Peter, duda beranak satu baru saja pindah ke sebelah rumah Tricia, di sebuah pedesaan yang cukup jauh dari tengah kota. Meninggalkan bisnis keluarganya. Peter harus menjauh untuk menjaga putri kecilnya dari Livy, wanita yang pernah mengkhianatinya. Ia pun berjanji tidak akan jatuh cinta lagi. Namun, semua berubah ketika ia mengenal Tricia. Peter tidak menyangka jika Tricia mampu membangkitkan kembali geloranya sebagai laki laki. Di saat itu, Livy kembali memaksa hadir dalam kehidupan Peter. Dengan latar belakang percintaan yang sama sama pernah merasa dikhianati, Peter memberanikan diri untuk mendekati dan membuka dirinya kembali untuk memberikan ibu kepada putrinya.
View MoreTricia berdiri mematung di depan pintu sebuah rumah toko. Tricia tidak menyangka jika gedung yang baru saja selesai dibangun inilah yang meneleponnya kemarin. Tepat seperti yang Peter katakan padanya, satu hari setelah Tricia mengirimkan surat lamaran ke alamat e-mail yang Peter berikan, ia pun mendapatkan kabar melalui telepon dan memintanya datang ke alamat ini.Tricia mendekap erat tas yang ia bawa. Ada banyak keraguan dalam hatinya. Jika perusahaan yang telah lama berdiri di kota kecil ini saja selalu menolaknya, apa mungkin perusahaan yang baru ini bisa menerimanya?“Apa aku pulang saja, ya?” ujar Tricia pada dirinya sendiri.“Nona Tricia?” tanya seorang laki laki tua sambil membukakan pintu untuk Tricia. Tricia memberikan senyuman kaku sebagai jawaban.“Masuklah. Kami sudah menunggumu sejak tadi.”Pada akhirnya, Tricia melangkah ke dalam kantor itu. Mendengar bahwa ia telah ditunggu sudah cukup membuatnya penasaran.“Duduklah dulu, Nona. Aku akan membuatkan secangkir kopi untu
Peter menahan diri saat sadar bahwa Tricia menghindari dirinya beberapa waktu belakangan. Ia pun tidak dapat menghalangi keputusan yang diambil wanita itu. Walau dalam hati, ia berani bersumpah jika dirinya berhak mendapat pendapat penjelasan.Peter sama sekali tidak menyangka jika siang ini Tricia muncul di hadapannya. Sejak pagi, tidak ada yang ia lakukan setelah mengantar Emily dan Miss Ann ke sekolah. Ia memutuskan membuat sebuah rumah kecil untuk seekor pudel yang diinginkan Emily.“Aku sangat merindukanmu, Tricia,” ujar Peter sambil berbisik dan memberi waktu pada mereka untuk mengendalikan diri.“Maaf. Aku tidak bermaksud menghindarimu,” jawab Tricia.Peter mengecup kening wanita itu. Entah apa yang akan terjadi jika ia menuruti emosinya beberapa hari yang lalu. Ia merasa hampir gila dan berniat menerobos masuk ke rumah Tricia. Namun, ia sadar jika hal itu dilakukan, ia tidak jauh berbeda dengan Sean.“Aku tahu, kau masih membutuhkan waktu. Aku tidak bisa memaksakan kehendak ke
Tricia baru saja keluar dari sebuah kantor yang menangani beberapa toko di daerah tempat tinggalnya. Setelah beberapa hari, ia memutuskan keluar rumah dan mencari pekerjaan baru.Selama berada di rumah, ia tidak berkomunikasi dengan Peter. Tricia merasa memerlukan waktu untuk mengayunkan langkah baru setelah kejadian yang ia lakukan. Ia menahan diri saat melihat sosok Peter dari dalam rumahnya.“Selalu ada sebab dan akibat dari semua keputusan yang dibuat. Aku pasti kuat dan mampu melewati semuanya saat ini,” ujar Tricia sambil menggenggam erat tas bawaannya.Beberapa langkah kemudian, ponsel Tricia berdering. Ia mengambil ponsel itu dari dalam tas kemudian menjawab panggilannya.“Mama,” ujarnya sebelum menekan tombol jawab.[Ya, Mom,] sapa Tricia.[Bagaimana kabarmu, Tricia?][Aku baik-baik saja, Mom.]Di dalam hati Tricia tidak berhenti berdoa berharap agar percakapan dirinya dan ibunya saat ini tidak berubah menjadi sebuah pertengkaran.[Apa kau masih memiliki uang untuk membiayai
