“Hanya apa?” tanya Zavar dengan nada penasaran. Dia melihat ada sesuatu yang berbeda dari ekspresi wajah Sarah.
“Ah tidak. Bukan apa-apa,” jawab Sarah dengan cepat. Dia berusaha tersenyum, tapi senyumnya terlihat hambar dan dipaksakan. Dia menunduk, seolah menyembunyikan sesuatu di benaknya.“Aku siap-siap dulu,” ucap Sarah lagi, beranjak dari kursi yang di duduki olehnya. Dia berjalan menuju kamar untuk bersiap-siap.“Oke,” jawab Zavar, menunggu Sarah berkemas. Dia merasa ada yang aneh dengan Sarah, tapi dia tidak ingin mengganggunya. Mungkin Sarah sedang mengalami masalah yang tidak bisa dia ceritakan kepada Zavar.Tak menunggu waktu lama, Sarah telah siap dengan pakaian sederhana yang dibelikan oleh Zavar kemarin. Terpaksa, karena tak ada pakaian lagi. Sarah berencana akan membeli pakaian terlebih dahulu sebelum ke kampus dengan uang di ATM miliknya.Sarah sudah mengenakan jaket dan helm. Dia melihat Zavar masih asyik bermain ponsel di kursi.“Ayo,” ajak Sarah yang telah siap. Dia berdiri di dekat pintu. Suaranya terdengar lemah dan lesu.“Oke,” jawab Zavar sambil memasukan ponselnya ke saku. Dia bangkit dari kursi dan mengambil kunci sepeda motornya di atas meja. Mereka berdua keluar dari rumah dan naik ke sepeda motor Zavar.“Kita ke ATM dulu ya, aku ingin mengambil uang,” jelas Sarah saat Zavar hendak melajukan sepeda motornya. Dia memegang pinggang Zavar erat-erat, mencari rasa aman dan nyaman.“Uang untuk apa?” tanya Zavar. Dia merasa penasaran dengan rencana Sarah.“Jangan banyak tanya, bawa saja aku ke sana,” jawab Sarah.“Baiklah," jawab Zavar tanpa bertanya lagi. Dia menyalakan mesin sepeda motornya dan berangkat menuju ATM terdekat.Zavar mengangguk dan menyalakan mesin sepeda motornya. Dia melaju dengan hati-hati, menghindari jalanan yang macet dan berlubang.Sepeda motor yang dikendarai Zavar melaju dengan kecepatan sedang menuju ke ATM terdekat. Setelah tiba, Zavar menunggu di parkiran.Beruntung sedang sepi, sehingga tak perlu mengantri. Sarah pun segera memasukan kartu ATM miliknya ke mesin. Namun, mata Sarah membelalak, saat menyadari bahwa kartunya telah di blokir.“Apa! Tega sekali Ayah kepadaku!” Sarah berdecak sebal, padahal tadi malam saat ia mengecek di M-BANKING masih bisa digunakan untuk transaksi. “Kapan Ayah memblokir kartu ATM milikku, Ya Tuhan, bagaimana ini! Bagaimana aku bisa msmbeli baju dan memiayai kuliah!” ucap Sarah gusar.Dengan perasaan sedih Sarah pun segera keluar dari mesin ATM, menghampiri Zavar. Dia merasa seperti mimpi buruk yang tak kunjung berakhir.“Kita pulang saja,” ucap Sarah kepada Zavar yang menunggunya di atas sepeda motor. Suaranya terdengar lirih dan putus asa.“Loh, kenapa?” tanya Zavar bingung. Zavar menatap ke arah wanita yang belum lama ini menjadi istrinya. Dia melihat ada kesedihan yang mendalam di balik mata Sarah. Zavar merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Sarah.Suara Sarah tercekat, ia berusaha menemukan kata-kata yang tepat untuk menjelaskan apa yang sedang dirasakan. Wajahnya terlihat seperti ingin menangis, berjuang melawan perasaan yang berkecamuk yang menyelimutinya.Setelah beberapa saat, Sarah menghela nafas panjang, melawan air matanya yang terasa ingin tumpah dan melawan rasa sesak terasa semakin berat di dada, dengan nada pasrah, ia akhirnya membuka suara, “Aku berhenti kuliah saja, Zav.”Tak mungkin dia berharap lebih setelah ATM miliknya di blokir. Apalagi berharap pada Zavar. Jangankan untuk membiayai kuliahnya. Untuk makan saja pasti Zavar harus banting tulang mencukupi kebutuhan mereka berdua.Kata-kata itu keluar dari mulut Sarah, membuat Zavar terdiam sejenak, mencerna setiap kata yang dilontarkan oleh Sarah. Zavar menatap Sarah dengan tatapan yang mendalam, membaca mata wanita itu.“Apa? Kenapa tiba-tiba kamu mau berhenti kuliah?” tanya Zavar yang ingin tahu alasannya.Sarah menggeleng lemah.“Aku... aku merasa tak ada gunanya lagi melanjutkan kuliah. Toh nantinya aku tak mampu membayar biaya kuliahku. Ayah sudah memblokir ATM milikku. Lebih baik aku mencoba mencari pekerjaan saja,” jelasnya sambil menatap ke depan menahan matanya yang mulai berembun.“Bekerja?”Sarah menoleh, matanya bertemu dengan mata Zavar. “Iya,” jawabnya singkat, suaranya hampir tidak terdengar.“Kenapa?” tanya Zavar.Sarah menarik napas dalam-dalam, mencoba memilih kata yang tepat agar Zavar tak tersinggung. “Sudah jelaskan, Aku tak punya uang. ATM ku diblokir Ayah dan aku tak mau membebanimu untuk membayar kuliahku,” jawabnya kemudian.Zavar terdiam sejenak, menyerap apa yang baru saja didengarnya. Dia melihat ke arah wanita yang belum lama ini menjadi istrinya. “Sarah,” kata Zavar dengan lembut, “Kamu bukan beban bagiku, kamu tanggung jawabku sekarang. Jangan berhenti kuliah, percayalah aku akan membiayai sampai kamu lulus,” ucap Zavar dengan mantap.“Jangan bercanda kamu,” ucap Sarah setengah tak percaya.“Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda?” tanya Zavar kepada Sarah. “Kamu adalah istriku sekarang,” ujarnya dengan suara lembut, mencoba memberikan ketenangan bagi Sarah yang tampak begitu sedih.Sarah menatap Zavar, dan mata mereka saling bertemu. Tatapan Zavar penuh dengan rasa hangat yang menjalar. Ia tak mampu menahan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Semua bercampur menjadi satu menyesakkan dada.“Kita akan atasi ini bersama, Sarah. Kamu tidak sendirian,” ucap Zavar dengan lembut, suaranya meredam getaran di hati Sarah.“Aku tak mau menjadi bebanmu,” ujar Sarah pelan, suaranya hampir tak terdengar. Jujur dari hatinya yang paling dalam. Air matanya perlahan mulai jatuh, membasahi pipinya yang pucat.“Sudah kukatakan, kamu bukanlah beban,” jawab Zavar. “Ayo aku antar kamu ke kampus, nanti telat,” lanjut Zavar.Sarah terdiam, ia mengangkat wajahnya yang tertunduk sejak tadi, menatap Zavar dengan pandangan yang penuh harapan. Air matanya masih mengalir, tetapi perlahan rasa takutnya mulai mereda.“Ini, hapus air matamu, jangan sampai orang-orang berpikir aku akan berbuat jahat kepadamu,” Zavar mencoba mencairkan suasana, sambil memberikan lap tangan kepada Sarah.“Nggak lucu,” jawab Sarah, tetapi ia meraih sapu tangan tersebut melaksanakan perintah Zavar menghapus air matanya.Zavar tersenyum, melihat Sarah menghapus air mata yang membasahi pipinya.“Jangan khawatirkan soal biaya, aku akan mengurusnya. Aku janji,” ujar Zavar, suaranya penuh dengan keteguhan.Sarah membalas senyuman Zavar meski ia agak ragu. Pagi itu, Sarah kembali diantar ke kampus oleh Zavar dengan berboncengan menggunakan sepeda motor seperti biasanya.Belasan menit kemudian, akhirnya mereka pun telah tiba di kampus.“Nanti aku jemput seperti biasa,” ucap Zavar. Di jawab dengan anggukan kepala oleh Sarah. Lalu Zavar pun berbalik arah meninggalkan Sarah.Sarah melangkahkan kakinya menuju masuk ke dalam bangunan kampus. Belum jauh ia melangkahkan kaki, seseorang menyapa dengan bengis.“Eh, masih sanggup kuliah disini kamu?” ucap Seseorang menghentikan langkah kaki Sarah.Sarah merasakan denyut nadi yang semakin kencang ketika mendengar suara yang menyapa dirinya dari belakang. Suara itu begitu familiar, namun juga begitu menyakitkan di telinga yang mendengar. Suara yang kini menghujat dan menghina dirinya tanpa ampun yang berasal dari Selena, saudara tirinya. Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu memutar tubuhnya perlahan-lahan menghadap ke arah suara itu. Matanya menatap tajam ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya, tetapi ia berusaha menahan diri mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja. “Selena,” ucap Sarah dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. Ia berharap Selena hanya lewat dan tidak mengganggunya kali ini. Namun harapan itu sia-sia. Selena malah mendekat ke arah Sarah, berjalan dengan langkah angkuh dan sombong. Rambut pirangnya tergerai indah di bahunya, menunjukkan betapa ia merasa cantik dan superior. Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena ibunya sendiri lebih perhatia
“Astaga, Selena. Menjijikan sekali!” gumam Sarah yang berada tak jauh dari mobil Ferrary yang berwarna merah, tak sengaja Sarah melihat saudara tirinya melakukan hal tak senonoh bersama kekasihnya, Alex. Di dalam mobil di area kampus pula.Bola mata Sarah membulat sempurna melihat aksi liar adik tirinya. Bukan hal tabu di zaman sekarang melakukan hal tersebut, tetapi apakah harus di tempat umum seperti ini? Ingin rasanya Sarah melaporkan aksi bejat Selena dan kekasihnya kepada petugas keamanan kampus, tetapi ia urung.Mengingat nama keluarganya di pertaruhkan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sarah diam-diam serta berhati-hati merekam kelakuan Selena yang sudah lepas kendali menari-nari naik turun diatas tubuh Alex. Saking asyiknya, sampai-sampai mereka tak menyadari bahwa ada yang sedang merekam kelakuan mereka.Sarah merasa puas ketika ia berhasil merekam video pendek yang berdurasi 18 detik tersebut menunjukkan adegan tak pantas Selena dengan pacarnya di dalam mobil. Sarah membay
“Ma-ma Lena!”Sarah berucap dengan suara serak dan ketakutan setelah menyadari sosok yang membayangi pintu menghampiri nya adalah ibu tirinya. Ia merasa darahnya membeku dan jantungnya berdebar kencang.“Apa yang kamu lakukan disini, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Bukankah ayahmu sudah mengusir kamu?” Lena menyerbu dengan nada sinis dan marah. Matanya menyala-nyala menatap Sarah dengan penuh kebencian.“Saya menemukannya di ruangan monitor, nyonya!” Penjaga yang mengawal Sarah segera melapor dengan suara gemetar. Ia takut akan mendapat hukuman dari Lena jika ia tidak memberi tahu kebenaran.“Untuk apa kamu ke ruang monitor, Sarah?” Lena mendekatkan wajahnya ke Sarah dengan tatapan curiga. Wajahnya yang cantik tampak berkerut-kerut karena kekesalan.“Kenapa kamu diam? Jawab, Sarah!” lanjut Lena lagi dengan nada meninggi karena tak mendapatkan jawaban dari Sarah. Dia menatap Sarah dengan tajam dan memaksanya untuk menjelaskan. “Aku ingin mencari bukti bahwa diriku tak be
“Zavar, kamu ngikutin aku?” ucap Sarah dengan nada curiga kepada sosok pria tampan berhidung mancung yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sarah menatap sekilas wajah Zavar yang tampan itu, kemudian membuang muka menatap ke arah yang lain.“Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di sini kalau tak mengikuti aku, atau seseorang menelponnya memintanya kemari!” batin Sarah.Rasa curiga terhadap Zavar semakin besar di dada Sarah. Tak mungkin semuanya terjadi kebetulan, pasti sudah direncanakan.“Nggak, aku nggak ngikutin kamu. Aku sehabis mengantar penumpang di daerah sini.” Zavar berusaha meyakinkan Sarah dengan suara tenang, meyakinkan Sarah. “Oh,” jawab Sarah dengan nada datar. Ia masih merasa aneh dengan kehadiran Zavar di tempat itu.“Lalu, kamu kenapa ada di sini? Bukankah tadi kamu mengatakan akan menemui dosen?” tanya Zavar dengan rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi Sarah yang gelisah dan bingung. “Nggak jadi,” jawab Sarah dengan singkat. Ia tak mau menceritakan apa sebenarnya yang
“Mama apa-apan, kenapa menampar pipiku, sakit!” teriak Selena kepada mamanya sambil memegang pipi yang terasa pedas akibat tamparan. Bahkan, terlihat dengan jelas bentuk lima jari berwarna merah menempel di pipi mulus Selena.“Kamu yang apa-apan! Bisa-bisanya kamu tidur dengan kekasihmu, berbuat asusila di parkiran kampus! Nggak ada otak kamu, hah!” omel Lena pada putrinya. Wanita 42 tahun itu sangat geram setelah tahu prilaku putrinya yang begitu liar di luar sana.“Mak-maksud Mama, a-apa?” tanya Selena gelagapan. Matanya melotot, kaget dan bingung dari mana mamanya tahu itu semua itu, apakah ada yang mengirimkan mata-mata untuk mengawasinya?“Kaget kamu, setelah mama tahu ulah liar kamu di luar sana yang tak melebihi seorang jalang! Kamu gila ya, memberikan tubuh kamu begitu saja kepada lelaki seperti Alex yang belum lama menjadi pacarmu? Bagaimana kalau kamu hamil dan dia tidak mau bertanggung jawab, hah! Lalu ayah tiri kamu tahu sikap liarmu itu. Mau kamu kita di usir dari rumah in
Zavar merasa ada yang aneh dengan tatapan Sarah. Ia menoleh ke arahnya dan melihat matanya yang memancarkan rasa penasaran. Sarah tidak berkedip, tidak bergerak, hanya menatap Zavar dengan intensitas yang membuatnya gugup. Zavar mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi ia merasakan sesuatu yang menariknya kembali, tidak tahan lagi. Ia harus tahu apa yang ada di benak Sarah.“Kamu kenapa menatapku seperti itu?” tanya Zavar dengan nada ingin tahu. Ia penasaran kenapa Sarah menatapnya sampai seperti itu. Berharap Sarah akan menjawab dengan jujur, atau setidaknya memberikan alasan. Namun, Sarah hanya menggeleng pelan. Ia tidak mengatakan apa-apa, Sarah berdiri dari ranjang kemudian menutup pintu kamar lalu mengunci dari dalam.“Dasar, agak aneh memang! Bukannya menjawab, malah menutup pintu dengan kasar,” gumam Zavar dengan nada bingung. “Kenapa wanita itu ribet sekali sih?” lanjut Zavar mengoceh sambil melangkahkan kakinya. Kemudian ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan
“Eh, iya. Aku dengar,” jawab Sarah cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tidak menyangka bahwa Zavar memperhatikannya. “Aku pikir kamu tadi melamun, ya. Sudah kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Zavar dengan nada santai, seolah tidak ada yang istimewa. Ia memberitahu sekaligus berpamitan pada Sarah, yang masih terpaku di tempat. Zavar tampak bersiap-siap, mengenakan jaket hitam serta helm biru miliknya, yang membuatnya terlihat semakin gagah. Ia naik ke atas motor kesayangannya, menyalakan starter, kemudian menjauh dari rumah kontrakan yang mereka tinggali bersama. Suara knalpot motornya terdengar menggema di telinga Sarah, yang merasa ada sesuatu yang berdebar di dadanya. “Aku baru sadar, kalau Zavar ini ternyata ‘Tampan’. Aku hari ini berapa kali pangling dibuatnya,” gumam Sarah yang berdiri di ambang pintu memperhatikan Zavar yang semakin jauh. Ia merasakan ada rasa hangat yang menjalar di pipinya, yang mungkin saja adalah tanda-tanda cinta. Ia menggeleng-gelengkan kepa
