"Tidak usah didengarkan omongan bibi tadi Non, Bibj hanya bicara asal saja" ucap Bibi mengelak.
Nasya mencoba tidak memikirkan apa yang dikatakan Bibi tadi. Dia fokus pada apa yang dilakukan saat ini, beberes kamar dan menata pakaiannya. Tidak terlalu banyak, hanya saja dia ingin semuanya terlihat rapi sesuai yang dia mau.Setelah selesai beberes dia membersihkan diri dan berendam serta menghirup aromaterapi untuk membuat pikirannya tenang.Sedangkan Arga saat ini sedang bersama Aluna di apartemen milik Arga itu. Sesaat setelah sampai di rumahnya tadi, Arga mendapat telfon dari Aluna yang menyuruhnya datang ke apartemen karena dia ketakutan."Ada apa?" tanya Arga setelah Luna mulai tenang."Papa mencariku, dia menyuruh beberapa bodyguardnya untuk menyisir kawasan disekitar sini, bagaimana ini? ucapnya gelisah."Tenanglah, disini kamu akan aman" ucap Arga menenangkan. Aluna beberapa kali mengatur pernapasannya agar lebih rileks."Itu cincin baru?" tanya saat melihat cincin dijari manis Arga."Ahh.. ini.. Hanya cincin biasa. Cincin peninggalan Papa, kalau tidak dipakai takutnya hilang" Arga mencoba menutupi kebenaran tentang pernikahannya."Ohh""Kamu harus segera mencari tempat tinggal, tidak mungkin kamu disini semalanya" ucap Arga."Aku akan disini sementara ini, minggu depan aku akan ke Paris" ucapnya sembari membereskan meja yang berserakan karena dia barusaja makan."Baiklah. Apa kau yakin akan kesana?" tanya Arga lagi."Ini adalah impianku sejak lama, aku sudah memutuskan untuk kesana. Ini hal yang aku suka. kamu juga tau itu" ucap Luna yang berhenti sejenak membereskan meja kemudian menatap dalam Arga."Hmm. Terserah kau saja" ucap Arga."Setelah semua yang aku inginkan terwujud, aku akan kembali kesini dan membuktikan pada mereka bahwa aku bisa" ucap Luna lagi. Arga hanya mengangguk mendengar penjelasan Luna.Hingga malam menjelang Arga masih belum kembali kerumah. Nasya yang khawatir mencoba menghubungi suaminya tapi tidak diangkat, dia kirim pesanpun tidak kunjung dibaca.*Mas, dimana? Ini sudah malam. Makan malam sudah siap* Begitulah isi pesan Nasya yang tidak mendapat respon dari Arga."Tidak dibaca bik. Mas Arga kemana ya?" ucap Nasya pada bibi yang juga ikut khawatir."Ya sudah, mungkin masih repot Non. Lebih baik Non makan dulu saja" ucap Bibi sambil membalik piring Nasya."Aku harus menunggu Mas Arga pulang dulu bik, masa nanti aku sudah makan Mas Arga belum makan" ucapnya sambil tersenyum."Ya sudah? bibi tinggal beberes dibelakang ya Non""Iya Bik"Nasya beberapa kali melihat ponsel, tetapi belum ada respon sama sekali dari Arga. Hingga pukul 10 malam, Nasya masih menunggu Arga di sofa ruang tamu. Tapi suaminya itu tidak kunjung muncul. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali kekamarnya karena dia pun sudah mengantuk.Sampai dikamar, dibukanya balkon kamar dan duduk dikursi yang ada dibalkon, mengecek ponselnya lagi dan lagi tetap tidak ada balasan. Hingga akhirnya dia tertidur dikursi panjang yang ada dibalkon.Arga tertidur di sofa apartementnya. Luna yang melihat itu hanya membiarkan saja karena Arga tidur dengan pulas.Saat tengah malam, Arga terbangun. "Astaga, sudah tengah malam" gumamnya, Arga melihat sekeliling, "Luna sepertinya sudah tidur, lebih baik aku pulang" Arga segera bangkit dan keluar dari apartement itu.Sampai dirumah, dia masuk ke kamarnya yang gelap, melihat kearah ranjang yang kosong, kemudian mencari keberadaan Nasya, yang ternyata ada di sofa balkon sedang tidur.Arga menggoyang-goyangkan kaki Nasya, tetapi Nasya hanya berubah posisi. Arga semakin kencang menggoyangkan kakinya."Ehm.. Mas." Nasya akhirnya bangun."Apa ranjangnya sudah tidak layak? Kenapa tidur disini" bentak Arga kesal."Maaf mas, tadi ketiduran" ucap Nasya dengan suara serak khas bangun tidur. Tanpa mendengar penjelasan Nasya, Arga melenggang masuk ke dalam kamar mandi.Nasya menyiapkan pakaian suaminya dan duduk dimeja rias, merapikan rambutnya yang acak-acakan. Setelah suaminya selesai mandi dan berpakaian. Nasya menghampiri suaminya."Mas, sudah makan? mau aku siapkan?" tanya Nasya."Sudah" ucap Arga singkat kemudian membaringkan badannya. Nasya hanya mengangguk dan menaiki ranjang untuk tidur.Satu minggu kemudian.Pagi harinya, Nasya bangun terlebih dulu. Setelah menyiapkan semua keperluan suaminya, Nasya turun kedapur untuk menyiapkan sarapan. Sarapan sederhana, hanya nasi goreng dan telor ceplok.Setelah semua siap, dia kembali kekamar untuk membangunkan Arga."Mas, bangun, sudah siang ini" Nasya menggoyang-goyangkan kaki Arga."Hmm" Arga semakin menenggelamkan wajahnya dibantal. Nasya semakin mendekat ke Arga, dan menggoyangkan tubuh Arga."Kamu itu kenapa sih? Ini kan masih pagi" bentak Arga kesal."Mas, ini sudah jam9 lebih" ucap Nasya lembut."Apa? Kenapa tidak membangunkanku" Arga bangkit dan langsung berlari menuju kamar mandi.Setelah menyiapkan pakaian Arga, Nasya turun menuju meja makan lebih dulu. Tak berselang lama Arga muncul, sudah berpakaian rapi, menuju pintu keluar."Mas, mau kemana? Sarapan dulu" teriak Nasya sembari berdiri."Nanti" ucap Arga singkat.Arga terburu-buru, melajukan mobilnya dengan cepat menuju apartemen."Maaf terlambat aku terlambat, semua sudah siap?" ucap Arga terengah-engah karena setengah berlari. Luna hanya mengangguk dan menyeret kopernya keluar apartement. Arga membantunya membawa beberapa barang bawaannya.Hari ini adalah hari keberangkatan Luna ke Paris untuk mengejar mimpinya.Sampai di bandara, Aluna segera menuju ke bagian check in, dia terus melihat kebelakang, berharap orang yang dia tunggu muncul untuk mengucapkan salam perpisahan. Dia melambaikan tangan pada Arga.Arga pun melambaikan tangan, dan menunggu sejenak hingga punggung Luna sudah tidak terlihat lagi. "Semoga berhasil" doanya pada Luna.Arga tau seseorang yang di tunggu Luna, sebenarnya ada di dekat mereka, hanya saja dia tidak mau muncul di depan Luna. Dia bersembunyi di kumpulan banyak orang, yang mengantar keluarga mereka yang akan terbang. Arga membiarkan itu dan tidak ingin ikut campur.Setelah mengantar Luna, Arga kembali kerumahnya, dengan wajah lelah dan perut terasa sangat lapar. Nasya yang melihat wajah suaminya segera menghampirinya."Mas belum makan kan? Aku siapkan makanan dulu" ucap Nasya dengan semangat. Dia sebenarnya sangat ingin bertanya pada suaminya itu apa yang baru saja dilakukan dan kenapa dia pergi dengan terburu-buru. Tapi di urungkannya."Iya" jawab Arga singkat.Setelah makanannya sudah siap. Nasya memberitahu Arga untuk ke meja makan."Mas, sudah siap. Ayo makan" ajak Nasya.Tanpa menjawab, Arga bangkit dan menuju meja makan. Nasya pernah mendengar kalau ingin merebut hati seseorang melalui perutnya terlebih dahulu, dan ini yang sedang Nasya usahakan.Arga menyuap nasi goreng yang dibuatkan Nasya."Hmm" gumamnya pada suapan pertama, dia merasakan bahkan nasi goreng buatan Nasya sungguh enak. hingga tak terasa dia menghabiskan semuanya.Nasya yang melihat itu merasa lega karena masakannya sesuai dengan selera suaminya."Enak mas?" tanya Nasya."Lumayan" jawab Arga singkat.Setelah makan, mereka menghabiskan waktu dengan urusan masing-masing, Arga masuk ke ruang kerjanya melihat beberapa email yang masuk dan Nasya berada di taman belakang rumah untuk merawat tanaman disana.Malam hari setelah makan malam, saat Arga di kamar mandi, ponselnya berbunyi. Awalnya Nasya mengabaikan tapi ponselnya terus berbunyi. Sehingga Nasya berpindah sisi ranjang yang biasa digunakan Arga.Nasya melihat nama yang tertera disana disertai foto seorang gadis cantik sedang berpose."Aluna" ucapnya kemudian terdiam dan hanya melihat kearah ponsel itu."Sedang apa?" ucap Arga dari depan pintu kamar mandi."Aluna" gumam Nasya lirih."Siapa Aluna Mas?""Siapa Aluna mas?" "Bukan urusan kamu" jawab Arga cepat kemudian segera mengambil ponselnya. Nasya yang melihat itu hanya bisa menghembukan nafas dan memejamkan matanya. Arga berjalan menuju balkon kemudian menelfon balik nomor Aluna. "Ya, ada apa?" katanya dengan lembut.Nasya yang mendengar ucapan Arga segera keluar kamar untuk menenangkan diri. Mengambil minuman soda dingin dan menenggaknya. "Sabar Nasya. Ini ujian rumah tangga. Pernikahanmu baru seumur jagung, bahkan tunas jagungpun belum tumbuh" monolog Nasya pada dirinya sendiri. "Kamu harus bertahan. Buat suami kamu bertekuk lutut padamu" imbuhnya meyakinkan diri. "Kalau memang sudah saatnya pergi, baru boleh pergi. Untuk saat ini kamu harus berjuang. Walau sementara ini harus berjuang sendiri" monolognya lagi, kemudian meminum sodanya lagi. Nasya memutuskan untuk menonton tv, daripada harus mendengar suaminya yang sedang telfon dengan entah siapa itu. Hingga tak terasa sudah tengah malam, Nasya kemudian bangkit dan menuju
Driver ojol yang dinanti akhirnya datang, Nasya berpamitan pada Wiliam dan pergi dengan ojolnya.Seseorang dalam mobil itupun mengikuti Nasya dari belakang, sedikit menjauh agar tidak ketahuan. Setelah memberitahu lagi letak rumahnya, Nasya kembali melihat ponselnya, berharap mendapat balasan dari Arga, tapi ponselnya masih tetap sama, sepi tidak ada pesan yang berarti, hanya sederet pesan dari grup teman-teman kelasnya. Tapi Nasya cukup puas, paling tidak pesannya sudah terbaca oleh Arga. Sampai di depan rumah, Nasya turun dan memberikan helm milik ojol itu. "Jangan lupa bintang limanya kak" ucap driver ojol. Nasya hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah.Sesaat setelah driver ojol pergi, mobil yang tadi mengikuti mereka pun segera meninggalkan kawasan rumah itu. Nasya melenggang masuk kedalam kamar, membersihkan diri dan brrganti pakaian. Setelah selesai melakukan ritual dikamar mandi dan walk in closed, dia turun ke lantai bawah untuk mengambil cemilan dan menonton serial netf
Arga berusaha tidak berpikiram negatif. Hingga tak lama Deni mengetuk pintu untum memberitahu bahwa meeting akan segera dimulai. Arga mengajak Rafa berjalan menuju ruangan meeting. Sementara Nasya yang sudah sampai dirumah, meletakkan kembali bekal yang tadi dan menuju kamarnya. "Semoga Mas Arga tidak marah" harapnya kemudian berjalan menuju kamar mandi. Selama tidak ada jadwal kuliah, dia aka mengantarkan makan siang sendiri ke kantor suaminya. Berharap dapat sedikit meluluhkan hati suaminya yang sekeras batu karang. Sore harinya, Mama Arga datang membawakan beberapa makanan. "Mama" ucap Nasya yang langsung memeluk Mama mertuanya itu. "Sayang, kamu apa kabar? Arga perlakukan kamu dengan baik kan?" tanyanya. Nasya hanya mengangguk. "Mama khawatir Arga memperlakukan kamu dengan tidak baik, karena dia sudah tidak seperti dulu" Mendengar ucapan Mama mertuanya, Nasya segera melepaskan pelukan dan berkata, "Maksudnya gimana Ma?" "Ehh.. Tidak. Jangan di dengarkan omongan Mama, sudah
Pagi harinya, Nasya terbangun dan mendapati suaminya tidak ada sisinya. Dia segera memakai kimono mandinya dan mencari diseluruh kamar tapi tidak menemukannya. Kemudian dia mencarinya di ruang kerja. Lama dia mengetuk tapi tidak ada jawaban, akhirnya memutuskan membuka pintu perlahan. Nampak suaminya itu sedang tertidur dimeja kerja. Nasya mendekat, dia kaget karena melihat banyaknya tisu dibawah meja. Seketika dia mengerutkan dahi, dia tahu apa yang tadi malam baru saja suaminya lakukan. Dia kecewa tapi kemudian tetap membangunkan Suaminya. "Mas, Bangun" "Hmm" bukannya bangun Arga malah hanya berpindah posisi. Kemudian Nasya mendekatkan wajahnya dan meniup wajah Arga. Arga yang merasa terganggu akhirnya terbangun. "Sedang apa kamu disini? Tidak ada yang boleh masuk tanpa ijin dari saya" ucapnya dengan intonasi meninggi. "Tadi aku sudah mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak ada jawab..." belum selesai Nasya bicara, sudah dibalas oleh Arga. "Kalau begitu jangan masuk" bentakny
Saat ini pikiran Nasya sedang kalut. Terdapat pergulatan batin dalam hatinya. Bertahan menambah luka atau pergi memberikan luka. Terlalu banyak hal yang sudah Nasya tahan selama ini demi orang tuanya dan hatinya. Dia sudah terlanjur jatuh hati pada suaminya. Bagaimana dengan Arga? Apa dia juga merasakan hal yang sama? Atau justru dia menutupi hal itu dengan egonya? Terlalu sulit bagi Nasya untuk meruntuhkan tingginya ego Arga. Sejak awal Arga sudah membangun tembok yang sangat tinggi diantara keduanya. Tembok yang sejak awal dia coba runtuhkan tapi selalu saja gagal. Saat dia merasa ingin mundur dan lelah, sesuatu dalam hatinya yang seolah sebuah magnet justru terus menariknya kearah berlawanan. Mengesampingkan pergulatan batinnya, Nasya tetap pada tugasnya sebagai seorang istri. Menyiapkan seluruh keperluan suaminya, walau dia tidak banyak bicara seperti sebelumnya. Saat ini Nasya sedang mengerjakan tugas kuliahnya. Banyak tugas individu maupun kelompok yang tanggal deadlinenya s
Setelah lelah beberes, Nasya keluar untuk membeli nasi goreng yang kebetulan abang-abangnya lewat depan kostnya. Beberapa penghuni kost yang sudah lebih dulu sampai, melihat kedatangan Nasya dan tersenyum menyapa. "Bang, nasi gorengnya satu bungkus, yang pedes ya Bang" pesannya yang mendapat anggukan dari abang penjualnya.Dia duduk bersama dengan penghuni kost yang lain. Agar tidak terlalu canggung, Nasya lebih dulu mengajak berkenalan, hingga akhirnya mereka mengobrol sembari menunggu pesanan. "Kamu anak kuliahan atau pekerja?" tanya Lisa penghuni kamar paling depan. "Sedang cuti kuliah, mau cari kerja" jawab Nasya. "Sama. Sebagian besar yang kost disini memang pekerja, jadi kamu jangan kaget kalau ada yang akan pulang malem banget bahkan dini hari" jelas Lisa yang mendapat anggukan dari teman yang lainnya. "Iya. Terima kasih infonya" ucap Nasya.Setelah abangnya memberikan pesanan, mereka berpencar masuk kedalam kamar masing-masing. Nasya memakan makanannya sambil melihat-liha
Arga yang emosi sekaligus antusias masih celingukan mencari keberadaan Nasya ditempat yang ditunjuk oleh Saka. Tapi tidak menemukan apa-apa kemudian dia memukul ringan bagian belakang kepala Saka."Mana? Tidak ada" ucapnya emosi. "Tadi ada Bos" Saka memegang belakang kepalanya. Mereka akhirnya memutuskan kembali kekantor karena ada klien yang sudah menunggu. Sementara Nasya yang sudah ada didalam angkutan kota, bernafas lega karena Saka dan suaminya sudah pergi. Dia mengambil ponsel yang ada didalam tasnya untuk memberi kabar pada Lisa. Saat akan berkirim pesan, dia mendapat pesan masuk yang berisikan bahwa dia diterima bekerja dan besok adalah hari pertamanya. Dia tersenyum dan memutuskan untuk mampir ke mall membeli beberapa pasang baju kerja. Uang dalam rekeningnya sudah lebih dari cukup untuk biaya hidupnya sehari-hari selama beberapa bulan tapi dia tidak ingin bergantung pada itu sehingga memutuskan untuk bekerja dan tidak lagi memakai uang yang diberikan Arga selama beberapa
Nasya yang merasa aneh dengan sikap Arga hanya diam. Dia suka dengan perubahan sikap itu. Tapi dia bingung harus menanggapinya bagaimana, karena baginya terlalu mendadak. "Jadi bagaimana? Kamu memaafkan saya?" ucap Arga yang memang sudah tidak sabar. Dia merasa tertekan karena harus menekan dalam egonya. Tapi demi istrinya dia rela melakukannya. "Aku masih mau menenangkan diri dulu" ucap Nasya. "Saya harus bagaimana biar kamu percaya?" ucap Arga lemah. Mendengar pertanyaan Arga, Nasya hanya menggeleng. Dia tidak yakin Arga akan menurutinya. "Sudahlah mas, kamu pulang saja. Saya masih mau sendiri dulu" ucap Nasya kemudian meninggalkan ruangan vip yang sudah dipesan oleh mertuanya. Arga yang merasa semakin bersalah hanya menunduk, kemudian berdiri dan segera mengejar Nasya. Dia yang melihat Nasya sedang menunggu taksi tiba-tiba menarik tangannya dan memeluknya erat. "Tolong... Tolong... Jangan tinggalkan saya. Saya tidak bisa hidup tanpa kamu" ucapnya yang semakin mengeratkan pel