"Hanya karena bau parfum murahanmu, bisa-bisanya aku kehilangan kendaliku. Memalukan!" kata-kata tersebut membuat pandangan Jonathan berubah terhadap Hazel, sekretarisnya yang sering ia sebut "Wanita Berkacamata Kuda". Jonathan seharusnya menjemput calon istrinya besok siang, tapi siapa sangka, segala berawal dari bau parfum buah persik Hazel, sekretarisnya. Mabuk dan tergoda, Jonathan terperangkap dalam hubungan terlarang dengan "Wanita Berkacamata Kuda" yang membuatnya terobsesi. Rahasia terlarang ini terus bersemi, tanpa sepengetahuan Natasya, calon istri Jonathan. Bagaimana hubungan Jonathan dan Hazel kedepannya? Apakah Jonathan akan memilih Natasya atau Hazel?
Lihat lebih banyak"Hazel, kau harus hadir dalam acara perusahaan malam ini," kata Jonathan Parker, pria itu tertunduk dengan tangan sibuk menekan keyboard. "Kau sebagai sekretarisku sudah bekerja selama dua tahun. Namun, kau tidak pernah berpartisipasi dalam acara perusahaan yang diselenggarakan. Jadi, malam ini, kau harus hadir."
Jonathan Parker, pria 30 tahun, merupakan seorang Presdir di perusahaan, Parker & Whitlock International Trade Inc. Merupakan perusahaan perdagangan global dari negara Eldoria yang terkenal dalam mengekspor barang-barang mewah dan mengimpor bahan baku berkualitas tinggi.Jonathan Parker, pria yang memiliki mata biru dingin dan sikap yang cuek. Bahkan, ia jarang menatap lawan jenisnya ketika sedang berbicara. Tidak heran, banyak karyawan mengatakan jika direktur mereka tidak menyukai wanita."Tapi, Tuan, sa-saya tidak biasa dengan acara seperti itu. Apalagi dengan keramaian," ucap Hazel, tampak ragu-ragu.Bagi wanita berkacamata tebal seperti Hazel Bennett yang berusia 24 tahun, acara pesta seperti itu merupakan neraka. Oh... Tidak. Lebih tepatnya, seperti sarang para orang-orang bejat. Dalam benak Hazel, pesta ucapan terima kasih kepada Karyawan yang diselenggarakan, hanya basa-basi untuk melakukan party seks."Aku tidak peduli dengan alasanmu." Lima kata yang keluar dari mulut atasannya, membuat Hazel menelan ludah."Tapi, Tuan Presdir, saya ada urusan malam ini. Acara seperti ini apakah harus membutuhkan sekretaris? Tolong, Tuan, saya benar-benar tidak bisa." Hazel mencoba mencari alasan.Tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer, Jonathan menjawab, "Hadir atau... Segera berikan surat pengunduran diri."Deg!Hazel tercengang, dia mendapatkan pekerjaan ini adalah sebuah peluang emas. Setelah lulus kuliah Administrasi Bisnis, Hazel harus menganggur selama lima bulan karena tidak ada perusahaan yang mau menerimanya. Dengan alasan, dia terlalu muda atau mungkin, karena penampilannya yang tidak menarik.Demi membiayai pengobatan ibunya yang sakit-sakitan, Hazel harus bekerja serabutan. Beruntung, ada teman Hazel yang datang menawarkan pekerjaan ini untuk menggantikan posisinya yang akan pindah ke luar negeri."Tu-Tuan, tolong, jangan... Sa-saya akan mencoba menghadiri pesta nanti malam," jawab Hazel terpaksa."Jawaban yang bagus.""Ada lagi yang ingin Tuan sampaikan?"Jonathan, dengan punggungnya yang tegap dan tangan yang terus menari di atas keyboard, menjawab, "Tidak ada. Pergilah."Hazel mengangguk mendengar jawaban atasannya. "Baik Tuan, saya permisi."Hazel memutar tubuh, berjalan keluar ruangan, langkah wanita itu terasa berat. Dia merasa seperti bidak pion dalam permainan catur, selalu bergerak sesuai perintah, tak pernah melawan."Aku bertahan bukan karena nyaman. Melainkan, aku sadar, mencari pekerjaan itu sulit. Dan pekerjaan yang aku dapatkan ini, cukup untuk menyambung hidupku dan hidup ibuku," gumam Hazel.***Malam hari...Tiba di mana acara pesta akan berlangsung. Pesta tersebut diadakan di Mansion Jonathan yang berdiri megah di tengah-tengah hutan dan kebun yang luas, bersinar terang, lampu-lampu dari ballroom di Mansion itu menembus kegelapan malam.Di dalam Ballroom, kristal-kristal di chandelier berkilauan, menciptakan tarian cahaya yang memantul di dinding-dinding marmer. Musik keras terdengar memekik telinga bagi siapa saja yang berada di dalam ballroom."Untuk apa aku di sini? Dan betapa bodohnya aku harus datang dengan penampilan seperti ini?! Come on, aku bahkan jijik dengan diriku sendiri ketika melihat wanita-wanita yang hadir di pesta ini begitu cantik dan menawan," gerutu Hazel kesal, saat ia datang hanya mengenakan pakaian formal seperti yang ia pakai pada saat bekerja.Hazel, wanita itu datang paling terakhir karena ia harus merekap beberapa laporan barang-barang yang masuk di perusahaan. Sampai-sampai, dirinya tidak sempat untuk berdandan. Selain itu, dia juga tidak bisa berdandan."Suasana yang mengerikan," gumam Hazel, dia merasa keringatnya kini sudah membanjiri tubuhnya.Sorot mata wanita itu liar mengamati orang-orang yang tengah berciuman dan ada juga yang terang-terangan saling menggoda satu sama lain.Di tengah keramaian dan gemerlap ballroom, Hazel merasa terasing. Musik yang keras dan riuh rendah percakapan seakan menjadi latar belakang yang samar bagi kegelisahannya."Hazel, kau terlihat seperti patung lilin yang siap meleleh."Mendengar suara itu, Hazel menoleh dan menemukan Jonathan Parker berdiri di sampingnya, dengan senyum sinis yang terpahat di wajah kokoh pria itu."Tuan Parker," balas Hazel dengan suara bergetar, "Saya hanya... tidak terbiasa dengan acara seperti ini. Kepalaku terasa pusing jika aku berada di tempat ramai."Jonathan mengangkat satu alisnya, menatap Hazel dengan tatapan yang sulit diartikan. Wajah Jonathan terlihat memerah diikuti bau Alkohol yang menguar dari tubuh Jonathan, bau alkohol itu mengalahkan wangi parfum mahal yang Jonathan gunakan."Apakah penting aku harus mendengarkan keluhanmu?" Ucap Jonathan sinis, melewati tubuh Hazel begitu saja.Hazel menarik napas dalam, membiarkan udara yang sesak itu mengisi paru-parunya. Dia menatap ke arah Jonathan yang sudah menjauh, punggung pria itu lurus, dan langkahnya pasti, seolah-olah dia adalah raja dari kerajaan ini, dan ballroom adalah takhtanya. Ya, dia adalah Jonathan Parker yang merupakan sebuah mahakarya dengan pahatan wajah yang sempurna."Yeah... I know, aku ini bodoh. Kenapa aku tidak menolak saja dengan alasan sedang diare mendadak? Aku berdiri di sini sama menyedihkannya dengan patung selamat datang," gerutu Hazel kesal.Seorang pelayan lewat, membawa nampan penuh dengan gelas sampanye yang berkilauan. Dengan cepat, Hazel segera menukar gelas wine-nya yang kosong dengan sampanye yang pelayan itu bawa."Setidaknya, aku bisa menenangkan pikiranku dengan ini," gumam Hazel, meneguk gesit isi dalam gelasnya."Nona, maaf, minuman itu pesanan dari tamu. Yang Nona minum itu adalah tequila.""Uhuk!"Mendengar jawaban pelayan tersebut, Hazel terbatuk. Pantas saja rasanya begitu pahit dan panas. Namun, minuman itu sudah tenang berada di dalam lambungnya."Maafkan aku. Aku pikir, isinya sama," kata Hazel, lalu meletakkan gelas yang sudah kosong itu kembali ke atas nampan.Tanpa menunggu respon dari pelayan, Hazel segera berlalu. Ingin mencari tempat sepi sekedar menenangkan diri. Namun, saat wanita itu melangkah, pandangannya mulai berdimensi, langkahnya mulai goyah."Apa yang terjadi? Kenapa aku seperti melayang?" Hazel kebingungan dengan kondisinya. Dia berusaha menstabilkan tubuhnya, menempelkan punggung pada dinding dingin yang terasa seperti oasis di tengah padang pasir saat perasaan aneh menyerangnya."Aww... Rasanya seperti aku sedang berada di dimensi lain."Kepala Hazel berputar, dan setiap langkah terasa seperti berjalan di atas awan. Dia menutup matanya sejenak, berharap sensasi melayang akan segera berlalu, tetapi suara riuh rendah dari ballroom hanya semakin memperkuat rasa pusing yang menghantam kepalanya."Oh... Tuhan, ada apa denganku?"Hazel melepaskan sepatunya dan kemudian melangkah terseok-seok. "Aku harus pergi dari sini sebelum sesuatu terjadi padaku." Kaki wanita itu terus melangkah.Hingga tanpa sadar, Hazel sudah tiba di taman belakang yang sepi dan hanya beberapa lampu taman bercahaya temaram yang berdiri di sekitar kolam."Haa... Ada kolam? Tapi..." Hazel mengangkat kaca matanya, mengucek-ngucek mata untuk meyakinkan jika di depan sana memang ada orang yang sedang berendam.Lambat laun, sosok itu berdiri lalu melangkah ke arah Hazel. Semakin dekat, sosok itu terlihat lebih jelas dan... Dan, sosok itu tidak memakai apa-apa. Bentuk tubuh pria itu layaknya sebuah patung artefak langka.Hazel pun panik melihat pemandangan tersebut, mungkin saja ia akan mimisan atau pura-pura pingsan saja saat sosok itu sudah berdiri di hadapannya."Haaa... Tuan, tolong, anu... Itu, aduh... Cacing berotot Anda tolong dikonfirmasi—Ah... Maksud saya, diamankan—hummpp!" Suara Hazel terhenti ketika Jonathan melahap bibirnya.Pagi yang sepi di kota kecil, Carl meninggalkan penginapan dengan misi yang jelas: menemukan Victor, satu-satunya orang yang bisa memberi mereka informasi penting tentang Tuan Lucas. Jonathan, Hazel, dan Amy menunggu dengan cemas, waktu terasa semakin menipis sementara ancaman dari Tuan Lucas terus membayangi.Beberapa jam kemudian, Carl kembali dengan wajah penuh ketegangan namun membawa kabar baik.“Aku menemukannya,” kata Carl, suaranya tenang tapi bersemangat. “Victor setuju untuk bertemu kita malam ini, di sebuah gudang tua di luar kota.”Jonathan mengangguk cepat. “Bagus. Ini kesempatan kita untuk mengetahui kelemahan Tuan Lucas dan menghentikannya.”---Di Gudang TuaMalam tiba dengan suasana tegang. Gudang tua di luar kota tampak gelap dan terisolasi. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy memasuki tempat itu dengan hati-hati. Di dalam, seorang pria paruh baya dengan wajah penuh bekas luka, berdiri di sudut ruangan—Victor.“Aku tahu siapa yang kalian lawan,” kata Victor, suaranya sera
Malam semakin larut. Cahaya redup dari lampu-lampu jalan di kota kecil memberikan sedikit rasa tenang bagi Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy. Mereka duduk di bawah pohon besar di tepi jalan kota, berusaha mengatur napas setelah pelarian panjang dan penuh bahaya. Meski mereka telah mencapai tempat yang terasa lebih aman, bayang-bayang ancaman masih membayangi pikiran mereka."Apakah kita benar-benar aman sekarang, Jonathan?" bisik Hazel, suaranya lelah.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan penuh kepedulian. “Untuk sekarang, kita aman. Tapi kita harus tetap waspada. Kota kecil ini memang terpencil, tapi kemungkinan mereka menemukan kita tetap ada.”Amy, yang duduk di samping Hazel, meremas tangan putrinya dengan lembut. “Kita sudah sejauh ini, Hazel. Jangan biarkan rasa takut menguasaimu.”Carl yang terus memeriksa keadaan sekitar, berbicara dengan nada serius, “Aku setuju dengan Anda, Tuan. Mereka mungkin akan terus mencari kita. Tapi untuk saat ini, kota ini bisa menjadi tempat persembu
Malam semakin larut saat Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy terus melangkah menuruni gunung. Udara dingin menusuk kulit, namun mereka tidak punya pilihan selain terus bergerak. Meskipun wajah-wajah mereka sudah memancarkan kelelahan yang nyata, semangat untuk bertahan hidup tetap menyala.Jonathan menoleh ke arah Hazel yang berjalan di sampingnya, wajahnya penuh perhatian. "Bagaimana keadaanmu? Apa kau masih bisa bertahan?" bisiknya, mencoba memastikan bahwa Hazel tetap kuat.Hazel menatap Jonathan dengan mata yang lelah. "Aku bisa, Jonathan. Aku tidak akan menyerah sekarang," jawabnya dengan suara yang gemetar namun tegas.Jonathan tersenyum kecil, merasakan semangat Hazel yang perlahan kembali. "Kita hampir sampai, Hazel. Kota itu ada di balik gunung ini. Kita hanya perlu bertahan sedikit lagi."Di sampingnya, Carl berjalan dengan hati-hati. "Jalur ini aman untuk sekarang, tapi kita harus tetap waspada. Mereka pasti masih mengejar kita," katanya, pandangannya terus menyapu sekitar.Amy,
Di dasar lembah, Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy berdiri terengah-engah di tepi sungai yang deras. Napas mereka berat setelah pelarian panjang, dan di atas lembah, anak buah Tuan Lucas telah siap dengan senjata terarah, mengepung kelompok yang mencoba melarikan diri."Berhenti! Kalian tidak akan bisa pergi lebih jauh! Serahkan diri kalian sekarang!" teriak salah satu anak buah, suaranya menggema di udara malam yang dingin.Jonathan menatap Hazel di sampingnya. Wajah Jonathan dipenuhi kelelahan. Di belakang mereka, sungai menderu, sementara di depan mereka, ancaman senjata terus mendekat. Carl dan Amy berdiri di sisi lain, sama-sama menyadari bahwa mereka telah mencapai titik kritis.Jonathan berbisik kepada Hazel, suaranya lembut namun penuh tekad. "Aku tidak akan membiarkan mereka menangkapmu, Hazel. Apa pun yang terjadi, kita harus terus bergerak. Dan seandainya kita mati, kita harus mati berdua!" ucap Jonathan. "Jo, apakah kamu tidak menyerah saja? Pergilah bersama Natasya. Aku...
Malam semakin larut, dan suasana semakin mencekam di dalam rumah kecil itu. Jonathan, Hazel, Carl, dan Amy bergerak cepat, berkemas untuk pelarian yang semakin mendesak. Mereka tahu waktu mereka terbatas—ancaman dari Tuan Lucas semakin mendekat.Hazel berbisik pelan, suaranya penuh ketakutan. "Jonathan, bagaimana kalau kita tidak bisa keluar tepat waktu? Bagaimana kalau mereka mengepung kita?"Jonathan menatap Hazel dengan penuh keyakinan, meski hatinya juga dipenuhi kecemasan. "Kita akan keluar, Hazel. Carl tahu jalan rahasia, dan kita harus percaya bahwa ini akan berhasil."Carl, yang tengah memeriksa jalur di peta kecilnya, berdiri di dekat mereka. "Ada jalur di sebelah timur desa, jalur yang hampir tak pernah dilalui. Dari sana, kita bisa menuju lembah yang akan membawa kita keluar dari sini. Tapi kita harus cepat."Amy, dengan wajah pucat karena kelelahan, menatap Carl. "Apakah kita punya cukup waktu? Apa mereka sudah dekat?"Carl mengangguk pelan, nada suaranya serius. "Jika kit
Pagi yang cerah di desa kecil itu memberikan kedamaian sementara bagi Hazel, Jonathan, Carl, dan Amy. Setelah pelarian panjang dan penuh bahaya, akhirnya mereka bisa berkumpul kembali. Namun, meski mereka merasa sedikit lega, Jonathan tahu bahwa bahaya masih mengintai. Keluarga Carlos dan Lucas tidak akan berhenti sampai menemukan apa yang mereka cari.Di dalam rumah kecil, Hazel duduk di samping Amy yang masih terlihat lelah. Sementara Carl, bersandar di dinding, mengamati keadaan sekitar dengan waspada. Meski suasana tenang, ada ketegangan yang terasa semakin berat, seolah ancaman itu menggantung di atas mereka.Hazel menatap ibunya. "Ibu, bagaimana perasaanmu? Apa sudah lebih baik?"Amy tersenyum kecil meski rasa sakit masih terasa di tubuhnya. "Ibu akan baik-baik saja, Hazel. Jangan khawatir tentang Ibu. Yang penting, kita semua masih bersama."Hazel menggenggam tangan ibunya erat-erat. "Aku tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih padamu, Bu. Ibu sudah melakukan segalanya unt
Di desa terpencil yang kini menjadi tempat persembunyian Hazel dan Jonathan, pagi yang tenang membawa sedikit kedamaian setelah pelarian panjang. Matahari pagi mulai menghangatkan desa, tetapi Hazel masih tenggelam dalam kekhawatiran. Pikirannya tak henti-henti memikirkan ibunya, Amy, dan Carl yang mungkin masih bertarung di luar sana.Hazel duduk di depan rumah kecil yang mereka tinggali sementara, memandang hampa ke arah pepohonan yang bergerak pelan di kejauhan. Jonathan, yang duduk di sampingnya, meraih tangan Hazel, menggenggamnya erat.“Kita aman di sini, Hazel,” ujar Jonathan lembut. “Mereka takkan menemukan kita. Kamu harus percaya.”Hazel menunduk, menatap tanah di bawah kakinya. “Aku tahu, Jonathan. Tapi Ibu? Bagaimana dengan Carl? Aku tidak bisa berhenti memikirkan mereka. Bagaimana nasib mereka setelah kita pergi?”Jonathan menghela napas panjang, mencoba meredam kekhawatirannya sendiri. “Hazel, ibumu dan Carl kuat. Kita harus percaya mereka selamat. Kita sudah melakukan y
Sinar matahari perlahan mulai menembus celah-celah pepohonan, menyinari hutan yang baru saja mereka tinggalkan. Di puncak bukit kecil, Jonathan dan Hazel berdiri terdiam, menatap perbatasan kota yang akhirnya mereka capai setelah pelarian panjang dan berbahaya.Meski matahari menghangatkan kulit mereka, hati keduanya masih diselimuti kecemasan. Pikiran Hazel terus terbayang pada nasib Carl dan Amy, yang terjebak dalam arus sungai yang deras."Jonathan," suara Hazel terdengar bergetar, "bagaimana kalau mereka tidak berhasil keluar dari sungai?"Jonathan menoleh, menatap Hazel dengan penuh kelembutan. Dia tahu betul betapa besar kekhawatiran gadis itu. Meski mereka telah selamat, perasaan bersalah karena meninggalkan Carl dan Amy menghantui mereka berdua."Hazel," suara Jonathan tenang, tegas, "Carl dan ibumu adalah orang-orang yang tangguh. Kalau ada yang bisa bertahan, itu pasti mereka."Hazel menatapnya dengan air mata yang menggenang, tetapi tetap ada ketakutan yang dalam di matanya
Dari balik pepohonan, muncul sosok yang familiar. "Carl?" kata Jonathan dengan kaget.Carl tersenyum lega. "Syukurlah aku menemukan kalian."Hazel berdiri. "Bagaimana bisa kamu di sini? Bukankah kamu seharusnya di rumah?"Carl menggeleng. "Setelah memastikan mereka pergi, aku menyusul kalian. Aku tahu kalian akan menuju hutan."Jonathan menatapnya dengan serius. "Apakah kamu diikuti?"Carl mengangkat tangan. "Tenang, aku memastikan tidak ada yang mengikutiku, Tuan."Hazel menghela napas. "Apa rencanamu sekarang, Carl?"Carl menatap keduanya. "Ada jalur rahasia di hutan ini yang akan membawa kalian keluar dari kota tanpa terdeteksi."Jonathan mengerutkan kening. "Kenapa kamu tidak memberitahu kami sejak awal?"Carl tersenyum tipis. "Tidak ada waktu tadi. Lagipula, aku harus memastikan jalurnya aman, Tuan."Hazel memegang tangan Carl. "Terima kasih. Kamu telah melakukan banyak untuk kami."Carl mengangguk. "Ayo, kita harus bergerak sebelum fajar."Mereka bertiga melanjutkan perjalanan,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen