“Su-suara apa itu? Apakah ada orang lain dirumah ini?” sarah bermonolog didalam hati. Dengan langkah hati-hati ia melangkahkan kaki dengan pelan menuju ke asal suara, yaitu di dapur.
Pelan-pelan, Sarah mengintip. Ternyata tidak ada apa-apa di sana. Ia hanya mendapati ruangan kosong. Namun beberapa saat kemudian, Sarah berteriak kencang. Ia sangat terkejut mendapati seekor tikus yang besar mengintip di dekat tong sampah. Sarah berlari menjauh dari arah dapur.“Oh tuhan, sepertinya aku tidak akan kuat hidup di rumah ini,” ucap Sarah. Ia duduk diatas kursi memeluk kedua kaki untuk meredam rasa di hatinya yang bercampur aduk, pikiran Sarah sangat kacau menerima kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan.Sarah terisak menundukkan kepalanya hingga tanpa sadar Sarah terlelap di kursi yang telah usang itu. Sejenak melupakan masalah yang bertubi-tubu menimpanya hari ini.Beberapa jam kemudian, Sarah terbangun dari tidur. Perlahan ia melirik jam di ponselnya, waktu menunjukkan pukul 09.15 malam. Ia terkejut dan mengusap matanya, tak percaya ia tidur begitu lama.“Lama sekali aku tertidur,” ucap Sarah. Ia pun perlahan membangunkan tubuhnya dari atas kursi. Karena tadi ia menangis, kini mata Sarah bengkak disertai rasa pusing. Ia merasa haus dan ingin minum air.Dengan langkah sempoyongan, serta hati-hati takut ada tikus lagi, Sarah beranjak dari tempatnya duduk, menuju ke arah dapur hendak mencari minuman. Ia berharap bisa menyegarkan dirinya dengan air dingin. Sarah melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur.Sarah meneguk beberapa gelas Air karena haus.Selesai dengan itu Sarah mencari ruangan kamar mandi sebab merasakan gerah di tubuh nya. Namun sayangnya Sarah tak menemukan ruangan yang dia cari.“Dimana sih kamar mandinya?” gumam Sarah yang belum hafal lokasi rumah sederhana itu. Matanya tertuju pada satu-satunya pintu yang ada di dapur. Ia mendekati pintu kemudian mencoba membukanya dengan rasa takut dan jijik, teringat tikus besar yang mengejutkannya tadi siang.Pintu pun terbuka. Akhirnya Sarah menemukan kamar mandi di rumah itu, ternyata kamar mandinya berada di luar rumah. Ia melihat bak mandi yang kecil dan sederhana.Dengan segera, Sarah pun langsung masuk ke dalam kemudian membersihkan tubuhnya. Ia memutar kran dan merasakan air dingin menyiram tubuhnya. Seketika membuat Sarah merasa segar dan lega, seolah semua beban di hatinya terangkat, seperti terangkat nya daki-dari dari kulitnya. Selesai membersihkan tubuh, ia pun kembali mengenakan pakaian yang ia pakai sebelumnya.“Terpaksa, aku harus memakai pakaian ini lagi,” gumam Sarah sambil mengenakan ke tubuhnya. Terpaksa, sebab ia tak memiliki sehelai baju selain yang di pakaiannya.Tak berselang lama, terdengar ketukan pintu dan salam dari arah depan.“Sepertinya Zavar sudah pulang,” gumam Sarah kemudian menuju ke depan untuk membukakan pintu.Saat membukakan pintu, Sarah melihat Zavar membawa banyak sekali belanjaan di tangannya. Lalu lelaki itu pun masuk ke dalam sambil menenteng kantong kresek berwarna hitam.“Kamu habis belanja?” tanya Sarah, menatap kearah bungkusan plastik yang di tenteng oleh Zavar.“Ia, ini aku belikan kamu pakaian ganti beserta makanan, ” ucap Zavar sambil meletakkan belanjaannya di atas meja.Mendengar perkataan Zavar, Sarah merasakan hatinya yang membeku sedikit mencair. Ternyata Zavar tak seburuk yang dia sangka, tetapi tetap saja Sarah membeci pria itu. Karena dia masa depan Sarah menjadi hancur berantakan.“Kamu nggak usah repot-repot,” ucap Sarah kepada Zavar sedikit ketus, memperlihatkan rasa tak sukanya.“Nggak kok, aku tak merasa direpotkan,” jawab Zavar dengan tenang. Setelah itu, Zavar berlalu ke dapur. Tak menunggu lama, ia pun kembali dan terlihat menenteng dua piring kosong beserta sendok.“Makan dulu, nanti kamu sakit,” ucap Zavar sambil memberikan makanan yang sudah dituangkan Zavar ke dalam piring yang dia ambil dari dapur tadi, kemudian memberikan kepada Sarah.Sarah hanya diam membisu menantap piring dan makanan yang diletakkan Zavar di hadapannya.“Mata kamu masih bengkak dan sembab, apakah selama aku pergi kamu menghabiskan waktumu dengan menangis?” tanya Zavar pada Sarah yang melamun menantap piringnya.“Sok tau kamu! Nggak kok,” jawab Sarah sambil mencoba untuk menyuap makanan di dalam mulutnya.Zavar tak berkata-kata lagi. Zavar pun juga menyantap makanan yang dia beli. Hening seketika, hanya suara piring dan sendok yang saling beradu.Sesekali Zavar menatap Sarah yang memasukkan makanan ke dalam mulutnya.“Kenapa? Tak terbiasa makan makanan seperti ini?” tanya Zavar memecah keheningan.Sarah diam tak menjawab, bicara pun percuma pikir Sarah.Belasan menit berlalu, Sarah telah selesai dengan makannya. Zavar menyunggingkan senyuman melihat piring Sarah yang kosong tanpa tersisa. Sarah beranjak dari kursi membawa piring kotor sisanya mereka makan ke belakang.“Mau kemana?” tanya Zavar pada Sarah sehingga membuat langkah kakinya terhenti.“Mau mencuri piring kotor ini,” jawab Sarah.“Tak usah, biar aku saja yang mencucinya. Ini, pakailah," ucap Zavar menunjukkan baju ganti yang dibelinya untuk Sarah.Zabar meraih piring itu dari tangan Sarah, kemudian berlalu kedapur, meninggalkan Sarah yang masih mematung menatap punggung pria di hadapannya.“Oh ya, kamu istirahatlah di kamar, sebab dikontrakan ini tidak ada ruangan lagi, hanya kamar itu. Biar aku yang tidur di kursi,” jelas Zavar dari arah dapur.Sementara Zavar di dapur, Sarah pun menuju ke kamar untuk mengganti pakaiannya di ruangan yang hanya berukuran 3x3. Tanpa Ac, sambil menenteng kantong kresek pemberian Zavar.Sarah menghela nafas berat, mau tak mau, ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru tersebut. Setelah mengganti pakaiannya, Sarah merebahkan tubuh di ranjang yang keras.“Aku tidak boleh diam dan pasrah seperti ini. Aku harus mencari tahu siapa penyebab kekacauan yang menghancurkan hidupku!” ucap Sarah bermonolog di dalam hati.Sarah berada di kamar memikirkan rencana, sementara Zavar telah kembali ke ruang tamu setelah mencuci piring kotor sisa mereka makan.Baru saja Zavar merebahkan tubuhnya di kursi, terdengar ketukan di pintu, membuat Zavar bangkit dari tempatnya, melihat siapa tamu yang berkunjung malam-malam ke kontrakannya.Zavar pun segera berjalan menuju ke arah pintu utama. Setelah pintu dibuka, mata Zavar membulat sempurna melihat pemandangan di depan rumahnya.“A-ada apa ini?” tanya Zavar dengan ekspresi kaget. Kejutan besar menanti Zavar.Bukan pelanggan yang berdiri di depannya, tapi warga sekitar. Ekspresi marah dan curiga memenuhi wajah mereka.“Apa yang kamu lakukan dengan gadis yang kau bawa masuk di rumahmu?” teriak seorang warga dengan raut muka penuh kemarahan.Pertanyaan itu sontak membuat Zavar merasa heran, dari mana mereka tahu kalau Zavar membawa masuk wanita ke dalam rumahnya?Mereka memandang Zavar dengan pandangan sinis. Beberapa di antara mereka bahkan mulai menuduh Zavar telah melakukan perbuatan tercela dengan Sarah.Zavar pun memandang mereka dengan ekspresi terkejut, “Saya tidak mengerti maksud kalian, apa yang terjadi?” tanyanya. Namun, pertanyaannya tidak mendapat jawaban. Malah, suara-suara menuduh semakin keras. Beberapa warga mulai berteriak, menuduh Zavar telah berbuat tak senonoh di kontrakannya.“Tidak ada yang terjadi seperti yang kalian pikirkan. Wanita yang di dalam adalah istri saya. Kami sudah resmi menikah.” ujarnya sambil berusaha menenangkan suasana.Namun, warga tidak percaya. Seorang pria paruh baya bahkan berteriak keras, “Buktikan! Tunjukkan bukti jika kalian sudah menikah!” Zavar menelan ludah, ia tahu ini bukan situasi yang mudah. Tetapi, ia harus menjelaskan dan membuktikan kebenaran jika tidak ingin Sarah terluka.“Baiklah, saya akan tunjukkan buktinya.” kata Zavar dengan nada tegas.Sementara itu, di kamar Sarah terbangun. Suara-suara berisik dan keras dari luar membuatnya menyangka ada keributan. Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan perlahan menuju pintu kamar, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.“Zavar? Apa yang terjadi?” teriak Sarah sambil memegang pintu kamar yang terbuka sedikit. Namun, tak ada jawaban. Yang ada hanyalah suara-suara marah dan tuduhan-tuduhan yang terdengar semakin keras.Sarah merasa ketakutan. Ia tahu suara-suara itu bukanlah hal yang baik. Sarah mencoba untuk tetap tenang, mengambil nafas dalam-dalam dan melangkah keluar dari kamar. Ketika ia melihat kerumunan warga yang marah, jantungnya berdebar kencang. Mereka menunjuk ke arahnya dengan pandangan yang penuh kemarahan dan tuduhan.“Nah, ini dia perempuannya, berani juga dia menampakkan wajah!” ucap seorang ibu-ibu paruh baya dengan suara yang keras.Sarah menelan ludah, merasa terpojok. Sarah teringat kembali dengan kejadian tadi pagi di rumahnya.“Rajam mereka!” Teriak warga.“Rajam? Apa salah kami?” Tanya Zavar kepada warga dengan tatapan tajam. “Kalian telah Berzinah!” pekik mereka kompak. “Tak ada yang berzinah, kami suami istri,” ucap Zavar mencoba menjelaskan. “Kalian percaya?” ucap si provokator. “Tidak!" seru yang lainnya. “Kenapa kami harus dihukum? Kami tidak bersalah!” papar Zavar menjelaskan dengan tegas. “Kalian harus dihukum! Sebab kalian sudah merusak nama baik tempat ini!” teriak seorang pria paruh baya dengan suara yang garang. Zavar berusaha menjelaskan dengan tegas. “Saya sudah katakan, Sarah adalah istri saya. Kami sudah menikah,” ujar Zavar mencoa menenangkan kerumunan yang marah. Namun, amarah warga tampaknya sudah membutakan mereka. Mereka tidak mau mendengarkan penjelasan Zavar, bahkan beberapa dari mereka mulai merangsek masuk ke dalam rumah. Melihat situasi yang semakin memanas, Zavar memegang tangan Sarah. “Jangan takut Sarah, ada aku yang menjagamu. Kita harus tetap tenang. Aku akan mengurus ini,” bisiknya pada Sarah, men
“Hanya apa?” tanya Zavar dengan nada penasaran. Dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah Sarah.“Ah tidak. Bukan apa-apa,” jawab Sarah dengan cepat. Dia berusaha tersenyum, tapi senyumnya terlihat hambar dan dipaksakan. Dia menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu di benaknya.“Aku siap-siap dulu,” ucap Sarah lagi, beranjak dari kursi yang di duduki olehnya. Dia berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap. “Oke,” jawab Zavar, menunggu Sarah berkemas. Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah, tapi dia tidak ingin mengganggunya. Mungkin Sarah sedang mengalami masalah yang tidak bisa dia ceritakan kepada Zavar. Tak menunggu waktu lama, Sarah telah siap dengan pakaian sederhana yang dibelikan oleh Zavar kemarin. Terpaksa, karena tak ada pakaian lagi. Sarah berencana akan membeli pakaian terlebih dahulu sebelum ke kampus dengan uang di ATM miliknya.Sarah sudah mengenakan jaket dan helm. Dia melihat Zavar masih asyik bermain ponsel di kursi.“Ayo,” ajak Sarah yang telah siap. Dia
Sarah merasakan denyut nadi yang semakin kencang ketika mendengar suara yang menyapa dirinya dari belakang. Suara itu begitu familiar, namun juga begitu menyakitkan di telinga yang mendengar. Suara yang kini menghujat dan menghina dirinya tanpa ampun yang berasal dari Selena, saudara tirinya. Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu memutar tubuhnya perlahan-lahan menghadap ke arah suara itu. Matanya menatap tajam ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya, tetapi ia berusaha menahan diri mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja. “Selena,” ucap Sarah dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. Ia berharap Selena hanya lewat dan tidak mengganggunya kali ini. Namun harapan itu sia-sia. Selena malah mendekat ke arah Sarah, berjalan dengan langkah angkuh dan sombong. Rambut pirangnya tergerai indah di bahunya, menunjukkan betapa ia merasa cantik dan superior. Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena ibunya sendiri lebih perhatia
“Astaga, Selena. Menjijikan sekali!” gumam Sarah yang berada tak jauh dari mobil Ferrary yang berwarna merah, tak sengaja Sarah melihat saudara tirinya melakukan hal tak senonoh bersama kekasihnya, Alex. Di dalam mobil di area kampus pula.Bola mata Sarah membulat sempurna melihat aksi liar adik tirinya. Bukan hal tabu di zaman sekarang melakukan hal tersebut, tetapi apakah harus di tempat umum seperti ini? Ingin rasanya Sarah melaporkan aksi bejat Selena dan kekasihnya kepada petugas keamanan kampus, tetapi ia urung.Mengingat nama keluarganya di pertaruhkan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sarah diam-diam serta berhati-hati merekam kelakuan Selena yang sudah lepas kendali menari-nari naik turun diatas tubuh Alex. Saking asyiknya, sampai-sampai mereka tak menyadari bahwa ada yang sedang merekam kelakuan mereka.Sarah merasa puas ketika ia berhasil merekam video pendek yang berdurasi 18 detik tersebut menunjukkan adegan tak pantas Selena dengan pacarnya di dalam mobil. Sarah membay
“Ma-ma Lena!”Sarah berucap dengan suara serak dan ketakutan setelah menyadari sosok yang membayangi pintu menghampiri nya adalah ibu tirinya. Ia merasa darahnya membeku dan jantungnya berdebar kencang.“Apa yang kamu lakukan disini, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Bukankah ayahmu sudah mengusir kamu?” Lena menyerbu dengan nada sinis dan marah. Matanya menyala-nyala menatap Sarah dengan penuh kebencian.“Saya menemukannya di ruangan monitor, nyonya!” Penjaga yang mengawal Sarah segera melapor dengan suara gemetar. Ia takut akan mendapat hukuman dari Lena jika ia tidak memberi tahu kebenaran.“Untuk apa kamu ke ruang monitor, Sarah?” Lena mendekatkan wajahnya ke Sarah dengan tatapan curiga. Wajahnya yang cantik tampak berkerut-kerut karena kekesalan.“Kenapa kamu diam? Jawab, Sarah!” lanjut Lena lagi dengan nada meninggi karena tak mendapatkan jawaban dari Sarah. Dia menatap Sarah dengan tajam dan memaksanya untuk menjelaskan. “Aku ingin mencari bukti bahwa diriku tak be