“Kau sudah gila, Livy?!” teriak Ron sambil membanting daun pintu ruangan Livy.Wajah laki laki berbadan tinggi kurus dan berkulit pucat itu kini berwarna merah. Ia merasa kepala mau pecah karena baru saja menerima telepon berisi komplain dari berbagai pihak yang menjalin kerja sama dengan Livy.“Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padamu beberapa hari belakangan ini. Sikapmu aneh. Aku coba memaklumi jika kau merasa lelah karena jadwal yang padat, tetapi kau tidak bisa melakukan hal ini, Livy. Konser tunggalmu sudah di depan mata dan dengan seenaknya kau mau batalkan begitu saja? Sinting!”Livy terdiam. Ia sama sekali tidak menoleh ketika Ron masuk ke ruangannya sambil marah marah. Livy tetap berdiri di samping jendela, menatap entah ke mana.“Livy!” panggil Ron dengan suara sangat keras. Ia berdiri di tengah ruangan sambil menatap penuh emosi ke arah Livy.“Apa lagi sekarang, Liv? Setelah konser tunggal ini, kau akan tour musik dunia. Itu pun akan kau batalkan?”Ron meremas rambut d
“Sial!”Sean memaki sambil melempar ponselnya ke atas meja. Ia kesal karena Tricia masih saja menolak panggilan telepon darinya, bahkan tidak ada satu pesan pun yang dibaca oleh wanita itu.“Dia benar benar membuatku gila,” omel Sean lagi.Mandy membuka pintu ruangan Sean. Ia membawa segelas kopi pagi hari ini.“Masih terlalu pagi untuk marah marah, Sean,” ujar Mandy sambil meletakkan kopi di meja atasannya itu.“Tricia. Wanita itu benar benar menyebalkan.”“Beri waktu saja kepadanya. Mungkin saat ini dia masih marah kepadamu.”“Ini semua karena dirimu!” bentak Sean.“Astaga, Sean. Dewasalah. Kau yang merengek kepadaku dengan alasan dingin karena hujan. Kau benar benar tidak tahu diri, Sean,” balas Mandy, kini ia tak peduli jika Sean adalah atasannya.“Seharusnya kau tahu jika Tricia datang.”“Bagaimana caranya aku bisa mengetahui kekasihmu itu datang sementara kau sibuk di atas tubuhku? Kau pikir aku ini keturunan shaman?”Sean mencibir mendengar jawaban Mandy.“Sikapmu malah membuat
Peter telah menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia merapikan semua peralatan yang biasa dibawa pulang ke dalam mobil. Ia sama sekali tidak peduli saat mendapati Mandy yang mengekori dirinya dengan tatapan mata.“Laki laki itu semakin membuatku penasaran,” ujar Mandy saat melihat mobil Peter meninggalkan halaman restoran itu.Peter terus membawa mobilnya menuju rumah. Ia menoleh sesaat ke arah rumah Tricia ketika selesai memasukkan mobil ke dalam carport rumahnya.“Apa yang sedang Tricia lakukan saat ini?” tanya Peter, ia berdiri sebentar di depan pintu mobilnya.“Sial. Kenapa aku merindukannya? Apa aku ke rumahnya sekarang atau meneleponnya?”Peter memukul pelan badan mobilnya kemudian melangkah, hendak menuju ke rumah Tricia.“Daad ...”Langkah Peter terhenti saat melihat malaikat kecilnya muncul dari balik pintu dan berlari ke arahnya.“Green,” panggil Peter kemudian membungkuk dan merentangkan kedua tangan menyambut pelukan Emily.“Dad, aku mendapatkan bintang banyak sekali di sekola
“Nona Mandy,” panggil Roger untuk ke sekian kalinya.Mandy mengerjapkan mata beberapa kali dan menatap ke arah Roger.“Astaga. Maafkan saya, Tuan Roger,” ujar Mandy sambil tersipu.“Sepertinya Anda benar benar terpesona dengan laki laki tadi, Nona.”Ucapan Roger disambut tawa mereka berdua.“Siapa laki laki itu, Tuan?”“Roger. Panggil saja Roger.”“Kalau begitu, kita akan lebih santai dalam pertemuan ini?” tanya Mandy. Roger pun mengangguk. “Jadi, berhentilah memanggil saya dengan sebutan Nona,” lanjut Mandy.“Baiklah, Mandy. Kalau begitu, apakah kali ini kau datang sendirian lagi?”Mandy mengerutkan bibir kemudian mengangguk, sedangkan Roger hanya bisa mengangkat kedua bahunya.“Kalau begitu, kau mau menemaniku menikmati hidangan dan minuman di restoran ini?”“Tentu saja, Roger. Memang untuk itulah aku mengajakmu ke sini.”Mandy mengajak Roger ke dalam restoran. Ia telah memesan tempat untuk mereka sebelumnya.“Jadi, siapa laki laki tadi?” tanya Mandy saat ia duduk berhadapan dengan
“Sial! Munafik! Apa apaan Tricia itu? Berlagak sok suci tapi dia pun bermain api. Wanita penipu!” omel Sean sambil memukul kemudi.Sean tidak dapat menahan emosinya. Namun, ia juga tidak berani kembali mendatangi rumah Tricia. Tubuh dan wajahnya saat ini masih terasa panas dan nyeri karena pukulan Peter tadi.Saat ia berlari dari perkelahian dengan Peter tadi, ia menghela napas lega karena Peter tidak mengejarnya. Sean berdiam diri di dalam mobil, menatap dan mengawasi rumah Tricia.Ia terus mengawasi dengan penuh rasa curiga, siapa sebenarnya Peter. Lalu, ia semakin marah saat melihat mereka berciuman di balik jendela kamar Tricia.“Kau pikir, kau akan lolos begitu saja dariku, Tricia? Jangan bermimpi. Kita lihat saja apa yang bisa dilakukan oleh warga yang baru pindah itu saat aku menggunakan kekuasaan keluargaku padanya.”Sean menyalakan mesin mobilnya lalu melaju menuju kantornya.Sebuah kantor pemerintahan daerah yang sudah sejak lama menjadi rumah kedua bagi Sean. Sudah turun te
Peter menunduk, menatap Tricia. Ia dapat merasakan tubuh wanita itu sedang gemetar.“Aku baik baik saja, Peter. Terima kasih,” jawab Tricia. Ia menyambut kehangatan pelukan Peter yang mampu memberinya rasa tenang.Peter mengusap kepala Tricia dan membiarkan posisi mereka seperti itu selama beberapa saat.“Duduklah, Tricia. Aku akan mengambilkan air minum untukmu,” ujar Peter.Tricia mengangguk, ia merapikan baju yang sempat berantakan dengan kedua tangannya.Peter terlihat amarah. Ia benar benar tidak terima melihat Tricia diperlakukan seperti itu. Namun, Peter sadar jika saat ini hal penting yang harus dilakukan adalah, ia harus menenangkan keadaan Tricia.Peter segera melangkah ke dapur dan mengambil segelas air putih lalu kembali ke kamar.“Minumlah, Tricia,” ujar Peter. Ia duduk di samping Tricia.Tricia menurut, ia menghabiskan segelas air putih pemberian Peter.“Sekali lagi terima kasih, Peter. Jika kau tidak datang—”Tricia tidak meneruskan kata katanya. Ia benar benar merasa m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments