Nasya akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar, dan betapa kagetnya dia ternyata suaminya juga sedang berdiri didepan pintu kamarnya. Setelah saling menatap sejenak, akhirnya Nasya langsung memeluk suaminya itu dan benar-benar membenamkan wajahnya didada suaminya. Bau keringat Arga membuatnya candu. "Sayang. I Love You" ucap Arga sambil mengecup kepala istrinya. Nasya hanya diam tapi mengangguk dan tersenyum. Argapun kemudian menggendong Nasya ala bridal style dan dibawanya ke kamar. Beruntunglah Arga rajin olahraga jadi menggendong Istrinya yang sedang hamil seperti sekarang ini bukan masalah baginya. Disepanjang jalan menuju kamar, mereka saling berpagutan. Mentransfer kerinduan yang menyesakkan dada keduanya. Arga sangat hati-hati dalam melangkah dan meletakkan Nasya di ranjang. "Hai sayang. Kangen sama Papa ya?" ucapnya didepam perut Nasya setelah sebelumnya mengucapkan hal yang sama pada sang istri. "Mau ketemu Papa sekarang?" sambungnya dengan melihat kearah Nasya dan t
"Kamu bau. Sana jauh-jauh" usir Nasya yang masih membungkuk didepan wastafel sambil mengibaskan tangannya. "Bukannya kamu suka bau aku kalau tidak mandi?" tanya Arga yang keheranan. Bagaimana bisa sekarang Nasya justru menyuruhnya menjauh karena tidak mandi. Karena ucapan Nasya tadi, akhirnya Arga hanya melihat istrinya yang masih muntah dari kejauhan. Setelah dirasa Istrinya sudah membaik, dia pun mendekat dan menyuruh istrinya menutup hidung, sementara dia berlari dengan cepat menuju bathup dan menenggelamkan diri disana. Nasya pun tertawa melihat kelakuan suaminya itu. Dia juga heran dengan dirinya sendiri karena selalu berubah-ubah. Dia hanya berharap agar suaminya mengerti bahwa semua ini karena hormon kehamilannya. Bukannya pergi, Nasya justru berdiri bersandar didekat wastafel sambil memperhatikan suaminya yang masih menggosok dada dan lengannya. "Sayang, butuh bantuan?" tanya Nasya yang langsung membuat Arga menoleh dan mengangguk. Bagaimana tidak, ini bagaikan kesempatan
Demi keselamatan istrinya, Arga menyetujui proses kuret itu. Dia setia menunggu istrinya selama menjalanu proses kuret didepan ruang operasi. Disana dia bersama dengan orang tua Nasya yang tadi dijemput menggunakan helikopter oleh anak buah Saka. Sementara Saka diberi tugas oleh Arga untuk menjaga dan memantau Mamanya juga mencari siapa dalang dari kecelakaan itu. Bodyguard dan sopirnya juga ditangani di rumah sakit yang sama. Mereka juga sedang melakukan operasi karena ada beberapa tulang yang patah dan ada luka tembak dilengannya. "Mama sudah sadar, dia terus mencari Nasya, bagaimana?" Aku harus jawab apa?" tanya Saka pada Arga melalui sambungan telfon. "Ceritakan saja apa yang terjadi" jawab Arga dengan pikiran yang masih kalut kemudian menutup ponselnya, bukan dia tidak peduli dengan keadaan Mamanya, hanya saja saat ini pikirannya masih tertuju pada Nasya. Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya dokter keluar dan mempersilahkan Arga untuk masuk sedangkan perawat memberikan
"Sayang, kamu sudah dapat nama buat anak kita?" tanya Nasya setelah terbangun sambil terus mengusap perutnya. Arga tidak menjawab, dia hanya melipat bibirnya kedalam. Kesedihan tiba-tiba membebat dalam hatinya. Sekuat tenaga dia menahan air matanya. Melihat istrinya seperti ini sungguh membuatnya semakin merasa bersalah. "Sayang. Kenapa diam?" tanya Nasya sekali lagi. "Sayang, sudah. Mungkin suami kamu sedang lelah. Dia dari kemarin menunggu kamu disini bahkan tidak tidur" ucap Ibunya Nasya mencoba mengalihkan perhatian anaknya. "Benar Kamu tidak tidur?" tanya Nasya khawatir. Arga hanya tersenyum kecut. "Pantas saja, kamu punya mata panda. Kamu istirahat dulu saja, biar aku sama Ayah sama Ibu" sambungnya. Ibu Mertuanya memberi kode agar Arga pergi keruangan yang memang sudah disiapkan untuk istirahat yang menjaga pasien. Disana sudah ada ranjang beserta perlengkapannya, tv, lemari pendingin juga lemari pakaian. Setelah Arga berbaring, dia memejam matanya. Walau sulit sekali untu
"Arga" "Nak, bangun" "Arga. Bangun Nak" Beberapa kali sudah Ayah mertuanya membangunkan Arga tapi tidak mendapat respon apa-apa hingga akhirnya Ayah mertuanya itu menepuk pipi Arga sedikit lebih keras. Arga yang kaget langsung bangkit dan melihat sekeliling."Istriku mana? Nasya mana Yah?" teriaknya yang dengan cepat dia turun dari ranjang kemudian berlari menuju brangkar yang tadi ditempati istrinya dan ternyata ranjangnya sudah kosong. Diapun jongkok dan menangis tersedu bahkan beberapa kali berteriak memanggik nama istrinya. "Arga, Sadar Nak. Kamu ini sebenarnya kenapa? Istri kamu cuma ke ruangan psikolog. Dan kamu sudah mencarinya sampai seperti ini?" ucap Ayah mertuanya sambil menepuk bahu kemudian mengusap punggung Arga. "Bukankah kamu yang mendaftar Nasya untuk konsultasi dengan Psikolog sesuai dengan anjuran dokter kandungan?" imbuhnya. Mendengar ucapan Ayah mertuanya, tangis Arga seketika berhenti. Dia diam sambil mencerna kembali apa yang dikatakan oleh Ayah mertuanya
Dengan segala lika-liku yang menemani kehidupan rumah tangga mereka, juga kejadian yang membuat keduanya apalagi Nasya yang hampir kehilangan kewarasan karena kehilangan calon anak mereka, akhirnya pelangi dirasakan oleh keduanya. "Kalian pergilah honeymoon" suruh Mama Mala pada keduanya saat sedang makan malam. "Tidak. Nanti Mama sendirian disini" jawab Arga sambil terus mengunyah makanannya. "Halah. Disinikan ada Saka, Mbak Yu juga ada. Apa yang keperlu dikhawatirkan?" "Iya sana pergi kemana gitu. Tidak perlu keluar negeri, ke bali atau lombok saja. Lumayankan bisa sekalian refreshing" timpal Ibunya Nasya. "Nanti deh. Coba aku lihat jadwal dulu, sekalian aku selesaikan dulu pekerjaan yang tertunda" jawab Arga. "Mama yang akan minta Saka kosongkan semua jadwal kamu selama beberapa hari dan Mama juga akan minta supaya dia sementara yang menghandle semua pekerjaan kamu. Apa kamu masih tidak percaya dengan cara kerja Saka? Isshh, Keterlaluan" cecar Mama Mala yang kesal karena anak
"Hati-hati ya kalian. Kabari Mama kalau sudah sampai" ucap Mama Mala dan kedua besannya yang mengantar Arga dan Nasya ke bandara. "Iya Ma, Bu. Nanti Nasya kabarin kalau sudah sampai" jawab Nasya sambil memeluk mereka satu per satu. Sementara Arga masih memberikan brifing singkat pada Saka untuk mengingatkannya lagi apa yang harus dikerjakan duluan. Setelah selesai, dia dan Saka segera bergabung bersama Nasya dan berpamitan dengan para orang tua. "Titip Mama. Awas kalau kenapa-kenapa" bisik Arga pada Saka yang hanya melengos tanpa peduli. Dia sudah paham bahkan tanpa diberitahukan lagi apa saja tugasnya, semuanya sudah diluar kepala. Toh, selama ini dia sudah sering kali ditinggal-tinggal oleh Arga setelah dia menikah. Setelah selesai berpamitan, Arga dan Nasya segera berangkat walau dengan perasaan yang entah kenapa terasa berat meninggalkan mereka. Tidak seperti biasanya, mereka justru cenderung merasa gelisah. "Tidak akan ada apa-apa kan ya Sayang?" tanya Nasya pada sang suami
"Saya kemari berniat ingin melamar anak Om" ucap Arga. "Kenapa mendadak begini? Apa Orang tua kamu tau niat kamu datang kemari?" tanya Papa Nasya pada Arga yang sedikit ragu setelah mendengar niat Arga datang kesana. "Mama malah yang terus menyuruh Arga kemari Om. Mama sudah tidak sabar katanya" ucap Arga kemudian tersenyum, mengingat kembali bagaimana gigih Mamanya selalu menyuruh Arga. "Mama kamu itu benar-benar keras kepala. kalau sudah punya keinginkan harus segera tercapai" ucap Papa Nasya yang membuat Arga tertawa dan mengangguk."Ada apa ini? Serius sekali?" ucap Mama Nasya yang baru kembali dari dapur membawa minuman dan beberapa cemilan. Setelah mempersilahkan Arga untuk minum dan memakan cemilan, kemudian sang suami menjelaskan maksud dan tujuan Arga datang ke kediaman mereka. Mama Nasya tampak terkejut mendengarnya. "Sebentar Nak Arga, apa tidak terlalu cepat? Nasya masih kuliah, bahkan baru berjalan kurang lebih satu tahun" ucap Mama Nasya kaget. "Iya saya mengerti T