Kisah seorang pelukis Korea yang berhati dingin, penuh dengan dendam, hingga ia bertemu dengan muslimah dari Indonesia yang tengah menjalani studi di Korea. Adaptasinya mengubah pola pikir dan pandangan Sang Pelukis, hingga hubungan mereka berlanjut pada tahap yang rumit dan mendapat kontroversi. Lantas apakah hubungan mereka berlanjut, atau hanya menjadi mimpi indah dalam sebuah perjalanan. ️️️️️ Novel romance religi, motivasi, dan percintaan romantis kedua bangsa.
View More“Yoboseo, ne Samchon, harus sekarang juga? baiklah aku datang.”Young-han menutup ponsel. Biasanya jika tidak penting pamannya tidak seserius ini sampai menelepon. Segera dia mengemudikan sepeda motornya menuju Universitas Hankuk.Beberapa meter di depannya, ia melihat Jingga berjalan, Young-han segera memberhentikan motornya di samping Jingga.Sejurus kemudian Jingga menoleh karena bunyi klakson dan deru sepeda motor yang berada di sebelahnya.Young-han membuka kaca helmnya.“Naik, aku mau ke HUFS!” ajak Young-han kaku.
Jam satu dini hari, Young-han baru menyelesaikan lukisannya di workshop galeri. Mencoba memejamkan mata di sofa ruang kerja, tiba-tiba bayangan Jun-su kembali hadir. Kata-katanya beberapa waktu yang lalu terngiang lagi.“Kau akan kehilangan sahammu di perusahaan ini!” Persetan dengan semuanya! Warisan, wasiat, apa pun itu!Terlahir sebagai putra kedua dari seorang *chaebol, sama sekali tidak membuatnya bangga apalagi bahagia. Nyatanya, selama puluhan tahun, ia mendapat perlakuan diskriminatif.S
Dengan hati-hati Jingga mengetuk pintu ruangan Prof. Lee. Dari dalam terdengar suara pembimbingnya telah mempersilakan masuk. Perlahan diputar gagang pintu. Di dalam ruangan terlihat Prof. Lee sedang berbincang-bincang dengan seorang pria. Pria tersebut duduk membelakangi Jingga. “Annyeong haseyo, Gyusonim (Professor),” sapa Jingga sopan, seraya menundukkan badan. Prof. Lee balas mengangguk, “Silakan duduk, Jingga ssi.” Jingga mendekat, sesaat tamu pria Prof. Lee menoleh. Seperti biasa, tatapannya begitu dingin tak bersahabat.
Prasetyo Wibowo, senior Jingga di kampus. Kedekatan antara Jingga dan pria itu terjadi ketika mereka menjadi partner kerja di sebuah organisasi kemahasiswaan. Mereka sering terlibat dalam urusan program acara di universitas. Tak hanya urusan pekerjaan saja ternyata. Diam-diam, urusan perasaan pun menjadi dekat. Dalam diam, Jingga memendam rasa yang tak biasa untuk Pras. Hingga akhirnya, waktu memisahkan mereka sampai lulus kuliah. Harapan yang terlalu berlebihan menimbulkan rasa sakit yang berlebihan juga. Sampai kemudian, Jingga mendengar kabar bahwa Pras telah melamar Novia, temannya sendiri. Walau hatinya bagai tersayat sembilu, mau tidak mau Jingga harus mengikhlaskan semuanya. Sesuatu yang memang ditakdirkan berakhir, ia tentu tak kuasa mencegahnya. Pras sudah memilih
Pukul tujuh pagi, suhu masih di kisaran minus lima derajat celcius. Jingga sudah berada di luar apartemen. Acara pembukaan program pertukaran budaya masih dua jam lagi. Dia sengaja keluar lebih awal sebelum berangkat ke kampus demi memotret suasana kota saat pagi, meski harus berjuang menahan dingin.Jingga sibuk memutar lensa zoom dan menekan tombol shutter. Kemudian membidik sudut-sudut kota yang menurutnya menarik. Tanpa menyadari kalau aktivitasnya itu tengah diperhatikan oleh seseorang dari kejauhan.Pria di atas motor sport hitam dengan wajah tertutup helm tersebut masih mengawasi Jingga, penasaran
TUBUH TEGAPNYA TERPELANTING membentur pohon angsana. Percikan bunga api memancar ketika motor sport yang sedang ia kendarai berbenturan dengan aspal. Beberapa orang di sekitar langsung berlarian ke arah tempat kejadian, segera mengangkat raga yang tak sadarkan diri, korban keganasan dan kebrutalan metromini. Badannya kini terkulai lemah dalam ambulans. Mobil tersebut melesat, meraung-raung. Lajunya membelah kepadatan lalu lintas Jakarta. *** Linangan air mata menganak sungai di wajahhnya. Ia menatap tubuh yang tergolek tak berdaya. Kelopak mata yang terkatup, tampak damai, tanpa kebisingan apa pun. Tanpa bara yang membakar rasa. Detak jantung yang terdeteksi dari monitor kardiograf, menjadi bukti bahwa jiwa masih menyatu dalam
TUBUH TEGAPNYA TERPELANTING membentur pohon angsana. Percikan bunga api memancar ketika motor sport yang sedang ia kendarai berbenturan dengan aspal. Beberapa orang di sekitar langsung berlarian ke arah tempat kejadian, segera mengangkat raga yang tak sadarkan diri, korban keganasan dan kebrutalan metromini. Badannya kini terkulai lemah dalam ambulans. Mobil tersebut melesat, meraung-raung. Lajunya membelah kepadatan lalu lintas Jakarta. *** Linangan air mata menganak sungai di wajahhnya. Ia menatap tubuh yang tergolek tak berdaya. Kelopak mata yang terkatup, tampak damai, tanpa kebisingan apa pun. Tanpa bara yang membakar rasa. Detak jantung yang terdeteksi dari monitor kardiograf, menjadi bukti bahwa jiwa masih menyatu dalam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments