"Mereka semua, apakah mereka itu manusia atau sekumpulan monster? Mengapa tidak ada sedikitpun empati dalam diri mereka? Sungguh gila! Hati nurani mereka sudah dimakan oleh ego dan ambisi!" Kesal Hazel, suaranya penuh dengan kekecewaan. Wanita berkacamata itu terus menggerutu saat langkahnya melangkah di antara pepohonan yang rindang.
Hazel berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri di tengah hutan yang sunyi. "Ya Tuhan, penglihatanku mulai kabur," keluhnya pelan, mencoba meraih napas segar sebanyak mungkin.Namun, kelelahan, dahaga, dan lapar yang melanda tak kunjung reda. Hazel kembali menatap langit, mencari kekuatan dalam hembusan angin yang lembut. Seketika, dunia berputar di sekelilingnya, dan gelombang pusing menyergapnya dengan tiba-tiba."Ini adalah akhir dariku, aku akan mati di sini," gumam Hazel, suaranya hampir tak terdengar di antara gemuruh alam yang memayungi hutan kediaman Parker.Langit yang cerah tiba-tiba berubah kabur, suara-suara di sekitarnya bergema samar, seolah jauh di kejauhan. Detak jantung Hazel berdegup semakin cepat, kenyataan yang ada sudah mulai memudar di hadapannya."Tuan Jonathan... Kau memang iblis bertopeng manusia. Tidak bisakah para karyawanmu membantuku?" suaranya terdengar rapuh, seakan-akan terdengar dari dalam sumur yang dalam.Kaki Hazel gemetar, tanah di bawahnya seolah bergerak tak menentu. Ia berjuang untuk tetap tegak, namun tubuhnya tak lagi mendengarkan perintah. Segalanya berputar di sekelilingnya, dan Hazel merasa seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Tolong..." seruannya hampir tak terdengar saat ia jatuh ke depan, tangan terulur mencari pegangan yang tak ada.Bruk!Hazel jatuh, tubuhnya terhempas lembut namun tak berdaya di atas paving blok. Dunia menjadi gelap, suara-suara bergema menjadi bisikan yang tak terdengar. Hazel tak sadarkan diri karena kelelahan yang melanda.***"Silakan, Tuan, kita sudah sampai." Carl membuka pintu mobil saat mereka tiba di bandara siang ini.Jonathan melangkah keluar dari mobil. Jasnya yang mahal terlihat sempurna, tak ada lipatan yang terlihat, dan matanya yang biru memantulkan langit cerah siang itu.“Terima kasih, Carl,” ucap Jonathan dengan nada yang mengandung otoritas.Cahaya matahari menembus kaca bandara, menciptakan aura yang hampir sakral saat Jonathan melangkah melewati pintu kedatangan dengan sebuket bunga yang ia genggam. Dia memindai kerumunan, matanya tertuju pada satu sosok yang menonjol di antara lautan manusia.Natasya, yang kini menyandang nama Nyonya Collins, berdiri dengan postur yang menggambarkan keanggunan dan kekuasaan. Gaunnya, sederhana namun elegan, adalah pilihan yang disengaja untuk tidak menarik perhatian."Selamat siang, Nyonya Collins, dan selamat datang di Eldoria," sapa Jonathan dengan suara yang terdengar hangat sambil menyerahkan buket bunga yang ia bawa.Ya, buket bunga eksotis yang harganya bisa mencukupi kebutuhan sebuah keluarga selama sebulan itu ia berikan kepada calon istrinya.Natasya menoleh, lalu tersenyum. Ia menerima buket itu dari calon suaminya. "Terima kasih, Tuan Parker, Anda terlalu bermurah hati," balasnya, "Tentu perjalananmu menuju bandara pasti melelahkan. Mari kita tidak pernah membuang waktu," sambung Natasya."Tidak masalah untuk membuat Nyonya Collins merasa aman.""Anda terlalu berlebihan, Tuan Parker.""Silakan." Jonathan mempersilahkan.Natasya tersenyum, mereka berdua pun berjalan beriringan, langkah Jonathan dan Natasya begitu sinkron dalam ritme yang telah mereka latih. Di antara sorotan mata penumpang lain dan desas-desus bandara, mereka berdua adalah gambaran sempurna dari pasangan yang berkelas dan terkendali.Demi menghadiri undangan ibunda Jonathan, Nyonya Catarina Parker, Natasya harus menggunakan maskapai pemerintah. Kini, dengan langkah yang ringan namun penuh arti, Jonathan dan Natasya berjalan menuju mobil yang telah menunggu.Jonathan membuka pintu untuk Natasya, matanya bersinar dengan kekaguman yang dipalsukan. "Silakan. Setelah hari ini, seluruh kota akan berbicara tentang Nyonya Collins yang memesona," ujar Jonathan dengan suara yang lembut, seolah-olah setiap kata adalah sebuah pujian.Natasya memasuki mobil dengan anggun, menoleh ke Jonathan dengan senyum yang manis. "Dan mereka akan iri dengan Tuan Parker yang beruntung," balasnya.Mereka duduk bersebelahan. "Karena kita adalah pasangan yang sempurna, bukan?" bisik Jonathan, tangannya menyentuh tangan Natasya.Natasya menggenggam tangan Jonathan, menatap pria itu sambil tersenyum. "Apakah ada pasangan yang sesempurna seperti kita?"Jonathan tersenyum, mencium lembut punggung tangan Natasya. "Kita adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan," ucapnya.Tidak ada orang yang tahu seperti apa Jonathan. Orang hanya mengetahui jika Jonathan adalah direktur yang tertutup dan juga tidak dekat dengan wanita manapun. Dia misterius. Semua yang ia lakukan hanyalah mengambil peran yang terlihat sempurna tanpa cela."Oh, Tuan Parker, kau sungguh manis," kata Natasya tersipu malu."Itu karena kau adalah calon istriku. Tentu saja aku harus berlaku manis. Bukan kah semua pasangan begitu, Nyonya Collins?"Natasya hanya tersenyum lalu mengangguk mengiyakan menanggapi ucapan Jonathan.Kini matahari mulai tergelincir perlahan ke peraduannya, menutup hari dengan semburat merah dan emas. Di dalam mobil yang melaju menuju mansion, suasana hening hanya diisi oleh suara mesin yang berdengung lembut.Natasya, yang duduk dengan tenang di samping Jonathan, memandang keluar jendela, matanya menyapu pemandangan yang berlalu tanpa benar-benar melihatnya.Tiba-tiba, ponsel Jonathan mengeluarkan bunyi notifikasi. Bunyi itu sontak membuat Natasya menoleh. "Maaf," kata Jonathan yang kemudian mengeluarkan ponselnya dengan gerakan yang tergesa-gesa. "Ini dari kantor," jelasnya, suaranya terdengar serius, berbeda dari nada hangat yang ia gunakan sebelumnya.Natasya hanya mengangguk, membiarkan Jonathan menangani urusan bisnisnya. Dia tahu bahwa di balik fasad yang mereka bangun, ada dunia yang penuh dengan intrik dan kekuasaan yang tidak bisa diabaikan, bahkan untuk sesaat.Jonathan membaca pesan itu. "Tuan, nona Hazel jatuh pingsan." Pesan yang Jonathan dapatkan dari kediamannya.Natasya memperhatikan ekspresi wajah Jonathan yang tiba-tiba serius. "Apakah semuanya baik-baik saja, Tuan Parker?" tanyanya dengan nada khawatir.Jonathan menatap Natasya sejenak, mencoba menyembunyikan kegelisahan di balik senyumnya yang tenang. "Hanya masalah kecil, Nyonya Collins," jawabnya singkat. "Semua baik-baik saja," lanjut Jonathan, berusaha meyakinkan Natasya.Natasya mengangguk. "Baiklah, jika begitu," kata Natasya.Jari-jari Jonathan mulai menari di atas layar ponselnya. "Biarkan saja dia. Jika ada yang menyentuh wanita itu, kalian akan tahu akibatnya," balas Jonathan.Jonathan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jas yang ia kenakan. Pria yang selalu tampak tenang.Jonathan, seorang pewaris yang selalu mematuhi peraturan keluarga. Dirinya harus menjaga kesan yang selalu sempurna di depan publik. Namun, dibalik sikap tenang Jonathan dan keanggunan yang dimilikinya, terdapat lapisan-lapisan misteri yang tak terungkap."Kita akan segera sampai, Nyonya Collins," ucap Jonathan membuyarkan keheningan di dalam mobil.Natasya merasa ada yang tidak beres. Ekspresi Jonathan terlihat berbeda, dan pesan dari kantor yang tiba-tiba membuat hatinya gelisah. Namun, dia memilih untuk mempercayai Jonathan."Aku sungguh tidak sabar ingin bertemu dengan Bibi Catarina ketika tiba di kediamanmu.""Ibuku tidak berada di kediamanku. Namun beliau akan tiba besok."Tak lama setelah itu, mobil mewah itu berhenti dengan halus di depan mansion megah yang berdiri tegak di tengah hutan.Jonathan turun lebih dulu, ia membuka pintu mobil dan menawarkan tangannya kepada Natasya. "Selamat datang di kediamanku, Nyonya Collins," ucapnya dengan senyum yang hangat.Natasya menerima bantuan Jonathan dan melangkah keluar dari mobil. Dia menatap mansion yang megah di depannya, terpesona oleh keindahan dan kemegahannya. "Rumahmu sangat indah, Tuan Parker," ucapnya dengan suara yang penuh kagum.Jonathan tersenyum, merasa bangga dengan pujian Natasya. "Terima kasih, Nyonya Collins. Aku berharap Anda merasa nyaman selama di sini," balasnya.Mereka berjalan masuk ke dalam mansion, disambut oleh para pelayan yang sudah menunggu di pintu masuk. "Silahkan, Nyonya Collins," ucap Jonathan, mempersilahkan Natasya masuk terlebih dahulu.Para pelayan bergegas melayani Natasya, menunjukkan jalan dan membantu membawa barang-barangnya.Sementara itu, Jonathan berpamitan. "Mohon maaf, Nyonya Collins. Ada urusan yang harus aku selesaikan. Aku akan kembali setelah urusanku selesai," ucapnya."Dasar wanita bodoh. Jika kamu tidak melarikan diri, hal ini tidak terjadi kepadamu." Jonathan menatap wanita yang terkapar di atas paving blok. Mata birunya dapat melihat wajah Hazel yang memucat, tidak ada darah yang mengalir di wajah wanita yang terkapar itu. Tubuh Hazel seakan membeku menyatu dengan udara hutan Mansion Parker. Tidak ada yang menolong wanita itu. Sebab tidak ada juga yang berani membangkang perintah Jonathan. Jonathan berjongkok, ia kemudian meraih tubuh Hazel dalam gendongannya. Bagi orang normal, hal pertama ketika melihat orang pingsan tentunya akan panik, lalu mengecek suhu tubuh orang tersebut. Apakah dia baik-baik saja? Atau, terjadi sesuatu? Akan tetapi, tidak dengan Jhonatan. Wajahnya datar saja. Tidak ada rasa khawatir di wajah pria tanpa ekspresi itu. "Merepotkan!" Jonathan membawa tubuh itu ke dalam Mansion. Di dalam, lampu-lampu kristal berpendar redup, memantulkan cahaya pada wajah-wajah patung yang terpahat tanpa emosi. Jonathan melewati mereka
“Sudahlah. Mungkin aku harus mengumpulkan ekstra kesabaranku. Siapa tahu, Tuan Jonathan bisa berbaik hati jika aku menjadi pekerja yang patuh. Dan membiarkanku pulang,” ucap Hazel pelan. Hazel memalingkan pandangannya, netra matanya yang hijau menangkap pakaian kerja yang telah disiapkan di ujung tempat tidur dimana Hazel berada, Hazel melihat ada satu blouse putih dan rok hitam berkualitas terpampang dengan rapi di sana.“Aku isi perutku terlebih dahulu. Bisa-bisa aku jatuh pingsan seperti kemarin. Ya, apalagi aku memiliki atasan yang tidak punya otak seperti Jonathan.” Hazel meraih nampan dan mulai melahap beberapa menu sarapannya. Sementara Jonathan, turun menuju ke arah meja makan. Meja makan itu terlihat seperti meja makan para bangsawan. Dominan warna emas dan ukiran-ukiran yang rumit menghiasi setiap sisinya. Di kediamannya, Jonathan bagaikan seorang Grand Duke. Sementara di perusahaan, dia adalah Presdir dengan julukan si wajah datar. Di meja makan itu, Natasya sudah menungg
“Tuan, apa hubungannya dengan ibuku? Apa yang sebenarnya Tuan inginkan dariku? Kenapa ibuku harus ikut terseret dalam masalahku?” tanya Hazel dengan suara bergetar. Wanita berkacamata itu menatap nanar. Sorot yang diberikan Jonathan membuat Hazel merasa gemetar. Hazel tahu bahwa Jonathan tidak main-main, dan kekuasaannya bisa membuat hidupnya menjadi neraka jika dia tidak patuh.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan dingin yang membuat wanita itu semakin gemetar. Hazel dapat merasakan tekanan dari kehadiran Jonathan, ia merasa seperti dalam pengawasan yang ketat.Jonathan meraih dagu wanita itu, menatap lekat membuat Hazel benar-benar terpasung. “Karena aku tertarik denganmu. Dengan begitu, aku ingin melakukan perjanjian denganmu,” desis Jonathan. Deg!Hazel merasa dadanya terasa sesak, merasakan uap yang keluar dari mulut Jonathan adalah sebuah tekanan yang luar biasa."Perjanjian apa yang Anda maksud, Tuan Jonathan?" tanya Hazel dengan suara bergetar.Jonathan tersenyum sinis, seol
“Oh maaf, tidak ada apa-apa. Aku pikir yang berada di dalam kabin ini sekertaris dari Tuan Presdir,” kata Natasya. Wanita itu sempat malu karena yang keluar dari bilik toilet tersebut adalah karyawan yang lain. Bukan yang ia cari.“Saya lumayan lama, Nyonya. Di dalam sini. Tapi ... saya tidak melihat Sekertaris Tuan Presdir,” jawab Karyawan itu. Natasya tersenyum canggung. “Ah… baiklah, terima kasih.” wanita itu pun bergegas keluar dari toilet. Ketika melangkah menuju ke ruangan Jonathan, pikirannya hanya tertuju dengan bau parfum yang masih membekas. ‘Parfum yang dipakai Jonathan tentu eksklusif. Tidak mungkin ada yang menyamakan bau parfumnya.’ pikir Natasya.Natasya kemudian memasuki ruangan Jonathan, dengan wajah sembab dan mata yang sedikit merah. Jonathan yang sedang duduk di belakang meja kerja kekuasaannya menatap Natasya dengan tatapan khawatir."Nyonya Collins, kamu baik-baik saja?" tanya Jonathan dengan nada suara yang penuh kekhawatiran."Oh, aku baik-baik saja, Tuan Pa
“Natasya?! Oh, Dear. Kamu akhirnya tiba!” Nyonya Catarina menyambut kedatangan Natasya saat calon menantunya itu tiba di kediaman Parker.Natasya dengan senyum yang ramah pun memeluk Ibunda Jonathan. “Halo, Bibi, apakah Anda sehat?” tanya Natasya ramah.“Tentu, sayang. Ayo, kita minum teh. Aku ingin mendengar bagaimana kehidupanmu,” ajak Nyonya besar Parker.Dua wanita muda dan sepuh itu melangkah, merangkul satu sama lain. Sementara Jonathan sudah terbiasa dengan pemandangan tersebut karena Natasya di keluarganya, memang diperlakukan layaknya seorang ratu.“Tuan, Tuan Hubert dari Visionary Innovations, Inc. Sudah menunggu Anda di gazebo taman belakang, Tuan,” lapor Jose, sang kepala pelayan.Tanpa menjawab, Jonathan melepaskan jubah jas yang ia kenakan. Jose dengan cepat meraih jubah tersebut. Jonathan melangkah ke arah gazebo hanya dengan menggunakan kemeja putih beserta rompi dan dasi hitam. Dia tampak begitu gagah dan elegan.Sementara itu, Natasya dan Nyonya Catarina sudah duduk d
"Hazel! Oh, Sayang!" sang ibu berteriak, Amy merangkak cepat melihat tubuh Hazel akan jatuh menghantam lantai. Hazel merasa seolah dunia berputar saat botol minuman keras itu pecah di sisi kepalanya. Hazel merasa cairan merah yang terasa hangat itu mulai mengalir turun ke wajahnya.Bram, ayah tirinya, berdiri menatap Hazel dengan senyum mengerikan di wajah pria itu. "Itulah yang kau dapatkan jika berani melawanku, anak sialan!" Bram berteriak dengan suara keras, seolah mengejek Hazel yang terbaring lemah di lantai yang sudah bersimbah darah.Amy menatap Bram dengan mata memerah, tangan wanita itu memegangi kepala Hazel. "Bajingan kau, Bram! Demi Tuhan, jika aku tahu kau pria seperti ini, aku tidak akan sudi menikah denganmu! Pergi kau dari sini! Jangan pernah menampakkan wajahmu lagi!" sembur Amy, dia murka dan marah.Bram hanya tertawa mengejek. "Ini peringatan untuk kalian! Jangan pernah berani melawanku lagi, paham?!" Bram berteriak sebelum akhirnya, pria bengis itu melangkah kelua
“Pesta musim semi, kita akan pergi dan merayakan karnaval di pusat kota, Hazel. Kamu bisa melihat warna-warni lampu yang berkelap-kelip, menari mengikuti irama musik yang memenuhi udara. Aroma kue dan permen kapas bercampur dengan tawa riang pengunjung yang berpakaian cerah. Kamu akan menyukainya," kata ayah Hazel. Mata Hazel berbinar, bibir tipis merah muda itu tersenyum lebar. “Wah, benarkah, Ayah? Apakah aku dapat menari?” tanya Hazel antusias. Ayah Hazel mengangguk dengan senyum penuh kasih. “Tentu. Kamu akan terlihat seperti bintang kecil yang bersinar di tengah keramaian," jawab ayahnya, sambil mengelus lembut kepala Hazel dengan penuh kasih. "Kamu akan menjadi pusat perhatian dengan langkah kakimu yang lincah."Hazel melompat kegirangan, membayangkan dirinya berputar dan meliuk-liuk di antara kerumunan orang, lampu-lampu berwarna yang berpendar di sekelilingnya, musik yang mengalun membuat kakinya seolah-olah tidak bisa berhenti menari. "Aku akan menari sampai pagi, Ayah!" se
"Apakah Hazel hari ini tidak masuk kantor?" Mike sudah berdiri di pantry perusahaan sejak 20 menit yang lalu, pria itu terus melirik jam di pergelangan tangannya dengan gelisah menunggu kehadiran Hazel. Biasanya, wanita berkacamata itu akan datang membuat kopi. Namun, sampai jam makan siang berakhir, Mike tidak melihat keberadaan Hazel. "Apa mungkin dia sakit? Tadi malam, wajahnya terlihat pucat," pikir Mike. "Oh... Sampai-sampai, pak presdir juga mencari keberadaannya. Pasti terjadi sesuatu dengan Hazel," sambung Mike bergumam. Setelah pria itu mengambil kopi di mesin otomatis pembuat kopi, Mike pun meraih ponselnya, mencoba menghubungi Hazel. Dia melangkah dengan satu tangan memegang cup minum, dan satunya lagi menempelkan ponsel di telinganya. "Mike..." seorang wanita berbadan sintal, dia adalah Miya, berlari menghampiri Mike. "Kau pasti mencari Hazel? Sepertinya, kau menyukai wanita itu," kata Miya langsung tanpa basa-basi. "Puft..." Mike tersendat, hampir saja ia menyemburka