***
“Ya Tuhan! Kamu... apakah kamu sudah makan?” tanya Anastasia. Ia menatap pria asing itu sejenak, lalu tanpa menunggu jawaban dari pria itu, wanita itu langsung bergegas ke dapur.
Maximilian tertegun melihat wanita itu yang tampak panik, apakah wajahnya terlihat pucat sampai wanita itu panik? Padahal ia sudah makan dan pergi ke luar bersama Bryan sebentar.
Tak lama Anastasia muncul dan ia meletekkan omelette dan juga juice jeruk di atas meja.
“Kamu, makanlah! Aku minta maaf karena seharian ini ada hal yang harus aku selesaikan,” ucap Anastasia, ia tersenyum, namun senyum itu menyiratkan kelelahan luar biasa.
Maximilian sebenarnya sudah kenyang, namun ia tidak mau wanita itu curiga, ia langsung duduk dan mulai menyantap makanan yang sudah disediakan di atas meja.
“Kamu sudah menghubungi keluargamu?” tanya Anastasia.
Maximilian menggelengkan kepalanya.
“Kenapa? Apa keluargamu tidak mau menjemputmu?” tanya Anastasia terkejut.
“Aku tidak punya keluarga,” balas Maximilian terdengar dingin.
Anastasia tertegun dan ia pun tersenyum, “Apakah preman-preman kemarin itu adalah musuhmu?”
“Sepertinya begitu karena aku tidak mau membayar bunga dari pinjamanku pada mereka,” balas Maximilian.
Situasi hening sejenak, lalu Anastasia menepuk jidatnya, “Aku sampai lupa menanyakan namamu. Siapa namamu? Aku... Anastasia Noire. Aku mengenalkan diri lagi karena takut kamu melupakan namaku.”
“Max.. Max Stone,” balas Maximilan berbohong.
“Salam kenal, Max. Nanti kalau kamu sudah baik-baik saja, aku akan memberimu ongkos.”
“Ongkos untuk apa?”
“Kamu tidak akan selamanya di sini, kan? Kamu memang tidak tahu siapa aku?” Anastasia menatap pria itu dengan heran.
“Anastasia Noire.”
“Kamu tahu siapa aku dan bahaya kalau ada yang tahu kamu ada di apartemenku dan nanti akan membuat publik memandangku buruk.”
“Kamu memang siapa?”
“Lah, tadi kamu bilang tahu siapa aku, kenapa malah bertanya?” tanya Anastasia menatapnya dengan heran.
“Karena kamu memperkenalkan namamu padaku, jadi aku tahu.”
“Astaga! Kamu tidak tahu kalau aku adalah seorang penyanyi?” tanya Anastasia.
Maximilian menggelengkan kepalanya, “Aku hidup di jalanan, mana mungkin aku tahu publik figur.”
Anastasia menghela napas pendek dan bergumam, “Ternyata aku tidak populer.” Lalu, ia beranjak dari duduknya, “Aku mau ke kamar dulu, habiskan makananmu. Besok pagi, aku akan mengantarmu pergi.”
Maximillian tertegun, ia menggelengkan kepalanya, “Dia kenapa terlalu percaya pada orang asing.”
***
Anastasia terbangun dengan tiba-tiba ketika suara gaduh dari ruang tamu menghentak kesadarannya. Jantungnya berdebar kencang, dan insting pertamanya adalah bahwa sesuatu yang buruk sedang terjadi. Ketika ia mendengar suara orang-orang berbicara dengan nada tinggi, ia segera bangkit dari tempat tidurnya, merasa resah dan khawatir.
Sambil mengenakan jubah tidurnya dengan cepat, Anastasia keluar dari kamarnya. Langkah kakinya terhenti di depan tangga ketika matanya menangkap pemandangan yang mengejutkan di ruang tamu. Ruangan itu penuh sesak dengan orang-orang, kebanyakan dari mereka adalah anggota keluarganya. Mereka semua memandang ke arah satu titik di tengah ruangan, dan ketika Anastasia mengikuti arah pandangan mereka, ia melihat sesuatu yang membuat darahnya mendidih.
