Home / Rumah Tangga / Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya / Bab. 04. Mengukur Ulang Tanah Warisan

Share

Bab. 04. Mengukur Ulang Tanah Warisan

Author: Kurnia
last update Last Updated: 2024-07-10 15:39:25

Perdebatan sengit tak terhindarkan. Saudara Cani yang lain mulai ikut menyudutkan Cani. Menyalahkan Cani, dan menuduh Cani serakah.

"Rumah keprabon harus dibagi!" bentak Mbak Fatin.

“Sebelum ayah meninggal. Ayah sudah membagi tanah kosong samping rumah. Sedangkan rumah ini adalah hakku. Ayah sendiri yang mengatakannya,” tegas Cani.

“Mana buktinya kalau ayah kasih rumah ini sama kamu? Jangan asal ngoceh kamu!” tuntut Mbak Fatin.

Cani menatap kakak pertamanya, dan Bu Helena yang menjadi saksi waktu itu. Cani meminta dua orang itu mengungkapkan kebenaran. Namun, keduanya mengelak pernyataan Cani. Bu Helena malah menuduh jika Cani suka ngarang.

“Kok tega kalian bohong?” Cani putus asa.

Cani mencegah Han yang ingin membantu dirinya berbicara. Cani tidak ingin Han diserang oleh saudara-saudaranya yang beringas. Alhasil, Han pun tak bisa mengeluarkan pendapatnya. Padahal Han sudah geregetan.

“Kamu yang bohong! Mana ada ayahmu ngasih rumah keluarga kepadamu! Dasar halu!” cela Bu Helena.

Cani terus mengelus dadanya yang terasa sesak.

Bagi Cani, ocehan Bu Helena barusan sudah membuktikan jika ibu tirinya itu tidak menjaga amanat dari mendiang suaminya sendiri.

“Dikasih pilihan enak kok malah mempersulit. Pusing kepalaku!” gerutu Indra tidak suka dengan suasana di dalam ruangan sempit itu.

Cani menghela napas. Dia berusaha mengatur detak jantungnya yang terus berdebar kencang.

“Baiklah, aku setuju rumah ini dijual,” putus Cani dengan berat hati.

“Nah, gitu dong! Dari tadi kek! Masak nunggu bertengkar dulu? Dasar mental orang miskin,” cemooh Victory.

“Besok kita lakukan pengukuran tanah dan bangunan. Soal surat-suratnya, biar aku yang urus,” kata Bu Helena.

“Nanti, uang hasil penjualan bisa kita bagi rata,” ucap Victory tersenyum penuh kemenangan.

“Tapi, Mbak Cani dapat bagian paling dikit,” imbuhnya memandang rendah Cani.

“Sudah tidak ada yang perlu diomongin lagi, kan? Kalau gitu, kami pulang duluan ya,” pamit Victory.

Victory mengajak suami serta ibunya untuk pergi meninggalkan rumah reot milik mendiang ayahnya.

Begitupun dengan Saudara Cani lainnya ikut mengundurkan diri saat Victory beranjak.

Tubuh Cani lemas seketika. Ia terduduk di atas kursi dengan wajah murung.

“Bisa-bisanya seluruh saudaraku terpengaruh oleh ibu tiri, dan adikku,” lirih Cani masih agak menyangkal jika dirinya dimusuhi oleh semua saudaranya.

“Mereka diiming-imingi dengan uang yang akan mereka dapat,” kata Han.

Han mengelus pundak istrinya dengan lembut. Ia ingin memberikan perhatian penuh kepada kekasihnya, agar Cani tak merasa sendirian.

Cani menghembuskan napas lelah. “Kita harus segera mencari rumah kontrakan untuk tempat tinggal kita nanti,” ucap Cani.

“Kamu serius ingin meninggalkan rumah ini?” tanya Han memastikan.

“Sungguh, aku tidak rela. Dari kecil aku tinggal di rumah ini. Meskipun rumah ini sudah lapuk. Banyak kenangan indah yang aku lalui di sini,” ungkap Cani. “Tapi ....”

“Tapi apa?”

Cani menggelengkan kepalanya yang berdenyut sakit.

Melihat istrinya sedang dalam kondisi yang kurang baik, Han meminta sang istri untuk beristirahat.

“Pergilah tidur, Sayang,” pinta Han, suaranya terdengar lembut, dan penuh perhatian.

“Nggak ngantuk aku, Mas. Nanti aja aku tidurnya, Mas,” tolak Cani. “Lagi pula, sudah mau jam tiga sore. Hari ini, Mas sift dua. Aku siapin bekal dulu."

Cani beranjak dari tempat duduknya menuju ke dapur. Han membiarkan Cani. Mungkin hal tersebut bisa membuat Cani merasa lebih baik.

“Mas Han siap-siap dulu, gih! Seragamnya aku letakkan di atas kasur kamar!!” teriak Cani dari dapur.

Han langsung bergerak, menuruti perkataan Cani, istrinya tercinta.

Setelah Han mengenakan pakaian kerjanya. Han menghampiri Cani yang masih sibuk berkutat di dapur. Tanpa aba-aba Han memeluk tubuh Cani dari belakang.

“Mas Han, selalu mesra gini. Aku malu loh, Mas,” kata Cani lirih.

Kedua pipi Cani telah memerah. Han membalik tubuh istrinya sehingga kini bisa leluasa memeluk tubuh berisi sang istri.

“Aku berangkat kerja dulu, ya. Kamu kunci semua pintu rumah. Pokoknya jangan dibuka sebelum aku datang. Kamu mengerti?”

Cani mendongak untuk melihat wajah tampan Han.

“Mas Han wangi banget. Aku suka deh,” puji Cani.

Sekarang giliran Han yang tersipu malu. Han selalu bertingkah seperti itu setiap kali sang istri memuji, atau membanggakan dirinya.

Han memberi sebuah kecipan manis pada kening Cani, kemudian berpamitan.

"Aku kerja dulu."

***

Keesokan harinya, di rumah keprabon. Victory datang bersama Pak Lurah untuk mengukur luas tanah dan rumah yang akan dibeli suaminya nanti. Meskipun datanya telah ada, Victory tetap harus memastikan lagi, supaya kelak tidak ada masalah.

“Pak Lurah, harga rumah ini beserta tanahnya kenapa sangat rendah?" tanya Cani.

"Dulu, Pak Lurah bilang jika rumah beserta tanahnya dijual, bisa tembus enam ratus juta.” Wajar, apabila Cani mempertanyakan perkataan Pak Lurah yang dia ingat di masa lalu, ketika ayahnya masih hidup.

Pak Lurah menatap Cani dengan tatapan aneh.

“Di mana suamimu?” Bukannya menjawab pertanyaan Cani. Pak Lurah malah balik bertanya, seakan mengalihkan pembahasan Cani.

“Suamiku lagi kerja, Pak. Masuk sore,” jawab Cani.

“Pak Lurah belum menjawab pertanyaanku. Harga rumah ayahku kok sekarang murah?” Cani mendesak Pak Lurah suapaya lekas memberi jawaban.

“Mbak Cani ini tanya mulu! Mending bikinin Pak Lurah minuman!” sosor Victory.

Victory mengeluarkan dompetnya, sengaja menunjukkan betapa banyak lembar ratusan ribu di dombet kulit itu. Victory menyerahkan uang kepada Cani, lalu menyuruh Cani membeli beberapa gelas kopi dan makanan ringan untuk Pak Lurah, dan anak buah Pak Lurah.

“Kembaliannya buat kamu saja, Mbak,” kata Victory.

Cani menurut seperti kerbau yang diperintahkan untuk membajak sawah. Kaki pendeknya berjalan menuju ke warung terdekat untuk membeli pesanan Victory. Setelah menunggu beberapa menit. Akhirnya pesanan siap diantar. Cani pun segera kembali pulang.

Namun, ketika dia sudah berada di halaman rumah, ternyata Pak Lurah dan Victory sudah pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu pada Cani.

Cani terduduk di kursi kayu depan rumah. Ia mulai mengingat bagaimana kehidupannya terdahulu, sebelum ayahnya meninggal.

Cani menyadari satu hal, sejak awal, ibu tirinya sudah tidak menyukainya. Cani dulu sering diperlakukan tidak adil oleh Bu Helena. Bahkan Cani kerap dihukum tidak boleh makan selama seharian penuh.

“Apa yang dilakukan istriku di depan rumah? Melamun itu tidak baik loh ....” ucap Han.

Cani terperanjat melihat kehadiran sang suami. Wajah terkejutnya tak bisa ia tutupi.

“Mas Han kok sudah pulang? Bukannya, Mas nanti pulang malam?” tanya Cani kebingungan.

Mata Cani beralih pada koper berukuran sedang yang dibawa oleh suaminya.

“Ayo kita ngobrol di dalam rumah saja,” ajak Han.

Han menuntun Cani agar masuk ke dalam rumah. Tak lupa, Han juga mengunci pintu rumah.

“Ada apa, Mas? Tadi, Mas pulang nggak bawa motor ya? Motor, Mas ke mana?” tanya Cani panik.

Han tersenyum sambil menenangkan Cani. “Tadi aku diantar temanku pulang. Motornya aku tinggal di pabrik,” jawab Han.

“Loh? Kenapa kok ditinggal di pabrik? Kalau ada yang ambil gimana, Mas?” Cani makin panik.

“Enggak ada yang mau ambil, Sayangku.” Han gemas melihat tingkah lucu Cani.

Han meletakkan koper yang dia bawa di atas meja. Han meminta Cani untuk membuka koper tersebut. Dan ketika koper itu terbuka, tubuh Cani langsung lemas.

“Mas? Ini duit siapa sebanyak ini?”

Bersambung ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 05. Rumah Keprabon Menjadi Milik Cani

    Dengan senyuman tipis, Han menjawab, “Uang ini milikku, Sayang.” Sontak Cani terkejut sekaligus tak percaya. Masa iya, suaminya memiliki uang sebanyak ini? Dari mana coba? “Mas Han jangan bohong ... Sekarang, Mas jawab jujur, dapat uang ini dari mana?” tanya Cani sedikit mendesak Han agar segera menjawab dengan benar. Han menatap Cani intens. Sebelum menjawab, Han sempat menghela napas terlebih dahulu. “Jangan mikir aneh-aneh. Uang ini dari hasil penjualan tanah,” terang Han. “Apa? Tanah yang di mana? Kamu menjual tanah siapa?” cecar Cani gelisah. Han menggelengkan kepala pelan. Tangannya meremat pundak Cani, meminta Cani untuk tetap tenang. Han dengan santai memberi tahu Cani, jika uang yang ia bawa, ia dapatkan dari penjualan tanah peninggalan neneknya yang telah diwariskan kepadanya. “Tanah peninggalan nenek? Kok, Mas nggak pernah kasih tahu aku sebelumnya? Mas mau main rahasia nih sama aku?” sungut Cani sedikit kesal dan merajuk. Han segera meminta maaf pada Cani, dan menj

    Last Updated : 2024-07-10
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 06. Mbak Fatin Diusir

    “Ngomong apa kamu, Han ... Han ....” ejek Indra. “Emang siapa, saksi yang mengeluarkan kesaksian palsu? Ada-ada saja. Dasar orang miskin,” hinanya terkekeh dengan tingkah norak Han. “Biasa ... Baru punya uang tiga ratus juta. Mangkanya sok sekali,” sahut Bu Helena. Han hanya menanggapi ocehan mereka dengan senyuman tipis. "Fiuh ... Akhirnya semua sudah beres. Sekarang, tanah beserta rumah ini telah resmi menjadi milikku,” ujar Cani bernapas lega. Victory langsung menatap sinis kakaknya. Ia terlihat tak senang dengan kehabagiaan Cani. "Aku pengen tanya sama kamu, Mas Han.” Victory beralih memandang Han. “Mau tanya apa? Silakan,” balas Han. “Kamu masih punya tabungan lain, kah? Laku berapa tanah milik nenekmu?” tanya Victory sambil mengangkat dagu, menunjukkan keangkuhannya. Victory pasti sangat penasaran akan hal itu, sampai-sampai dia tak mampu menahan diri untuk tidak bertanya. “Aku sudah tidak punya tabungan. Hasil dari jual tanah, sudah aku gunakan untuk membayar kalian,”

    Last Updated : 2024-07-11
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 07. Mbak Fatin Boleh Jualan Lagi

    “Jangan ngomong gitu, Mbak. Nggak baik,” tegur Cani. Mbak Fatin melihat meja dagangan Cani yang kosong. “Keripikmu terjual habis lagi?” tanya Mbak Fatin. Cani mengangguk kemudian menjawab, “Iya, Mbak. Tadi ada yang borong.” Mbak Fatin berdecap tidak suka. Ia menyuruh Cani untuk melanjutkan kegiatan berberes, karena Mbak Fatin enggan berlama-lama melihat sang adik. “Aku boleh bantuin kamu, Mbak?” tawar Cani berniat untuk membantu kakaknya membereskan barang. “Heh! Nggak usah nyentuh barangku!” bentak Mbak Fatin. “Sana kamu masuk ke rumahmu! Kamu sudah selesai beresin barangmu sendiri ‘kan!” tekannya. Cani terkejut. Pasalnya, ini pertama kalinya bagi Cani mendengar bentakan Mbak Fatin. “Mbak Fatin kasar sekali?” protes Cani. “Aku kasar juga semua gara-gara kamu! Coba kalau kamu mau menjual rumah ini ke suami Victory. Aku nggak mungkin tertekan seperti ini!” cerocos Mbak Fatin. “Loh? Kok nyalahin aku? Aku hanya menjalaninya sesuai dengan yang seharusnya,” timpal Cani tidak mau d

    Last Updated : 2024-07-12
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 08. Dagangan Cani Ditutup Sosok Hitam Besar

    Mbak Fatin menoleh ke arah Cani yang bersuara lantang. “Ya lumayan. Baru dapat dua ratus ribu doang,” jawab Mbak Fatin enteng. “Mbak Fatin mau makan siang? Kalau mau aku ambilkan.” Cani menawari Mbak Fatin. “Ogah! Palingan juga makanan nggak enak! Aku alergi makan makanan orang susah,” tolak Mbak Fatin congkak. Tingkah tidak tahu diri yang selalu ditampilkan Mbak Fatin, sukses membuat Han tergelitik. Namun Han terus berusaha menahan diri agar tidak tertawa. “Ya sudah, kalau Mbak Fatin nggak mau makan. Aku makan siang dulu. Tolong jagain warungku sebentar,” pesan Cani. “Ngapain aku jagain warungmu? Kalau mau makan, ya sudah makan saja! Lagian, nggak bakal ada yang beli daganganmu. Keripik pisangmu apek!” cakap Mbak Fatin asal. "Sebentar saja, Mbak." “Memangnya kamu siapa? Nyuruh aku jagain daganganmu? Bikin kesal saja,” gerutu Mbak Fatin tidak senang. Cani memilih untuk tak menghiraukan Mbak Fatin. Ia ingin makan bersama suami dan para tukang di ruang tamu rumah. Kedatangan Can

    Last Updated : 2024-07-12
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 09. Melabrak Mbak Fatin Yang Main Halus

    Sampainya di depan rumah. Cani turun dari atas motor. Tubuhnya berbalik menghadap Han yang masih di atas motor. “Tapi, kali ini aku nggak mau diam saja. Kayaknya mereka memang sengaja ingin membangunkan singa yang tertidur,” ujar Cani. Han tertawa mendengar ucapan Cani. Wajah Cani tak ada gahar-gaharnya. Justru terlihat makin imut di mata Han. “Singa? Daripada singa. Kamu lebih terlihat seperti kucing, Sayang,” kelakar Han. “Ih ... Aku singa! Bukan kucing!” sanggah Cani mengerucutkan bibir. Senyum Han makin lebar. Istrinya sangat menggemaskan. Cani yang merajuk, berjalan memasuki rumah dengan hentakan kaki. Bukannya takut istrinya marah, Han justru terus menggoda Cani. “Pelan-pelan jalannya. Awas nanti jatuh,” kata Han melihat istrinya seperti anak kecil. Setelah mengunci pintu rumah, Han menghampiri istrinya yang kini duduk santai di atas ranjang. “Jadi, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Han. Cani menengok ke samping, matanya menatap Han dengan intens. “Lihat saja besok,

    Last Updated : 2024-07-13
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 10. Mbak Fatin Menyambut Karma

    “Huh? Apa, Mas? Coba ulang, barusan ngomong apa? Tadi ada truk lewat. Jadi suara Mas Han tidak kedengeran!” Han tersenyum tipis. Dia menggelengkan kepala. “Lupakan saja, Sayang. Aku juga sudah lupa,” kata Han. “Iiihhh ... Apa sih? Baru juga bentar! Sudah lupa saja,” gerundel Cani. Cani tak mau ambil pusing. Dia lebih memilih untuk mengakhiri obrolan. Dan menyandarkan kepala pada punggung suaminya. *** Keesokan hari. Cani meminta sang suami untuk membereskan barang milik Mbak Fatin yang masih ada di depan rumahnya, seperti kursi dan meja kayu. Han menyewa sebuah tosa untuk mengembalikan barang tersebut. Setelah Han kembali dari mengantar barang Mbak Fatin. Mereka mulai membersihkan toko. Cani berniat menggunakan toko tersebut untuk berjualan. Daripada dianggurin. "Kenapa toko ini lama dibiarkan tak terpakai?” tanya Han masih penasaran. Sebenarnya, pertanyaan seperti itu pernah Han pertanyakan pada Cani. Namun, waktu itu Cani enggan menjawab. “Ibu tiriku tidak memperbolehkan t

    Last Updated : 2024-07-13
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 11. Meninggalnya Mbak Fatin. Goodbye, Mbak

    Mbak Fatin mengungkapkan rasa malunya pada Cani. Karena hanya Cani yang bersedia menemaninya di rumah sakit. Bahkan, dengan senang Hati Cani merawat anak Mbak Fatin, tanpa diminta. “Kenapa kamu tidak menertawakan kondisiku?” tanya Mbak Fatin. Suaranya terdengar lirih. Kini Mbak Fatin tengah berbaring lemas, di atas ranjang rumah sakit. Cani tersenyum lembut sambil mengelus kening Mbak Fatin. “Orang lagi kena musibah kok diketawain?” balas Cani. “Apa yang terjadi, Mbak? Kenapa Mbak bisa seperti ini? Terus, suamimu ada di mana?” cecar Cani ingin tahu. “Aku memergoki suamiku bercinta dengan wanita lain,” lirih Mbak Fatin tersenyum getir. Mbak Fatin terdiam cukup lama. Cani sengaja tak memaksa Mbak Fatin untuk langsung bercerita. Toh, kondisi Mbak Fatin belum sepenuhnya pulih. “Kami bertengkar hebat. Lalu dia pergi entah ke mana. Setelah kepergiannya, banyak debt collector datang untuk menagih hutang suamiku. Aku sangat tertekan,” beber Mbak Fatin. “Dadakku sesak setiap kali aku men

    Last Updated : 2024-07-14
  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 12. Mister X, Si Penagih Hutang Dadakan

    “Nggak perlu sampai ngatain anak orang idiot!” murka Cani. “Aku yang bakal merawat Roni!” Cani paling tidak bisa melihat anak kecil ditindas atau dihina, apalagi sama orang dewasa. “Oh ... Mbak Cani mau merawat Roni? Bagus lah ... Sekalian, bayarin biaya anak pertama Mbak Fatin yang lagi mondok. Biar kamu makin miskin,” ledek Victory. “Merawat seorang anak nggak bakal mungkin bisa bikin makin miskin,” tandas Cani. “Malah enak. Hidupku bakal dipenuhi keberkahan,” tambahnya. “Halah!! Banyak omong! Yaudah sana! Pungut tuh anak! Palingan juga bakal jadi beban doang,” komentar Bu Helena sinis. Cani mengelus dadanya setiap kali Bu Helena berbicara. Semua yang keluar dari mulut wanita setengah baya itu tak layak untuk didengar. “Sekarang kalian pulang gih! Rumah ini mau aku kosongin,” usir Victory. “Kita juga mau pulang, setelah mengambil baju-baju, dan surat penting anak-anak Mbak Fatin,” sosor Cani. “Yaudah! Buruan! Ambil semua kain lusuh itu!” dengus Bu Helena. Cani bergegas menga

    Last Updated : 2024-07-14

Latest chapter

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 161. Awal Dari Kehidupan Baru

    Setelah menghancurkan tablet tersebut hingga tak berbentuk, tiba-tiba layar televisi di sampingnya menyala sendiri, menampilkan adegan di mana Hime mengakui segala kebohongannya mengenai kemandulan Han. Seketika tubuh Hime melorot dan terjatuh di atas lantai.Perhatian Hime kembali fokus pada layar televisi ketika sosok Han tampil di sana. Han menyatakan jika kini ia sudah tidak peduli kepada Hime. Han juga telah mengeluarkan Hime dari Black Ice. Han mencabut segala fasilitas yang ia berikan pada Hime.Di akhir ocehan Han, pria itu tersenyum dan berterima kasih pada Hime. Namun Han berjanji akan menjaga keselamatan Hime.“Sialan! Beraninya kamu membuangku setelah semua yang aku lakukan untukmu!” geram Hime melempar piring berisi makanan ke layar telivi yang masih menyala.Hime berteriak seperti orang kehilangan akal. Semua rencanya berantakan, dan sekarang justru rencana itu berbalik menusuknya. Dia sama sekali tak menyangka jika Han aka

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 160. Penjebakan Kejam

    Setelah makan malam romantis, Han mengajak Hime ke sebuah hotel bintang lima yang sangat terkenal di kota. Keduanya menikmati suasana nyaman yang tersaji dari balkon kamar, dengan Han yang memeluk Hime dari belakang.“Han ... Apa kamu benar-benar menyukaiku?” tanya Hime mamastikan.“Tak hanya menyukaimu, aku juga mencintaimu,” jawab Han cepat.Hime tertawa kecil. “Tapi ... Kita tidak bisa bersama.”“Kenapa?” Han membalik tubuh Hime agar menghadap dirinya.“Karena ada Cani,” bisik Hime menenggerkan kedua lengannya pada pundak lebar Han.Han tertawa renyah, ia berkata, “Itu bisa diatur.”“Jadi, kamu akan menceraikan wanita kampung itu?”Han tidak menjawab, ia justru menggendong Hime, dan membawa tubuh sexy Hime menuju ranjang. Han melempar tubuh Hime di atas kasur, lalu menindihnya.“Han? Kamu serius?” Hime melototkan kedua matanya. Apalagi saat Han merobek gaun indah yang dikenakan Hime.“Hime, apa kamu tahu? Cani sedang hami sekarang,” ucap Han bernada rendah.Sontak Hime terkejut, na

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 159. Rencana Han

    Jika memang benar Cani hamil sebelum diculik oleh Rio, maka bayi yang dikandung Cani merupakan darah daging Han. Demi membuktikan, dan meluruskan segalanya, hari ini juga Han mengunjungi klinik dokter kenalan Hime yang menyatakan bahwa ia mandul.Begitu sampai di klinik, Han langsung mengobrak-abrik tempat praktik dokter tersebut. bahkan Han juga menyandera para asisten dokter guna makin memberi tekanan.Han memaksa Dokter untuk mengatakan yang sebenarnya, jika tidak, Han akan melubangi kepala Dokter dengan peluru. Tak hanya itu, Han juga mengancam akan membuat kematian Dokter terasa sangat menyakitkan. Dalam kata lain, Han tak ‘kan begitu saja melenyapkan nyawa Sang Dokter.Dengan ekspresi penuh ketakutan, Dokter akhirnya mengaku jika ia dibayar Hime untuk membohongi Han mengenai kesuburan. Darah Han seketika mendidih ketika Dokter mengungkapkan segalanya.Han yang berada dalam kendali amarah, langsung memasukkan ujung pistol ke dalam mulut Dokter, dan melepas peluru yang membuat kep

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 158. Kebenaran Mulai Terbuka

    Hime tersenyum tipis. “Yang memintaku tinggal di sini adalah Han. Tapi, jika Kepala Keluarga Ditmer mengusirku, aku akan hengkang.”Albert mencengkeram pergelangan tangan Hime ketika wanita itu hendak beranjak meninggalkannya. Ia sangat ingin membahas mengenai dokter perkebunan yang meninggal mengenaskan, namun Albert menundanya. Entah mengapa, perasaannya tidak enak.“Kembalilah mengurus Kartel, aku membutuhkan bantuanmu,” pinta Albert.Hime melipat kedua tangan pada dada. Ia menghela napas sebelum berkata, “Kamu masih membutuhkan bantuanku untuk mengurus Kartel? Bukankah aku di sini untuk membantu Cani?” Hime mengernyitkan dahi.“Sudah banyak pelayan yang membantu Cani,” sahut Albert. “Biarkan Cani mengurus segala urusan di rumah ini sendirian,” tandasnya menatap lurus Hime.Dengan amat sangat terpaksa, Hime menyetujui permintaan Albert.“Aku menurutimu karenam neghomatimu sebagai Pemimpin Black Ice,” pungkas Hime berlalu meninggalkan Albert yang terdiam.Dari sekian banyak pria di

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 157. Tak Goyah Sedikitpun

    Beberapa hari berlalu, Han melangkah pelan ke sisi ranjang, tangannya terulur untuk meraih tangan Cani yang dingin. Han tahu istrinya masih bersedih, masih terombang-ambing dalam kenyataan pahit tentang siapa ayah dari bayi di perutnya.Tanpa berkata apa pun, Han menggenggam tangan Cani, memberikan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh sentuhan lembut seorang suami.Cani terisak, sesekali mengusap perutnya yang masih tampak rata. Kehamilannya, seharusnya menjadi kabar gembira, namun malah membuatnya hancur."Sayang ...." bisik Han lembut. "Percayalah, aku tak peduli siapa ayah bayi kita. Yang penting, bayi ini akan tumbuh dalam keluarga kita, dengan cinta dan kasih sayang kita berdua. Aku akan menjadi ayahnya, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya."Air mata Cani kembali menetes, kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan haru. Han bersungguh-sungguh, Cani dapat melihatnya dari sorot mata Han yang penuh kasih sayang."Kenapa? Aku telah mengkhianatimu, Mas," lirih Cani mengalihka

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 156. Kenyataan Pahit Dari Hime

    Senja menyelimuti kediaman keluarga Albert. Di ruang kerjanya yang luas, Albert, kepala keluarga yang disegani, duduk termenung dengan ditemani secangkir kopi yang masih hangat di tangannya. Pikiran Albert dipenuhi oleh cerita Eila, pelayan pribadi sekaligus sahabat Nyonya Ditmer, tentang kecurigaan Eila terhadap sikap aneh Hime.Setelah beberapa saat berpikir, Albert mengambil keputusan. Ia bangkit dari kursinya, wajahnya dipenuhi dengan keraguan. Ia memanggil anak buahnya yang berada tak jauh darinya. "Ya, Tuan?"“Aku perlu kau melakukan sesuatu. Awasi Hime. Laporkan setiap gerak-geriknya kepadaku. Lakukan dengan hati-hati, jangan sampai ia menyadari hal ini.” Suara Albert terdengar tegas. Pria tinggi tegap itu mengangguk hormat, menerima perintah tanpa bantahan.***Di sisi lain, angin yang berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma tanah basah dan sedikit bau anyir dari kandang buaya raksasa.Hime memandang Han yang berdiri sambil memperhatikan buaya peliharaannya, beberapa ekor buay

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 155. Kehamilan Yang Disembunyikan

    Cani terbangun dengan kepala yang terasa pusing. Cahaya redup menyinari wajahnya. Bau disinfektan klinik memenuhi hidungnya. Ia mengerjapkan mata, pandangannya masih kabur. Sebuah tangan hangat menggenggam tangan Cani. Ia menoleh dan melihat Hime duduk di sampingnya, wajah Hime tampak lelah namun dihiasi senyum lembut.“Cani ... Kamu sudah sadar,” bisik Hime, suaranya lembut seperti sutra.Cani mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba mengingat kejadian sebelum ia pingsan. Kenangan samar-samar berkelebat, perkebunan yang luas, aroma tanah basah, lalu gelap.“Mbak Hime ... Aku dimana? Apa yang terjadi?” tanya Cani, suaranya masih lemah.“Kamu pingsan di perkebunan,” jawab Hime, “Untungnya, tidak terjadi apa-apa yang serius.”Hime meraih tangan Cani, matanya berkaca-kaca. Ia memiliki raut wajah yang serius."Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu, Cani,” lirih Hime, suaranya sedikit gemetar. Ia menggenggam tangan Cani lebih erat. “Dokter sudah memeriksakanmu tadi ....” Ia berhenti s

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 154. Kehamilan Cani

    Semakin Hime mendekati Han, semakin Hime tahu bahwa yang ada di otak dan pikiran Han hanyalah Cani seorang. Hime seperti tidak ada celah untuk merebut hati Han. "Jika aku tidak bisa merebut Han, maka akan aku buat hubungan mereka berdua berantakan." Janji telah meluncur dari bibir Hime. Membangkitkan gairah amarah pada diri Hime. Seiring berjalannya waktu, Hime berhasil mengambil hati Cani, dan menjadikannya sebagai orang paling dipercaya Cani, menggeser posisi Eila. Hime juga memutuskan untuk membantu Cani mengurus segala keperluan dan masalah di kediaman Keluarga Ditmer. Hal tersebut membuat Hime mengetahui seluk beluk kegiatan di rumah. Termasuk sektor perkebunan yang nilainya fantastis. Hime begitu takjub, selama ini ia hanya membantu pekerjaan Han tanpa mengetahui kegiatan sesungguhnya di rumah Keluarga Ditmer. "Hasil perkebunan langsung dijual ke pemerintah?" tanya Hime pada Cani. Cani yang sedang membawa catatan menoleh ke arah Hime. "Iya, Mbak. Katanya untuk membantu ra

  • Suami Miskinku Ternyata Mafia Kaya   Bab. 153. Usaha Hime

    Rio menatap tajam Xander yang sudah ketakutan melihat Rio mengayunkan katana. "Tuan Rio! Tolong ampuni saya!" mohon Xander bersujud di kaki Rio. Rio mendesis, "Orang sepertomu, yang mengkhianati kartelmu."Xander mendongak guna melihat wajah Rio. "Terlebih kelakuanmu, yang membuat Kania bersedih, tak akan pernah termaafkan!" tandas Rio penuh penekanan di nada bicaranya. Ketika Rio hendak menebas leher Xander, kedatangan Mizu membuatnya berhenti. Mizu meminta agar Xander tak dilenyapkan, sebab, Xander masih bisa digunakan untuk kepentingan Kartel. Karena Rio sangat percaya pada Mizu, dan mempertimbangkan perkataan Mizu, akhirnya Rio lebih memilih menurut pada Mizu. Ia menyerahkan Xander pada Mizu.Rio juga menegaskan jika Xander melakukan hal-hal yang berhubungan dengan Cani, maka Mizu harus menyerahkan nyawa Xander padanya. "Baik, Tuan. Aku pastikan, Xander berada di bawah kendaliku," tegas Mizu mantap. Rio menyembunyikan katanya, lalu bergegas keluar dari ruang bawah tanah, m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status