Share

Jerat Terlarang Sang Pewaris
Jerat Terlarang Sang Pewaris
Penulis: Kuldesak

Bab 1

"Hazel, kau harus hadir dalam acara perusahaan malam ini," kata Jonathan Parker, pria itu tertunduk dengan tangan sibuk menekan keyboard. "Kau sebagai sekretarisku sudah bekerja selama dua tahun. Namun, kau tidak pernah berpartisipasi dalam acara perusahaan yang diselenggarakan. Jadi, malam ini, kau harus hadir."

Jonathan Parker, pria 30 tahun, merupakan seorang Presdir di perusahaan, Parker & Whitlock International Trade Inc. Merupakan perusahaan perdagangan global dari negara Eldoria yang terkenal dalam mengekspor barang-barang mewah dan mengimpor bahan baku berkualitas tinggi.

Jonathan Parker, pria yang memiliki mata biru dingin dan sikap yang cuek. Bahkan, ia jarang menatap lawan jenisnya ketika sedang berbicara. Tidak heran, banyak karyawan mengatakan jika direktur mereka tidak menyukai wanita.

"Tapi, Tuan, sa-saya tidak biasa dengan acara seperti itu. Apalagi dengan keramaian," ucap Hazel, tampak ragu-ragu.

Bagi wanita berkacamata tebal seperti Hazel Bennett yang berusia 24 tahun, acara pesta seperti itu merupakan neraka. Oh... Tidak. Lebih tepatnya, seperti sarang para orang-orang bejat. Dalam benak Hazel, pesta ucapan terima kasih kepada Karyawan yang diselenggarakan, hanya basa-basi untuk melakukan party seks.

"Aku tidak peduli dengan alasanmu." Lima kata yang keluar dari mulut atasannya, membuat Hazel menelan ludah.

"Tapi, Tuan Presdir, saya ada urusan malam ini. Acara seperti ini apakah harus membutuhkan sekretaris? Tolong, Tuan, saya benar-benar tidak bisa." Hazel mencoba mencari alasan.

Tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer, Jonathan menjawab, "Hadir atau... Segera berikan surat pengunduran diri."

Deg!

Hazel tercengang, dia mendapatkan pekerjaan ini adalah sebuah peluang emas. Setelah lulus kuliah Administrasi Bisnis, Hazel harus menganggur selama lima bulan karena tidak ada perusahaan yang mau menerimanya. Dengan alasan, dia terlalu muda atau mungkin, karena penampilannya yang tidak menarik.

Demi membiayai pengobatan ibunya yang sakit-sakitan, Hazel harus bekerja serabutan. Beruntung, ada teman Hazel yang datang menawarkan pekerjaan ini untuk menggantikan posisinya yang akan pindah ke luar negeri.

"Tu-Tuan, tolong, jangan... Sa-saya akan mencoba menghadiri pesta nanti malam," jawab Hazel terpaksa.

"Jawaban yang bagus."

"Ada lagi yang ingin Tuan sampaikan?"

Jonathan, dengan punggungnya yang tegap dan tangan yang terus menari di atas keyboard, menjawab, "Tidak ada. Pergilah."

Hazel mengangguk mendengar jawaban atasannya. "Baik Tuan, saya permisi."

Hazel memutar tubuh, berjalan keluar ruangan, langkah wanita itu terasa berat. Dia merasa seperti bidak pion dalam permainan catur, selalu bergerak sesuai perintah, tak pernah melawan.

"Aku bertahan bukan karena nyaman. Melainkan, aku sadar, mencari pekerjaan itu sulit. Dan pekerjaan yang aku dapatkan ini, cukup untuk menyambung hidupku dan hidup ibuku," gumam Hazel.

***

Malam hari...

Tiba di mana acara pesta akan berlangsung. Pesta tersebut diadakan di Mansion Jonathan yang berdiri megah di tengah-tengah hutan dan kebun yang luas, bersinar terang, lampu-lampu dari ballroom di Mansion itu menembus kegelapan malam.

Di dalam Ballroom, kristal-kristal di chandelier berkilauan, menciptakan tarian cahaya yang memantul di dinding-dinding marmer. Musik keras terdengar memekik telinga bagi siapa saja yang berada di dalam ballroom.

"Untuk apa aku di sini? Dan betapa bodohnya aku harus datang dengan penampilan seperti ini?! Come on, aku bahkan jijik dengan diriku sendiri ketika melihat wanita-wanita yang hadir di pesta ini begitu cantik dan menawan," gerutu Hazel kesal, saat ia datang hanya mengenakan pakaian formal seperti yang ia pakai pada saat bekerja.

Hazel, wanita itu datang paling terakhir karena ia harus merekap beberapa laporan barang-barang yang masuk di perusahaan. Sampai-sampai, dirinya tidak sempat untuk berdandan. Selain itu, dia juga tidak bisa berdandan.

"Suasana yang mengerikan," gumam Hazel, dia merasa keringatnya kini sudah membanjiri tubuhnya.

Sorot mata wanita itu liar mengamati orang-orang yang tengah berciuman dan ada juga yang terang-terangan saling menggoda satu sama lain.

Di tengah keramaian dan gemerlap ballroom, Hazel merasa terasing. Musik yang keras dan riuh rendah percakapan seakan menjadi latar belakang yang samar bagi kegelisahannya.

"Hazel, kau terlihat seperti patung lilin yang siap meleleh."

Mendengar suara itu, Hazel menoleh dan menemukan Jonathan Parker berdiri di sampingnya, dengan senyum sinis yang terpahat di wajah kokoh pria itu.

"Tuan Parker," balas Hazel dengan suara bergetar, "Saya hanya... tidak terbiasa dengan acara seperti ini. Kepalaku terasa pusing jika aku berada di tempat ramai."

Jonathan mengangkat satu alisnya, menatap Hazel dengan tatapan yang sulit diartikan. Wajah Jonathan terlihat memerah diikuti bau Alkohol yang menguar dari tubuh Jonathan, bau alkohol itu mengalahkan wangi parfum mahal yang Jonathan gunakan.

"Apakah penting aku harus mendengarkan keluhanmu?" Ucap Jonathan sinis, melewati tubuh Hazel begitu saja.

Hazel menarik napas dalam, membiarkan udara yang sesak itu mengisi paru-parunya. Dia menatap ke arah Jonathan yang sudah menjauh, punggung pria itu lurus, dan langkahnya pasti, seolah-olah dia adalah raja dari kerajaan ini, dan ballroom adalah takhtanya. Ya, dia adalah Jonathan Parker yang merupakan sebuah mahakarya dengan pahatan wajah yang sempurna.

"Yeah... I know, aku ini bodoh. Kenapa aku tidak menolak saja dengan alasan sedang diare mendadak? Aku berdiri di sini sama menyedihkannya dengan patung selamat datang," gerutu Hazel kesal.

Seorang pelayan lewat, membawa nampan penuh dengan gelas sampanye yang berkilauan. Dengan cepat, Hazel segera menukar gelas wine-nya yang kosong dengan sampanye yang pelayan itu bawa.

"Setidaknya, aku bisa menenangkan pikiranku dengan ini," gumam Hazel, meneguk gesit isi dalam gelasnya.

"Nona, maaf, minuman itu pesanan dari tamu. Yang Nona minum itu adalah tequila."

"Uhuk!"

Mendengar jawaban pelayan tersebut, Hazel terbatuk. Pantas saja rasanya begitu pahit dan panas. Namun, minuman itu sudah tenang berada di dalam lambungnya.

"Maafkan aku. Aku pikir, isinya sama," kata Hazel, lalu meletakkan gelas yang sudah kosong itu kembali ke atas nampan.

Tanpa menunggu respon dari pelayan, Hazel segera berlalu. Ingin mencari tempat sepi sekedar menenangkan diri. Namun, saat wanita itu melangkah, pandangannya mulai berdimensi, langkahnya mulai goyah.

"Apa yang terjadi? Kenapa aku seperti melayang?" Hazel kebingungan dengan kondisinya. Dia berusaha menstabilkan tubuhnya, menempelkan punggung pada dinding dingin yang terasa seperti oasis di tengah padang pasir saat perasaan aneh menyerangnya.

"Aww... Rasanya seperti aku sedang berada di dimensi lain."

Kepala Hazel berputar, dan setiap langkah terasa seperti berjalan di atas awan. Dia menutup matanya sejenak, berharap sensasi melayang akan segera berlalu, tetapi suara riuh rendah dari ballroom hanya semakin memperkuat rasa pusing yang menghantam kepalanya.

"Oh... Tuhan, ada apa denganku?"

Hazel melepaskan sepatunya dan kemudian melangkah terseok-seok. "Aku harus pergi dari sini sebelum sesuatu terjadi padaku." Kaki wanita itu terus melangkah.

Hingga tanpa sadar, Hazel sudah tiba di taman belakang yang sepi dan hanya beberapa lampu taman bercahaya temaram yang berdiri di sekitar kolam.

"Haa... Ada kolam? Tapi..." Hazel mengangkat kaca matanya, mengucek-ngucek mata untuk meyakinkan jika di depan sana memang ada orang yang sedang berendam.

Lambat laun, sosok itu berdiri lalu melangkah ke arah Hazel. Semakin dekat, sosok itu terlihat lebih jelas dan... Dan, sosok itu tidak memakai apa-apa. Bentuk tubuh pria itu layaknya sebuah patung artefak langka.

Hazel pun panik melihat pemandangan tersebut, mungkin saja ia akan mimisan atau pura-pura pingsan saja saat sosok itu sudah berdiri di hadapannya.

"Haaa... Tuan, tolong, anu... Itu, aduh... Cacing berotot Anda tolong dikonfirmasi—Ah... Maksud saya, diamankan—hummpp!" Suara Hazel terhenti ketika Jonathan melahap bibirnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status