“Rajam? Apa salah kami?” Tanya Zavar kepada warga dengan tatapan tajam.
“Kalian telah Berzinah!” pekik mereka kompak.“Tak ada yang berzinah, kami suami istri,” ucap Zavar mencoba menjelaskan.“Kalian percaya?” ucap si provokator.“Tidak!" seru yang lainnya.“Kenapa kami harus dihukum? Kami tidak bersalah!” papar Zavar menjelaskan dengan tegas.“Kalian harus dihukum! Sebab kalian sudah merusak nama baik tempat ini!” teriak seorang pria paruh baya dengan suara yang garang.Zavar berusaha menjelaskan dengan tegas. “Saya sudah katakan, Sarah adalah istri saya. Kami sudah menikah,” ujar Zavar mencoa menenangkan kerumunan yang marah.Namun, amarah warga tampaknya sudah membutakan mereka. Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan Zavar, bahkan beberapa dari mereka mulai merangsek masuk ke dalam rumah. Melihat situasi yang semakin memanas, Zavar memegang tangan Sarah.“Jangan takut Sarah, ada aku yang menjagamu. Kita harus tetap tenang. Aku akan mengurus ini,” bisiknya pada Sarah, mencoba menenangkan Sarah yang ketakutan.Kerumunan mulai bergerak semakin dekat, merangsek ke arah Zavar. Ada beberapa warga yang tampaknya sudah siap dengan tinju terkepal, siap untuk melakukan ancaman fisik yang telah mereka lempar sebelumnya.“Zavar, kamu jangan main-main dengan kami!” pekik warga.Zavar berdiri di depan pintu, berusaha membentengi rumahnya. “Saya tidak main-main, kalian yang mengusik saya,” katanya dengan suara yang berusaha tegas. “Saya sudah katakan, Sarah adalah istri saya. Kami sudah menikah. Saya tidak mengerti kenapa kalian semua beranggapan buruk tentang kami.”Warga tampaknya tidak mau mendengar. Mereka mengabaikan penjelasan Zavar dan terus mendekat, ancaman mereka semakin menjadi-jadi.Akhirnya, seorang pria berbadan besar berjalan maju dan mencoba masuk ke dalam rumah. Dia mendorong Zavar ke samping dan berjalan masuk.Pria itu memandangi Sarah dengan sinis. “Jadi ini dia, wanita yang sudah merusak nama baik kampung kita,” ujarnya dengan nada penuh ejekan.Sarah merasa seperti ditikam. Dia ingin berlari dan bersembunyi, tetapi kakinya terasa lemas. Zavar melihat ekspresi Sarah dan semakin merasa harus bertindak.“Cukup!” teriak Zavar, mengejutkan semua orang. Suaranya yang tegas membuat masyarakat yang ramai seketika diam.“Sarah dan saya tidak berbuat salah apa-apa. Kami sudah menikah dan itu adalah hak kami untuk hidup bersama. Saya tidak mengerti kenapa kalian merasa berhak menghakimi kami.” papar Zavar geram.Pria itu menoleh ke Zavar, tampak terkejut. “Kamu berani melawan kami?" tantangnya. Zavar menatap pria itu dengan tegas.“Ya! Saya bisa menuntut kalian semua karena telah mencemarkan nama baik kami. Saya hanya mempertahankan hak saya dan Sarah.” Zavar berkata dengan penuh keyakinan, berharap ini bisa meredam keributan yang semakin memanas.Zavar masih berdiri tegap di ambang pintu rumah kontrakannya, menghadapi serbuan amarah warga.Namun, saat itu, sosok yang dikenal sebagai Pak RT muncul di antara kerumunan. Pak RT, seorang laki-laki paruh baya dengan rambut yang mulai memutih, melangkah maju. Ia tampak tenang dan berwibawa, menenangkan kerumunan dengan gerakan tangan dan suara rendahnya.“Tenang, mari kita dengar penjelasan dari Zavar,” ujarnya. Wajah Zavar menampakkan rasa lega. Meski suara gemuruh dari kerumunan masih bergema di telinganya.“Terima kasih, Pak,” katanya dengan suara yang hampir tak terdengar, kemudian Zavar pun menjelaskan semuanya kepada pak RT.“Pak RT, kami perlu bukti!” teriak salah satu warga, masih dengan nada marah yang belum mereda.Pak RT menoleh, pandangannya tajam dan tegas. “Kami akan memberikan kesempatan kepada Zavar untuk memberikan bukti,” jawabnya dengan suara yang tenang namun berwibawa. “Kita semua disini menghargai keadilan. Jadi, beri dia kesempatan untuk berbicara.”Warga mulai berbisik satu sama lain, beberapa tampak ragu, tetapi mereka tidak membantah perintah Pak RT. Suasana menjadi lebih tenang, meski masih terasa tegang.Pak RT mengangguk, memberikan senyuman penuh pengertian. Ia lalu berbalik ke arah warga dan berkata, “Mari kita dengar penjelasan Zavar. Kita semua di sini mencari kebenaran, bukan?”Sebagian warga mengangguk, wajah mereka tampak lebih tenang dan siap mendengarkan. Pak RT berdiri di samping Zavar, posisinya menunjukkan dukungan dan empati kepada Zavar.Dengan semangat baru dan dukungan dari Pak RT, Zavar mulai menjelaskan, suaranya lebih mantap, pandangannya lebih tegas. Meskipun beberapa warga masih tampak skeptis, mereka memilih untuk diam dan mendengarkan, menunggu bukti yang akan diberikan Zavar.“Kalian tunggu di sini!” ucap Zavar kemudian berlalu masuk ke dalam rumah hendak mengambil sesuatu. Tak berselang lama, sosok Zavar telah keluar dari dalam sambil membawa buku nikah mereka dan memperlihatkan kepada Pak RT.“Ini, bukti jika kami sudah menikah. Kami tak sepicik yang kalian tuduhkan!” papar Zavar.Pak RT meraih buku nikah tersebut, kemudian membacanya dengan seksama.“Iya mereka pasangan suami istri, dan baru menikah tadi siang,” jelas Pak RT memberitahu yang lainnya memperlihatkan buki nikah milik. zavar dan Sarah. Mendengar penjelasan Pak RT, warga-warga lain tersentak kaget. Mereka merasa tak enak hati pada Zavar dan Sarah, karena telah menuduhnya yang tidak-tidak serta mengganggu waktu istirahatnya.“Maafkan kami Zavar,” celetuk seorang warga yang merasa bersalah.“Makanya, lain kali jika menuduh sertakan dulu bukti dan faktanya! Jangan main hakim sendiri!” berang Zavar dengan nada kesal.“Iya Zavar. Sekali lagi kami minta maaf."“Katakan kepada saya, siapa yang telah menyebarkan berita hoax seperti ini!!” titah Zavar dengan nada mengancam.Warga saling pandang mencari seseorang yang tdi memberikan mereka informasi.“Dia….”“Dia sudah tidak ada di sini,” jawab para warga setelah mencari-cari keberadaan orang yang melapor tadi.Zavar bertanya-tanya, siapa orang itu. Dan apa maksud dan tujuannya melaporkan yang tidak-tidak pada warga? Semua itu terpikir di dalam benaknya, tapi tak bisa ia temukan jawaban itu sekarang.Pak RT membubarkan masyarakat, lalu meminta maaf kepada Zavar karena telah membuat kekacauan serta mengganggu ketenangannya.“Maaf Zavar, karena kami sudah mengganggu waktu istirahatmu,” ucap pak RT merasa tak enak hati.“Tidak apa-apa Pak,” jawab Zavar.Setelah pak RT dan warga bubar, Zavar pun masuk ke dalam kontrakannya.Esok paginya, Sarah terbangun dari tidur. Matahari pagi sudah menyinari kamar tidurnya. Ia merasakan sesuatu yang berat di hati, menghimpit setiap hembusan nafas yang dihembuskan, karena beban yang ia rasakan begitu berat.Sarah beranjak dari tempat tidur, langkahnya berat, seolah-olah setiap sel tubuhnya menolak untuk bergerak. Sarah berjalan menuju ruang tengah. Tatapannya kosong menatap ke arah jendela. Ia merasa putus asa, emosi yang menderanya begitu dalam hingga ia tak bisa lagi menahannya. Di tengah lamunannya, suara pergerakan dari dapur mengalihkan perhatiannya.Zavar baru saja selesai menyiapkan sarapan di dapur. Ia melihat Sarah yang duduk termenung di kursi wajahnya tampak kosong, jauh dari ekspresi ceria yang biasa ia miliki setiap pagi kala Zavar menjemputnya menuju ke kampus.Merasakan hal tersebut, Zavar berjalan mendekati Sarah.“Kenapa bengong? kamu tidak bersiap-siap ke kampus?” tanya Zavar, suaranya lembut namun jelas terdengar kekhawatiran. Matanya menatap Sarah, mencari jawaban dari balik tatapan kosong wanita di hadapannya.Sarah menatap Zavar, tidak mampu berbohong tentang apa yang sedang ia rasakan. Namun, ia tidak menjawab pertanyaan Zavar. Ia hanya duduk di sana, membiarkan Zavar menatapnya dengan kekhawatiran, membiarkan suasananya menjadi hening sejenak.“Aku hanya...."“Hanya apa?” tanya Zavar dengan nada penasaran. Dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah Sarah.“Ah tidak. Bukan apa-apa,” jawab Sarah dengan cepat. Dia berusaha tersenyum, tapi senyumnya terlihat hambar dan dipaksakan. Dia menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu di benaknya.“Aku siap-siap dulu,” ucap Sarah lagi, beranjak dari kursi yang di duduki olehnya. Dia berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap. “Oke,” jawab Zavar, menunggu Sarah berkemas. Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah, tapi dia tidak ingin mengganggunya. Mungkin Sarah sedang mengalami masalah yang tidak bisa dia ceritakan kepada Zavar. Tak menunggu waktu lama, Sarah telah siap dengan pakaian sederhana yang dibelikan oleh Zavar kemarin. Terpaksa, karena tak ada pakaian lagi. Sarah berencana akan membeli pakaian terlebih dahulu sebelum ke kampus dengan uang di ATM miliknya.Sarah sudah mengenakan jaket dan helm. Dia melihat Zavar masih asyik bermain ponsel di kursi.“Ayo,” ajak Sarah yang telah siap. Dia
Sarah merasakan denyut nadi yang semakin kencang ketika mendengar suara yang menyapa dirinya dari belakang. Suara itu begitu familiar, namun juga begitu menyakitkan di telinga yang mendengar. Suara yang kini menghujat dan menghina dirinya tanpa ampun yang berasal dari Selena, saudara tirinya. Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu memutar tubuhnya perlahan-lahan menghadap ke arah suara itu. Matanya menatap tajam ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya, tetapi ia berusaha menahan diri mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja. “Selena,” ucap Sarah dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. Ia berharap Selena hanya lewat dan tidak mengganggunya kali ini. Namun harapan itu sia-sia. Selena malah mendekat ke arah Sarah, berjalan dengan langkah angkuh dan sombong. Rambut pirangnya tergerai indah di bahunya, menunjukkan betapa ia merasa cantik dan superior. Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena ibunya sendiri lebih perhatia
“Astaga, Selena. Menjijikan sekali!” gumam Sarah yang berada tak jauh dari mobil Ferrary yang berwarna merah, tak sengaja Sarah melihat saudara tirinya melakukan hal tak senonoh bersama kekasihnya, Alex. Di dalam mobil di area kampus pula.Bola mata Sarah membulat sempurna melihat aksi liar adik tirinya. Bukan hal tabu di zaman sekarang melakukan hal tersebut, tetapi apakah harus di tempat umum seperti ini? Ingin rasanya Sarah melaporkan aksi bejat Selena dan kekasihnya kepada petugas keamanan kampus, tetapi ia urung.Mengingat nama keluarganya di pertaruhkan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sarah diam-diam serta berhati-hati merekam kelakuan Selena yang sudah lepas kendali menari-nari naik turun diatas tubuh Alex. Saking asyiknya, sampai-sampai mereka tak menyadari bahwa ada yang sedang merekam kelakuan mereka.Sarah merasa puas ketika ia berhasil merekam video pendek yang berdurasi 18 detik tersebut menunjukkan adegan tak pantas Selena dengan pacarnya di dalam mobil. Sarah membay
“Ma-ma Lena!”Sarah berucap dengan suara serak dan ketakutan setelah menyadari sosok yang membayangi pintu menghampiri nya adalah ibu tirinya. Ia merasa darahnya membeku dan jantungnya berdebar kencang.“Apa yang kamu lakukan disini, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Bukankah ayahmu sudah mengusir kamu?” Lena menyerbu dengan nada sinis dan marah. Matanya menyala-nyala menatap Sarah dengan penuh kebencian.“Saya menemukannya di ruangan monitor, nyonya!” Penjaga yang mengawal Sarah segera melapor dengan suara gemetar. Ia takut akan mendapat hukuman dari Lena jika ia tidak memberi tahu kebenaran.“Untuk apa kamu ke ruang monitor, Sarah?” Lena mendekatkan wajahnya ke Sarah dengan tatapan curiga. Wajahnya yang cantik tampak berkerut-kerut karena kekesalan.“Kenapa kamu diam? Jawab, Sarah!” lanjut Lena lagi dengan nada meninggi karena tak mendapatkan jawaban dari Sarah. Dia menatap Sarah dengan tajam dan memaksanya untuk menjelaskan. “Aku ingin mencari bukti bahwa diriku tak be
“Zavar, kamu ngikutin aku?” ucap Sarah dengan nada curiga kepada sosok pria tampan berhidung mancung yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sarah menatap sekilas wajah Zavar yang tampan itu, kemudian membuang muka menatap ke arah yang lain.“Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di sini kalau tak mengikuti aku, atau seseorang menelponnya memintanya kemari!” batin Sarah.Rasa curiga terhadap Zavar semakin besar di dada Sarah. Tak mungkin semuanya terjadi kebetulan, pasti sudah direncanakan.“Nggak, aku nggak ngikutin kamu. Aku sehabis mengantar penumpang di daerah sini.” Zavar berusaha meyakinkan Sarah dengan suara tenang, meyakinkan Sarah. “Oh,” jawab Sarah dengan nada datar. Ia masih merasa aneh dengan kehadiran Zavar di tempat itu.“Lalu, kamu kenapa ada di sini? Bukankah tadi kamu mengatakan akan menemui dosen?” tanya Zavar dengan rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi Sarah yang gelisah dan bingung. “Nggak jadi,” jawab Sarah dengan singkat. Ia tak mau menceritakan apa sebenarnya yang
“Mama apa-apan, kenapa menampar pipiku, sakit!” teriak Selena kepada mamanya sambil memegang pipi yang terasa pedas akibat tamparan. Bahkan, terlihat dengan jelas bentuk lima jari berwarna merah menempel di pipi mulus Selena.“Kamu yang apa-apan! Bisa-bisanya kamu tidur dengan kekasihmu, berbuat asusila di parkiran kampus! Nggak ada otak kamu, hah!” omel Lena pada putrinya. Wanita 42 tahun itu sangat geram setelah tahu prilaku putrinya yang begitu liar di luar sana.“Mak-maksud Mama, a-apa?” tanya Selena gelagapan. Matanya melotot, kaget dan bingung dari mana mamanya tahu itu semua itu, apakah ada yang mengirimkan mata-mata untuk mengawasinya?“Kaget kamu, setelah mama tahu ulah liar kamu di luar sana yang tak melebihi seorang jalang! Kamu gila ya, memberikan tubuh kamu begitu saja kepada lelaki seperti Alex yang belum lama menjadi pacarmu? Bagaimana kalau kamu hamil dan dia tidak mau bertanggung jawab, hah! Lalu ayah tiri kamu tahu sikap liarmu itu. Mau kamu kita di usir dari rumah in
Zavar merasa ada yang aneh dengan tatapan Sarah. Ia menoleh ke arahnya dan melihat matanya yang memancarkan rasa penasaran. Sarah tidak berkedip, tidak bergerak, hanya menatap Zavar dengan intensitas yang membuatnya gugup. Zavar mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi ia merasakan sesuatu yang menariknya kembali, tidak tahan lagi. Ia harus tahu apa yang ada di benak Sarah.“Kamu kenapa menatapku seperti itu?” tanya Zavar dengan nada ingin tahu. Ia penasaran kenapa Sarah menatapnya sampai seperti itu. Berharap Sarah akan menjawab dengan jujur, atau setidaknya memberikan alasan. Namun, Sarah hanya menggeleng pelan. Ia tidak mengatakan apa-apa, Sarah berdiri dari ranjang kemudian menutup pintu kamar lalu mengunci dari dalam.“Dasar, agak aneh memang! Bukannya menjawab, malah menutup pintu dengan kasar,” gumam Zavar dengan nada bingung. “Kenapa wanita itu ribet sekali sih?” lanjut Zavar mengoceh sambil melangkahkan kakinya. Kemudian ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan
“Eh, iya. Aku dengar,” jawab Sarah cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tidak menyangka bahwa Zavar memperhatikannya. “Aku pikir kamu tadi melamun, ya. Sudah kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Zavar dengan nada santai, seolah tidak ada yang istimewa. Ia memberitahu sekaligus berpamitan pada Sarah, yang masih terpaku di tempat. Zavar tampak bersiap-siap, mengenakan jaket hitam serta helm biru miliknya, yang membuatnya terlihat semakin gagah. Ia naik ke atas motor kesayangannya, menyalakan starter, kemudian menjauh dari rumah kontrakan yang mereka tinggali bersama. Suara knalpot motornya terdengar menggema di telinga Sarah, yang merasa ada sesuatu yang berdebar di dadanya. “Aku baru sadar, kalau Zavar ini ternyata ‘Tampan’. Aku hari ini berapa kali pangling dibuatnya,” gumam Sarah yang berdiri di ambang pintu memperhatikan Zavar yang semakin jauh. Ia merasakan ada rasa hangat yang menjalar di pipinya, yang mungkin saja adalah tanda-tanda cinta. Ia menggeleng-gelengkan kepa