Maximilian, pria yang telah ia selamatkan dan yang kini tinggal bersamanya, berdiri di tengah kerumunan dengan wajah memar. Luka-luka di wajahnya tampak jelas, dan Anastasia bisa melihat ada darah mengalir dari sudut bibirnya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari menuruni tangga, melewati orang-orang yang memandangnya dengan tatapan mencemooh.
“Max!” Anastasia berteriak panik, menghampiri pria itu dan memegang lengannya dengan erat. “Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?”
Maximilian hanya menatapnya dengan tenang, meski rasa sakit terlihat jelas di wajahnya. Ia menelan ludah, mencoba berbicara, tetapi sebelum ia sempat menjawab, suara dingin memotong percakapan mereka.
“Lihatlah siapa yang akhirnya muncul,” suara Elara Viviana, kakak tirinya, terdengar sinis di ruangan itu. Elara melangkah maju, wajahnya dipenuhi kebencian yang dingin. “Anastasia Noire, si bintang besar yang ternyata tidak lebih dari wanita murahan yang suka kumpul kebo dengan pria asing di belakang keluarganya.”
Kata-kata itu menusuk hati Anastasia seperti pisau. Ia menoleh dengan tajam ke arah Elara, tetapi sebelum ia bisa membalas, Elara melanjutkan dengan nada yang lebih dingin. “Aku sudah menyelidiki pria ini,” Elara menunjuk Maximilian dengan acuh, “dan ternyata dia bukan siapa-siapa. Dia hanyalah seorang pria miskin, seorang berandal yang bahkan tidak pantas untuk berdiri di ruangan ini, apalagi tinggal di apartemen mewah ini.”
Anastasia merasa kemarahan membakar dalam dirinya, tetapi sebelum ia sempat berbicara, suara lain bergabung dalam serangan verbal itu. Leon Hale, mantan tunangannya, berdiri di dekat Elara dengan senyum sinis di wajahnya. “Anastasia,” Leon mulai dengan nada mengejek, “aku benar-benar beruntung bisa berpisah dari wanita murahan sepertimu. Aku tidak menyangka, bahkan setelah semua ini, kamu akan jatuh serendah ini.”
Setiap kata dari Leon menambah beban di hati Anastasia. Ia menoleh ke arah ayahnya, Rhett Noire, mencari secercah pembelaan atau setidaknya penjelasan. Tapi yang ia temui adalah tatapan dingin dan penuh kekecewaan dari pria yang telah membesarkannya. Dengan suara yang bergetar, ia bertanya, “Ayah… Apakah ayah percaya dengan apa yang mereka katakan?”
Namun, sebelum Rhett sempat menjawab, Aria, ibu tirinya, berbicara lebih dulu. “Anastasia,” katanya dengan nada penuh kepura-puraan, “bagaimana kamu bisa begitu tega? Ayahmu sudah bekerja keras selama ini, dan sekarang, dengan perilakumu yang memalukan ini, kamu memberikan citra buruk padanya, terutama ketika ia sedang dalam perjalanan untuk menduduki kursi parlemen.”
Anastasia memutar matanya, merasa muak dengan kepalsuan yang begitu kental dalam suara Aria. Ia sudah tahu bahwa Aria tidak pernah benar-benar peduli padanya, dan sekarang, semua kepalsuan itu hanya membuatnya semakin marah. “Aria, jangan berpura-pura peduli padaku,” Anastasia membalas dengan nada tajam. “Kamu tidak pernah peduli padaku atau ayah. Semua yang kamu pedulikan hanyalah status dan bagaimana kamu terlihat di mata orang lain.”
Rhett, yang sejak tadi diam, tiba-tiba maju ke depan, wajahnya merah padam karena marah. “Cukup, Anastasia!” suaranya menggelegar di seluruh ruangan. “Jangan bicara begitu pada Aria! Dia ibumu juga dan istri sahku! Kamu tidak punya hak untuk menuduhnya.”