“Sarah, aku mohon! jangan sebarkan videoku!” ucap Selena merengek memohon belas kasihan pada saudara tirinya. Tentu ia sangat takut jika sampai video panas itu tersebar luas.“Baiklah, aku tak akan menyebarkan video panasmu dengan satu catatan! Jangan pernah mengganggu atau mengusik hidup ku, atau aku akan membuatmu malu seumur hidupmu!” ancam Sarah pada Selena dengan tatapan nyalang, membuat Selena merasa takut dan bergidik ngeri.“Ba-baik, aku janji! Aku tak akan mengganggumu lagi!” jawab Selena dengan yakin dan memastikan pada Sarah. “Oke, jika sampai aku tahu kau menggangguku, aku tak akan segan-segan mempublikan salinan video panas mu yang tak bermoral ini, tentunya kamu akan mengalami apa yang aku rasakan.” Beruntung, Sarah tak sekejam itu. “Sudah pergi sana jauh-jauh, aku muak melihat wajahmu!” titah Sarah.Tanpa berkata-kata lagi, seperti sapi yang di colok lubang hidungnya. Selena langsung bangkit dari berlutut, menjauhi Sarah. Sejujurnya Selena merasa muak dengan sikap Sarah
Zavar duduk tegang di ruang tunggu rumah sakit, gelisah menanti kabar mengenai keadaan mertuanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter yang menangani Bagas akhirnya muncul di hadapannya.“Dokter, bagaimana keadaan mertua saya?” tanya Zavar dengan wajah penuh kekhawatiran.Dokter itu melihat langsung ke mata Zavar sebelum memberikan jawaban, “Masih lemah, Tuan. Tetapi saya senang memberitahu Anda bahwa ada kemajuan sedikit dibanding saat pak Bagas di bawa kemari.”Walaupun Zavar merasa sedikit lega mendengar kabar positif, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. “Dokter, bagaimana zat aktif itu bisa masuk ke tubuh mertua saya? Apakah beliau mengkonsumsinya?” tanya Zavar, ingin memahami lebih lanjut.Dokter menjelaskan dengan penuh perhatian, “Menurut kami, tampaknya obat itu memang sengaja diberikan, tujuannya untuk merusak sel-sel tubuh secara perlahan. Melihat kondisi pak Bagas yang sangat memprihatinkan.”Pernyataan dokter membuat Zavar tercengang, tidak bi
Sorak-sorai terdengar memecah keheningan senja di pinggir hutan saat seorang wanita memecahkan keheningan itu dengan serunya saat melintasi jalan sepi di dekat hutan yang setiap hari ia lalui menuju arah pulang dari bekerja.“Ya ampun, Sarah! Iya, ini Sarah!” Wajahnya penuh kekhawatiran ketika dia melintas di jalan, menyusuri lorong gelap yang mengarah pulang menjelang senja.Tiba-tiba, desakan bantuan memecah udara, memotong kesunyian senja. “Tolong!” teriak wanita itu, meminta pertolongan dengan nada yang memilukan. Seruannya segera menarik perhatian beberapa warga yang berada di sekitar lokasi, dan mereka dengan cepat mendekat.Seorang warga, penuh kebaikan hati, bertanya, “Ada apa, Bu?” dengan ekspresi keprihatinan di wajahnya.Wanita itu buru-buru menjelaskan, “Ini, tolong bantu saya membawa wanita ini ke rumah sakit, Pak!” Sorot matanya penuh dengan kegelisahan.“Siapa wanita ini, Bu? Dan kenapa? Apakah wanita ini korban perampokan?” tanya seorang warga lain, mencoba memahami si
Zavar terlihat sibuk menandatangani berkas yang disodorkan oleh Fando.“Ada lagi, Fan?” tanyanya seraya menjepit pulpen di antara jari telunjuk dan jari tengah, matanya menatap fokus pada Fando yang berdiri di hadapannya.“Sudah selesai untuk hari ini, Zavar,” tukas Fando sopan, namun wajahnya nampak datar.Zavar mengangguk singkat. Ia gegas bangkit berdiri, berjalan mendekati sang asisten pribadi. “Rekaman CCTV sudah ada di tangan kamu?” tanyanya seraya berjalan melewati Fando.Fando yang ditanya, gegas menyusul di belakang. “Sudah, kamu akan terkejut melihat hasilnya,” tukasnya, merogoh saku jas, kemudian menyerahkan sebuah flashdisk berisi copy rekaman CCTV ke samping kanan Zavar.Zavar menerimanya, menggenggamnya erat tanpa menghentikan langkahnya. Keduanya berjalan beriringan tanpa sepatah katapun menuju pintu keluar.Zavar gegas masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan lobi, begitu Fando membukakan pintu penumpang, menutupnya perlahan, kemudian gegas berlari memutar,
“Gak! Itu gak benar, Sarah! Itu semuanya fitnah!” Selena bersikeras. Wajahnya bahkan terlihat berusaha serius, nampak meyakinkan. Namun Sarah yang sudah tahu akal busuk saudara tirinya itu, tidak serta Merta percaya.“Heleh! Jangan berkilah kamu, Selena! Aku yakin banget, kalo kamu lah pelakunya!” tuding Sarah berapi-api seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah Selena.“Aku berani bersumpah, Sarah. Bahwasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti itu!” Selena masih berusaha membuat Sarah terpedaya.“Gak usah ngelak lagi kamu! Mending kamu ngaku aja dengan jujur, apa maksud kamu ngasih kopi itu sama suami aku? Ingat Selena, Zavar itu suami aku, iparmu sendiri. Jadi kamu jangan berpikiran picik dengan berusaha merebut dia dari tanganku! Atau jangan-jangan kamu yang berusaha mengadu domba aku dan Zavar dengan berpura-pura mengaku menjadi mantan kekasihnya!”pekik Sarah murka. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.“Sudah aku bilang, kalo aku gak pernah ngelakuin itu! Kamu itu bego atau
Zavar menatap Fando dengan ekspresi serius, memecahkan keheningan dengan kata-kata yang membuat atmosfer ruangan semakin tegang. “Ada orang yang menjebak aku, sengaja memberikan minuman perangsang,” ungkapnya tegas, matanya mencari kepastian di wajah Fando.Terdengar desahan kaget dari Fando. Ia langsung menanggapi, “Astaga, siapa?” Rasa penasarannya terpancar jelas dari setiap kata yang terucap.Zavar mengangguk, memberikan penjelasan lebih lanjut, “Nggak tau, aku tadi kan meeting. Segera kamu periksa CCTV, aku ingin tau siapa pelakunya.” Suaranya penuh desakan, menunjukkan urgensi untuk mengungkap kebenaran di balik insiden yang menimpanya.Fando mengangguk serius, “Mungkinkah itu Lolly?” Ia mencoba menghubungkan benang merah dari kejadian itu dengan sosok yang mungkin terlibat.Zavar merenung sejenak sebelum menjawab, “Entah, aku tak tau.” Ungkapannya penuh dengan ketidakpastian, membuat situasi semakin misterius.Tak lama kemudian, Fando melanjutkan serangkaian pertanyaannya, “La
Suasana di ruangan itu menjadi tegang ketika Sarah melihat gelisah yang meliputi wajah suaminya, Zavar. Dengan rasa concern, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sayang kamu kenapa?” Suara lembutnya memecah keheningan, memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap suami tercintanya.Meski Sarah masih curiga terhadap Zavar, tetapi itu tak mengubah sikapnya pada pria tampan itu.Zavar, yang tampaknya merasa gelisah dan waspada, segera memberikan instruksi pada Sarah, “Sayang, tutup pintunya, katakan pada sekretaris jangan ada yang mengganggu.” Permintaan tersebut disampaikan dengan suara serius dan penuh perhatian. Sarah, tanpa ragu dan dengan penuh ketaatan, segera melangkah ke pintu dan menguncinya rapat, memastikan keamanan ruangan dari mata orang asing.Namun, ketegangan semakin terasa ketika Sarah kembali mendekati Zavar, mencoba memahami penyebab sikap gelisah yang merayap di dalam hati suaminya. “Ada apa?” tanya Sarah dengan suara lembut, mencoba membuka pintu percaka
Langkah kaki Zavar terdengar semakin dekat, seiring dengan detak jantung Sarah yang semakin cepat.Meja di hadapannya menjadi semakin jelas dalam pandangannya, dan ketegangan terasa begitu nyata di udara. Sarah merasakan debaran kencang di dadanya, seperti serangan kecil dari rasa was-was yang merayap dalam benaknya.Langkah kaki Zavar menghasilkan suara yang berat, menciptakan dentuman yang membuat saraf Sarah merespon dengan cepat. Kletak. Kletak. Setiap langkah mengisyaratkan kedatangan sosok yang mungkin membawa segala macam kejutan.“Aduh, gimana ini?” bisik hati Sarah, ketidakpastian memenuhi pikirannya. Kedua kata itu menjadi sepasang mantra yang terus berputar di benaknya. Sementara langkah kaki Zavar semakin mendekat, ruangan itu seakan-akan mengecil, menyisakan ruang sempit bagi ketegangan untuk berkembang.Dalam ketidakpastian yang mencekam, suara langkah kaki Zavar menggema di dalam ruangan, menciptakan atmosfer yang begitu tegang sehingga bahkan udara tampaknya menahan na
Esok pagi tiba dengan udara yang sejuk dan langit yang cerah, menciptakan suasana yang kontras dengan kegelapan yang menyelimuti hati Sarah.Mendekati jam makan siang, diam-diam Sarah datang ke kantor, hatinya dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan. Dengan langkah-langkah hati-hati, Sarah memutuskan untuk mengungkap misteri yang merayapi pikirannya.Seiring langkahnya yang mantap, Sarah melangkah menuju kantor suaminya yang berlokasi di pusat kota. Dia memutuskan untuk memilih jalur taksi sebagai sarana transportasinya, berharap dapat mengurangi waktu tempuh dan mempertahankan keberadaannya yang rahasia. Saat taksi itu tiba, dia dengan hati-hati menuruni tangga, memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan langkah-langkahnya yang tersembunyi.“Bismillah. Semoga aku menemukan kebenarannya di sini,” bisik Sarah dalam hati sambil menyesap napasnya yang teratur. “Ini pak, uangnya, kembaliannya ambil bapak saja,” ujar Sarah dengan tegas kepada sopir taksi ketika sampai di tujuan. De
Lena membuka pintu rumah dengan senyuman, melihat putrinya, Selena, yang tampak begitu bersemangat.“Kamu kenapa sayang? Kok girang banget?” tanya Lena dengan senyum penasaran saat baru tiba di rumah mereka.“Mama baru pulang? Aku lagi senang mah,” kata Selena sambil tersenyum cerah.“Senang kenapa?” tanya Lena, menunjukkan rasa penasaran yang sama.“Sebab, rencana kita berjalan lancar, Mah,” kata Selena dengan antusias.“Lancar?” Lena semakin penasaran.“Iya, Mah. Tadi Selena berhasil mengambil foto yang bagus, lalu mengirim pada Sarah. Tau nggak Mah, Sarah langsung nelpon setelah Selena kirim foto itu,pasti dia sakit hati,” cerita Selena sembari membagi cerita dengan penuh semangat.“Dia tidak kenal suara kamu?” tanya Lena dengan nada penasaran.“Nggak, Mah. Sudah Selena filter, jadi nggak akan Sarah kenal,” jelas Selena sambil menjelaskan dengan penuh semangat.Lena menggelengkan kepala, meresapi kata-kata putrinya dengan ekspresi serius. “Baguslah, kalau mama malah nggak berhasil