"Ah, kenapa wanita itu harus datang?" umpat Jonathan, kepalanya terasa ingin meledak malam ini.
Jonathan yang sudah mabuk berat, melangkah gontai di atas lantai marmer lorong koridor, melewati pilar-pilar megah kediamannya. Beberapa jam yang lalu, dirinya menerima telepon dari sang ibu yang mengatakan jika Natasya, wanita yang kelak akan menjadi istrinya, akan tiba besok siang di negara Eldoria, negara di mana Jonathan berada.Bagi penerus Parker, perjodohan untuk sebuah bisnis bukan sesuatu yang asing. Hal itu dilakukan agar memperkuat kekuatan dan kekuasaan, hal seperti ini sudah menjadi tradisi bagi kalangan konglomerat."Pesta ini seharusnya menjadi menyenangkan. Gara-gara telepon, aku kehilangan kesenanganku," gumam Jonathan.Langkah gontai Jonathan terhenti ketika pemilik iris mata biru itu menangkap siluet seorang wanita sedang berdiri menyandarkan punggungnya di salah satu pilar dengan penampilan norak dan tampak begitu kolot. Ya, itu adalah Hazel. Wanita yang ingin sekali Jonathan permalukan.Jonathan sangat suka melihat sekretarisnya itu menderita. Ia kerap kali menyiksa Hazel dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Namun anehnya, wanita yang sering ia sebut "Wanita Kaca Mata Kuda" itu tidak pernah melawan. Hazel patuh, dan tidak pernah protes. Faktanya, Jonathan ingin Hazel mengundurkan diri tanpa ia harus memecatnya.Jika bukan karena sekretarisnya yang dulu tidak mendadak mengundurkan diri, Jonathan tidak akan pernah mau menerima Hazel, wanita yang sama sekali tidak menarik itu, menjadi sekretarisnya.Hingga tadi pagi, Jonathan mendesak Hazel untuk menghadiri acara ini. Niatnya ingin mempermalukan wanita itu. Namun yang terjadi, ia harus mendapatkan kabar dari ibunya, membuat Jonathan hilang semangat."Hmm ... Wanita ini cukup berani menerima tantanganku." Jonathan melangkah mendekati Hazel.Saat Jonathan mendekat, wanita itu tampak berkeringat dingin, dia gemetar dengan tatapan nanar penuh ketakutan. Hazel, seperti patung lilin yang siap meleleh di antara keramaian oleh keringatnya sendiri."Tuan Parker." Kata itu yang Jonathan dengar dari wanita berkacamata kuda saat menyadari kehadiran Jonathan.Setelah berucap beberapa kata kepada Hazel, Jonathan berlalu, meninggalkan wanita itu yang masih berdiri mematung. Tidak peduli dengan apa yang diucapkan oleh wanita itu. Kepalanya terlalu berat hanya untuk mencerna ucapan wanita seperti Hazel.Jonathan tiba di taman belakang, itu adalah kolam pemandian air panas, tempat dimana Jonathan sering berendam untuk mencari ketenangan dari rutinitas harian yang dia lakukan."Tuan, jubah mandi dan handuk yang anda butuhkan, saya letakkan di sini," kata seorang pekerja mansion membawakan beberapa perlengkapan untuk majikannya.Jonathan tidak menjawab, dia hanya memberikan isyarat tangan agar pria itu segera meninggalkannya. Setelah pekerja itu pergi, Jonathan melucuti semua kain yang menutupi tubuhnya. Dia kemudian masuk ke dalam air panas tersebut, berharap bisa meredakan sakit kepala yang melandanya."Hazel, agar membuatmu lelah dan menyerah harus seperti apa?" Jonathan berbicara pada dirinya sendiri.Natasya, wanita yang akan menjadi istrinya, seharusnya datang besok. Tapi, kenapa Hazel yang ada di pikiran Jonathan sekarang?Jonathan merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Hazel malam ini. Tatapan takut dan gemetaran seperti memancarkan gelagat yang tidak biasa. Seolah wanita itu sedang meminta perlindungan dari Jonathan."Ah, apa peduliku. Dia hanyalah sekretarisku yang membosankan," gumam Jonathan, berusaha mengusir pikiran tentang Hazel dari kepalanya. Tapi semakin ia mencoba, semakin pikiran itu menghantuinya.Kini Jonathan mencoba mengusir siluet tentang wanita berkacamata itu. Jonathan memejamkan mata, meresapi hangatnya air panas yang mulai masuk ke dalam pori-pori kulitnya."Oh... Kepalaku!"Ketenangan Jonathan terganggu saat ia mendengarkan suara aneh dari setapak searah dari ballroom yang cukup jauh. Jika ada seseorang berjalan ke tempat dimana Jonathan sedang berendam, membutuhkan waktu setengah jam untuk berjalan dan tamu siapa yang pergi ke tempat Jonathan berada?"Aduh... Aku ... Aku, melihat semua pohon di malam ini bergoyang-goyang seperti sekumpulan monster yang akan menerkamku!"Jonathan terkesiap, kepalanya yang pusing mencoba berdiri dari kolam air panas yang dangkal ketika netranya melihat sosok wanita berkemeja putih, rok di bawah lutut berdiri di sisi kolam menatap ke arahnya."Hazel?" mata Jonathan membelalak tak percaya. Wanita itu tampak berantakan, rambutnya yang biasanya rapi kini berantakan dan wajahnya tampak pucat.Jonathan melangkah, tidak peduli dengan tubuhnya yang tanpa menggunakan apa-apa lagi. Saat mendekati wanita itu, Hazel sontak terkejut lalu berteriak."Berisik sekali?!" tanpa pikir panjang, takut ada tamu yang mendengar teriakan Hazel, Jonathan membekap mulut Hazel dengan ciuman.Mata Hazel membulat di balik kacamata tebalnya saat ciuman atasannya itu terasa begitu panas. Jonathan tidak tahan, hasratnya seketika muncul saat mencicipi rasa pahit dari bekas Tequila di bibir Hazel.Ditambah, bau keringat Hazel bercampur aroma parfum dari tubuh wanita berkacamata kuda itu, membuat gairah Jonathan tidak terkendali, pria itu lepas kendali."Bau tubuh wanita ini manis sekali. Seharum buah persik yang sangat menggoda. Aku bahkan ingin sekali segera melahap wanita ini," batin Jonathan disaat dia tidak dapat menahan diri lagi.Merasakan ciuman bergairah dari atasannya, Hazel semakin terseret oleh hasrat. "Kenapa aku tidak bisa menolak ciuman ini?" pikir Hazel.Jonathan dan Hazel semakin terjerat dalam gairah tanpa kontrol. Jonathan melingkarkan tangannya di pinggang Hazel dan membawa tubuh itu ke dalam air kolam.Deg!Kemeja Oversize yang selama ini Hazel gunakan, kini menerawang memperlihatkan lekuk tubuh Hazel yang membuat gairah Jonathan semakin tidak terkendali."Aku tidak percaya, jika wanita ini memiliki tubuh yang begitu indah di balik kemeja ukuran besar yang selalu dia kenakan," pikir Jonathan saat tangannya meraba lekuk tubuh Hazel yang tersembunyi di balik kemeja yang basah oleh air kolam.Jonathan melepaskan pungutan di bibir Hazel, ia menatap wajah Hazel yang tampak kemerahan. Nafas wanita itu memburu liar. Dengan pelan, Jonathan melepaskan kacamata yang menempel di wajah Hazel.Deg!Lagi-lagi Jonathan terpesona oleh mata hijau polos yang sedikit menyipit menatapnya. "Kesialan apa yang aku terima hingga aku bisa terperangkap oleh wanita ini? Dia, cantik," Jonathan membatin.Sesaat, Hazel membatu. Dia tidak tahu harus berkata apa saat Jonathan menatap sedemikian lekat. Yang hanya bisa Hazel rasakan, ketika jantungnya berdebar begitu kencang. Baru pertama kali Hazel mendapatkan tatapan dari atasannya sendiri.Jika selama ini, Jonathan hanya menundukkan kepalanya saat berbicara dengan Hazel dan selalu menghindar saat berkontak mata, namun tidak malam ini, Hazel dibuat bungkam dengan sisi lain atasannya.Tangan Jonathan terulur mengusap pipi Hazel, menarik wajah Hazel dan kembali melahap bibir manis wanita berkacamata itu. "Hmm... Tuan, tolong hentikan..." rintih Hazel ketika tangan kasar Jonathan mulai menyelinap ke dalam kemeja yang sudah basah itu."Jika kau menyukainya, maka nikmati saja, Hazel," desis Jonathan mendayu-dayu di telinga Hazel, Jonathan menggigit kecil telinga itu."Ah..." tanpa sadar, rintihan manja lolos dari bibir Hazel saat Jonathan menggigit telinganya.Hazel merasakan arus aneh yang tiba-tiba menjalar di tubuhnya. Dia tidak dapat menolak setiap sentuhan Jonathan pada area tubuhnya. Ini terdengar gila, namun Hazel menginginkan lebih dari ini.Jonathan membawa tubuh Hazel ke tepi kolam, ia letakkan tubuh Hazel di atas kasur angin yang ada di tepi kolam tersebut, pria yang terbawa hasrat pun melucuti setiap helaian yang menempel di tubuh Hazel. Dan wanita itu seakan lupa dia siapa, dan apa yang sedang terjadi."Hazel Bennett, kau yang datang membawa masalahmu sendiri dan menyerahkan dirimu kepadaku," kata Jonathan.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan menggoda, membuat jantung Hazel semakin berdegup kencang. Lalu, Jonathan kembali membekap kenikmatan bibir Hazel. Perlahan, Jonathan menjatuhkan bibirnya ke leher hingga menjelajahi setiap inci dari tubuh wanita itu."Uhh..."Hazel mendesis kesenangan, bergetar dengan setiap sentuhan ketika Jonathan melemparkan kecupan basah di sekujur tubuhnya.Hingga disaat Jonathan mendorong pinggulnya untuk dapat menyatu dengan wanita di bawah kungkungannya itu, Hazel menjerit. "Ahhh... Tu-Tuan, Sa-sakit sekali..." rintih Hazel, menahan perut atasannya agar tidak menekan maju."Apa kau masih perawan?"Hazel membuang pandangannya, dia malu mendengar pertanyaan atasannya itu. Melihat reaksi Hazel, Jonathan menarik pinggulnya mundur. "Degh!" Jonathan terbelalak melihat ada bercak darah di ujung benda keramatnya."Kau benar-benar belum pernah melakukannya dengan pria lain?" tanya Jonathan.Hazel menggeleng..."Saya baru pertama kali melakukannya."Jonathan tersenyum puas. Ia kembali memasuki dirinya ke dalam diri Hazel. "Aakkhh..." teriak Hazel melengking tatkala Jonathan memaksa menerobos masuk ke dalam intim wanita itu.Jonathan memegang pipi Hazel mengusap air mata yang mengalir. "Bertahan, ini akan selesai," kata Jonathan dengan nafas memburu saat pinggulnya bergerak maju-mundur.Meskipun Hazel merasakan sakit yang luar biasa, tetapi dia juga merasakan serangkaian sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Rasa sakit yang ditimbulkan membuat Hazel semakin merasa kenikmatan yang luar biasa. Teriakan dan pekikan tak terkendali pecah, namun tidak ada yang bisa melarang hasrat yang sudah terlanjur membara."Aaakkhh...!"Seketika, atmosfer di antara mereka membuat suasana menjadi mendidih dan mendorong Hazel menuju puncak kenikmatan yang sangat intens. Begitu pula dengan Jonathan, ia melepaskan dirinya dengan penuh gairah sampai ia merasa benar-benar puas."Hazel, aku menginginkannya lagi," bisik Jonathan di telinga Hazel."Uuhh..."Hazel melenguh, membuka mata, iris matanya yang hijau tampak buram ketika dia mencoba membuka matanya lebih lebar menyisir keadaan ruangan."Kenapa tubuhku terasa begitu nyeri?" keluh Hazel mencoba menggerakkan tubuhnya. "Aduh, tubuhku seperti di amuk separuh penduduk kota." Hazel mencoba mengangkat kepalanya.Saat dia menoleh ke samping, pupil matanya membelalak melihat Jonathan tidur di sampingnya dalam penglihatan yang tidak baik. Sontak, kepala Hazel mundur dengan refleks.Dengan panik, tangan Hazel meraba area meja kecil di samping tempat tidur. "Kacamataku," dia tampak panik.Akan tetapi, ia tidak menemukan kacamatanya. Hazel merasakan detak jantungnya meningkat, kepanikan semakin menjadi. Wanita itu mengingat-ingat, mencoba mengumpulkan potongan-potongan memori yang kabur dari malam yang sudah berlalu."Astaga, aku tidak percaya jika aku melakukannya dengan atasanku sendiri." Hazel menggigit bibir, gelisah. Dia ketakutan.Semalam, bukan hanya satu kali Hazel dan atasa
"Kenapa dari tadi aku berjalan, tapi aku tidak melihat gerbang utama? Seingatku, semalam aku melewati jalan ini menggunakan taksi," gumam Hazel.Hazel melangkah melewati jalanan kawasan area Mansion Jonathan, meninggalkan tempat terkutuk yang membuatnya harus kehilangan kesuciannya. Dan saat ini, Hazel merasa dia tidak pernah sampai di gerbang utama setelah dari tadi berjalan."Aku lelah, perutku sakit. Belum lagi, tubuhku seperti akan demam. Mau sampai mana aku terus berjalan seperti ini?" Hazel menarik napas dalam, menghirup oksigen, namun tidak cukup untuk mengusir rasa lelah yang menerjang dirinya. Langkahnya yang semula semangat, kini mulai goyah, seakan tiap tapak kaki yang menyentuh aspal dingin itu membutuhkan usaha yang lebih dari biasanya.Hazel menghentikan langkahnya sejenak, menatap ke atas, mencari tanda-tanda langit yang akan menuntunnya keluar dari labirin ini. Namun, yang terlihat hanyalah pepohonan yang meranggas, seolah-olah mereka juga merasakan kesedihan yang sam
"Mereka semua, apakah mereka itu manusia atau sekumpulan monster? Mengapa tidak ada sedikitpun empati dalam diri mereka? Sungguh gila! Hati nurani mereka sudah dimakan oleh ego dan ambisi!" Kesal Hazel, suaranya penuh dengan kekecewaan. Wanita berkacamata itu terus menggerutu saat langkahnya melangkah di antara pepohonan yang rindang.Hazel berhenti sejenak, mencoba menenangkan diri di tengah hutan yang sunyi. "Ya Tuhan, penglihatanku mulai kabur," keluhnya pelan, mencoba meraih napas segar sebanyak mungkin.Namun, kelelahan, dahaga, dan lapar yang melanda tak kunjung reda. Hazel kembali menatap langit, mencari kekuatan dalam hembusan angin yang lembut. Seketika, dunia berputar di sekelilingnya, dan gelombang pusing menyergapnya dengan tiba-tiba."Ini adalah akhir dariku, aku akan mati di sini," gumam Hazel, suaranya hampir tak terdengar di antara gemuruh alam yang memayungi hutan kediaman Parker.Langit yang cerah tiba-tiba berubah kabur, suara-suara di sekitarnya bergema samar, seol
"Dasar wanita bodoh. Jika kamu tidak melarikan diri, hal ini tidak terjadi kepadamu." Jonathan menatap wanita yang terkapar di atas paving blok. Mata birunya dapat melihat wajah Hazel yang memucat, tidak ada darah yang mengalir di wajah wanita yang terkapar itu. Tubuh Hazel seakan membeku menyatu dengan udara hutan Mansion Parker. Tidak ada yang menolong wanita itu. Sebab tidak ada juga yang berani membangkang perintah Jonathan. Jonathan berjongkok, ia kemudian meraih tubuh Hazel dalam gendongannya. Bagi orang normal, hal pertama ketika melihat orang pingsan tentunya akan panik, lalu mengecek suhu tubuh orang tersebut. Apakah dia baik-baik saja? Atau, terjadi sesuatu? Akan tetapi, tidak dengan Jhonatan. Wajahnya datar saja. Tidak ada rasa khawatir di wajah pria tanpa ekspresi itu. "Merepotkan!" Jonathan membawa tubuh itu ke dalam Mansion. Di dalam, lampu-lampu kristal berpendar redup, memantulkan cahaya pada wajah-wajah patung yang terpahat tanpa emosi. Jonathan melewati mereka
“Sudahlah. Mungkin aku harus mengumpulkan ekstra kesabaranku. Siapa tahu, Tuan Jonathan bisa berbaik hati jika aku menjadi pekerja yang patuh. Dan membiarkanku pulang,” ucap Hazel pelan. Hazel memalingkan pandangannya, netra matanya yang hijau menangkap pakaian kerja yang telah disiapkan di ujung tempat tidur dimana Hazel berada, Hazel melihat ada satu blouse putih dan rok hitam berkualitas terpampang dengan rapi di sana.“Aku isi perutku terlebih dahulu. Bisa-bisa aku jatuh pingsan seperti kemarin. Ya, apalagi aku memiliki atasan yang tidak punya otak seperti Jonathan.” Hazel meraih nampan dan mulai melahap beberapa menu sarapannya. Sementara Jonathan, turun menuju ke arah meja makan. Meja makan itu terlihat seperti meja makan para bangsawan. Dominan warna emas dan ukiran-ukiran yang rumit menghiasi setiap sisinya. Di kediamannya, Jonathan bagaikan seorang Grand Duke. Sementara di perusahaan, dia adalah Presdir dengan julukan si wajah datar. Di meja makan itu, Natasya sudah menungg
“Tuan, apa hubungannya dengan ibuku? Apa yang sebenarnya Tuan inginkan dariku? Kenapa ibuku harus ikut terseret dalam masalahku?” tanya Hazel dengan suara bergetar. Wanita berkacamata itu menatap nanar. Sorot yang diberikan Jonathan membuat Hazel merasa gemetar. Hazel tahu bahwa Jonathan tidak main-main, dan kekuasaannya bisa membuat hidupnya menjadi neraka jika dia tidak patuh.Jonathan menatap Hazel dengan tatapan dingin yang membuat wanita itu semakin gemetar. Hazel dapat merasakan tekanan dari kehadiran Jonathan, ia merasa seperti dalam pengawasan yang ketat.Jonathan meraih dagu wanita itu, menatap lekat membuat Hazel benar-benar terpasung. “Karena aku tertarik denganmu. Dengan begitu, aku ingin melakukan perjanjian denganmu,” desis Jonathan. Deg!Hazel merasa dadanya terasa sesak, merasakan uap yang keluar dari mulut Jonathan adalah sebuah tekanan yang luar biasa."Perjanjian apa yang Anda maksud, Tuan Jonathan?" tanya Hazel dengan suara bergetar.Jonathan tersenyum sinis, seol
“Oh maaf, tidak ada apa-apa. Aku pikir yang berada di dalam kabin ini sekertaris dari Tuan Presdir,” kata Natasya. Wanita itu sempat malu karena yang keluar dari bilik toilet tersebut adalah karyawan yang lain. Bukan yang ia cari.“Saya lumayan lama, Nyonya. Di dalam sini. Tapi ... saya tidak melihat Sekertaris Tuan Presdir,” jawab Karyawan itu. Natasya tersenyum canggung. “Ah… baiklah, terima kasih.” wanita itu pun bergegas keluar dari toilet. Ketika melangkah menuju ke ruangan Jonathan, pikirannya hanya tertuju dengan bau parfum yang masih membekas. ‘Parfum yang dipakai Jonathan tentu eksklusif. Tidak mungkin ada yang menyamakan bau parfumnya.’ pikir Natasya.Natasya kemudian memasuki ruangan Jonathan, dengan wajah sembab dan mata yang sedikit merah. Jonathan yang sedang duduk di belakang meja kerja kekuasaannya menatap Natasya dengan tatapan khawatir."Nyonya Collins, kamu baik-baik saja?" tanya Jonathan dengan nada suara yang penuh kekhawatiran."Oh, aku baik-baik saja, Tuan Pa
“Natasya?! Oh, Dear. Kamu akhirnya tiba!” Nyonya Catarina menyambut kedatangan Natasya saat calon menantunya itu tiba di kediaman Parker.Natasya dengan senyum yang ramah pun memeluk Ibunda Jonathan. “Halo, Bibi, apakah Anda sehat?” tanya Natasya ramah.“Tentu, sayang. Ayo, kita minum teh. Aku ingin mendengar bagaimana kehidupanmu,” ajak Nyonya besar Parker.Dua wanita muda dan sepuh itu melangkah, merangkul satu sama lain. Sementara Jonathan sudah terbiasa dengan pemandangan tersebut karena Natasya di keluarganya, memang diperlakukan layaknya seorang ratu.“Tuan, Tuan Hubert dari Visionary Innovations, Inc. Sudah menunggu Anda di gazebo taman belakang, Tuan,” lapor Jose, sang kepala pelayan.Tanpa menjawab, Jonathan melepaskan jubah jas yang ia kenakan. Jose dengan cepat meraih jubah tersebut. Jonathan melangkah ke arah gazebo hanya dengan menggunakan kemeja putih beserta rompi dan dasi hitam. Dia tampak begitu gagah dan elegan.Sementara itu, Natasya dan Nyonya Catarina sudah duduk d