Anastasia gelisah luar biasa, hari sudah menjelang malam. Tapi tidak ada teman-temannya yang membantunya, bahkan semua panggilan darinya pun selalu ditolak mereka. Anastasia frustasi karena ia berjanji akan memberikan surat kalau ia dan Max sudah menikah.
“Kenapa kamu tak tidur menjelang sore? Bahkan kamu tak makan sama sekali,” ucap Maximilan. Sebenarnya ia sudah tahu apa yang diinginkan perempuan itu dan ia juga sudah mengetahui masalah Anastasia yang saat ini tengah jadi topik hangat di negara ini, namun ia diam-diam tidak tahu karena ingin tahu apa yang akan dilakukan Anastasia.
Anastasia menghela napas panjang, ia merasa frustasi dan ia menatap pria itu.
“Max, kita harus menikah!”
“Menikah? Kamu ingin menikah denganku?”
Anastasia mengangguk, “Iya. Aku sudah terlanjur mengatakan pada mereka kalau kita ini sudah menikah. Bagaimana kalau kita menikah untuk beberapa waktu? Minimal dua tahun misalnya dan nanti kita bisa berpisah baik-baik?”
Maximilian merasa apa yang dikatakan Anastasia lucu, dia menawarkan pernikahan kontrak?
“Hmm... apa untungnya jika aku menjadi suamimu?”
“Kamu tidak punya keluarga, kan? Dan juga tempat tinggal?” tanya Anastasia.
Maximilian mengangguk, “Iya. Aku itu sebatang kara.”
“Nah, itu keuntunganmu, Max. Aku akan jadi keluargamu dan apartemen ini akan jadi tempat tinggalmu, bagaimana? Kamu setuju?”
“Kamu tidak takut?” tanya Maximilian.
“Takut karena apa?”
“Kamu tidak takut kalau aku berniat jahat padamu? Kita baru bertemu dan juga asing. Kamu dengan mudahnya percaya padaku yang mungkin saja bisa berniat jahat padamu. Bisa saja aku mengambil barang berharga di apartemen ini saat sedang pergi keluar. Kamu semudah itu percaya padaku?”
Anastasia tersenyum lirih, “Aku tidak punya sesuatu yang berharga lagi, Max. Dunia ini seolah memusuhiku. Semuanya hancur, jadi apa yang akan kamu ambil? Dan juga aku percaya padamu, aku mengatakan ini dengan tulus. Aku yakin kalau kamu itu pria yang baik.”
“Kalau aku pria yang baik, aku tidak akan jadi pria miskin yang hidup di jalanan, Anastasia,” balas Maximilian.
“Pria yang berdasi dan kerja di perusahaan besar lebih banyak yang jahat, Max,” kata Anastasia.
“Apa yang bisa kubantu?” tanya Maximilan.
“Biar aku yang mengurusnya. Aku sudah meminta bantuan pada sahabatku kalau kita akan menikah dan aku butuh buku nikah kita. Namaku akan semakin hancur jika dituduh kumpul kebo dengan pria asing,” balas Anastasia.
“Itu mudah. Aku bisa membantumu dan malam ini buku nikah kita akan ada di tanganmu,” ucap Maximilan dengan enteng.
“Apakah kamu yakin?” tanya Anastasia menatap pria itu dengan ragu.
“Kamu meragukanku?”
“Bukan begitu, temanku pun sangat sulit melakukannya,” balas Anastasia.
“Aku ini preman dan aku punya kenalan. Kamu bisa percaya padaku, aku akan menghubungi kenalanku. Untuk itu, aku pinjam ponselmu lagi.”
“Pakai saja. Kalau perlu, gunakan ponsel itu untuk segala keperluanmu, Max,” kata Anastasia.
Maximilian mengangguk, ia beranjak dari kursinya untuk menghubungi asistennya.
Sedangkan, Anastasia mengigit bibir bawahnya dan berharap kalau pria itu memang bisa membantunya.