“Zavar, kamu ngikutin aku?” ucap Sarah dengan nada curiga kepada sosok pria tampan berhidung mancung yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sarah menatap sekilas wajah Zavar yang tampan itu, kemudian membuang muka menatap ke arah yang lain.“Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di sini kalau tak mengikuti aku, atau seseorang menelponnya memintanya kemari!” batin Sarah.Rasa curiga terhadap Zavar semakin besar di dada Sarah. Tak mungkin semuanya terjadi kebetulan, pasti sudah direncanakan.“Nggak, aku nggak ngikutin kamu. Aku sehabis mengantar penumpang di daerah sini.” Zavar berusaha meyakinkan Sarah dengan suara tenang, meyakinkan Sarah. “Oh,” jawab Sarah dengan nada datar. Ia masih merasa aneh dengan kehadiran Zavar di tempat itu.“Lalu, kamu kenapa ada di sini? Bukankah tadi kamu mengatakan akan menemui dosen?” tanya Zavar dengan rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi Sarah yang gelisah dan bingung. “Nggak jadi,” jawab Sarah dengan singkat. Ia tak mau menceritakan apa sebenarnya yang
“Mama apa-apan, kenapa menampar pipiku, sakit!” teriak Selena kepada mamanya sambil memegang pipi yang terasa pedas akibat tamparan. Bahkan, terlihat dengan jelas bentuk lima jari berwarna merah menempel di pipi mulus Selena.“Kamu yang apa-apan! Bisa-bisanya kamu tidur dengan kekasihmu, berbuat asusila di parkiran kampus! Nggak ada otak kamu, hah!” omel Lena pada putrinya. Wanita 42 tahun itu sangat geram setelah tahu prilaku putrinya yang begitu liar di luar sana.“Mak-maksud Mama, a-apa?” tanya Selena gelagapan. Matanya melotot, kaget dan bingung dari mana mamanya tahu itu semua itu, apakah ada yang mengirimkan mata-mata untuk mengawasinya?“Kaget kamu, setelah mama tahu ulah liar kamu di luar sana yang tak melebihi seorang jalang! Kamu gila ya, memberikan tubuh kamu begitu saja kepada lelaki seperti Alex yang belum lama menjadi pacarmu? Bagaimana kalau kamu hamil dan dia tidak mau bertanggung jawab, hah! Lalu ayah tiri kamu tahu sikap liarmu itu. Mau kamu kita di usir dari rumah in
Zavar merasa ada yang aneh dengan tatapan Sarah. Ia menoleh ke arahnya dan melihat matanya yang memancarkan rasa penasaran. Sarah tidak berkedip, tidak bergerak, hanya menatap Zavar dengan intensitas yang membuatnya gugup. Zavar mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi ia merasakan sesuatu yang menariknya kembali, tidak tahan lagi. Ia harus tahu apa yang ada di benak Sarah.“Kamu kenapa menatapku seperti itu?” tanya Zavar dengan nada ingin tahu. Ia penasaran kenapa Sarah menatapnya sampai seperti itu. Berharap Sarah akan menjawab dengan jujur, atau setidaknya memberikan alasan. Namun, Sarah hanya menggeleng pelan. Ia tidak mengatakan apa-apa, Sarah berdiri dari ranjang kemudian menutup pintu kamar lalu mengunci dari dalam.“Dasar, agak aneh memang! Bukannya menjawab, malah menutup pintu dengan kasar,” gumam Zavar dengan nada bingung. “Kenapa wanita itu ribet sekali sih?” lanjut Zavar mengoceh sambil melangkahkan kakinya. Kemudian ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan