“Jangan berpura-pura bodoh kamu, Zavar! Bukankah ini yang kamu mau?” ucap Sarah dengan geram. Ia merasa Zavar lah yang sengaja menjebaknya, menggunakan kesempatan disaat kesempitan.
“Kamu sengajakan membuat drama bahwa aku tidur denganmu, agar kamu bisa menikah denganku dan menjadi menantu di rumah ini, tanpa harus lelah menjadi tukang ojol?” tuduh Sarah dengan tatapan yang tajam setajam belati.“Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti,” Zavar mencoba menjelaskan.“Stop! Jangan menyalahkan orang lain, Sarah. Disini kamu dan Zavar sama-sama bersalah. Ayah sudah memutuskan akan menikahkan kalian hari ini juga! dan Papa tidak mau mendengarkan penjelasan apun lagi,” papar Bagas.“Tapi, Ayah. Bagaimana mungkin Sarah menikah dengan lelaki yang tidak sarah cintai? sarah ingin menyelesaikan kuliah terlebih dahulu.” Sarah berusaha menjelaskan kepada Ayahnya. Dia bersikeras tak mau dipaksa dinikahkan dengan Zavar.“Keputusan sudah bulat, Ayah tak mau kamu dan Zavar terus berbuat dosa," jawab Bagas.“Ayah, maafkan Sarah yang telah membuat Ayah malu. Tapi sumpah demi Allah, Sarah tidak melakukan hal yang tak senonoh itu, Ayah. Apalagi di rumah ini, itu tidak mungkin. Paling tidak melihat rekaman CCTV-nya dulu.” Sarah berusaha menjelaskan pada ayahnya.“Cukup, Sarah! Tak ada yang perlu dijelaskan lagi. Semua sudah sangat jelas. Pengawal, pegang mereka berdua, masukan kedalam mobil.” Bagas memerintahkan perintah pada kedua pengawalnya.Sekuat apapun Sarah memohon pada sang Ayah, tetapi lelaki itu sama sekali tak menghiraukan. Ia tetap kukuh pada pendiriannya, menikahkan Sarah dan Zavar secepat mungkin agar tak semakin membuat keluarganya malu.Dua mobil melaju dengan kecepatan tinggi menuju ke KUA. Tiba di sana, Sarah dan Zafar langsung dinikahkan.“Sah!” ucap para saksi. Seketika itu luruh lah air mata Sarah. Ia tak menyangka akan menikah secepat ini, dengan dengan cara yang tak pernah ia sangka-sangka.Padahal, Sarah masih ingin menyelesaikan kuliahnya. Hati Sarah hancur, mendapati nasibnya yang tidak pernah memihak pada kebahagiaan.“Sarah, mulai saat ini kamu bukan tanggung jawab Ayah lagi. Jika ada apa-apa jangan pernah hubungi Ayah. Sebab tanggung jawab Ayah padamu sudah selesai. Kini segala urusan mu menjadi tanggung jawab dia!” Bagas menunjuk ke wajah Zavar. “Hei, kamu! aku serahkan sepenuhnya Sara padamu. Terserah kalian mau apa dan pergi kemana, aku tak akan melarang, tapi ingat satu hal. Jangan pernah tampakkan wajah kalian di hadapan ku!” Bagas berucap dengan lantang.Kemudian, Bagas buru-buru keluar dari KUA lalu masuk kedalam mobilnya. Ia tak kuasa melihat Sarah dan Zavar. Hatinya sangat benci pada putri kandungnya itu, yang ia pikir membuatnya malu.Sementara itu, Lena dan putrinya, mencemooh Sarah dengan pandangan yang merendahkan. Kemudian Lena pun segera keluar untuk menyusul Bagas yang telah masuk kedalam mobil.“Sudah menikah dengan pria miskin, dan dibuang dari keluarganya,” celetuk Selena yang masih berada di ruangan tersebut.“Itulah makanya, Sarah jangan keganjenan. Mentang-mentang kami lagi keluar seenaknya kamu memasukkan seorang lelaki di rumah kita, lain kali kalau mau buat maksiat tuh di hotel dong! Jangan di rumah, biar nggak ketahuan! Nggak modal banget, wajar sih selera kamu kan tukan ojol.” Selena berucap pada Sarah.Zavar yang mendengar perkataan pedas Selena membuatnya habis kesabaran. Zavar melayangkan tangannya, mendarat cantik di pipi mulus saudara tirinya Sarah, berharap gadis itu diam. Namun, bukannya diam. Justru Selena menatap dengan tajam, seolah merasa tak terima.“Kau! Beraninya menamparku!” ucap Selena geram.Selena merasakan pipinya terbakar setelah mendapatkan tamparan keras dari Zavar. Ia tidak percaya bahwa pria yang baru saja menikahi Sarah, saudara tirinya berani melakukan hal itu padanya. Selena merasa terhina dan marah. Ia menatap Zavar dengan mata yang menyala-nyala, lalu membentaknya dengan suara yang menggelegar.“Sialan! Beraninya kau menamparku! Kamu pikir kamu siapa, hah!” berang Selena dengan penuh amarah. Ia mengangkat tangannya untuk membalas tamparan itu, tapi Zavar dengan cepat menangkap tangan Selena dan menekannya ke bawah.“Berisik, tutup mulut kotor itu!” ungkap Zavar dengan nada dingin. Ia melihat Selena dengan tatapan sinis.Mendengar perkataan Zavar tentunya membuat Selena semakin murka mendapat hinaan dari tukang ojol tersebut. Ia semakin tak terima.“Apa katamu? Orang rendahan seperti kamu berani sekali mengatakan hal seperti itu padaku. Bahkan dirimu itu tak pantas di sandingkan dengan kotoranku. Berkaca, dan sadar dirilah. Lihat siapa dirimu. Ojol rendahan! Kalian memang pantas,” ucap Selena menghina Zavar.Selena mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Zavar yang kuat, tapi gagal. Ia meronta-ronta sambil menjerit-jerit meminta tolong. Ia berharap ada orang yang datang untuk membantunya. Beberapa orang di KUA melihat adegan itu dengan rasa penasaran dan heran.“Tidak berpendidikan!” jawab Zavar menatap Selena dengan pandangan nanar. Andai dihadapannya seorang lelaki, mungkin sudah ia layangkan bogemnya dengan sekuat mungkin ke wajah gadis yang telah memancing amarahnya. Tetapi, Zavar masih dalam kendali mengontrol emosinya.“Sudahlah Zavar, lepaskan dia, sebelum penjaga ayah ku menyakiti kamu,” ucap Sarah memberi tahu. Ia takut kalau Selena nekat berteriak, tentunya akan membahayakan Zavar apalagi di depan masih ada penjaga ayahnya yang menunggu bisa saja melakukan hal buruk kepada Zavar.Mendengar perkataan Sarah, Zavar pun akhirnya mengundurkan cengkramannya, lalu melepaskan tangan Selena dengan menghempasnya.“Jika kau berani menyakiti Sarah, aku tak akan segan menyakitimu lebih dari ini,” ancam Zavar yang begitu kesal dengan sikap saudara tirinya Sarah.Selena merasa tersengat mendengar kata-kata Zavar. Ia tidak tahan mendengar kata-kata itu dari seorang ojol yang dianggap hina. Ingin melawan tetapi ia takut kalau Zazar menyakitinya. Ia mendesis merasakan sakit di tangan yang berdenyut nyeri akibat cengkraman dari pemuda itu.“Selena, cepat! Kamu mau pulang atau tidak! Ayo cepat sebelum ayahmu marah!” titah Lena meneriaki Selena di dalam ruangan KUA.Lena berdiri di samping pintu dengan tas dan jaket di tangannya. Ia sudah tidak sabar ingin meninggalkan tempat itu dan melupakan kejadian memalukan itu.Mendengar teriakan dari mamanya, Selena pun langsung beranjak meninggalkan Sarah dan Zavar yang masih mematung di tempat mereka berdiri sejak tadi. Selena menghentakkan kakinya dengan kasar dan berjalan menuju pintu dengan langkah cepat. Ia tidak mau melihat wajah Sarah dan Zavar lagi.“Selamat tinggal, semoga lain kali saat kita berjumpa, kamu masih sehat seperti ini! Selamat menjalani hari-hari burukmu menjadi istri tukang ojol,” ucap Selena menghina dan mencemooh keduanya, kemudian dengan segera berlalu hingga tak terlihat lagi. Mereka telah pulang, meninggalkan Sarah dan Zavar.“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Zavar kepada Sarah. Zavar merasa kasihan melihat Sarah yang tampak pucat dan lemas. Ia tahu Sarah tidak bahagia dengan pernikahan ini, tapi ia juga tidak bisa menolak. Ia berharap Sarah bisa menerima dirinya sebagai suami.“Sudahlah, jangan pedulikan aku!” jawab Sarah dengan suara lirih. Sarah merasa bingung dan takut dengan apa yang terjadi. Ia tidak tahu bagaimana nasibnya setelah ini. Apalagi hidup bersama Zavar yang mungkin untuk makan saja pasti kesusahan.Saat Sarah melamun memikirkan nasibnya, tiba-tiba sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya membut sarah terkejut.“Ayo kita pulang,” ajak Zavar pada Sarah yang tampaknya shock menerima kenyataan yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Zavar mengulurkan tangannya untuk membantu Sarah berdiri dari kursinya. “Kemana?” tanya Sarah menatap lelaki berkulit kuning langsat di hadapannya. Sarah merasa asing dengan lelaki itu. Ia tidak tahu apa-apa tentang lelaki di hadapannya, selain nama dan pekerjaan Zavar. “Ke rumah, tepatnya kontrakanku,” jawab Zavar. “Kamu saat ini adalah istriku dan hidupmu saat ini sudah menjadi tanggung jawabku sebagai suamimu,” lanjut Zavar menjelaskan kepada Sarah. Zavar berusaha bersikap ramah dan sabar dengan Sarah. Ia tahu Sarah pasti bingung dan takut, tapi ia berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi suami yang bertanggung jawab.Sarah menjawab dengan anggukan kepala. Tak ada pilihan lain selain ikut bersama Zavar, sebab Ia telah terusir dari rumahnya. Ayahnya saja tak mau lagi menerima dan telah menganggapnya mati, karena merasa malu dengan apa yang dia lihat tadi pagi
“Su-suara apa itu? Apakah ada orang lain dirumah ini?” sarah bermonolog didalam hati. Dengan langkah hati-hati ia melangkahkan kaki dengan pelan menuju ke asal suara, yaitu di dapur. Pelan-pelan, Sarah mengintip. Ternyata tidak ada apa-apa di sana. Ia hanya mendapati ruangan kosong. Namun beberapa saat kemudian, Sarah berteriak kencang. Ia sangat terkejut mendapati seekor tikus yang besar mengintip di dekat tong sampah. Sarah berlari menjauh dari arah dapur. “Oh tuhan, sepertinya aku tidak akan kuat hidup di rumah ini,” ucap Sarah. Ia duduk diatas kursi memeluk kedua kaki untuk meredam rasa di hatinya yang bercampur aduk, pikiran Sarah sangat kacau menerima kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan. Sarah terisak menundukkan kepalanya hingga tanpa sadar Sarah terlelap di kursi yang telah usang itu. Sejenak melupakan masalah yang bertubi-tubu menimpanya hari ini. Beberapa jam kemudian, Sarah terbangun dari tidur. Perlahan ia melirik jam di ponselnya, waktu menunjukkan pukul 09.1
“Rajam? Apa salah kami?” Tanya Zavar kepada warga dengan tatapan tajam. “Kalian telah Berzinah!” pekik mereka kompak. “Tak ada yang berzinah, kami suami istri,” ucap Zavar mencoba menjelaskan. “Kalian percaya?” ucap si provokator. “Tidak!" seru yang lainnya. “Kenapa kami harus dihukum? Kami tidak bersalah!” papar Zavar menjelaskan dengan tegas. “Kalian harus dihukum! Sebab kalian sudah merusak nama baik tempat ini!” teriak seorang pria paruh baya dengan suara yang garang. Zavar berusaha menjelaskan dengan tegas. “Saya sudah katakan, Sarah adalah istri saya. Kami sudah menikah,” ujar Zavar mencoa menenangkan kerumunan yang marah. Namun, amarah warga tampaknya sudah membutakan mereka. Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan Zavar, bahkan beberapa dari mereka mulai merangsek masuk ke dalam rumah. Melihat situasi yang semakin memanas, Zavar memegang tangan Sarah. “Jangan takut Sarah, ada aku yang menjagamu. Kita harus tetap tenang. Aku akan mengurus ini,” bisiknya pada Sarah, men
“Hanya apa?” tanya Zavar dengan nada penasaran. Dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah Sarah.“Ah tidak. Bukan apa-apa,” jawab Sarah dengan cepat. Dia berusaha tersenyum, tapi senyumnya terlihat hambar dan dipaksakan. Dia menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu di benaknya.“Aku siap-siap dulu,” ucap Sarah lagi, beranjak dari kursi yang di duduki olehnya. Dia berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap. “Oke,” jawab Zavar, menunggu Sarah berkemas. Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah, tapi dia tidak ingin mengganggunya. Mungkin Sarah sedang mengalami masalah yang tidak bisa dia ceritakan kepada Zavar. Tak menunggu waktu lama, Sarah telah siap dengan pakaian sederhana yang dibelikan oleh Zavar kemarin. Terpaksa, karena tak ada pakaian lagi. Sarah berencana akan membeli pakaian terlebih dahulu sebelum ke kampus dengan uang di ATM miliknya.Sarah sudah mengenakan jaket dan helm. Dia melihat Zavar masih asyik bermain ponsel di kursi.“Ayo,” ajak Sarah yang telah siap. Dia
Sarah merasakan denyut nadi yang semakin kencang ketika mendengar suara yang menyapa dirinya dari belakang. Suara itu begitu familiar, namun juga begitu menyakitkan di telinga yang mendengar. Suara yang kini menghujat dan menghina dirinya tanpa ampun yang berasal dari Selena, saudara tirinya. Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu memutar tubuhnya perlahan-lahan menghadap ke arah suara itu. Matanya menatap tajam ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya, tetapi ia berusaha menahan diri mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja. “Selena,” ucap Sarah dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. Ia berharap Selena hanya lewat dan tidak mengganggunya kali ini. Namun harapan itu sia-sia. Selena malah mendekat ke arah Sarah, berjalan dengan langkah angkuh dan sombong. Rambut pirangnya tergerai indah di bahunya, menunjukkan betapa ia merasa cantik dan superior. Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena ibunya sendiri lebih perhatia
“Astaga, Selena. Menjijikan sekali!” gumam Sarah yang berada tak jauh dari mobil Ferrary yang berwarna merah, tak sengaja Sarah melihat saudara tirinya melakukan hal tak senonoh bersama kekasihnya, Alex. Di dalam mobil di area kampus pula.Bola mata Sarah membulat sempurna melihat aksi liar adik tirinya. Bukan hal tabu di zaman sekarang melakukan hal tersebut, tetapi apakah harus di tempat umum seperti ini? Ingin rasanya Sarah melaporkan aksi bejat Selena dan kekasihnya kepada petugas keamanan kampus, tetapi ia urung.Mengingat nama keluarganya di pertaruhkan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sarah diam-diam serta berhati-hati merekam kelakuan Selena yang sudah lepas kendali menari-nari naik turun diatas tubuh Alex. Saking asyiknya, sampai-sampai mereka tak menyadari bahwa ada yang sedang merekam kelakuan mereka.Sarah merasa puas ketika ia berhasil merekam video pendek yang berdurasi 18 detik tersebut menunjukkan adegan tak pantas Selena dengan pacarnya di dalam mobil. Sarah membay
“Ma-ma Lena!”Sarah berucap dengan suara serak dan ketakutan setelah menyadari sosok yang membayangi pintu menghampiri nya adalah ibu tirinya. Ia merasa darahnya membeku dan jantungnya berdebar kencang.“Apa yang kamu lakukan disini, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Bukankah ayahmu sudah mengusir kamu?” Lena menyerbu dengan nada sinis dan marah. Matanya menyala-nyala menatap Sarah dengan penuh kebencian.“Saya menemukannya di ruangan monitor, nyonya!” Penjaga yang mengawal Sarah segera melapor dengan suara gemetar. Ia takut akan mendapat hukuman dari Lena jika ia tidak memberi tahu kebenaran.“Untuk apa kamu ke ruang monitor, Sarah?” Lena mendekatkan wajahnya ke Sarah dengan tatapan curiga. Wajahnya yang cantik tampak berkerut-kerut karena kekesalan.“Kenapa kamu diam? Jawab, Sarah!” lanjut Lena lagi dengan nada meninggi karena tak mendapatkan jawaban dari Sarah. Dia menatap Sarah dengan tajam dan memaksanya untuk menjelaskan. “Aku ingin mencari bukti bahwa diriku tak be
“Zavar, kamu ngikutin aku?” ucap Sarah dengan nada curiga kepada sosok pria tampan berhidung mancung yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sarah menatap sekilas wajah Zavar yang tampan itu, kemudian membuang muka menatap ke arah yang lain.“Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di sini kalau tak mengikuti aku, atau seseorang menelponnya memintanya kemari!” batin Sarah.Rasa curiga terhadap Zavar semakin besar di dada Sarah. Tak mungkin semuanya terjadi kebetulan, pasti sudah direncanakan.“Nggak, aku nggak ngikutin kamu. Aku sehabis mengantar penumpang di daerah sini.” Zavar berusaha meyakinkan Sarah dengan suara tenang, meyakinkan Sarah. “Oh,” jawab Sarah dengan nada datar. Ia masih merasa aneh dengan kehadiran Zavar di tempat itu.“Lalu, kamu kenapa ada di sini? Bukankah tadi kamu mengatakan akan menemui dosen?” tanya Zavar dengan rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi Sarah yang gelisah dan bingung. “Nggak jadi,” jawab Sarah dengan singkat. Ia tak mau menceritakan apa sebenarnya yang
Zavar duduk tegang di ruang tunggu rumah sakit, gelisah menanti kabar mengenai keadaan mertuanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter yang menangani Bagas akhirnya muncul di hadapannya.“Dokter, bagaimana keadaan mertua saya?” tanya Zavar dengan wajah penuh kekhawatiran.Dokter itu melihat langsung ke mata Zavar sebelum memberikan jawaban, “Masih lemah, Tuan. Tetapi saya senang memberitahu Anda bahwa ada kemajuan sedikit dibanding saat pak Bagas di bawa kemari.”Walaupun Zavar merasa sedikit lega mendengar kabar positif, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. “Dokter, bagaimana zat aktif itu bisa masuk ke tubuh mertua saya? Apakah beliau mengkonsumsinya?” tanya Zavar, ingin memahami lebih lanjut.Dokter menjelaskan dengan penuh perhatian, “Menurut kami, tampaknya obat itu memang sengaja diberikan, tujuannya untuk merusak sel-sel tubuh secara perlahan. Melihat kondisi pak Bagas yang sangat memprihatinkan.”Pernyataan dokter membuat Zavar tercengang, tidak bi
Sorak-sorai terdengar memecah keheningan senja di pinggir hutan saat seorang wanita memecahkan keheningan itu dengan serunya saat melintasi jalan sepi di dekat hutan yang setiap hari ia lalui menuju arah pulang dari bekerja.“Ya ampun, Sarah! Iya, ini Sarah!” Wajahnya penuh kekhawatiran ketika dia melintas di jalan, menyusuri lorong gelap yang mengarah pulang menjelang senja.Tiba-tiba, desakan bantuan memecah udara, memotong kesunyian senja. “Tolong!” teriak wanita itu, meminta pertolongan dengan nada yang memilukan. Seruannya segera menarik perhatian beberapa warga yang berada di sekitar lokasi, dan mereka dengan cepat mendekat.Seorang warga, penuh kebaikan hati, bertanya, “Ada apa, Bu?” dengan ekspresi keprihatinan di wajahnya.Wanita itu buru-buru menjelaskan, “Ini, tolong bantu saya membawa wanita ini ke rumah sakit, Pak!” Sorot matanya penuh dengan kegelisahan.“Siapa wanita ini, Bu? Dan kenapa? Apakah wanita ini korban perampokan?” tanya seorang warga lain, mencoba memahami si
Zavar terlihat sibuk menandatangani berkas yang disodorkan oleh Fando.“Ada lagi, Fan?” tanyanya seraya menjepit pulpen di antara jari telunjuk dan jari tengah, matanya menatap fokus pada Fando yang berdiri di hadapannya.“Sudah selesai untuk hari ini, Zavar,” tukas Fando sopan, namun wajahnya nampak datar.Zavar mengangguk singkat. Ia gegas bangkit berdiri, berjalan mendekati sang asisten pribadi. “Rekaman CCTV sudah ada di tangan kamu?” tanyanya seraya berjalan melewati Fando.Fando yang ditanya, gegas menyusul di belakang. “Sudah, kamu akan terkejut melihat hasilnya,” tukasnya, merogoh saku jas, kemudian menyerahkan sebuah flashdisk berisi copy rekaman CCTV ke samping kanan Zavar.Zavar menerimanya, menggenggamnya erat tanpa menghentikan langkahnya. Keduanya berjalan beriringan tanpa sepatah katapun menuju pintu keluar.Zavar gegas masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan lobi, begitu Fando membukakan pintu penumpang, menutupnya perlahan, kemudian gegas berlari memutar,
“Gak! Itu gak benar, Sarah! Itu semuanya fitnah!” Selena bersikeras. Wajahnya bahkan terlihat berusaha serius, nampak meyakinkan. Namun Sarah yang sudah tahu akal busuk saudara tirinya itu, tidak serta Merta percaya.“Heleh! Jangan berkilah kamu, Selena! Aku yakin banget, kalo kamu lah pelakunya!” tuding Sarah berapi-api seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah Selena.“Aku berani bersumpah, Sarah. Bahwasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti itu!” Selena masih berusaha membuat Sarah terpedaya.“Gak usah ngelak lagi kamu! Mending kamu ngaku aja dengan jujur, apa maksud kamu ngasih kopi itu sama suami aku? Ingat Selena, Zavar itu suami aku, iparmu sendiri. Jadi kamu jangan berpikiran picik dengan berusaha merebut dia dari tanganku! Atau jangan-jangan kamu yang berusaha mengadu domba aku dan Zavar dengan berpura-pura mengaku menjadi mantan kekasihnya!”pekik Sarah murka. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.“Sudah aku bilang, kalo aku gak pernah ngelakuin itu! Kamu itu bego atau
Zavar menatap Fando dengan ekspresi serius, memecahkan keheningan dengan kata-kata yang membuat atmosfer ruangan semakin tegang. “Ada orang yang menjebak aku, sengaja memberikan minuman perangsang,” ungkapnya tegas, matanya mencari kepastian di wajah Fando.Terdengar desahan kaget dari Fando. Ia langsung menanggapi, “Astaga, siapa?” Rasa penasarannya terpancar jelas dari setiap kata yang terucap.Zavar mengangguk, memberikan penjelasan lebih lanjut, “Nggak tau, aku tadi kan meeting. Segera kamu periksa CCTV, aku ingin tau siapa pelakunya.” Suaranya penuh desakan, menunjukkan urgensi untuk mengungkap kebenaran di balik insiden yang menimpanya.Fando mengangguk serius, “Mungkinkah itu Lolly?” Ia mencoba menghubungkan benang merah dari kejadian itu dengan sosok yang mungkin terlibat.Zavar merenung sejenak sebelum menjawab, “Entah, aku tak tau.” Ungkapannya penuh dengan ketidakpastian, membuat situasi semakin misterius.Tak lama kemudian, Fando melanjutkan serangkaian pertanyaannya, “La
