“Hanya apa?” tanya Zavar dengan nada penasaran. Dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah Sarah.
“Ah tidak. Bukan apa-apa,” jawab Sarah dengan cepat. Dia berusaha tersenyum, tapi senyumnya terlihat hambar dan dipaksakan. Dia menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu di benaknya.“Aku siap-siap dulu,” ucap Sarah lagi, beranjak dari kursi yang di duduki olehnya. Dia berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap.“Oke,” jawab Zavar, menunggu Sarah berkemas. Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah, tapi dia tidak ingin mengganggunya. Mungkin Sarah sedang mengalami masalah yang tidak bisa dia ceritakan kepada Zavar.Tak menunggu waktu lama, Sarah telah siap dengan pakaian sederhana yang dibelikan oleh Zavar kemarin. Terpaksa, karena tak ada pakaian lagi. Sarah berencana akan membeli pakaian terlebih dahulu sebelum ke kampus dengan uang di ATM miliknya.Sarah sudah mengenakan jaket dan helm. Dia melihat Zavar masih asyik bermain ponsel di kursi.“Ayo,” ajak Sarah yang telah siap. Dia berdiri di dekat pintu. Suaranya terdengar lemah dan lesu.“Oke,” jawab Zavar sambil memasukan ponselnya ke saku. Dia bangkit dari kursi dan mengambil kunci sepeda motornya di atas meja. Mereka berdua keluar dari rumah dan naik ke sepeda motor Zavar.“Kita ke ATM dulu ya, aku ingin mengambil uang,” jelas Sarah saat Zavar hendak melajukan sepeda motornya. Dia memegang pinggang Zavar erat-erat, mencari rasa aman dan nyaman.“Uang untuk apa?” tanya Zavar. Dia merasa penasaran dengan rencana Sarah.“Jangan banyak tanya, bawa saja aku ke sana,” jawab Sarah.“Baiklah," jawab Zavar tanpa bertanya lagi. Dia menyalakan mesin sepeda motornya dan berangkat menuju ATM terdekat.Zavar mengangguk dan menyalakan mesin sepeda motornya. Dia melaju dengan hati-hati, menghindari jalanan yang macet dan berlubang.Sepeda motor yang dikendarai Zavar melaju dengan kecepatan sedang menuju ke ATM terdekat. Setelah tiba, Zavar menunggu di parkiran.Beruntung sedang sepi, sehingga tak perlu mengantri. Sarah pun segera memasukan kartu ATM miliknya ke mesin. Namun, mata Sarah membelalak, saat menyadari bahwa kartunya telah di blokir.“Apa! Tega sekali Ayah kepadaku!” Sarah berdecak sebal, padahal tadi malam saat ia mengecek di M-BANKING masih bisa digunakan untuk transaksi. “Kapan Ayah memblokir kartu ATM milikku, Ya Tuhan, bagaimana ini! Bagaimana aku bisa msmbeli baju dan memiayai kuliah!” ucap Sarah gusar.Dengan perasaan sedih Sarah pun segera keluar dari mesin ATM, menghampiri Zavar. Dia merasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.“Kita pulang saja,” ucap Sarah kepada Zavar yang menunggunya di atas sepeda motor. Suaranya terdengar lirih dan putus asa.“Loh, kenapa?” tanya Zavar bingung. Zavar menatap ke arah wanita yang belum lama ini menjadi istrinya. Dia melihat ada kesedihan yang mendalam di balik mata Sarah. Zavar merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Sarah.Suara Sarah tercekat, ia berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang sedang dirasakan. Wajahnya terlihat seperti ingin menangis, berjuang melawan perasaan yang berkecamuk yang menyelimutinya.Setelah beberapa saat, Sarah menghela nafas panjang, melawan air matanya yang terasa ingin tumpah dan melawan rasa sesak terasa semakin berat di dada, dengan nada pasrah, ia akhirnya membuka suara, “Aku berhenti kuliah saja, Zav.”Tak mungkin dia berharap lebih setelah ATM miliknya di blokir. Apalagi berharap pada Zavar. Jangankan untuk membiayai kuliahnya. Untuk makan saja pasti Zavar harus banting tulang mencukupi kebutuhan mereka berdua.Kata-kata itu keluar dari mulut Sarah, membuat Zavar terdiam sejenak, mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh Sarah. Zavar menatap Sarah dengan tatapan yang mendalam, membaca mata wanita itu.“Apa? Kenapa tiba-tiba kamu mau berhenti kuliah?” tanya Zavar yang ingin tahu alasannya.Sarah menggeleng lemah.“Aku... aku merasa tak ada gunanya lagi melanjutkan kuliah. Toh nantinya aku tak mampu membayar biaya kuliahku. Ayah sudah memblokir ATM milikku. Lebih baik aku mencoba mencari pekerjaan saja,” jelasnya sambil menatap ke depan menahan matanya yang mulai berembun.“Bekerja?”Sarah menoleh, matanya bertemu dengan mata Zavar. “Iya,” jawabnya singkat, suaranya hampir tidak terdengar.“Kenapa?” tanya Zavar.Sarah menarik napas dalam-dalam, mencoba memilih kata yang tepat agar Zavar tak tersinggung. “Sudah jelaskan, Aku tak punya uang. ATM ku diblokir Ayah dan aku tak mau membebanimu untuk membayar kuliahku,” jawabnya kemudian.Zavar terdiam sejenak, menyerap apa yang baru saja didengarnya. Dia melihat ke arah wanita yang belum lama ini menjadi istrinya. “Sarah,” kata Zavar dengan lembut, “Kamu bukan beban bagiku, kamu tanggung jawabku sekarang. Jangan berhenti kuliah, percayalah aku akan membiayai sampai kamu lulus,” ucap Zavar dengan mantap.“Jangan bercanda kamu,” ucap Sarah setengah tak percaya.“Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda?” tanya Zavar kepada Sarah. “Kamu adalah istriku sekarang,” ujarnya dengan suara lembut, mencoba memberikan ketenangan bagi Sarah yang tampak begitu sedih.Sarah menatap Zavar, dan mata mereka saling bertemu. Tatapan Zavar penuh dengan rasa hangat yang menjalar. Ia tak mampu menahan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Semua bercampur menjadi satu menyesakkan dada.“Kita akan atasi ini bersama, Sarah. Kamu tidak sendirian,” ucap Zavar dengan lembut, suaranya meredam getaran di hati Sarah.“Aku tak mau menjadi bebanmu,” ujar Sarah pelan, suaranya hampir tak terdengar. Jujur dari hatinya yang paling dalam. Air matanya perlahan mulai jatuh, membasahi pipinya yang pucat.“Sudah kukatakan, kamu bukanlah beban,” jawab Zavar. “Ayo aku antar kamu ke kampus, nanti telat,” lanjut Zavar.Sarah terdiam, ia mengangkat wajahnya yang tertunduk sejak tadi, menatap Zavar dengan pandangan yang penuh harapan. Air matanya masih mengalir, tetapi perlahan rasa takutnya mulai mereda.“Ini, hapus air matamu, jangan sampai orang-orang berpikir aku akan berbuat jahat kepadamu,” Zavar mencoba mencairkan suasana, sambil memberikan lap tangan kepada Sarah.“Nggak lucu,” jawab Sarah, tetapi ia meraih sapu tangan tersebut melaksanakan perintah Zavar menghapus air matanya.Zavar tersenyum, melihat Sarah menghapus air mata yang membasahi pipinya.“Jangan khawatirkan soal biaya, aku akan mengurusnya. Aku janji,” ujar Zavar, suaranya penuh dengan keteguhan.Sarah membalas senyuman Zavar meski ia agak ragu. Pagi itu, Sarah kembali diantar ke kampus oleh Zavar dengan berboncengan menggunakan sepeda motor seperti biasanya.Belasan menit kemudian, akhirnya mereka pun telah tiba di kampus.“Nanti aku jemput seperti biasa,” ucap Zavar. Di jawab dengan anggukan kepala oleh Sarah. Lalu Zavar pun berbalik arah meninggalkan Sarah.Sarah melangkahkan kakinya menuju masuk ke dalam bangunan kampus. Belum jauh ia melangkahkan kaki, seseorang menyapa dengan bengis.“Eh, masih sanggup kuliah disini kamu?” ucap Seseorang menghentikan langkah kaki Sarah.Sarah merasakan denyut nadi yang semakin kencang ketika mendengar suara yang menyapa dirinya dari belakang. Suara itu begitu familiar, namun juga begitu menyakitkan di telinga yang mendengar. Suara yang kini menghujat dan menghina dirinya tanpa ampun yang berasal dari Selena, saudara tirinya. Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu memutar tubuhnya perlahan-lahan menghadap ke arah suara itu. Matanya menatap tajam ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya, tetapi ia berusaha menahan diri mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja. “Selena,” ucap Sarah dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. Ia berharap Selena hanya lewat dan tidak mengganggunya kali ini. Namun harapan itu sia-sia. Selena malah mendekat ke arah Sarah, berjalan dengan langkah angkuh dan sombong. Rambut pirangnya tergerai indah di bahunya, menunjukkan betapa ia merasa cantik dan superior. Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena ibunya sendiri lebih perhatia
“Astaga, Selena. Menjijikan sekali!” gumam Sarah yang berada tak jauh dari mobil Ferrary yang berwarna merah, tak sengaja Sarah melihat saudara tirinya melakukan hal tak senonoh bersama kekasihnya, Alex. Di dalam mobil di area kampus pula.Bola mata Sarah membulat sempurna melihat aksi liar adik tirinya. Bukan hal tabu di zaman sekarang melakukan hal tersebut, tetapi apakah harus di tempat umum seperti ini? Ingin rasanya Sarah melaporkan aksi bejat Selena dan kekasihnya kepada petugas keamanan kampus, tetapi ia urung.Mengingat nama keluarganya di pertaruhkan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sarah diam-diam serta berhati-hati merekam kelakuan Selena yang sudah lepas kendali menari-nari naik turun diatas tubuh Alex. Saking asyiknya, sampai-sampai mereka tak menyadari bahwa ada yang sedang merekam kelakuan mereka.Sarah merasa puas ketika ia berhasil merekam video pendek yang berdurasi 18 detik tersebut menunjukkan adegan tak pantas Selena dengan pacarnya di dalam mobil. Sarah membay
“Ma-ma Lena!”Sarah berucap dengan suara serak dan ketakutan setelah menyadari sosok yang membayangi pintu menghampiri nya adalah ibu tirinya. Ia merasa darahnya membeku dan jantungnya berdebar kencang.“Apa yang kamu lakukan disini, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Bukankah ayahmu sudah mengusir kamu?” Lena menyerbu dengan nada sinis dan marah. Matanya menyala-nyala menatap Sarah dengan penuh kebencian.“Saya menemukannya di ruangan monitor, nyonya!” Penjaga yang mengawal Sarah segera melapor dengan suara gemetar. Ia takut akan mendapat hukuman dari Lena jika ia tidak memberi tahu kebenaran.“Untuk apa kamu ke ruang monitor, Sarah?” Lena mendekatkan wajahnya ke Sarah dengan tatapan curiga. Wajahnya yang cantik tampak berkerut-kerut karena kekesalan.“Kenapa kamu diam? Jawab, Sarah!” lanjut Lena lagi dengan nada meninggi karena tak mendapatkan jawaban dari Sarah. Dia menatap Sarah dengan tajam dan memaksanya untuk menjelaskan. “Aku ingin mencari bukti bahwa diriku tak be
“Zavar, kamu ngikutin aku?” ucap Sarah dengan nada curiga kepada sosok pria tampan berhidung mancung yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sarah menatap sekilas wajah Zavar yang tampan itu, kemudian membuang muka menatap ke arah yang lain.“Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di sini kalau tak mengikuti aku, atau seseorang menelponnya memintanya kemari!” batin Sarah.Rasa curiga terhadap Zavar semakin besar di dada Sarah. Tak mungkin semuanya terjadi kebetulan, pasti sudah direncanakan.“Nggak, aku nggak ngikutin kamu. Aku sehabis mengantar penumpang di daerah sini.” Zavar berusaha meyakinkan Sarah dengan suara tenang, meyakinkan Sarah. “Oh,” jawab Sarah dengan nada datar. Ia masih merasa aneh dengan kehadiran Zavar di tempat itu.“Lalu, kamu kenapa ada di sini? Bukankah tadi kamu mengatakan akan menemui dosen?” tanya Zavar dengan rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi Sarah yang gelisah dan bingung. “Nggak jadi,” jawab Sarah dengan singkat. Ia tak mau menceritakan apa sebenarnya yang
