak tak percaya. Ia merasakan jantungnya seakan berhenti berdetak saat pemandangan di hadapannya perlahan menjadi jelas. Di sana, di tengah ruangan yang remang, di atas ranjang yang seharusnya menjadi tempat istirahat suci bagi mereka kelak yang akan menjadi sepasang suami-istri, malah digunakan Leon dan seorang wanita lain bercinta dengan begitu intens. Tubuh mereka polos, menyatu dalam kegilaan yang tak tertahankan.
Tangan Anastasia gemetar semakin kuat. Nafasnya tercekat, tidak mampu untuk mengeluarkan suara, bahkan sekadar memanggil nama Leon. Hatinya seperti dihancurkan menjadi serpihan kecil yang tidak mungkin bisa disatukan lagi.
Tapi, ketika wanita itu memiringkan wajahnya sedikit, identitasnya terungkap jelas di bawah sinar lampu yang temaram. Anastasia merasa dunianya runtuh seketika. Wanita itu bukan orang asing. Ia adalah Elora Viviana—kakak tirinya, orang yang selama ini menjadi duri dalam hidupnya dan selalu terang-terangan iri padanya.
“Elora...” suaranya bergetar, hampir tidak terdengar, tetapi cukup untuk membuat kedua orang di atas ranjang tersentak. Leon langsung memandang ke arah pintu dengan keterkejutan di wajahnya, sementara Elora hanya menatap Anastasia dengan tatapan penuh kemenangan.
"Anastasia!" Leon berseru, buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Wajahnya berubah pucat pasi, seakan-akan darah di tubuhnya seketika menghilang. "Ini... ini tidak seperti yang kamu pikirkan."
Air mata menggenang di pelupuk mata Anastasia, tapi ia menolak untuk membiarkannya jatuh. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan mereka—terutama di depan Elora. "Tidak seperti yang aku pikirkan?" Anastasia mengulangi kata-kata itu dengan nada sinis, suaranya sarat dengan rasa sakit dan pengkhianatan. "Lalu apa? Apa yang terjadi di sini, Leon? Jelaskan padaku, karena dari yang kulihat, semua sudah sangat jelas."
Leon terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya bisa menundukkan kepala, menghindari tatapan tajam Anastasia. Ia tidak menyangka kalau kekasihnya itu akan datang malam ini, bukankah Anastasia sedang berada di Paris?
Elora, sebaliknya, tidak menunjukkan tanda-tanda penyesalan. Malah, ia tersenyum kecil, menampakkan kepuasan tersendiri.
"Aku sudah menduga suatu saat kamu akan menemukan ini," ucap Elora dengan suara manis yang beracun. "Seharusnya aku mengundangmu lebih awal, Anastasia. Kamu bisa ikut bergabung dengan kami, mungkin? Kekasihmu itu lebih bahagia denganku dan bisa jadi dirinya sendiri, aku bisa memuaskannya. Sedangkan kamu... hanya wanita yang menjadi beban baginya!"
Kata-kata Elora bagaikan racun yang menusuk hati Anastasia lebih dalam. Ia mengepalkan tangannya, menahan diri untuk tidak melayangkan tamparan pada wanita yang pernah ia panggil saudara. "Kamu sungguh tidak tahu malu, Elora! Nikmati saja, aku tak peduli,” katanya dengan suara dingin. "Dan kamu, Leon, aku pikir kamu adalah pria yang berbeda. Tapi ternyata kamu sama saja seperti yang lain, bahkan lebih buruk."
Leon mendekat, mencoba meraih tangan Anastasia. "Anastasia, tolong dengarkan aku. Aku—"
"Jangan sentuh aku!" Anastasia mundur, menjauh dari Leon. "Aku muak denganmu! Aku muak dengan semua kebohongan ini! Dan aku muak disentuh oleh tangan kotormu!" Ia menatap keduanya dengan tatapan yang menyala penuh kebencian, meskipun air matanya sudah tak terbendung lagi. "Kamu bisa memiliki Leon, Elora. Kamu bisa memiliki semuanya. Aku tidak peduli lagi!"
Setelah itu, Anastasia berbalik dan berlari keluar kamar. Tangisannya pecah begitu ia melewati pintu, mengisi koridor panjang yang sepi. Setiap langkah yang ia ambil terasa begitu berat, seolah-olah ada beban besar yang menghimpit dadanya.
Leon berusaha mengejarnya, tapi Elora menahannya. "Biarkan dia pergi," bisik Elora sambil mengelus lengan Leon dengan lembut. "Dia hanya perlu waktu untuk menerima kenyataan. Lagipula, kita tahu ini akan terjadi cepat atau lambat. Aku sudah memberimu kepuasan yang tidak pernah dia berikan padamu."
Leon menghela nafas panjang, menatap pintu yang baru saja ditinggalkan Anastasia. Ada sesuatu di hatinya yang terasa salah, tetapi ia menepis perasaan itu, memilih untuk memeluk Elora lebih erat, seakan-akan dengan melakukannya, ia bisa melupakan semuanya.
Namun, jauh di dalam hatinya, Leon tahu bahwa ia telah membuat kesalahan yang tidak mungkin bisa diperbaiki. Tapi, memang benar yang Elora katakan, selama lima tahun ini, Anastasia selalu menolaknya jika ia menginginkannya di atas ranjang, alasan Anastasia itu sungguh kolot, perempuan itu hanya ingin melakukannya setelah mereka berdua resmi menikah.
“Leon, kamu mau melanjutkannya lagi?” bisik Elora dengan suara menggoda.
Leon tersenyum menyeringai, keduanya pun larut dalam lenguhan yang panjang malam itu.
***
Sementara itu, Anastasia terus berlari, mencoba melarikan diri dari kenyataan yang baru saja menghancurkan hidupnya. Tetapi sekeras apa pun ia berlari, rasa sakit itu tetap mengikutinya, menghantuinya setiap detik. Ia tidak tahu bagaimana harus menghadapi hari esok, tidak tahu ke mana harus pergi, atau siapa yang bisa ia percaya.
Satu hal yang ia tahu dengan pasti, adalah bahwa hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Leon Hale, yang ia anggap adalah malaikat hidupnya, ternyata berubah jadi iblis seperti keluarganya. Ia pikir, saat ayahnya tak lagi peduli padanya, Leon adalah jawaban Tuhan yang ia inginkan. Nyatanya, Leon Hale adalah pria kedua yang menyakitinya!
Dan saat Anastasia ingin masuk ke dalam mobilnya, ia terkejut dengan seorang pria yang sedang terbujur lemah dengan luka lebam-lebam. Tanpa pikir panjang dan rasa takut, ia menghampiri pria asing itu.
“Tuan, apakah anda masih sadar? Aku akan membawamu ke rumah sakit,” ucap Anastasia.
Pria asing itu menggelengkan kepalanya lemah, “J-jangan... b-bawa aku ke tempatmu.”
Anastasia mengernyitkan keningnya, awalnya ia akan menolak, namun ada beberapa pria yang bertubuh tinggi besar yang sedang berlari ke arahnya. Ia langsung memapah tubuh pria asing masuk ke mobilnya, ia tahu pria asing itu dalam bahaya!
“Aku akan mengobatimu sementara di apartemenku.”
***
***Di dalam mobilnya, Anastasia Noire menggenggam erat setir, mencoba fokus pada jalan di depan, tetapi pikirannya terus-menerus kembali ke kejadian sebelumnya. Malam ini banyak hal yang tak terduga, semuanya adalah kemalangan baginya.Pria terluka yang ia temukan tadi kini tergeletak di jok belakang mobilnya, tak sadarkan diri. Anastasia tidak tahu siapa pria itu atau mengapa dia diserang, tetapi ia tahu bahwa dirinya sekarang ikut terseret dalam sesuatu yang besar. Ia merasa matanya harus selalu waspada—dan ternyata, kekhawatirannya terbukti benar.Saat melihat ke kaca spion, jantung Anastasia berdegup kencang. Di belakangnya, sebuah mobil hitam besar muncul, melaju dengan kecepatan tinggi. Wajahnya memucat saat menyadari bahwa mobil itu tak lain adalah mobil yang tadi dipakai oleh para pria berbadan besar yang dilihatnya."Sial," gumam Anastasia sambil mengetuk-ngetuk setir dengan cemas. "Mereka mengejarku."Mobil hitam itu semakin mendekat, nyaris bersanding dengan mobilnya. Tanp
***“Kamu sudah sadar?” tanya Anastasia.Maximilian mematung melihat wanita asing di depannya. Senyum yang baru ia lihat di dunia, seperti senyuman yang menenangkan.“Bisa mendengarku kan?” sebuah suara lembut terdengar dari sampingnya.Maximilian mengalihkan pandangannya dan melihat seorang wanita berdiri di dekatnya, tampak lega melihatnya sadar. Wanita itu mendekat, dan sebelum Maximilian bisa berkata apa-apa, ia merasakan tangan halus menyentuh dahinya, memeriksa suhu tubuhnya. Sentuhan itu membuat Maximilian kaget. Tubuhnya menegang, namun bukan karena sakit.Sebelum ia sempat menyadari apa yang sedang terjadi, wanita itu menarik tangannya kembali dan meletakkan punggung tangannya di pipinya. “Kamu kelihatan sedikit pucat, apa ada yang sakit?” tanyanya, suaranya lembut namun terdengar penuh kekhawatiran.Maximilian tertegun. Tangannya seharusnya menepis atau menarik diri dari sentuhan wanita itu, tapi tidak ada reaksi alergi atau rasa tidak nyaman yang biasa ia alami saat disentu
***“Apa? Semua jadwal iklan batal dan aku harus mengganti rugi? Alasannya apa?” tanya Anastasia terkejut.Lyra menghela napas berat, “Aku juga tidak tahu alasan pastinya. Mereka bilang kamu melanggar aturan dan terlibat skandal besar.”“Skandal? Apa? Selama aku berkarir di industri hiburan, kamu juga tahu kalau aku tak pernah bermasalah, kan?”Lyra terdiam, ia mengigit bibirnya. Berat baginya untuk memberitahukan skandal apa yang membuat semua tawaran kerja sama pada Anastasia batal.Padahal tawaran kerja sama yang seharusnya menjadi proyek besar bagi Anastasia mendadak dibatalkan. Klien-klien yang sebelumnya begitu antusias tiba-tiba menghilang tanpa jejak, dan lebih dari itu, ada tuntutan ganti rugi yang entah dari mana datangnya. Semuanya terasa aneh dan mencurigakan,"Lyra, aku sedang bicara denganmu, lihat aku!" Anastasia langsung berkata tanpa basa-basi.Lyra mendongak, dan ada sejenak kilatan panik di matanya sebelum ia cepat-cepat mengendalikan diri. "Ada apa?""Ada yang tid
***“Ya Tuhan! Kamu... apakah kamu sudah makan?” tanya Anastasia. Ia menatap pria asing itu sejenak, lalu tanpa menunggu jawaban dari pria itu, wanita itu langsung bergegas ke dapur.Maximilian tertegun melihat wanita itu yang tampak panik, apakah wajahnya terlihat pucat sampai wanita itu panik? Padahal ia sudah makan dan pergi ke luar bersama Bryan sebentar.Tak lama Anastasia muncul dan ia meletekkan omelette dan juga juice jeruk di atas meja.“Kamu, makanlah! Aku minta maaf karena seharian ini ada hal yang harus aku selesaikan,” ucap Anastasia, ia tersenyum, namun senyum itu menyiratkan kelelahan luar biasa.Maximilian sebenarnya sudah kenyang, namun ia tidak mau wanita itu curiga, ia langsung duduk dan mulai menyantap makanan yang sudah disediakan di atas meja.“Kamu sudah menghubungi keluargamu?” tanya Anastasia.Maximilian menggelengkan kepalanya.“Kenapa? Apa keluargamu tidak mau menjemputmu?” tanya Anastasia terkejut.“Aku tidak punya keluarga,” balas Maximilian terdengar ding
Anastasia gelisah luar biasa, hari sudah menjelang malam. Tapi tidak ada teman-temannya yang membantunya, bahkan semua panggilan darinya pun selalu ditolak mereka. Anastasia frustasi karena ia berjanji akan memberikan surat kalau ia dan Max sudah menikah.“Kenapa kamu tak tidur menjelang sore? Bahkan kamu tak makan sama sekali,” ucap Maximilan. Sebenarnya ia sudah tahu apa yang diinginkan perempuan itu dan ia juga sudah mengetahui masalah Anastasia yang saat ini tengah jadi topik hangat di negara ini, namun ia diam-diam tidak tahu karena ingin tahu apa yang akan dilakukan Anastasia.Anastasia menghela napas panjang, ia merasa frustasi dan ia menatap pria itu.“Max, kita harus menikah!”“Menikah? Kamu ingin menikah denganku?”Anastasia mengangguk, “Iya. Aku sudah terlanjur mengatakan pada mereka kalau kita ini sudah menikah. Bagaimana kalau kita menikah untuk beberapa waktu? Minimal dua tahun misalnya dan nanti kita bisa berpisah baik-baik?”Maximilian merasa apa yang dikatakan Anasta
***“Dia membantuku karena aku menyelamatkan hidupnya, dia hanya ingin membalas budi,” kata Maximilian.“Aku lupa kalau kamu seorang preman,” ucap Anastasia. Ia melihat wajah pria itu yang masih memar, “Aku akan memangil dokter ke sini, sekaligus memperkenalkanmu padanya. Dia sahabat baikku, tapi aku hanya ingin kontrak pernikahan kita ini tidak ada yang mengetahuinya. Kamu mengerti?”“Iya. Lakukan saja apa yang kamu mau,” balas Maximilian.“Dan juga meski kita sudah sah menjadi suami-istri, tapi semuanya ada batasannya, Max. Kita menikah karena perjanjian dan aku harap selama pernikahan kita tidak ada kontak fisik. Kamu pasti mengerti apa yang aku maksud, bukan?”“Kamu tidak mau kita terlibat kontak fisik karena aku hanya seorang pria miskin?” tanya Maximilian dengan sengaja.Anastasia menggelengkan kepalanya, “Aku tidak sembarangan disentuh pria manapuh, Max. Termasuk mantan kekasihku, aku tak pernah tidur dengannya meski dia selalu mencoba membujukku untuk menyerahkannya. Aku juga
***Anastasia berdiri di balik tirai tebal, mengamati deretan kursi yang dipenuhi oleh para wartawan di hadapannya. Cahaya lampu kilat dari kamera berkedip-kedip, seolah menyoroti setiap detik yang berlalu sebelum ia melangkah ke depan. Hari ini, ia akan mengungkapkan sesuatu yang telah lama jadi isu panas, tentangnya yang satu atap dengan pria asing dan beberapa terakhir ini selalu banyak berita buruk tentangnya.Lyra menepuk bahunya dengan lembut. "Sudah waktunya, Anastasia."Anastasia mengangguk, menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. "Baiklah, mari kita lakukan ini."Langkahnya mantap saat ia melangkah ke depan, menuju podium yang telah disiapkan di tengah panggung. Sorotan kamera langsung menyorotnya, dan suara gemuruh bisikan para wartawan bergema di ruangan itu. Dengan kepala tegak, Anastasia berdiri di hadapan mereka, sorot matanya tajam dan penuh keyakinan.Setelah memastikan semua orang memperhatikannya
***“Sayang, kamu sudah melihat konferensi pers Anastasia?” tanya Elora.Leon menggelengkan kepalanya, “Aku belum sempat karena kemarin seharian ada syuting, tapi semua kru maupun staff membicarakannya dan mengatakan kalau Anastasia melakukannya seorang diri, tanpa suaminya”Elora tertawa pelan, dan hatinya merasa puas. “Dan kamu tahu, Sayang. Kalau para wartawan tidak ada yang percaya padanya dan menganggap konferensi pers yang dilakukannya hanya upaya dia menarik simpati publik, tapi nyatanya semua orang menganggapnya sebagai wanita yang suka playing victim dan karier-nya tidak bisa diselamatkan.”“Dia memang pantas mendapatkannya, karma buruk sudah berlaku untuknya,” balas Leon.Elora tertawa dan ia memeluk Leon, “Akhirnya rencana lima tahun lalu bisa terwujud. Kita bisa mencapai puncak karier kita. Semua orang mendukung kita!”“Iya, aku juga tidak menyangka kalau saat ini popularitasku sangat naik dan bayarannya pun naik berkali-kali lipat. Kalau dulu aku tidak mengikuti saranmu,