Suasana di ruangan itu menjadi tegang ketika Sarah melihat gelisah yang meliputi wajah suaminya, Zavar. Dengan rasa concern, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sayang kamu kenapa?” Suara lembutnya memecah keheningan, memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap suami tercintanya.Meski Sarah masih curiga terhadap Zavar, tetapi itu tak mengubah sikapnya pada pria tampan itu.Zavar, yang tampaknya merasa gelisah dan waspada, segera memberikan instruksi pada Sarah, “Sayang, tutup pintunya, katakan pada sekretaris jangan ada yang mengganggu.” Permintaan tersebut disampaikan dengan suara serius dan penuh perhatian. Sarah, tanpa ragu dan dengan penuh ketaatan, segera melangkah ke pintu dan menguncinya rapat, memastikan keamanan ruangan dari mata orang asing.Namun, ketegangan semakin terasa ketika Sarah kembali mendekati Zavar, mencoba memahami penyebab sikap gelisah yang merayap di dalam hati suaminya. “Ada apa?” tanya Sarah dengan suara lembut, mencoba membuka pintu percaka
Langkah kaki Zavar terdengar semakin dekat, seiring dengan detak jantung Sarah yang semakin cepat.Meja di hadapannya menjadi semakin jelas dalam pandangannya, dan ketegangan terasa begitu nyata di udara. Sarah merasakan debaran kencang di dadanya, seperti serangan kecil dari rasa was-was yang merayap dalam benaknya.Langkah kaki Zavar menghasilkan suara yang berat, menciptakan dentuman yang membuat saraf Sarah merespon dengan cepat. Kletak. Kletak. Setiap langkah mengisyaratkan kedatangan sosok yang mungkin membawa segala macam kejutan.“Aduh, gimana ini?” bisik hati Sarah, ketidakpastian memenuhi pikirannya. Kedua kata itu menjadi sepasang mantra yang terus berputar di benaknya. Sementara langkah kaki Zavar semakin mendekat, ruangan itu seakan-akan mengecil, menyisakan ruang sempit bagi ketegangan untuk berkembang.Dalam ketidakpastian yang mencekam, suara langkah kaki Zavar menggema di dalam ruangan, menciptakan atmosfer yang begitu tegang sehingga bahkan udara tampaknya menahan na
Esok pagi tiba dengan udara yang sejuk dan langit yang cerah, menciptakan suasana yang kontras dengan kegelapan yang menyelimuti hati Sarah.Mendekati jam makan siang, diam-diam Sarah datang ke kantor, hatinya dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan. Dengan langkah-langkah hati-hati, Sarah memutuskan untuk mengungkap misteri yang merayapi pikirannya.Seiring langkahnya yang mantap, Sarah melangkah menuju kantor suaminya yang berlokasi di pusat kota. Dia memutuskan untuk memilih jalur taksi sebagai sarana transportasinya, berharap dapat mengurangi waktu tempuh dan mempertahankan keberadaannya yang rahasia. Saat taksi itu tiba, dia dengan hati-hati menuruni tangga, memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan langkah-langkahnya yang tersembunyi.“Bismillah. Semoga aku menemukan kebenarannya di sini,” bisik Sarah dalam hati sambil menyesap napasnya yang teratur. “Ini pak, uangnya, kembaliannya ambil bapak saja,” ujar Sarah dengan tegas kepada sopir taksi ketika sampai di tujuan. De
Lena membuka pintu rumah dengan senyuman, melihat putrinya, Selena, yang tampak begitu bersemangat.“Kamu kenapa sayang? Kok girang banget?” tanya Lena dengan senyum penasaran saat baru tiba di rumah mereka.“Mama baru pulang? Aku lagi senang mah,” kata Selena sambil tersenyum cerah.“Senang kenapa?” tanya Lena, menunjukkan rasa penasaran yang sama.“Sebab, rencana kita berjalan lancar, Mah,” kata Selena dengan antusias.“Lancar?” Lena semakin penasaran.“Iya, Mah. Tadi Selena berhasil mengambil foto yang bagus, lalu mengirim pada Sarah. Tau nggak Mah, Sarah langsung nelpon setelah Selena kirim foto itu,pasti dia sakit hati,” cerita Selena sembari membagi cerita dengan penuh semangat.“Dia tidak kenal suara kamu?” tanya Lena dengan nada penasaran.“Nggak, Mah. Sudah Selena filter, jadi nggak akan Sarah kenal,” jelas Selena sambil menjelaskan dengan penuh semangat.Lena menggelengkan kepala, meresapi kata-kata putrinya dengan ekspresi serius. “Baguslah, kalau mama malah nggak berhasil