“Mama apa-apan, kenapa menampar pipiku, sakit!” teriak Selena kepada mamanya sambil memegang pipi yang terasa pedas akibat tamparan. Bahkan, terlihat dengan jelas bentuk lima jari berwarna merah menempel di pipi mulus Selena.“Kamu yang apa-apan! Bisa-bisanya kamu tidur dengan kekasihmu, berbuat asusila di parkiran kampus! Nggak ada otak kamu, hah!” omel Lena pada putrinya. Wanita 42 tahun itu sangat geram setelah tahu prilaku putrinya yang begitu liar di luar sana.“Mak-maksud Mama, a-apa?” tanya Selena gelagapan. Matanya melotot, kaget dan bingung dari mana mamanya tahu itu semua itu, apakah ada yang mengirimkan mata-mata untuk mengawasinya?“Kaget kamu, setelah mama tahu ulah liar kamu di luar sana yang tak melebihi seorang jalang! Kamu gila ya, memberikan tubuh kamu begitu saja kepada lelaki seperti Alex yang belum lama menjadi pacarmu? Bagaimana kalau kamu hamil dan dia tidak mau bertanggung jawab, hah! Lalu ayah tiri kamu tahu sikap liarmu itu. Mau kamu kita di usir dari rumah in
Zavar merasa ada yang aneh dengan tatapan Sarah. Ia menoleh ke arahnya dan melihat matanya yang memancarkan rasa penasaran. Sarah tidak berkedip, tidak bergerak, hanya menatap Zavar dengan intensitas yang membuatnya gugup. Zavar mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi ia merasakan sesuatu yang menariknya kembali, tidak tahan lagi. Ia harus tahu apa yang ada di benak Sarah.“Kamu kenapa menatapku seperti itu?” tanya Zavar dengan nada ingin tahu. Ia penasaran kenapa Sarah menatapnya sampai seperti itu. Berharap Sarah akan menjawab dengan jujur, atau setidaknya memberikan alasan. Namun, Sarah hanya menggeleng pelan. Ia tidak mengatakan apa-apa, Sarah berdiri dari ranjang kemudian menutup pintu kamar lalu mengunci dari dalam.“Dasar, agak aneh memang! Bukannya menjawab, malah menutup pintu dengan kasar,” gumam Zavar dengan nada bingung. “Kenapa wanita itu ribet sekali sih?” lanjut Zavar mengoceh sambil melangkahkan kakinya. Kemudian ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan
“Eh, iya. Aku dengar,” jawab Sarah cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tidak menyangka bahwa Zavar memperhatikannya. “Aku pikir kamu tadi melamun, ya. Sudah kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Zavar dengan nada santai, seolah tidak ada yang istimewa. Ia memberitahu sekaligus berpamitan pada Sarah, yang masih terpaku di tempat. Zavar tampak bersiap-siap, mengenakan jaket hitam serta helm biru miliknya, yang membuatnya terlihat semakin gagah. Ia naik ke atas motor kesayangannya, menyalakan starter, kemudian menjauh dari rumah kontrakan yang mereka tinggali bersama. Suara knalpot motornya terdengar menggema di telinga Sarah, yang merasa ada sesuatu yang berdebar di dadanya. “Aku baru sadar, kalau Zavar ini ternyata ‘Tampan’. Aku hari ini berapa kali pangling dibuatnya,” gumam Sarah yang berdiri di ambang pintu memperhatikan Zavar yang semakin jauh. Ia merasakan ada rasa hangat yang menjalar di pipinya, yang mungkin saja adalah tanda-tanda cinta. Ia menggeleng-gelengkan kepa
“Sarah, aku mohon! jangan sebarkan videoku!” ucap Selena merengek memohon belas kasihan pada saudara tirinya. Tentu ia sangat takut jika sampai video panas itu tersebar luas.“Baiklah, aku tak akan menyebarkan video panasmu dengan satu catatan! Jangan pernah mengganggu atau mengusik hidup ku, atau aku akan membuatmu malu seumur hidupmu!” ancam Sarah pada Selena dengan tatapan nyalang, membuat Selena merasa takut dan bergidik ngeri.“Ba-baik, aku janji! Aku tak akan mengganggumu lagi!” jawab Selena dengan yakin dan memastikan pada Sarah. “Oke, jika sampai aku tahu kau menggangguku, aku tak akan segan-segan mempublikan salinan video panas mu yang tak bermoral ini, tentunya kamu akan mengalami apa yang aku rasakan.” Beruntung, Sarah tak sekejam itu. “Sudah pergi sana jauh-jauh, aku muak melihat wajahmu!” titah Sarah.Tanpa berkata-kata lagi, seperti sapi yang di colok lubang hidungnya. Selena langsung bangkit dari berlutut, menjauhi Sarah. Sejujurnya Selena merasa muak dengan sikap Sarah