"Sayang, kamu sudah dapat nama buat anak kita?" tanya Nasya setelah terbangun sambil terus mengusap perutnya. Arga tidak menjawab, dia hanya melipat bibirnya kedalam. Kesedihan tiba-tiba membebat dalam hatinya. Sekuat tenaga dia menahan air matanya. Melihat istrinya seperti ini sungguh membuatnya semakin merasa bersalah. "Sayang. Kenapa diam?" tanya Nasya sekali lagi. "Sayang, sudah. Mungkin suami kamu sedang lelah. Dia dari kemarin menunggu kamu disini bahkan tidak tidur" ucap Ibunya Nasya mencoba mengalihkan perhatian anaknya. "Benar Kamu tidak tidur?" tanya Nasya khawatir. Arga hanya tersenyum kecut. "Pantas saja, kamu punya mata panda. Kamu istirahat dulu saja, biar aku sama Ayah sama Ibu" sambungnya. Ibu Mertuanya memberi kode agar Arga pergi keruangan yang memang sudah disiapkan untuk istirahat yang menjaga pasien. Disana sudah ada ranjang beserta perlengkapannya, tv, lemari pendingin juga lemari pakaian. Setelah Arga berbaring, dia memejam matanya. Walau sulit sekali untu
"Arga" "Nak, bangun" "Arga. Bangun Nak" Beberapa kali sudah Ayah mertuanya membangunkan Arga tapi tidak mendapat respon apa-apa hingga akhirnya Ayah mertuanya itu menepuk pipi Arga sedikit lebih keras. Arga yang kaget langsung bangkit dan melihat sekeliling."Istriku mana? Nasya mana Yah?" teriaknya yang dengan cepat dia turun dari ranjang kemudian berlari menuju brangkar yang tadi ditempati istrinya dan ternyata ranjangnya sudah kosong. Diapun jongkok dan menangis tersedu bahkan beberapa kali berteriak memanggik nama istrinya. "Arga, Sadar Nak. Kamu ini sebenarnya kenapa? Istri kamu cuma ke ruangan psikolog. Dan kamu sudah mencarinya sampai seperti ini?" ucap Ayah mertuanya sambil menepuk bahu kemudian mengusap punggung Arga. "Bukankah kamu yang mendaftar Nasya untuk konsultasi dengan Psikolog sesuai dengan anjuran dokter kandungan?" imbuhnya. Mendengar ucapan Ayah mertuanya, tangis Arga seketika berhenti. Dia diam sambil mencerna kembali apa yang dikatakan oleh Ayah mertuanya
Dengan segala lika-liku yang menemani kehidupan rumah tangga mereka, juga kejadian yang membuat keduanya apalagi Nasya yang hampir kehilangan kewarasan karena kehilangan calon anak mereka, akhirnya pelangi dirasakan oleh keduanya. "Kalian pergilah honeymoon" suruh Mama Mala pada keduanya saat sedang makan malam. "Tidak. Nanti Mama sendirian disini" jawab Arga sambil terus mengunyah makanannya. "Halah. Disinikan ada Saka, Mbak Yu juga ada. Apa yang keperlu dikhawatirkan?" "Iya sana pergi kemana gitu. Tidak perlu keluar negeri, ke bali atau lombok saja. Lumayankan bisa sekalian refreshing" timpal Ibunya Nasya. "Nanti deh. Coba aku lihat jadwal dulu, sekalian aku selesaikan dulu pekerjaan yang tertunda" jawab Arga. "Mama yang akan minta Saka kosongkan semua jadwal kamu selama beberapa hari dan Mama juga akan minta supaya dia sementara yang menghandle semua pekerjaan kamu. Apa kamu masih tidak percaya dengan cara kerja Saka? Isshh, Keterlaluan" cecar Mama Mala yang kesal karena anak
"Hati-hati ya kalian. Kabari Mama kalau sudah sampai" ucap Mama Mala dan kedua besannya yang mengantar Arga dan Nasya ke bandara. "Iya Ma, Bu. Nanti Nasya kabarin kalau sudah sampai" jawab Nasya sambil memeluk mereka satu per satu. Sementara Arga masih memberikan brifing singkat pada Saka untuk mengingatkannya lagi apa yang harus dikerjakan duluan. Setelah selesai, dia dan Saka segera bergabung bersama Nasya dan berpamitan dengan para orang tua. "Titip Mama. Awas kalau kenapa-kenapa" bisik Arga pada Saka yang hanya melengos tanpa peduli. Dia sudah paham bahkan tanpa diberitahukan lagi apa saja tugasnya, semuanya sudah diluar kepala. Toh, selama ini dia sudah sering kali ditinggal-tinggal oleh Arga setelah dia menikah. Setelah selesai berpamitan, Arga dan Nasya segera berangkat walau dengan perasaan yang entah kenapa terasa berat meninggalkan mereka. Tidak seperti biasanya, mereka justru cenderung merasa gelisah. "Tidak akan ada apa-apa kan ya Sayang?" tanya Nasya pada sang suami
"Saya kemari berniat ingin melamar anak Om" ucap Arga. "Kenapa mendadak begini? Apa Orang tua kamu tau niat kamu datang kemari?" tanya Papa Nasya pada Arga yang sedikit ragu setelah mendengar niat Arga datang kesana. "Mama malah yang terus menyuruh Arga kemari Om. Mama sudah tidak sabar katanya" ucap Arga kemudian tersenyum, mengingat kembali bagaimana gigih Mamanya selalu menyuruh Arga. "Mama kamu itu benar-benar keras kepala. kalau sudah punya keinginkan harus segera tercapai" ucap Papa Nasya yang membuat Arga tertawa dan mengangguk."Ada apa ini? Serius sekali?" ucap Mama Nasya yang baru kembali dari dapur membawa minuman dan beberapa cemilan. Setelah mempersilahkan Arga untuk minum dan memakan cemilan, kemudian sang suami menjelaskan maksud dan tujuan Arga datang ke kediaman mereka. Mama Nasya tampak terkejut mendengarnya. "Sebentar Nak Arga, apa tidak terlalu cepat? Nasya masih kuliah, bahkan baru berjalan kurang lebih satu tahun" ucap Mama Nasya kaget. "Iya saya mengerti T
"Kenapa dia tersenyum seperti itu, apa tujuan dia sebenarnya?" batin Nasya seraya mengerutkan dahi dan bibir yang menahan kesal. Setelah perdebatan itu berakhir, Arga segera memohon ijin untuk pulang dan memberitahukan kepada keluarga, terutama Mamanya. Dia mengemudi dengan perasaan senang karena misinya berhasil. Berbeda dengan Nasya yang saat ini benar-benar sedang kesal sekaligus kecewa pada orang tuanya. Bisa-bisanya menjodohkan Nasya pada pria yang bahkan lebih tua darinya. Tidak pernah terfikir olehnya bahwa dia akan menikah secepat ini. Dia masih ingin mengejar gelar dan karirnya. Tapi nasi sudah menjadi bubur, dia tidak bisa mencabut apa yang tadi sudah dia ucapkan. Akan PAMALI kalau kata orang. Mau tidak mau dia harus menerima keputusannya, pasrah dan berserah hanya itu yang sedang dia usahakan. Keesokan harinya, dirumah Nasya sedang ramai orang mempersiapkan acara lamarannya. Acaranya hanya akan dihadiri oleh keluarga saja, memang tidak mengundang banyak orang, bahkan ke
Arga pergi tanpa berpamitan ke Nasya. Saat Nasya selesai mandi, dia mencari keberadaan suaminya disetiap sudut ruangan dan balkon sembari berteriak memanggil suaminya. "Lah kok sepi. Mas, kamu dimana?""Mas""Mas" "Mas" "Mungkin sedang mencari makan di bawah" monolognya kemudian duduk dimeja rias untuk mengeringkan rambutnya. Berbeda dengan Arga, sekarang dia sedang diperjalanan menemui orang yang tadi menelponnya. Arga menyuruhnya untuk menunggu ditaman yang biasa mereka gunakan untuk jogging dan itu masih disekitar kawasan tempat tinggal Arga. "Luna" teriak Arga pada gadis yang tadi menelponnya. "Ada apa?" imbuhnya. "Aku kabur dari rumah" ucap Luna. Mendengar ucapan gadis itu membuat Arga semakin iba. Gadis itu membawa koper dan tas jinjing besar yang terlihat begitu berat. "Kamu pasti lelah, sementara kamu tinggal di apartement dulu saja" ajak Arga sembari mengambil koper dan tas jinjing itu. "Kamu sudah makan?" tanya Arga yang mendapat gelengan dari Luna.Diperjalanan menu
"Tidak usah didengarkan omongan bibi tadi Non, Bibj hanya bicara asal saja" ucap Bibi mengelak.Nasya mencoba tidak memikirkan apa yang dikatakan Bibi tadi. Dia fokus pada apa yang dilakukan saat ini, beberes kamar dan menata pakaiannya. Tidak terlalu banyak, hanya saja dia ingin semuanya terlihat rapi sesuai yang dia mau. Setelah selesai beberes dia membersihkan diri dan berendam serta menghirup aromaterapi untuk membuat pikirannya tenang. Sedangkan Arga saat ini sedang bersama Aluna di apartemen milik Arga itu. Sesaat setelah sampai di rumahnya tadi, Arga mendapat telfon dari Aluna yang menyuruhnya datang ke apartemen karena dia ketakutan. "Ada apa?" tanya Arga setelah Luna mulai tenang. "Papa mencariku, dia menyuruh beberapa bodyguardnya untuk menyisir kawasan disekitar sini, bagaimana ini? ucapnya gelisah. "Tenanglah, disini kamu akan aman" ucap Arga menenangkan. Aluna beberapa kali mengatur pernapasannya agar lebih rileks. "Itu cincin baru?" tanya saat melihat cincin dijari