"Apakah Hazel hari ini tidak masuk kantor?" Mike sudah berdiri di pantry perusahaan sejak 20 menit yang lalu, pria itu terus melirik jam di pergelangan tangannya dengan gelisah menunggu kehadiran Hazel. Biasanya, wanita berkacamata itu akan datang membuat kopi. Namun, sampai jam makan siang berakhir, Mike tidak melihat keberadaan Hazel. "Apa mungkin dia sakit? Tadi malam, wajahnya terlihat pucat," pikir Mike. "Oh... Sampai-sampai, pak presdir juga mencari keberadaannya. Pasti terjadi sesuatu dengan Hazel," sambung Mike bergumam. Setelah pria itu mengambil kopi di mesin otomatis pembuat kopi, Mike pun meraih ponselnya, mencoba menghubungi Hazel. Dia melangkah dengan satu tangan memegang cup minum, dan satunya lagi menempelkan ponsel di telinganya. "Mike..." seorang wanita berbadan sintal, dia adalah Miya, berlari menghampiri Mike. "Kau pasti mencari Hazel? Sepertinya, kau menyukai wanita itu," kata Miya langsung tanpa basa-basi. "Puft..." Mike tersendat, hampir saja ia menyemburka
"Tidak! Sa-saya bukan boneka maupun pelacur, Tuan! Kenapa Tuan memperlakukan saya seperti saya ini bukan manusia? Saya ini makhluk hidup, saya punya perasaan dan juga hati! Saya tidak mau melayani Tuan!" pekik Hazel dengan tegas.Bukannya berhenti, Jonathan yang melihat penolakan dari Hazel membuat dirinya tertantang untuk terus mempermainkan tubuh sekretarisnya itu dengan sesuka hati. "Kau tidak bisa menolakku, Hazel . Aku memerlukanmu dan aku akan mendapatkan apa yang kuinginkan. Seharusnya kau berpikir, tanda tangan artinya menerima," ucap Jonathan dengan suara parau.Seperti seekor kupu-kupu yang terperangkap dalam jaring laba-laba, Hazel merasa terjebak dalam hubungan terlarang dengan sang atasan. Obsesi Jonathan yang penuh gairah membuat Hazel terbelenggu dan terjerat dalam gairah tanpa pengampunan.Jonathan kembali merangkul tubuh Hazel. Namun Hazel mencoba mengelak, mendorong tubuh Jonathan. "Tuan... Lepas, saya tidak bisa, Tuan! Tolong, kepala saya masih sangat sakit. Ahhh …
“Ini kompensasi untukmu. Simpan kartu ini baik-baik. Dan belilah beberapa pakaian untuk dirimu sendiri. Aku tidak ingin memiliki sekertaris kucel seperti dirimu,” kata Jonathan memberikan sebuah card kepada Hazel. Hazel mencengkram seprei di atas bed pasien itu. Merasa begitu terhina ketika dirinya dianggap seperti seorang pelacur. “Tuan, tolong simpan saja. Aku tidak ingin menerimanya. Aku bukan pelacur —”Tok, tok, tok! Lagi-lagi suara ketukan pintu itu terdengar. Membuat kepala Hazel menegang, wanita itu dengan cepat meraih pakaiannya lalu mengenakannya dengan tergesa-gesa.“Jika kau berpikir begitu, ya terserah. Aku hanya ingin berbaik hati. Jika kamu menolak, ya sudah!” Jonathan merapikan penampilannya saat dirinya baru selesai bercocok tanam. Ingin sekali Hazel memukul wajah angkuh atasannya dengan tiang infus saat Jonathan menyamakan dirinya sama seperti wanita-wanita penjaja tubuh.Namun, dia tidak punya keberanian. Hazel hanya membuang napasnya berulang kali mengusir rasa
“Tuan Parker, anda dari mana saja? Aku menunggumu cukup lama!” sambut Natasya.Jonathan dengan wajah yang lelah melewati tubuh calon istrinya dengan begitu saja. Setelah dari rumah sakit, dia harus mengurus beberapa masalah perusahaan.“Natasya, aku sedang lelah. Jika kau ingin menjemput orang tuamu, maka aku akan meminta supir untuk mengantarkanmu,” ucap Jonathan acuh tak acuh.Wajah Natasya merenggut mendengar jawaban calon suaminya itu. “Tuan Parker, apa kau anggap ibuku tidak berharga? Seharusnya, kau sebagai calon suamiku—”“Shut up!” Jonathan memotong dengan bentakan. Membuat wanita yang berjalan di sampingnya itu seketika terdiam.Tanpa sepatah kata, Jonathan berjalan melewati tubuh Natasya. Jonathan paling tidak suka jika dirinya sedang lelah, harus mendapatkan semprotan dari orang lain. Itu membuat kepalanya semakin berdenyut.Natasya melihat punggung Jonathan yang sudah berlalu itu, kedua tangannya terkepal kuat. “Kenapa dia menjadi berubah seperti ini? Saat dia menjemputku,
“Nyonya Collins, sepertinya aku ada urusan yang harus aku selesaikan,” kata Jonathan. Setelah melakukan konferensi pers mengenai pertunangan mereka, Jonathan dan Natasya kini berada di ruang make cover untuk membersihkan wajah mereka dari make up yang mereka gunakan.Natasya yang duduk di samping Jonathan pun menggenggam tangan calon suaminya itu. “Kamu jangan sampai kelelahan, ya. Besok malam ada acara pertemuan keluarga. Semua kalangan akan hadir. Jadi tolong jaga kesehatanmu,” ucap Natasya penuh perhatian.“Terima kasih, Nyonya Collins. Aku hanya ingin bertemu dengan klien yang akan menjadi investor. Setelah itu, aku akan kembali.”Natasya tersenyum sambil mengangguk. “Ya sudah.” Jonathan berdiri dari duduknya dan memutar tubuh hendak melangkah. “Tuan Parker,” panggil Natasya, membuat langkah Jonathan terhenti dan menoleh tanpa berucap. “Apa kau tidak mengecup dahi calon istrimu sebelum kau pergi?” Mendengar permintaan Natasya, Jonathan menoleh, matanya bertemu dengan pandangan
"Nyonya Natasya mengundangku menghadiri pesta pertunangannya?" gumam Hazel, menatap layar ponselnya. Hazel tidak sadar bahwa Natasya telah mengiriminya pesan. Mungkin saat ia sibuk melayani kunjungan bibinya, pesan itu terlewatkan. Kesadarannya baru terpanggil ketika ponselnya berdering—panggilan dari Jonathan, pria yang memiliki wajah tampan namun hati sekejam iblis.Ketika telepon itu berdering, Hazel merasa jantungnya berhenti sejenak. Ada kekhawatiran bahwa Jonathan mungkin akan meminta sesuatu darinya. Namun, ingatan tentang kontrak yang telah disepakati membuat Hazel mengambil keputusan. Ia segera bersiap dan berangkat untuk bertemu dengan Jonathan. Kini, Hazel sedang duduk di dalam bus, melintasi jalan-jalan kota menuju halte yang tak jauh dari hotel tempat Jonathan menunggunya. "Oh, kepalaku kembali berdisko saat memikirkan atasan gilaku. Belum lagi dengan pesan calon istrinya. Kenapa hidupku bisa terhimpit di antara dua manusia ini?" Pikir Hazel, memijat pelipisnya. Hazel
“Tuan, besok saya harus kerja. Jika melayani anda, saya rasa, besok saya tidak akan bisa masuk kantor,” ucap Hazel, mencoba mencari alasan yang masuk akal. Bagaimana tidak, atasannya yang berdiri di depannya sudah polos. Tubuhnya yang sempurna sudah terpampang dengan gamblang, siap menerkam Hazel kapan pun jika Jonathan mau.“Aku yang memiliki kendali terhadap dirimu. Atasanmu sedang membutuhkanmu. Ingat kontrak yang kita buat dalam peraturan nomor 6 dan 7. Apa kau lupa?” ujar Jonathan. Hazel menelan ludah dengan susah payah. ‘Duh, melihat ubi jalarnya saja aku sudah membayangkan benda tersebut masuk ke dalam diriku dan sudah membuatku nyeri. Lihatlah ubi yang belum bangun itu, tampak seperti teripang yang menggantung,’ Hazel membatin, menggigit bibirnya cemas. Jonathan yang sudah polos mulai menaiki ranjang, menjatuhkan tubuhnya di samping Hazel. Pria itu menarik tubuh Hazel dan melumat bibir manis wanita berkacamata itu. “Hmm…” leguh Hazel saat merasakan ciuman yang diberikan o
“Kenapa kau menerimanya?” Hazel selesai membersihkan diri setelah pertemuan sengit dengan atasannya. Dan saat Hazel baru saja keluar dari kamar Mandi, tubuh itu menegang mendengar pertanyaan Jonathan yang tidak ia mengerti."Apa maksudmu, Tuan?" Hazel bertanya hati-hati, mengambil langkah kecil menuju pakaiannya yang berserakan, dan menggunakannya. "Perjodohan," jawab Jonathan singkat.Sial.Jantung Hazel berdebar kencang. Ia tidak pernah menyangka jika Jonathan akan mengetahui perjodohan yang bibinya lakukan. Mata Hazel membelalak bingung dan takut, ketika tatapan tajam Jonathan membuatnya semakin gelisah."Siapa yang memberitahumu, Tuan?" Hazel bertanya dengan pelan, hati-hati.Jonathan melempar ponsel Hazel ke atas tempat tidur. "Bibimu yang menelepon," jawabnya dingin.Hazel merasakan gemetar di tubuhnya. Hazel dengan langkah cepat mengambil ponselnya. “Tuan, kenapa anda begitu lancang?! Ini privasiku. Kenapa Tuan menerima telepon dari ponsel orang lain?” cerca Hazel. Jonathan b