***
Maximilian duduk di kursi ruang tamu apartemen Anastasia dengan pandangan yang tenang, meskipun pikirannya berputar dengan cepat. Ia sudah memutuskan bahwa ini adalah langkah terbaik untuk melindungi Anastasia dan juga ia ingin mengenal perempuan itu lebih dekat. Menikahinya secara diam-diam akan memberinya kendali penuh atas situasi yang semakin rumit ini. Namun, untuk menjalankan rencana ini, ia membutuhkan bantuan Bryan, asistennya yang paling tepercaya.
Dengan cepat, Maximilian mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor Bryan. Dalam hitungan detik, suara Bryan yang familiar terdengar di ujung telepon.
"Tuan Max, ada yang bisa saya bantu?" suara Bryan terdengar serius seperti biasa.
Maximilian menghela napas panjang sebelum menjawab, "Bryan, aku butuh bantuanmu untuk mengatur sesuatu yang sangat penting. Aku butuh kamu untuk memanggil wali nikah ke apartemen Anastasia, secepat mungkin."
Di seberang sana, Bryan terdengar ragu sejenak. "Tuan, Anda yakin ingin melakukan ini sekarang? Maksud saya, bukankah ini terlalu cepat? Kalau hanya surat nikah palsu, saya bisa membantu anda"
Maximilian tersenyum tipis. Ia tahu Bryan selalu berusaha untuk berpikir rasional, tetapi kali ini, keputusannya tidak bisa ditunda. "Aku sudah memutuskan, Bryan. Ini adalah satu-satunya cara agar semuanya tetap terkendali. Selain itu, aku juga butuh dua buku nikah dengan identitas berbeda. Aku memang menginginkannya sebagai istriku."
Ada jeda panjang sebelum Bryan akhirnya menjawab, suaranya penuh kehati-hatian. "Dua buku nikah dengan identitas berbeda? Apakah Anda ingin menjaga identitas asli Anda tetap tersembunyi dari Nona Anastasia?"
"Benar," jawab Maximilian tanpa ragu. "Aku ingin dia hanya tahu bahwa aku adalah Max Stone, bukan siapa pun yang lain. Ini penting, Bryan. Aku harap kamu bisa mengaturnya."
Bryan menarik napas panjang di ujung sana, tapi akhirnya ia menyerah pada keinginan tuannya. "Baik, Tuan Max. Saya akan mengurus semuanya. Wali nikah dan buku nikah akan siap dalam beberapa jam ke depan."
"Terima kasih, Bryan," jawab Maximilian dengan nada puas. "Pastikan semua berjalan lancar. Aku tidak ingin ada kesalahan."
Setelah menutup telepon, Maximilian duduk dalam keheningan selama beberapa saat, merenungkan langkah yang akan diambilnya. Dengan identitas yang berbeda, ia bisa melindungi Anastasia dari bahaya yang mungkin datang, sekaligus menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya. Publik pun sudah lupa denga putra tertua dari Keluarga Kingsley. Sebelum ia mengungkapkan identitasnya aslinya, ia juga ingin menguji Anastasia, apakah perempuan itu layak menjadi istrinya.
Sementara itu, di kamar sebelah, Anastasia sedang berdiri di depan cermin, mencoba memahami perasaannya yang campur aduk. Hatinya dipenuhi keraguan dan kebingungan. Ia sedikit menyesal karena mengatakan kalau Max adalah suaminya, ia terpojok dan merasa disudutkan pada wakt itu.
“Aku tidak boleh ragu, aku harus menikah dengan Max secepatnya dan setelah itu aku akan menyelamatkan karirku,” ucap Anastasia pada dirinya sendiri.
Ketukan pelan di pintu kamar membuat Anastasia tersentak dari lamunannya. Ia berbalik dan membuka pintu kamarnya.
"Apa kamu sudah siap, Anastasia?" tanya Maximilian dengan nada lembut, tapi tegas.
Anastasia mengernyitkan keningnya, “Siap untuk apa?”
“Menikah.”
“Menikah? Siapa?” Anastasia masih tak mengerti.
“Bukankah kamu ingin kita segera menikah dan mendapatkan buku nikah?”
“Apakah bisa secepat itu?” tanya Anastasia dengan suara yang tak percaya.
Maximilian mendekat, mengambil tangan Anastasia dalam genggamannya. "Percaya saja padaku, Anastasia. Aku adalah pria yang selalu menepati janjinya.”
Ada sesuatu dalam cara Maximilian berbicara yang membuat Anastasia merasa tenang, meskipun ia tahu banyak hal yang disembunyikan pria itu darinya. Tapi untuk saat ini, ia memutuskan untuk mempercayainya.
Beberapa saat kemudian, pintu apartemen terbuka, dan Bryan masuk bersama seorang pria paruh baya yang berpenampilan rapi. Wali nikah itu membawa dua buku nikah yang sudah siap, sesuai dengan permintaan Maximilian. Mereka berdua melangkah masuk ke ruang tamu, di mana Maximilian dan Anastasia sudah menunggu.
Bryan, diam-diam mendekati Maximilian dengan sikap hormat, menyerahkan dua buku nikah kepada Maximilian. "Semua sudah diatur, Tuan Max. Ini dua buku nikah dengan identitas yang Anda minta."
Maximilian mengambil buku-buku itu dengan anggukan singkat. Ia membuka salah satu buku nikah, melihat namanya tertera sebagai Max Stone, lalu tersenyum puas. Semuanya berjalan sesuai rencana.
“Bryan, simpan yang atas nama asliku. Kelak, jika aku membutuhkannya, Kamu bisa memberikannya padaku,” ucap Maximilan.
Bryan mengangukan kepalanya.
Wali nikah itu segera memulai proses pernikahan sederhana di ruang tamu. Suasana tegang yang dirasakan Anastasia sedikit mereda ketika prosesi itu berlangsung. Maximilian menjawab dengan tegas setiap pertanyaan dari wali nikah, dan Anastasia mengikutinya dengan jawaban yang terdengar hampir tanpa ragu.
Ketika proses itu berakhir, dan mereka berdua resmi menjadi suami istri, Anastasia masih merasa seperti berada dalam mimpi. Ia tidak percaya bahwa dalam beberapa jam saja, hidupnya telah berubah begitu drastis. Ia menikah dengan pria asing!
Setelah wali nikah dan Bryan pergi, Anastasia berdiri di tengah ruang tamu, memegang buku nikahnya yang terasa begitu asing di tangannya. Maximilian mendekatinya, mengulurkan tangan untuk meraih bukunya.
“Kamu kelihatan terkejut,” kata Maximilian.
Anastasia mengangguk pelan, masih menatap buku nikah itu dengan mata tak percaya. “Aku tidak percaya semua ini bisa terjadi begitu cepat. Dan… bagaimana kamu bisa mendapatkan buku nikah ini dengan begitu mudah? Dan pria tadi, aku merasa tidak asing.”
“Aku memiliki beberapa koneksi yang bisa membantu mempercepat proses ini. Kamu tidak perlu khawatir, Anastasia. Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja dan Bryan, dia adalah kenalanku, dia yang membantuku.”
“Bryan... apakah dia Bryan Evans?”
Maximilian mengangguk, “Kamu tahu?”
“Bryan Evans, dia bukanlah pria sembarangan. Bisa disebut dia adalah asisten dari keluarga Kingsley yang terkenal itu. Bagaimana bisa kamu dan dia kenal?”
***
***“Dia membantuku karena aku menyelamatkan hidupnya, dia hanya ingin membalas budi,” kata Maximilian.“Aku lupa kalau kamu seorang preman,” ucap Anastasia. Ia melihat wajah pria itu yang masih memar, “Aku akan memangil dokter ke sini, sekaligus memperkenalkanmu padanya. Dia sahabat baikku, tapi aku hanya ingin kontrak pernikahan kita ini tidak ada yang mengetahuinya. Kamu mengerti?”“Iya. Lakukan saja apa yang kamu mau,” balas Maximilian.“Dan juga meski kita sudah sah menjadi suami-istri, tapi semuanya ada batasannya, Max. Kita menikah karena perjanjian dan aku harap selama pernikahan kita tidak ada kontak fisik. Kamu pasti mengerti apa yang aku maksud, bukan?”“Kamu tidak mau kita terlibat kontak fisik karena aku hanya seorang pria miskin?” tanya Maximilian dengan sengaja.Anastasia menggelengkan kepalanya, “Aku tidak sembarangan disentuh pria manapuh, Max. Termasuk mantan kekasihku, aku tak pernah tidur dengannya meski dia selalu mencoba membujukku untuk menyerahkannya. Aku juga
***Anastasia berdiri di balik tirai tebal, mengamati deretan kursi yang dipenuhi oleh para wartawan di hadapannya. Cahaya lampu kilat dari kamera berkedip-kedip, seolah menyoroti setiap detik yang berlalu sebelum ia melangkah ke depan. Hari ini, ia akan mengungkapkan sesuatu yang telah lama jadi isu panas, tentangnya yang satu atap dengan pria asing dan beberapa terakhir ini selalu banyak berita buruk tentangnya.Lyra menepuk bahunya dengan lembut. "Sudah waktunya, Anastasia."Anastasia mengangguk, menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. "Baiklah, mari kita lakukan ini."Langkahnya mantap saat ia melangkah ke depan, menuju podium yang telah disiapkan di tengah panggung. Sorotan kamera langsung menyorotnya, dan suara gemuruh bisikan para wartawan bergema di ruangan itu. Dengan kepala tegak, Anastasia berdiri di hadapan mereka, sorot matanya tajam dan penuh keyakinan.Setelah memastikan semua orang memperhatikannya
***“Sayang, kamu sudah melihat konferensi pers Anastasia?” tanya Elora.Leon menggelengkan kepalanya, “Aku belum sempat karena kemarin seharian ada syuting, tapi semua kru maupun staff membicarakannya dan mengatakan kalau Anastasia melakukannya seorang diri, tanpa suaminya”Elora tertawa pelan, dan hatinya merasa puas. “Dan kamu tahu, Sayang. Kalau para wartawan tidak ada yang percaya padanya dan menganggap konferensi pers yang dilakukannya hanya upaya dia menarik simpati publik, tapi nyatanya semua orang menganggapnya sebagai wanita yang suka playing victim dan karier-nya tidak bisa diselamatkan.”“Dia memang pantas mendapatkannya, karma buruk sudah berlaku untuknya,” balas Leon.Elora tertawa dan ia memeluk Leon, “Akhirnya rencana lima tahun lalu bisa terwujud. Kita bisa mencapai puncak karier kita. Semua orang mendukung kita!”“Iya, aku juga tidak menyangka kalau saat ini popularitasku sangat naik dan bayarannya pun naik berkali-kali lipat. Kalau dulu aku tidak mengikuti saranmu,
***“Lepaskan!”Leon hanya tersenyum penuh kemenangan, menatap Anatasia dari bawah ke atas.“Leon,” ucap Anastasia dengan dingin, menatap pria itu tanpa menunjukkan sedikit pun emosi. “Lepaskan tanganku.”Namun, Leon tidak segera menuruti perintahnya. Sebaliknya, ia justru mempererat genggamannya, seolah menikmati perasaan menguasai Anastasia, meski hanya sebentar. Tatapannya meluncur lagi dari wajah Anastasia ke seluruh tubuhnya, dan ia menelan ludah, seolah sedang menahan diri.“Anastasia,” katanya pelan, tapi suaranya sarat dengan nada mengejek. “Aku tidak bisa tidak memperhatikan betapa cantiknya kau hari ini. Kau memang selalu mempesona.”Anastasia hanya menatapnya dengan tatapan dingin yang menusuk, tanpa sedikit pun tersenyum. “Lepaskan tanganku, Leon,” ulangnya dengan nada lebih tegas.Leon terdiam sejenak, lalu tertawa kecil sebelum mendekatkan wajahnya ke telinga Anastasia, membuat wanita itu merasakan napas hangatnya di kulitnya. “Aku bisa menyelamatkan kariermu, Anastasia.
***“Max, kamu sudah makan?” tanya Anastasia, ia tersenyum hambar. Masalah yang ia hadapi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi, apalagi semua lagu yang ia ciptakan dari hati mendadak hilang. Hati siapa yang tidak patah?“Aku sudah makan tadi saat bersama kenalanku,” balas Maximilan. “Apakah kamu sudah makan?”“Hmm... bahkan aku melewati sarapan pagiku. Hari ini banyak hal yang aku selesaikan,” balas Anastasia. Ia langsung berbaring di atas sofa dan tak lama ia pun memejamkan matanya.Maximilian tertegun, ia melihat Anastasia dan tersenyum menatap wanita itu sembarangan tidur saja.“Apakah kamu selalu begini? Bahkan kamu terlalu percaya pada orang sampai semuanya begitu mudah mengkhianatimu, Anastasia,” gumam Maximilian.Maximilian duduk di kursi yang berada di sudut ruangan, memandang Anastasia yang tertidur lelap di sofa. Wajahnya yang biasanya penuh dengan semangat dan energi kini
“Anastasia...,” Maximilian berbisik.Anastasia terdiam, ia langsung tersenyum dengan kikuk, “A-aku mau tidur ke kamarku. Aku masih ngantuk, semalam malam,” ucapnya sambil berlari menuju ke kamarnya.Maximilian tersenyum, “Jika sedang malu, wajahnya seperti tomat,” gumamnya.Dan Anastasia melangkah ke dalam kamar dengan langkah yang terasa ringan, tetapi pikirannya justru dipenuhi oleh bayangan pria itu. Kejadian tadi berputar di kepalanya, terutama tatapan tajam Max yang begitu mendalam dan bagaimana sentuhan lembutnya ketika mencium jarinya yang terluka. Pikirannya terus berkecamuk, tidak bisa mengabaikan perasaan yang tiba-tiba muncul entah dari mana.Setelah menutup pintu kamar, Anastasia bersandar pada pintu dengan mata terpejam. Ia menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan pikirannya yang tersebar. Namun, bayangan Max terus menghantuinya, menolak untuk pergi. “Dia sangat tampan,” gumamnya pelan, seolah-olah kata-kata itu terlepas begitu saja tanpa bisa ia kendalikan.Anastasia
***“Kenapa mama sampai tahu kalau aku sudah kembali?” tanya Maximilian.“Saya juga terkejut saat Nyonya Selene meminta saya untuk jujur dan Nyonya Selene menunjukkan bukti yang akurat, sebuah foto Anda dan juga rekan Anda, Tuan,” balas Bryan.Maximilian menghela napas pendek, ia tidak mau kalau mamanya sampai tahu rencananya, apalagi jika mamanya tahu ia adalah suami dari Anastasia Noire. Jika Selene tahu pasti tambah runyam.“Kamu tidak mengatakan apapun tentang aku dan Anastasia, kan?” tanya Maximilian.“Tidak, Tuan. Saya hanya mengatakan kalau Anda sengaja memberi kejutan,” balas Bryan.“Jangan sampai mama dan papa tahu masalah penyamaranku ini,” ucap Maximilan. “Esok pagi aku akan pulang ke rumah, jika aku tidak di sana pasti mama akan melakukan hal yang aneh lagi, jiwa detektifnya di luar nalar dan aku tidak ingin rencanaku ini gagal. Kamu atur waktuku, Bryan. Aku ingin saat matahari terbenam sudah ada di apartemen Anastasia.”“Baik, Tuan. Saya akan mengatur semuanya,” balas Bry
***“Cukup, Ma. Aku baru datang dan Mama memintaku untuk berkenalan dengan seorang wanita? Mama tidak merindukanku?” tanya Maximilian.“Mama sangat rindu kamu, sayang. Mama hanya kesepian di sini. Mama hana bicara sama papamu dan tanaman Mama saja. Kamu anak nakal! Sepuluh tahun pergi, tidak pernah mau kembali. Sekalinya datang ke negara ini, kamu pun tidak memberitahukan Mama. Jadi, ya... Mama berpikir pasti karena seorang wanita. Pria kalau sedang jatuh cinta pasti bisa hilang kendali,” balas Selene.“Aku kembali karena masalah perusahaan, itu saja. Bukankah Papa yang memintaku datang karena Papa ingin pensiun dan menikmati masa tuanya bersama Mama?”Selene mengangguk, “Dan masa tua kami akan ditemani dengan cucu-cucu luar biasa menggemaskan dari anak-anakmu nanti. Apakah kamu tidak ingin kamu memberi Mama hadiah itu?”“Aku baru pulang, Ma. Bisakah Mama tidak membicarakan masalah apapun? Aku sangat lapar,” kata Maximilian.Selene menganguk, dan ia tersenyum menatap anak laki-laki sa
***Langit cerah menaungi villa pribadi keluarga Kingsley, dihiasi dengan alunan lembut musik klasik yang mengiringi para tamu undangan menuju taman yang telah disulap menjadi tempat upacara pernikahan megah. Anastasia berdiri di balik tirai putih, mengenakan gaun pernikahan yang memukau. Gaun itu dirancang khusus oleh Celine Idzes, penuh detail renda yang elegan, dengan ekor panjang yang membuatnya tampak seperti seorang ratu.Rhett berdiri di sampingnya, mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Tangannya menggenggam lengan Anastasia dengan lembut, matanya berkaca-kaca."Papa tidak pernah menyangka akan memiliki kesempatan ini," ucap Rhett pelan, suaranya bergetar.Anastasia menatap ayahnya dengan senyuman hangat. "Aku bahagia Papa di sini. Aku tidak bisa membayangkan orang lain yang mendampingiku selain Papa."Rhett mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia menatap Anastasia dengan bangga. "Kamu sangat cantik hari ini, Nak. Maximilian adalah pria paling beruntung di dunia."
***Di ruang rapat eksekutif Kingsley Group, suasana mencekam. Robert Brown, pria paruh baya dengan jasnya yang kini tampak kusut, berlutut di lantai marmer hitam yang dingin. Wajahnya penuh dengan keringat dingin, sementara tangannya gemetar menahan rasa takut."Maximilian... Aku memohon padamu," ucap Robert, suaranya bergetar. "Lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan mengusik keluarga Kingsley lagi. Aku... Aku bersumpah."Di kursi utama, Maximilian duduk dengan tenang. Sosoknya yang tegap dan aura dinginnya membuat semua yang berada di ruangan itu enggan bernapas terlalu keras. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit hitam, kedua tangan saling bertaut di depan dada. Senyum kecil muncul di bibirnya, senyum yang penuh arti dan tak memberi celah untuk harapan."Berjanji, ya?" Maximilian akhirnya berbicara, suaranya rendah namun tajam. "Paman akan bersembunyi ke luar negeri, kan? Dan itu di Sydney. Apa aku salah menebak?"Mata Robert membelalak, bibirnya terbuka tanpa suara. Tubuhnya ter
***Di kamar utama kediaman keluarga Kingsley, suasana yang awalnya tenang berubah menjadi percakapan hangat. Anastasia duduk di atas ranjang dengan wajah sedikit pucat, namun senyumnya tetap menghiasi wajahnya. Di sisinya, Maximilian terus memegang tangannya, memberikan kehangatan dan perhatian penuh.Steven sedang memeriksa kondisi Anastasia dengan stetoskop di tangannya. Wajahnya serius, namun ada senyum kecil yang tersembunyi di sana. Setelah selesai, dia berdiri dan melipat tangannya di dada sambil menatap Selene dan Shayne, kedua orang tua Maximilian."Paman, Bibi..." Steven memulai, senyumnya semakin lebar. "Sebentar lagi kalian akan menjadi grandma dan grandpa. Kediaman ini pasti akan jauh lebih ramai."Kalimat itu langsung membuat ruangan menjadi hening. Selene membuka mulutnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Shayne, yang tadinya hanya duduk diam, langsung menegakkan tubuhnya. Namun, reaksi yang paling mencolok datang dari Maximilian."Apa yang kau
***Malam itu, berita tentang Anastasia yang secara resmi diakui sebagai menantu keluarga Kingsley mengguncang dunia. Para undangan di acara resmi keluarga Kingsley tercengang. Kilatan kamera memenuhi ruangan saat Maximilian dengan tenang berdiri di samping Anastasia, memperkenalkannya sebagai istri dan menantu keluarga Kingsley.Di berbagai media sosial, foto-foto mesra keduanya mulai beredar luas. Foto-foto itu menangkap momen romantis Maximilian dan Anastasia, memperlihatkan bagaimana pria itu menggenggam erat tangan istrinya, seolah tak ingin ada yang mengganggunya. Ada foto ketika Maximilian menatap Anastasia penuh kelembutan, sebuah pemandangan yang membuat publik terkagum-kagum.Di sebuah akun penggemar, seorang netizen menulis, “Siapa yang sangka Anastasia menikah dengan Maximilian Kingsley? Mereka terlihat sempurna bersama!”Komentar-komentar positif membanjiri setiap unggahan tentang mereka, memuji betapa serasi pasangan ini. Netizen tak henti-hentinya membicarakan betapa be
***Wajah Renata terlihat pucat dengan air mata yang mengalir di pipinya. Di tengah pesta ulang tahun Kingsley Group yang mewah, kegaduhan ini menarik perhatian para tamu. Robert, ayahnya, menghampiri Renata dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia menunduk, membangunkan putrinya dengan lembut."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Robert dengan suara cemas.Renata mengangguk lemah, terisak dengan air mata yang mengalir semakin deras. Pemandangan putrinya yang terlihat tersakiti itu membuat Robert memalingkan tatapan marah ke arah Anastasia, yang berdiri tidak jauh dari mereka. Semua tamu mulai berbisik-bisik, seolah mereka setuju dengan kebencian yang tampak di mata Robert.Dengan nada dingin dan tajam, Robert menatap Anastasia penuh hinaan. "Kenapa ada wanita rendahan sepertimu di sini?" katanya, suaranya dipenuhi kemarahan yang tak tersembunyi. "Bagaimana kau bisa datang ke pesta ini? Apa kau merayu seseorang dengan tubuhmu agar bisa datang ke acara sebesar ini?"Tawa merendahkan lan
***Lampu-lampu kristal di ballroom megah Kingsley Tower berpendar, menciptakan kilauan indah di setiap sudut ruangan. Para tamu undangan yang mengenakan busana glamor berkumpul, menikmati pesta ulang tahun perusahaan Kingsley Group yang ke-75. Namun, malam ini, bukan hanya perayaan yang menjadi pusat perhatian—rumor tentang penerus Kingsley Group yang akan diumumkan secara resmi malam ini telah menjadi buah bibir semua orang. Apalagi sang penerus itu selalu menjadi rahasia karena keberadaannya sangat misterius, bahkan tidak ada media satupun yang mengetahui dimana keberadaan sang pewaris ituDi tengah dentingan gelas-gelas wine dan alunan musik jazz, suara pembawa acara menggema, memecah keheningan ballroom."Ladies and gentlemen, mari kita sambut penerus Kingsley Group, Maximilian Kingsley!"Begitu nama itu disebutkan, sorak-sorai kecil terdengar dari para tamu, dan kamera-kamera media langsung diarahkan ke panggung. Seorang pria berpostur tinggi, berbalut setelan jas hitam sempurna
***Suara benda-benda pecah bergema di dalam kamar Renata. Vas, cermin kecil, bahkan bingkai foto dilempar begitu saja hingga hancur berserakan di lantai. Wajah Renata memerah penuh amarah, napasnya memburu, dan matanya penuh kebencian. Kegagalan rencananya untuk menculik Anastasia benar-benar membuatnya berang."Mereka tak becus!" teriak Renata sambil menendang sisa-sisa kaca di lantai. "Sialan! Orang rendah macam itu berani menolak uangku?" Suaranya menggema dengan kemarahan yang seolah tak kunjung reda.Di tengah-tengah kekesalannya, ia meraih laci meja riasnya dengan kasar, membuka sebuah kotak kecil dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi pil berwarna putih. Renata menatap obat itu dengan tatapan yang penuh tekad."Kalau aku tidak bisa menculiknya, maka aku akan melakukan cara lain," gumamnya sambil menyeringai tipis. "Aku akan tidur dengan Max... dan dengan ini," ia mengangkat pil itu, "aku akan menjadi istrinya."Namun, sebelum Renata bisa melanjutkan monolognya, pintu kamar
***Rhett duduk di sebuah kafe mewah di sudut kota, menatap kosong ke arah cangkir kopi yang ada di depannya. Hatinya bergejolak, tak tenang, seakan ada beban yang tak bisa ia lepaskan dari pundaknya. Hari ini, ia akan bertemu dengan pria yang berhasil merebut hati putrinya—Maximilian Kingsley, seorang pria yang terkenal dingin namun disegani banyak orang.Suara langkah tegas terdengar mendekat, dan Rhett mendongak. Di depannya berdiri seorang pria tinggi dengan tatapan tenang namun tajam. Itu Maximilian, pria yang telah menjadi suami Anastasia. Rhett berdiri, menyambut Maximilian dengan anggukan kepala yang sopan.“Tuan Rhett,” Maximilian memulai, suaranya rendah namun penuh wibawa. Ia mengulurkan tangan. “Senang akhirnya bisa bertemu dengan Anda.”Rhett menyambut uluran tangan itu. “Begitu juga dengan saya, Tuan muda Kingsley.” Ia mencoba tersenyum, walau hatinya diliputi perasaan campur aduk.Maximilian duduk di hadapannya, matanya lurus menatap Rhett. Meskipun banyak yang mengenal
***Anastasia menggenggam dokumen yang diberikan Maximilian dengan tangan gemetar. Hatinya terasa berat, bercampur amarah dan rasa sakit. Mata Anastasia memburam, air mata perlahan mengalir tanpa bisa ia bendung lagi."Kakek dan nenekku sendiri… Mereka yang menyebabkan kecelakaan itu? Kenapa… kenapa mereka tega?" ucapnya terisak, suaranya pecah di tengah kalimat. "Pantas saja… Saat aku datang ke keluarga Noire, mereka semua membenciku. Apalagi Kakek dan Nenek… Sejak awal, keadaanku dianggap tak terlihat. Bahkan aku selalu dikucilkan.”Maximilian hanya bisa menghela napas panjang, tatapannya penuh keprihatinan. "Ana… Semua ini karena ayahmu. Ayahmu memutuskan menikah dengan Aria dengan syarat bahwa kamu bisa diterima dalam keluarga Noire," jawabnya pelan.Anastasia mengernyitkan kening, seolah tak percaya pada apa yang ia dengar. "Papa? Tapi kenapa Papa begitu ingin aku masuk ke dalam keluarga Noire? Bukankah dia selalu menunjukkan kalau dia membenciku? Selalu dingin dan acuh bahkan di