Anastasia menatap ayahnya dengan mata terbelalak, tidak percaya bahwa pria yang selama ini ia harap akan memperhatikannya bisa bersikap seperti itu. Tapi sebelum ia sempat merespons, Rhett mengangkat tangannya dan menampar wajah Anastasia dengan keras. Suara tamparan itu menggema di seluruh ruangan, membuat semua orang terdiam dalam keterkejutan.
Anastasia memegang pipinya yang sakit, air mata mengalir tanpa ia sadari. Ia tidak pernah menyangka ayahnya akan menyakitinya seperti ini. Dengan air mata menggenang di mata, ia menatap Maximilian yang berdiri di sampingnya, dan tiba-tiba, keputusan yang mendadak dan impulsif keluar dari mulutnya.
“Aku dan Max adalah suami istri!” katanya dengan suara tegas, meski ada getaran yang tak bisa ia sembunyikan.
Keheningan melanda ruangan itu. Semua orang memandang Anastasia dengan tatapan tidak percaya. Bahkan Maximilian sendiri tertegun, menatap Anastasia dengan mata membelalak. Tidak ada yang menyangka bahwa Anastasia akan mengatakan hal seperti itu, apalagi dengan keyakinan seperti itu.
“Anastasia, apa yang kamu katakan?” suara Rhett bergetar, jelas terkejut dengan pengakuan putrinya.
Anastasia menatap ayahnya dengan tatapan penuh determinasi. “Kami menikah secara diam-diam kemarin,” katanya, meski hatinya berdebar kencang. “Kami menikah karena cinta, dan aku tidak merasa perlu memberitahu kalian karena aku tahu kalian tidak akan mengerti.”
Elara tertawa sinis, memecah keheningan. “Kamu benar-benar putus asa, Anastasia. Berbohong seperti ini hanya untuk menyelamatkan reputasimu? Luar biasa. Kamu baru saja putus dan kamu mendadak menikah? Apa kamu melakukan kebohongan itu untuk menyelamatkan reputasimu yang sudah hancur?”
“Aku akan menunjukkannya, besok aku akan menunjukkan bahwa kami sudah sah sebagai suami istri!” balas Anastasia.
***
Anastasia gelisah luar biasa, hari sudah menjelang malam. Tapi tidak ada teman-temannya yang membantunya, bahkan semua panggilan darinya pun selalu ditolak mereka. Anastasia frustasi karena ia berjanji akan memberikan surat kalau ia dan Max sudah menikah.“Kenapa kamu tak tidur menjelang sore? Bahkan kamu tak makan sama sekali,” ucap Maximilan. Sebenarnya ia sudah tahu apa yang diinginkan perempuan itu dan ia juga sudah mengetahui masalah Anastasia yang saat ini tengah jadi topik hangat di negara ini, namun ia diam-diam tidak tahu karena ingin tahu apa yang akan dilakukan Anastasia.Anastasia menghela napas panjang, ia merasa frustasi dan ia menatap pria itu.“Max, kita harus menikah!”“Menikah? Kamu ingin menikah denganku?”Anastasia mengangguk, “Iya. Aku sudah terlanjur mengatakan pada mereka kalau kita ini sudah menikah. Bagaimana kalau kita menikah untuk beberapa waktu? Minimal dua tahun misalnya dan nanti kita bisa berpisah baik-baik?”Maximilian merasa apa yang dikatakan Anasta
***“Dia membantuku karena aku menyelamatkan hidupnya, dia hanya ingin membalas budi,” kata Maximilian.“Aku lupa kalau kamu seorang preman,” ucap Anastasia. Ia melihat wajah pria itu yang masih memar, “Aku akan memangil dokter ke sini, sekaligus memperkenalkanmu padanya. Dia sahabat baikku, tapi aku hanya ingin kontrak pernikahan kita ini tidak ada yang mengetahuinya. Kamu mengerti?”“Iya. Lakukan saja apa yang kamu mau,” balas Maximilian.“Dan juga meski kita sudah sah menjadi suami-istri, tapi semuanya ada batasannya, Max. Kita menikah karena perjanjian dan aku harap selama pernikahan kita tidak ada kontak fisik. Kamu pasti mengerti apa yang aku maksud, bukan?”“Kamu tidak mau kita terlibat kontak fisik karena aku hanya seorang pria miskin?” tanya Maximilian dengan sengaja.Anastasia menggelengkan kepalanya, “Aku tidak sembarangan disentuh pria manapuh, Max. Termasuk mantan kekasihku, aku tak pernah tidur dengannya meski dia selalu mencoba membujukku untuk menyerahkannya. Aku juga
***Anastasia berdiri di balik tirai tebal, mengamati deretan kursi yang dipenuhi oleh para wartawan di hadapannya. Cahaya lampu kilat dari kamera berkedip-kedip, seolah menyoroti setiap detik yang berlalu sebelum ia melangkah ke depan. Hari ini, ia akan mengungkapkan sesuatu yang telah lama jadi isu panas, tentangnya yang satu atap dengan pria asing dan beberapa terakhir ini selalu banyak berita buruk tentangnya.Lyra menepuk bahunya dengan lembut. "Sudah waktunya, Anastasia."Anastasia mengangguk, menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. "Baiklah, mari kita lakukan ini."Langkahnya mantap saat ia melangkah ke depan, menuju podium yang telah disiapkan di tengah panggung. Sorotan kamera langsung menyorotnya, dan suara gemuruh bisikan para wartawan bergema di ruangan itu. Dengan kepala tegak, Anastasia berdiri di hadapan mereka, sorot matanya tajam dan penuh keyakinan.Setelah memastikan semua orang memperhatikannya
***“Sayang, kamu sudah melihat konferensi pers Anastasia?” tanya Elora.Leon menggelengkan kepalanya, “Aku belum sempat karena kemarin seharian ada syuting, tapi semua kru maupun staff membicarakannya dan mengatakan kalau Anastasia melakukannya seorang diri, tanpa suaminya”Elora tertawa pelan, dan hatinya merasa puas. “Dan kamu tahu, Sayang. Kalau para wartawan tidak ada yang percaya padanya dan menganggap konferensi pers yang dilakukannya hanya upaya dia menarik simpati publik, tapi nyatanya semua orang menganggapnya sebagai wanita yang suka playing victim dan karier-nya tidak bisa diselamatkan.”“Dia memang pantas mendapatkannya, karma buruk sudah berlaku untuknya,” balas Leon.Elora tertawa dan ia memeluk Leon, “Akhirnya rencana lima tahun lalu bisa terwujud. Kita bisa mencapai puncak karier kita. Semua orang mendukung kita!”“Iya, aku juga tidak menyangka kalau saat ini popularitasku sangat naik dan bayarannya pun naik berkali-kali lipat. Kalau dulu aku tidak mengikuti saranmu,
***“Lepaskan!”Leon hanya tersenyum penuh kemenangan, menatap Anatasia dari bawah ke atas.“Leon,” ucap Anastasia dengan dingin, menatap pria itu tanpa menunjukkan sedikit pun emosi. “Lepaskan tanganku.”Namun, Leon tidak segera menuruti perintahnya. Sebaliknya, ia justru mempererat genggamannya, seolah menikmati perasaan menguasai Anastasia, meski hanya sebentar. Tatapannya meluncur lagi dari wajah Anastasia ke seluruh tubuhnya, dan ia menelan ludah, seolah sedang menahan diri.“Anastasia,” katanya pelan, tapi suaranya sarat dengan nada mengejek. “Aku tidak bisa tidak memperhatikan betapa cantiknya kau hari ini. Kau memang selalu mempesona.”Anastasia hanya menatapnya dengan tatapan dingin yang menusuk, tanpa sedikit pun tersenyum. “Lepaskan tanganku, Leon,” ulangnya dengan nada lebih tegas.Leon terdiam sejenak, lalu tertawa kecil sebelum mendekatkan wajahnya ke telinga Anastasia, membuat wanita itu merasakan napas hangatnya di kulitnya. “Aku bisa menyelamatkan kariermu, Anastasia.
***“Max, kamu sudah makan?” tanya Anastasia, ia tersenyum hambar. Masalah yang ia hadapi membuatnya tidak bisa berkonsentrasi, apalagi semua lagu yang ia ciptakan dari hati mendadak hilang. Hati siapa yang tidak patah?“Aku sudah makan tadi saat bersama kenalanku,” balas Maximilan. “Apakah kamu sudah makan?”“Hmm... bahkan aku melewati sarapan pagiku. Hari ini banyak hal yang aku selesaikan,” balas Anastasia. Ia langsung berbaring di atas sofa dan tak lama ia pun memejamkan matanya.Maximilian tertegun, ia melihat Anastasia dan tersenyum menatap wanita itu sembarangan tidur saja.“Apakah kamu selalu begini? Bahkan kamu terlalu percaya pada orang sampai semuanya begitu mudah mengkhianatimu, Anastasia,” gumam Maximilian.Maximilian duduk di kursi yang berada di sudut ruangan, memandang Anastasia yang tertidur lelap di sofa. Wajahnya yang biasanya penuh dengan semangat dan energi kini
“Anastasia...,” Maximilian berbisik.Anastasia terdiam, ia langsung tersenyum dengan kikuk, “A-aku mau tidur ke kamarku. Aku masih ngantuk, semalam malam,” ucapnya sambil berlari menuju ke kamarnya.Maximilian tersenyum, “Jika sedang malu, wajahnya seperti tomat,” gumamnya.Dan Anastasia melangkah ke dalam kamar dengan langkah yang terasa ringan, tetapi pikirannya justru dipenuhi oleh bayangan pria itu. Kejadian tadi berputar di kepalanya, terutama tatapan tajam Max yang begitu mendalam dan bagaimana sentuhan lembutnya ketika mencium jarinya yang terluka. Pikirannya terus berkecamuk, tidak bisa mengabaikan perasaan yang tiba-tiba muncul entah dari mana.Setelah menutup pintu kamar, Anastasia bersandar pada pintu dengan mata terpejam. Ia menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan pikirannya yang tersebar. Namun, bayangan Max terus menghantuinya, menolak untuk pergi. “Dia sangat tampan,” gumamnya pelan, seolah-olah kata-kata itu terlepas begitu saja tanpa bisa ia kendalikan.Anastasia
***“Kenapa mama sampai tahu kalau aku sudah kembali?” tanya Maximilian.“Saya juga terkejut saat Nyonya Selene meminta saya untuk jujur dan Nyonya Selene menunjukkan bukti yang akurat, sebuah foto Anda dan juga rekan Anda, Tuan,” balas Bryan.Maximilian menghela napas pendek, ia tidak mau kalau mamanya sampai tahu rencananya, apalagi jika mamanya tahu ia adalah suami dari Anastasia Noire. Jika Selene tahu pasti tambah runyam.“Kamu tidak mengatakan apapun tentang aku dan Anastasia, kan?” tanya Maximilian.“Tidak, Tuan. Saya hanya mengatakan kalau Anda sengaja memberi kejutan,” balas Bryan.“Jangan sampai mama dan papa tahu masalah penyamaranku ini,” ucap Maximilan. “Esok pagi aku akan pulang ke rumah, jika aku tidak di sana pasti mama akan melakukan hal yang aneh lagi, jiwa detektifnya di luar nalar dan aku tidak ingin rencanaku ini gagal. Kamu atur waktuku, Bryan. Aku ingin saat matahari terbenam sudah ada di apartemen Anastasia.”“Baik, Tuan. Saya akan mengatur semuanya,” balas Bry