Sarah merasakan denyut nadi yang semakin kencang ketika mendengar suara yang menyapa dirinya dari belakang. Suara itu begitu familiar, namun juga begitu menyakitkan di telinga yang mendengar. Suara yang kini menghujat dan menghina dirinya tanpa ampun yang berasal dari Selena, saudara tirinya.
Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu memutar tubuhnya perlahan-lahan menghadap ke arah suara itu. Matanya menatap tajam ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya, tetapi ia berusaha menahan diri mengontrol emosi yang siap meledak kapan saja.“Selena,” ucap Sarah dengan suara lirih yang hampir tak terdengar. Ia berharap Selena hanya lewat dan tidak mengganggunya kali ini.Namun harapan itu sia-sia. Selena malah mendekat ke arah Sarah, berjalan dengan langkah angkuh dan sombong. Rambut pirangnya tergerai indah di bahunya, menunjukkan betapa ia merasa cantik dan superior. Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena ibunya sendiri lebih perhatian dan sayang kepada Sarah daripada dirinya. Padahal Selena adalah anak kandung Lena, sedangkan Sarah adalah anak tiri.“Kenapa kamu tergamang seperti itu? Kamu malu mendengar kenyataan? Tapi memang benar kan apa yang aku katakan. Oh ya, satu lagi … dengar-dengar ayah sudah memblokir ATM milikmu, aku kasihan bagaimana kehidupanmu setelah dibuang dari keluarga,” ucap Selena dengan nada mengejek, seakan merasa puas dengan apa yang menimpa Sarah. Ia melipat tangannya di dada, menatap Sarah dengan pandangan sinis.“Kamu terlihat senang sekali melihat penderitaanku.”Sarah tidak tahan mendengar perkataan Selena yang penuh dengan kata-kata menyakitkan hati. Ia yakin Selena adalah dalang dari semua masalah yang menimpanya. Selena pasti sengaja merencanakan rencana jahat yang membuat dirinya sangat terhina di mata keluarga, agar semua orang membenci dan mengusirnya dari rumah. Padahal Sarah sudah cukup baik menerima Selena sebagai saudara, meskipun Selena selalu bersikap buruk kepadanya.“Tentu, aku sangat bahagia,” jawab Selena sambil tertawa dengan renyah, melihat apa yang dialami Sarah.Sarah merasakan amarah yang membara di dadanya ketika mendengar tawa renyah Selena. Tawa itu begitu menyakitkan dan mengejek serta menghina dan menginjak harga diri seorang Sarah..Sarah menarik napas dalam-dalam, lalu menatap balik ke wajah Selena yang tersenyum sinis. Matanya bersinar dengan api kemarahan dan kebencian. Sarah merasa terpojok dan tak berdaya saat ini.“Oh, kamu bela-belakan menghampiri aku hanya untuk mengatakan itu? Jangan-jangan kamu biang dari semua ini. Aku nggak menyangka ternyata kamu tega melakukan hal sehinanya itu untuk membuatku tersingkirkan dari rumah. Padahal aku sudah cukup baik menerima kamu sebagai saudara di rumahku!” Sarah membalas perkataan Selena dengan bengis. Ia mengepalkan tangannya, siap untuk melawan Selena jika perlu.“Bodo amat! Tak akan ada yang percaya lagi dengan kata-katamu, siapa suruh menjadi wanita murahan. Dan seleramu itu ternyata hanya tukang ojol, menyedihkan,” jawab Selena tanpa memikirkan perasaan Sarah. Yang terpenting Selena merasa puas dengan apa yang telah dialami oleh Sarah.Selena memang selalu merasa iri dengan Sarah, karena semua orang lebih perhatian dan sayang kepada Sarah daripada dirinya. Bahkan ibu kandungnya sendiri. Padahal Selena adalah anak kandung ibunya sementara Sarah hanya anak tiri. Dahulu ia selalu merasa dunia tak pernah adil padanya, tetapi tidak untuk kali ini. Selena merasa seakan seisi bumi pun berpihak kepadanya.Selena mengibaskan rambutnya, lalu berbalik untuk pergi. Ia berjalan dengan langkah angkuh dan sombong, seolah-olah ia adalah pemenang dalam pertarungan ini. Ia tidak peduli dengan perasaan Sarah yang sakit dan telah tersingkirkan dari rumah.Sarah menatap nanar mendengar perkataan Selena yang tidak berdasar. Ia tidak pernah berhubungan dengan ojol itu, apalagi mengajaknya tidur bersama. Ia merasa difitnah dan dikhianati yang entah siapa. Sarah berusaha membela dirinya, tetapi percuma ia tidak memiliki bukti untuk membantah tuduhan Selena.“Akan kubuktikan kalau aku tak bersalah!” ucap Sarah pada dirinya sendiri.Sarah masih mematung di tempatnya berdiri, sambil menggenggam erat tasnya. Ia merasakan tatapan dingin dan curiga dari orang-orang di sekitarnya. Ia merasa sendirian dan tak berdaya. Menatap punggung Selena yang semakin menjauh. Ia merasakan amarah dan sakit hati yang mendalam.“Cepat atau lambat, aku akan menemukan siapa dalang yang mencoba menghancurkan hidupku!” ucap Sarah dengan yakin. Ia bersumpah akan membongkar fitnah yang dituduhkan dan membersihkan namanya dari noda.***Sarah merasa lega ketika jam kuliah akhirnya berbunyi. Ia segera mengambil tasnya dan berlari keluar dari ruangan kuliahnya. Sarah punya rencana untuk pulang ke rumahnya sendiri, mencari rekaman CCTV yang mungkin bisa membuktikan bahwa ia tidak bersalah berharap bisa kembali kerumah.Dengan langkah cepat Sarah berjalan sampai di parkiran. Ia berharap Zavar tidak ada di sana, tetapi harapan itu sia-sia. Ia melihat Zavar sudah berdiri di samping motornya, memakai helm dan jaket ojolnya. Wajahnya tampak tenang dan ramah, menunggu Sarah keluar dari kampus. Sesekali ia memperhatikan jam di pergelangan tangannya.“Duh, ternyata Zavar sudah menungguku!” ucap sarah bersungut-sungut.Melihat keberadaan Zavar, dengan cepat Sarah bersembunyi di balik tiang kokoh bangunan kampus, berpikir sejenak cara untuk menghindari pria berkulit kuning langsat tersebut. Sarah merasakan jantungnya berdebar-debar. Ia tidak tahu bagaimana harus bersikap dengan Zavar agar ia bisa pulang ke rumah ayahnya tanpa ketahuan. Namun ia juga takut rencananya ketahuan oleh Zavar. Sebab, saat ini Sarah tidak bisa mempercayai siapa pun. Bisa saja, Zavar bekerja sama dengan Selena untuk menghancurkannya.Sarah memutar otak memikirkan ide. Ia harus menemukan alasan yang masuk akal untuk menolak tawaran Zavar untuk mengantarnya pulang. Ia harus berbohong dengan meyakinkan, agar Zavar tidak curiga dengan niatnya.Sarah merasa tegang dan gelisah ketika melihat Zavar yang masih berdiri di parkiran. Ia harus segera menemukan cara untuk mengelabui Zavar, agar ia bisa pulang ke rumahnya sendiri untuk mencari bukti yang bisa membersihkan namanya dari fitnah yang keji.“Ayo Sarah, berpikir!” gumam Sarah sambil memainkan jemarinya, mencari inspirasi di dalam kepalanya. Ia harus membuat alasan yang masuk akal untuk menolak tawaran Zavar untuk mengantarnya pulang. Ia harus berbohong dengan meyakinkan, agar Zavar tidak curiga dengan niatnya.Akhirnya, Sarah mendapatkan ide yang cerdik. Ia segera merogoh ponsel di dalam tas, lalu mengetik pesan singkat kepada Zavar. Ia berpura-pura bahwa ia harus menemui dosen pembimbingnya untuk membahas skripsinya. Ia meminta Zavar untuk pulang duluan, dan mengatakan bahwa ia akan naik ojol lain.Sarah mengirim pesan itu kepada Zavar, lalu mengintip dari balik tiang kokoh bangunan kampus. Ia melihat Zavar membaca pesan itu di ponselnya. Wajahnya tampak bingung dan kecewa, namun ia tidak bisa protes. Ia mengetik sesuatu di ponselnya, mungkin untuk membalas pesan Sarah.Sarah segera menerima balasan dari Zavar. Ia membaca pesan itu dengan cepat. Zavar mengatakan bahwa ia mengerti dan akan pergi. Sarah melihat Zavar memutar sepeda motornya kemudian meninggalkan area kampus. Ia merasa lega dan senang, karena rencananya berhasil. Ia berhasil menghindari Zavar dan bisa pulang ke rumahnya sendiri.“Bagus, pulanglah sana!” Sarah berkata dengan lirih sambil tersenyum lebar. Ia merasa optimis bahwa ia akan menemukan rekaman CCTV yang bisa membuktikan bahwa ia tidak bersalah.Setelah memastikan situasi aman, Sarah pun memesan ojek online yang lain untuk mengantarnya. Namun, saat menunggu tak sengaja ia melihat pandangan yang tak biasa, membuat matanya membulat sempurna.Selamat membaca...
“Astaga, Selena. Menjijikan sekali!” gumam Sarah yang berada tak jauh dari mobil Ferrary yang berwarna merah, tak sengaja Sarah melihat saudara tirinya melakukan hal tak senonoh bersama kekasihnya, Alex. Di dalam mobil di area kampus pula.Bola mata Sarah membulat sempurna melihat aksi liar adik tirinya. Bukan hal tabu di zaman sekarang melakukan hal tersebut, tetapi apakah harus di tempat umum seperti ini? Ingin rasanya Sarah melaporkan aksi bejat Selena dan kekasihnya kepada petugas keamanan kampus, tetapi ia urung.Mengingat nama keluarganya di pertaruhkan. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Sarah diam-diam serta berhati-hati merekam kelakuan Selena yang sudah lepas kendali menari-nari naik turun diatas tubuh Alex. Saking asyiknya, sampai-sampai mereka tak menyadari bahwa ada yang sedang merekam kelakuan mereka.Sarah merasa puas ketika ia berhasil merekam video pendek yang berdurasi 18 detik tersebut menunjukkan adegan tak pantas Selena dengan pacarnya di dalam mobil. Sarah membay
“Ma-ma Lena!”Sarah berucap dengan suara serak dan ketakutan setelah menyadari sosok yang membayangi pintu menghampiri nya adalah ibu tirinya. Ia merasa darahnya membeku dan jantungnya berdebar kencang.“Apa yang kamu lakukan disini, bagaimana kamu bisa masuk ke dalam rumah ini? Bukankah ayahmu sudah mengusir kamu?” Lena menyerbu dengan nada sinis dan marah. Matanya menyala-nyala menatap Sarah dengan penuh kebencian.“Saya menemukannya di ruangan monitor, nyonya!” Penjaga yang mengawal Sarah segera melapor dengan suara gemetar. Ia takut akan mendapat hukuman dari Lena jika ia tidak memberi tahu kebenaran.“Untuk apa kamu ke ruang monitor, Sarah?” Lena mendekatkan wajahnya ke Sarah dengan tatapan curiga. Wajahnya yang cantik tampak berkerut-kerut karena kekesalan.“Kenapa kamu diam? Jawab, Sarah!” lanjut Lena lagi dengan nada meninggi karena tak mendapatkan jawaban dari Sarah. Dia menatap Sarah dengan tajam dan memaksanya untuk menjelaskan. “Aku ingin mencari bukti bahwa diriku tak be
“Zavar, kamu ngikutin aku?” ucap Sarah dengan nada curiga kepada sosok pria tampan berhidung mancung yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Sarah menatap sekilas wajah Zavar yang tampan itu, kemudian membuang muka menatap ke arah yang lain.“Bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di sini kalau tak mengikuti aku, atau seseorang menelponnya memintanya kemari!” batin Sarah.Rasa curiga terhadap Zavar semakin besar di dada Sarah. Tak mungkin semuanya terjadi kebetulan, pasti sudah direncanakan.“Nggak, aku nggak ngikutin kamu. Aku sehabis mengantar penumpang di daerah sini.” Zavar berusaha meyakinkan Sarah dengan suara tenang, meyakinkan Sarah. “Oh,” jawab Sarah dengan nada datar. Ia masih merasa aneh dengan kehadiran Zavar di tempat itu.“Lalu, kamu kenapa ada di sini? Bukankah tadi kamu mengatakan akan menemui dosen?” tanya Zavar dengan rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi Sarah yang gelisah dan bingung. “Nggak jadi,” jawab Sarah dengan singkat. Ia tak mau menceritakan apa sebenarnya yang
“Mama apa-apan, kenapa menampar pipiku, sakit!” teriak Selena kepada mamanya sambil memegang pipi yang terasa pedas akibat tamparan. Bahkan, terlihat dengan jelas bentuk lima jari berwarna merah menempel di pipi mulus Selena.“Kamu yang apa-apan! Bisa-bisanya kamu tidur dengan kekasihmu, berbuat asusila di parkiran kampus! Nggak ada otak kamu, hah!” omel Lena pada putrinya. Wanita 42 tahun itu sangat geram setelah tahu prilaku putrinya yang begitu liar di luar sana.“Mak-maksud Mama, a-apa?” tanya Selena gelagapan. Matanya melotot, kaget dan bingung dari mana mamanya tahu itu semua itu, apakah ada yang mengirimkan mata-mata untuk mengawasinya?“Kaget kamu, setelah mama tahu ulah liar kamu di luar sana yang tak melebihi seorang jalang! Kamu gila ya, memberikan tubuh kamu begitu saja kepada lelaki seperti Alex yang belum lama menjadi pacarmu? Bagaimana kalau kamu hamil dan dia tidak mau bertanggung jawab, hah! Lalu ayah tiri kamu tahu sikap liarmu itu. Mau kamu kita di usir dari rumah in
Zavar merasa ada yang aneh dengan tatapan Sarah. Ia menoleh ke arahnya dan melihat matanya yang memancarkan rasa penasaran. Sarah tidak berkedip, tidak bergerak, hanya menatap Zavar dengan intensitas yang membuatnya gugup. Zavar mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi ia merasakan sesuatu yang menariknya kembali, tidak tahan lagi. Ia harus tahu apa yang ada di benak Sarah.“Kamu kenapa menatapku seperti itu?” tanya Zavar dengan nada ingin tahu. Ia penasaran kenapa Sarah menatapnya sampai seperti itu. Berharap Sarah akan menjawab dengan jujur, atau setidaknya memberikan alasan. Namun, Sarah hanya menggeleng pelan. Ia tidak mengatakan apa-apa, Sarah berdiri dari ranjang kemudian menutup pintu kamar lalu mengunci dari dalam.“Dasar, agak aneh memang! Bukannya menjawab, malah menutup pintu dengan kasar,” gumam Zavar dengan nada bingung. “Kenapa wanita itu ribet sekali sih?” lanjut Zavar mengoceh sambil melangkahkan kakinya. Kemudian ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan
“Eh, iya. Aku dengar,” jawab Sarah cepat, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Ia tidak menyangka bahwa Zavar memperhatikannya. “Aku pikir kamu tadi melamun, ya. Sudah kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Zavar dengan nada santai, seolah tidak ada yang istimewa. Ia memberitahu sekaligus berpamitan pada Sarah, yang masih terpaku di tempat. Zavar tampak bersiap-siap, mengenakan jaket hitam serta helm biru miliknya, yang membuatnya terlihat semakin gagah. Ia naik ke atas motor kesayangannya, menyalakan starter, kemudian menjauh dari rumah kontrakan yang mereka tinggali bersama. Suara knalpot motornya terdengar menggema di telinga Sarah, yang merasa ada sesuatu yang berdebar di dadanya. “Aku baru sadar, kalau Zavar ini ternyata ‘Tampan’. Aku hari ini berapa kali pangling dibuatnya,” gumam Sarah yang berdiri di ambang pintu memperhatikan Zavar yang semakin jauh. Ia merasakan ada rasa hangat yang menjalar di pipinya, yang mungkin saja adalah tanda-tanda cinta. Ia menggeleng-gelengkan kepa
“Sarah, aku mohon! jangan sebarkan videoku!” ucap Selena merengek memohon belas kasihan pada saudara tirinya. Tentu ia sangat takut jika sampai video panas itu tersebar luas.“Baiklah, aku tak akan menyebarkan video panasmu dengan satu catatan! Jangan pernah mengganggu atau mengusik hidup ku, atau aku akan membuatmu malu seumur hidupmu!” ancam Sarah pada Selena dengan tatapan nyalang, membuat Selena merasa takut dan bergidik ngeri.“Ba-baik, aku janji! Aku tak akan mengganggumu lagi!” jawab Selena dengan yakin dan memastikan pada Sarah. “Oke, jika sampai aku tahu kau menggangguku, aku tak akan segan-segan mempublikan salinan video panas mu yang tak bermoral ini, tentunya kamu akan mengalami apa yang aku rasakan.” Beruntung, Sarah tak sekejam itu. “Sudah pergi sana jauh-jauh, aku muak melihat wajahmu!” titah Sarah.Tanpa berkata-kata lagi, seperti sapi yang di colok lubang hidungnya. Selena langsung bangkit dari berlutut, menjauhi Sarah. Sejujurnya Selena merasa muak dengan sikap Sarah
Zavar menoleh ke arah Sarah dengan rasa penasaran. “Apa itu?” Zavar bertanya dengan raut wajah ingin tahu sambil duduk diatas motornya menunggu jawaban Sarah. Sarah meletakkan tasnya di atas motor dan tersenyum lebar sehingga membuat dada Zavar sedikit berdebar dibuatnya. “Aku punya dua kabar baik untukmu,” kata Sarah dengan nada gembira. Sarah terus tersenyum ke arah zavar. Zavar merasa penasaran dengan kabar baik yang akan Sarah sampaikan. “Kabar apa memangnya?” tanya pria itu dengan rasa tak sabar. Sarah pun mulai menjelaskan. “Pertama, aku sudah menyelesaikan skripsi. Kedua, aku direkomendasikan pekerjaan dari kampus,” jelasnya dengan bangga. Zavar terkejut mendengar kabar itu. Ia merasa senang dan bangga dengan pencapaian Sarah. “Wah, selamat. Aku turut senang mendengarnya,” jawabnya dengan suara riang mendengar kabar tersebut. “Iya, besok pagi aku harus ke kantor untuk bertemu dengan HRD di sana, katanya mereka perlu melihat CV milikku sebelum bergabung di perusahaan mereka,
Zavar duduk tegang di ruang tunggu rumah sakit, gelisah menanti kabar mengenai keadaan mertuanya. Setelah beberapa saat yang terasa seperti berjam-jam, dokter yang menangani Bagas akhirnya muncul di hadapannya.“Dokter, bagaimana keadaan mertua saya?” tanya Zavar dengan wajah penuh kekhawatiran.Dokter itu melihat langsung ke mata Zavar sebelum memberikan jawaban, “Masih lemah, Tuan. Tetapi saya senang memberitahu Anda bahwa ada kemajuan sedikit dibanding saat pak Bagas di bawa kemari.”Walaupun Zavar merasa sedikit lega mendengar kabar positif, rasa penasarannya masih belum terpuaskan. “Dokter, bagaimana zat aktif itu bisa masuk ke tubuh mertua saya? Apakah beliau mengkonsumsinya?” tanya Zavar, ingin memahami lebih lanjut.Dokter menjelaskan dengan penuh perhatian, “Menurut kami, tampaknya obat itu memang sengaja diberikan, tujuannya untuk merusak sel-sel tubuh secara perlahan. Melihat kondisi pak Bagas yang sangat memprihatinkan.”Pernyataan dokter membuat Zavar tercengang, tidak bi
Sorak-sorai terdengar memecah keheningan senja di pinggir hutan saat seorang wanita memecahkan keheningan itu dengan serunya saat melintasi jalan sepi di dekat hutan yang setiap hari ia lalui menuju arah pulang dari bekerja.“Ya ampun, Sarah! Iya, ini Sarah!” Wajahnya penuh kekhawatiran ketika dia melintas di jalan, menyusuri lorong gelap yang mengarah pulang menjelang senja.Tiba-tiba, desakan bantuan memecah udara, memotong kesunyian senja. “Tolong!” teriak wanita itu, meminta pertolongan dengan nada yang memilukan. Seruannya segera menarik perhatian beberapa warga yang berada di sekitar lokasi, dan mereka dengan cepat mendekat.Seorang warga, penuh kebaikan hati, bertanya, “Ada apa, Bu?” dengan ekspresi keprihatinan di wajahnya.Wanita itu buru-buru menjelaskan, “Ini, tolong bantu saya membawa wanita ini ke rumah sakit, Pak!” Sorot matanya penuh dengan kegelisahan.“Siapa wanita ini, Bu? Dan kenapa? Apakah wanita ini korban perampokan?” tanya seorang warga lain, mencoba memahami si
Zavar terlihat sibuk menandatangani berkas yang disodorkan oleh Fando.“Ada lagi, Fan?” tanyanya seraya menjepit pulpen di antara jari telunjuk dan jari tengah, matanya menatap fokus pada Fando yang berdiri di hadapannya.“Sudah selesai untuk hari ini, Zavar,” tukas Fando sopan, namun wajahnya nampak datar.Zavar mengangguk singkat. Ia gegas bangkit berdiri, berjalan mendekati sang asisten pribadi. “Rekaman CCTV sudah ada di tangan kamu?” tanyanya seraya berjalan melewati Fando.Fando yang ditanya, gegas menyusul di belakang. “Sudah, kamu akan terkejut melihat hasilnya,” tukasnya, merogoh saku jas, kemudian menyerahkan sebuah flashdisk berisi copy rekaman CCTV ke samping kanan Zavar.Zavar menerimanya, menggenggamnya erat tanpa menghentikan langkahnya. Keduanya berjalan beriringan tanpa sepatah katapun menuju pintu keluar.Zavar gegas masuk ke dalam mobil yang telah menunggunya di depan lobi, begitu Fando membukakan pintu penumpang, menutupnya perlahan, kemudian gegas berlari memutar,
“Gak! Itu gak benar, Sarah! Itu semuanya fitnah!” Selena bersikeras. Wajahnya bahkan terlihat berusaha serius, nampak meyakinkan. Namun Sarah yang sudah tahu akal busuk saudara tirinya itu, tidak serta Merta percaya.“Heleh! Jangan berkilah kamu, Selena! Aku yakin banget, kalo kamu lah pelakunya!” tuding Sarah berapi-api seraya menunjuk-nunjuk ke arah wajah Selena.“Aku berani bersumpah, Sarah. Bahwasanya aku tidak pernah melakukan hal bodoh seperti itu!” Selena masih berusaha membuat Sarah terpedaya.“Gak usah ngelak lagi kamu! Mending kamu ngaku aja dengan jujur, apa maksud kamu ngasih kopi itu sama suami aku? Ingat Selena, Zavar itu suami aku, iparmu sendiri. Jadi kamu jangan berpikiran picik dengan berusaha merebut dia dari tanganku! Atau jangan-jangan kamu yang berusaha mengadu domba aku dan Zavar dengan berpura-pura mengaku menjadi mantan kekasihnya!”pekik Sarah murka. Wajahnya bahkan terlihat merah padam.“Sudah aku bilang, kalo aku gak pernah ngelakuin itu! Kamu itu bego atau
Zavar menatap Fando dengan ekspresi serius, memecahkan keheningan dengan kata-kata yang membuat atmosfer ruangan semakin tegang. “Ada orang yang menjebak aku, sengaja memberikan minuman perangsang,” ungkapnya tegas, matanya mencari kepastian di wajah Fando.Terdengar desahan kaget dari Fando. Ia langsung menanggapi, “Astaga, siapa?” Rasa penasarannya terpancar jelas dari setiap kata yang terucap.Zavar mengangguk, memberikan penjelasan lebih lanjut, “Nggak tau, aku tadi kan meeting. Segera kamu periksa CCTV, aku ingin tau siapa pelakunya.” Suaranya penuh desakan, menunjukkan urgensi untuk mengungkap kebenaran di balik insiden yang menimpanya.Fando mengangguk serius, “Mungkinkah itu Lolly?” Ia mencoba menghubungkan benang merah dari kejadian itu dengan sosok yang mungkin terlibat.Zavar merenung sejenak sebelum menjawab, “Entah, aku tak tau.” Ungkapannya penuh dengan ketidakpastian, membuat situasi semakin misterius.Tak lama kemudian, Fando melanjutkan serangkaian pertanyaannya, “La
Suasana di ruangan itu menjadi tegang ketika Sarah melihat gelisah yang meliputi wajah suaminya, Zavar. Dengan rasa concern, ia tak bisa menahan diri untuk bertanya, “Sayang kamu kenapa?” Suara lembutnya memecah keheningan, memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terhadap suami tercintanya.Meski Sarah masih curiga terhadap Zavar, tetapi itu tak mengubah sikapnya pada pria tampan itu.Zavar, yang tampaknya merasa gelisah dan waspada, segera memberikan instruksi pada Sarah, “Sayang, tutup pintunya, katakan pada sekretaris jangan ada yang mengganggu.” Permintaan tersebut disampaikan dengan suara serius dan penuh perhatian. Sarah, tanpa ragu dan dengan penuh ketaatan, segera melangkah ke pintu dan menguncinya rapat, memastikan keamanan ruangan dari mata orang asing.Namun, ketegangan semakin terasa ketika Sarah kembali mendekati Zavar, mencoba memahami penyebab sikap gelisah yang merayap di dalam hati suaminya. “Ada apa?” tanya Sarah dengan suara lembut, mencoba membuka pintu percaka
Langkah kaki Zavar terdengar semakin dekat, seiring dengan detak jantung Sarah yang semakin cepat.Meja di hadapannya menjadi semakin jelas dalam pandangannya, dan ketegangan terasa begitu nyata di udara. Sarah merasakan debaran kencang di dadanya, seperti serangan kecil dari rasa was-was yang merayap dalam benaknya.Langkah kaki Zavar menghasilkan suara yang berat, menciptakan dentuman yang membuat saraf Sarah merespon dengan cepat. Kletak. Kletak. Setiap langkah mengisyaratkan kedatangan sosok yang mungkin membawa segala macam kejutan.“Aduh, gimana ini?” bisik hati Sarah, ketidakpastian memenuhi pikirannya. Kedua kata itu menjadi sepasang mantra yang terus berputar di benaknya. Sementara langkah kaki Zavar semakin mendekat, ruangan itu seakan-akan mengecil, menyisakan ruang sempit bagi ketegangan untuk berkembang.Dalam ketidakpastian yang mencekam, suara langkah kaki Zavar menggema di dalam ruangan, menciptakan atmosfer yang begitu tegang sehingga bahkan udara tampaknya menahan na
Esok pagi tiba dengan udara yang sejuk dan langit yang cerah, menciptakan suasana yang kontras dengan kegelapan yang menyelimuti hati Sarah.Mendekati jam makan siang, diam-diam Sarah datang ke kantor, hatinya dipenuhi kegelisahan yang sulit diungkapkan. Dengan langkah-langkah hati-hati, Sarah memutuskan untuk mengungkap misteri yang merayapi pikirannya.Seiring langkahnya yang mantap, Sarah melangkah menuju kantor suaminya yang berlokasi di pusat kota. Dia memutuskan untuk memilih jalur taksi sebagai sarana transportasinya, berharap dapat mengurangi waktu tempuh dan mempertahankan keberadaannya yang rahasia. Saat taksi itu tiba, dia dengan hati-hati menuruni tangga, memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan langkah-langkahnya yang tersembunyi.“Bismillah. Semoga aku menemukan kebenarannya di sini,” bisik Sarah dalam hati sambil menyesap napasnya yang teratur. “Ini pak, uangnya, kembaliannya ambil bapak saja,” ujar Sarah dengan tegas kepada sopir taksi ketika sampai di tujuan. De
Lena membuka pintu rumah dengan senyuman, melihat putrinya, Selena, yang tampak begitu bersemangat.“Kamu kenapa sayang? Kok girang banget?” tanya Lena dengan senyum penasaran saat baru tiba di rumah mereka.“Mama baru pulang? Aku lagi senang mah,” kata Selena sambil tersenyum cerah.“Senang kenapa?” tanya Lena, menunjukkan rasa penasaran yang sama.“Sebab, rencana kita berjalan lancar, Mah,” kata Selena dengan antusias.“Lancar?” Lena semakin penasaran.“Iya, Mah. Tadi Selena berhasil mengambil foto yang bagus, lalu mengirim pada Sarah. Tau nggak Mah, Sarah langsung nelpon setelah Selena kirim foto itu,pasti dia sakit hati,” cerita Selena sembari membagi cerita dengan penuh semangat.“Dia tidak kenal suara kamu?” tanya Lena dengan nada penasaran.“Nggak, Mah. Sudah Selena filter, jadi nggak akan Sarah kenal,” jelas Selena sambil menjelaskan dengan penuh semangat.Lena menggelengkan kepala, meresapi kata-kata putrinya dengan ekspresi serius. “Baguslah, kalau mama malah nggak berhasil