Selir Sang Pangeran

Selir Sang Pangeran

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-08
Oleh:  QueenyTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
8 Peringkat. 8 Ulasan-ulasan
34Bab
12.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

"Maaf, Raden. Aku tidak bisa menerimanya. Aku mencintai laki-laki lain." Sekar. "Kita memang bersahabat sejak kecil. Tapi statusmu sekarang adalah selirku. Aku berhak melakukan apa saja, termasuk ... menidurimu." Raden Wijaya. "Sekar. Aku mencintaimu sampai mati." Kamandanu.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Awal Bermula

Tanah Jawa pada masa itu.

"Jangan lari atau aku akan menangkapmu!" 

Terdengar suara seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun sedang berteriak kepada seorang anak perempuan yang berusia dua tahun dibawahnya. 

"Kalau begitu Raden jangan menggelitikku," jawabnya dengan wajah ditekuk. 

"Kita sedang bermain dan kau kalah. Sudah kesepakatan, siapa yang menang boleh melakukan apa saja kepada yang kalah," ucap anak laki-laki itu.

Tadi mereka bermain adu jari dan si anak perempuan yang kalah. Sebagai hukuman, anak laki-laki yang dipanggil raden itu memilih untuk menggelitiknya.

"Apa tidak ada hukuman lain?" 

"Ada. Apa kau mau aku memukul kepalamu? Atau ... membalutkan pupur agar semua wajahmu menjadi putih?" pancingnya. Bibir itu menyeringai licik, sementara matanya mengerling nakal. 

Anak perempuan itu menggeleng. Tentu saja dia tidak mau. Jika kepalanya dipukul pasti rasanya sakit. Jika dibalutkan pupur, tentu saja dia akan menjadi bahan ejekan anak yang lain. 

"Kalau begitu diamlah. Biarkan aku melanjutkan hukumanmu!" titahnya.

Anak perempuan itu terdiam dan menunduk. Dia tidak boleh membantah perintah raden. Sekalipun mereka setiap hari bermain bersama, tetap saja status mereka berbeda.

Raden adalah anak raja, pemimpin di wilayah ini. Anak perempuan itu beruntung bisa berada di lingkungan keraton, karena ayahnya seorang kusir kereta. Sehingga mereka diizinkan tinggal di sini. Sementara itu, ibunya bekerja sebagi juru masak di dapur. 

Anak perempuan tidak disekolahkan, apalagi kastanya rendah. Jadi, setiap hari dia hanya bermain dengan teman-teman sebaya, termasuk salah satu pewaris dari keraton ini. 

Kanjeng ratu tidak pernah marah jika putranya bermain dengan siapa saja, asalkan tidak berbahaya atau keluar dari lingkungan keraton.

"Tapi ndak boleh lama. Aku ndak tahan. Nanti bisa mengompol di celana," katanya dengan wajah polos. 

Anak laki-laki itu terbahak-bahak mendengarnya. Lalu, dengan perlahan dia berjalan mendekat.

"Pejamkan matamu!"

Dengan sedikit rasa takut, anak perempuan itu menutup kedua kelopak mata, pasrah jika memang sang raden akan melakukannya. Lalu, dia tertawa geli karena sang raden mulai beraksi. Mereka bercanda dan saling mengejar, bermain selayaknya anak-anak hingga senja menjelang.

Saat mereka masih asyik berlarian, tiba-tiba saja terdengar suara seseorang memanggil. 

"Sekar! Sekar! Pulang. Hari sudah mau gelap," teriak seorang wanita sembari melambaikan tangan. 

Anak perempuan itu menghentikan lari, kemudian berkata kepada sang raden. 

"Raden, aku dipanggil Ibu. Aku harus pulang sekarang," katanya dengan kecewa.

Anak lelaki itu tersenyum sembari menggenggam tangannya, lalu berkata, "Kalau begitu, besok kita berjumpa lagi." 

Merekapun akhirnya berpisah. Sekar kembali ke pondok, tempat di mana dia tinggal bersama orang tuanya. Sementara anak laki-laki itu kembali ke keraton. 

***

Hiruk pikuk terdengar seantero tempat ini. Hilir mudik orang beraktifitas sejak subuh tadi hingga siang ini tiada henti.

Keraton sudah disulap menjadi lebih cantik dengan berbagai macam hiasan. Suara gamelan juga sejak tadi terdengar, ditabuh oleh beberapa abdi dalam dengan suka cita.

Para abdi berbagi tugas, ada yang membersihkan halaman, ada yang berjaga-jaga dan mengawasi.

"Sekar! Bawa rangkaian bunga ini ke depan," perintah salah satu pelayan.

Gadis yang dipanggil Sekar itu dengan tegopoh-gopoh mengambil nampan yang berisikan berbagai macam kelopak bunga. Dia membawanya ke ruang pertemuan, tempat para petinggi keraton berkumpul. Lalu kembali ke tempatnya untuk menyelesaikan pekerjaan.

"Radenmu akan pulang. Apa kamu ndak senang?" tanya pelayan itu menggodanya.

"Semua orang pasti senang karena Raden akan pulang. Begitu pula denganku," ucapnya.

"Aku jadi penasaran, bagaimana wajahnya setelah bertahun-tahun pergi merantau untuk belajar," lanjut pelayan tadi.

"Pasti ndak banyak berubah. Sama seperti dulu," jawab Sekar.

Dia sibuk memotong tangkai bunga. Jika kelopaknya tadi akan digunakan untuk taburan, maka yang ini akan disimpan di pot yang akan menghiasi ruangan.

"Apa kamu ndak menaruh hati kepadanya? Bukannnya kalian dari kecil selalu bermain bersama?"

Sekar tersenyum menjawab pertanyaan itu. Memang dia dan raden sejak dulu sangat dekat. Namun, menginjak usia remaja, putra ketiga dari raja itu dilarang bergaul dengan sembarangan orang.

Sebagai salah satu penerus kesultanan, seorang Raden dituntut untuk banyak belajar. Apa saja, tak hanya berkuda dan memanah. Dia juga diajari berdagang dan mengelola wilayah.

Sejak itu, mereka jarang bermain bersama. Apalagi menginjak usia 15 tahun, sekar sudah mulai diminta menjadi pelayan.

Ibunya masih bekerja sebagai juru masak, sedangkan ayahnya beralih tugas mengurus peternakan kuda.

"Aku hanya pelayan. Tidak ada kisah cinta antara kaum sudra dan ksatria," lirihnya.

Lagipula dia memang tidak menaruh hati kepada raden, karena ... ada laki-laki lain yang saat ini menarik perhatiannya.

"Jika aku jadi kamu, maka aku akan mendekatinya. Usia Raden sekarang sudah menginjak 20 tahun. Sepertinya Kanjeng Ratu menginginkan dia menikah," lanjut si pelayan tadi.

Sekar termenung sejenak. Jika Wijaya berusia 20 tahun, itu berarti dia sendiri sudah 18 tahun. Pantas saja ayah dan ibu kerap menjodohkan dengan beberapa laki-laki.

"Aku dengar juga begitu. Kenjeng Gusti sering sakit-sakitan. Mungkin Raden akan meneruskan tahtanya. Ada banyak putri yang akan diundang di acara nanti malam. Aku rasa mungkin salah satu akan menjadi jodohnya," jawab Sekar.

Mereka berdua asyik berbincang. Lalu tak lama pintu gerbang terbuka. Bunyi derap kuda memasuki halaman istana menggema hingga ke dalam. Banyak pelayan yang keluar menyaksikan kedatangan putra sang raja.

Sekar dan pelayan tadipun tak terkecuali. Mereka meninggalkan pekerjaan dan berlari menuju ke halaman keraton.

Tampak sosok gagah keluar dari dalam tandu. Tubuhnya tinggi menjulang dengan kulit yang bersih. Semua orang menatapnya dengan kagum. Ada juga yang diam-diam menaruh hati.

Sekar berdiri paling belakang. Dia mencoba berjinjit namun tetap tak nampak. Tubuhnya yang mungil dan pendek membuatnya kesulitan Akhirnya dia memilih mundur ke belakang dan melihat yang lain melambaikan tangan ke arah raden.

Wijaya Kusuma. Putra ketiga dari Penembahan Angling Kusuma. Raja di wilayah selatan ini. Tiga tahun pergi ke negara tetangga untuk menempuh pendidikan. Perjalanan jauh dengan menggunakan kapal laut tak menyurutkam niatnya untuk menuntut ilmu.

Bruk!

Sekar terjatuh saat tak sengaja kainnya tersangkut sebuah kayu. Kembannya hampir saja terlepas.

"Kamu ndak apa-apa, Kar?" tanya seseorang.

Gadis itu mendongakkan kepala. Tampaklah seorang lelaki tampan dengan pakaian prajurit yang gagah. Di pinggangnya ada sebilah pedang yang terbungkus rapi dalam selongsong.

"Ndak apa-apa," jawabnya gugup.

Mereka berdua saling bertatapan dengan wajah merona.

Sudah satu tahun ini, keduanya saling mencuri pandang. Saling memberikan perhatian secara diam-diam.

"Hati-hati kainmu bisa tersangkut," ucap lelaki itu dengan wajah memerah.

Dia memalingkan wajah ketika penutup dada gadis itu tersibak sebagian. Sebagai laki-laki normal, tentu saja itu merupakan pemandangan indah baginya.

Sekar menunduk dan menutupnya dengan sebelah tangan. Aset miliknya yang putih dan kenyal itu jangan sampai dilihat orang lain kecuali suaminya nanti. Dia membalikkan badan dan menyimpul kain, lalu merapikan rambut.

"Ayo, aku bantu." Laki-laki itu mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

"Terima kasih," ucapnya malu.

"Lain kali jangan pakai kemban. Kamu menggoda mata kami untuk melirik. Apa kamu ndak punya kebaya?" Dia bertanya.

"Aku tadi dari belakang sedang merangkai bunga. Ndak keburu ngambil selendang. Lalu ada bunyi kereta. Kami mau melihat kedatangan Raden," jawabnya.

"Oh. Tentu saja. Kamu mau ketemu dengan kekasih masa kecil?" tanya pengawal itu.

Semua orang di keraton tahu bahwa Sekar adalah sahabat Wijaya sejak masih dulu.

"Dia bukan kekasihku. Aku masih sendiri, belum dimiliki oleh siapapun," jawabnya sambil menundukkan kepala. Tangan kecil itu memainkan ujung kain sehingga membentuk sebuah simpul.

"Oh syukurlah. Jadi aku masih punya peluang," kata lelaki itu senang.

Sudah lama dia memperhatikan Sekar. Sejak gadis itu masih kecil hingga kini tumbuh menjadi dewasa. Usia mereka memang terpaut cukup jauh. Dia sendiri tahun ini memasuki angaka 28.

Selisih usia 10 tahun dengan gadis ini membuatnya agak ragu untuk mendekat. Di antara para pengawal istana, dia dijuluki si perjaka tua karena tak kunjung menikah.

Padahal banyak gadis yang mendekati karena wajahnya cukup tampan. Namun, hatinya telah tertambat kepada Sekar, sang primadona di disini.

Ada bisik-bisik yang sempat tersebar di kalangan para pengawal, bahwa sepertinya Sekar akan dijadikan selir oleh salah satu pangeran di keraton ini.

Entah yang mana, karena putra raja ada beberapa dari ratu dan selirnya. Karena itulah, mereka yang diam-diam menaruh hati kepada gadis ini menjaga jarak. Jangan sampai raja marah dan mengusir karena berani berbuat lancang.

Sekar, sekalipun dibebaskan dan dijadikan pelayan, diam-diam telah diawasi dan dijaga oleh beberapa orang suruhan raja.

"Maksudnya?" Gadis itu bertanya. Berpura-pura tidak tahu padahal malu.

"Ah, lupakan. Kembalilah ke tempatmu. Nanti malam akan ada acara penyambutan. Aku dengar kamu akan menari bersama yang lain," kata lelaki itu.

"Kamu benar. Kanjeng Ratu memintaku menari untuk penyambutan Raden Wijaya," katanya bersemangat.

Ini pertama kalinya dia tampil dan unjuk kepiawaian dalam menari. Tentu saja Sekar merasa senang.

"Jangan terlalu cantik berdandan. Nanti banyak yang tergoda melihat kemolekanmu," bisik lelaki itu, lalu pergi meninggalkan Sekar begitu saja.

Gadis itu masih terpaku. Tak menyangka bisa berbicara lama dengan sang pujaan hati.

Kamandanu, kepala prajurit keraton yang gagah perkasa. Pemimpin perang yang ditakuti lawan dan disegani kawan.

Sekar berdoa dalam hati, semoga kelak jodohnya adalah lelaki itu.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Linda Malinda
singkat dan menarik
2024-12-20 22:31:14
0
user avatar
Farnajwa Ifa
kecewa akhirnya Sekar jadi selirnya Wijaya aku berharap Sekar bersatu dg kamandanu
2022-06-29 20:32:06
1
user avatar
Nina Milanova
Ada Arya Kamandanu nya?
2022-03-24 02:45:08
1
user avatar
Nandar Hidayat
Romantika di jaman kerajaan, jarang cerita yg kaya gini, lanjut ya.
2021-12-16 12:37:56
1
user avatar
Sasakiya
Ceritanya seru, Kak... jadi penasaran dg chapter selanjutnya. Ganbatte ^^
2021-08-05 06:58:21
1
user avatar
Kebo Rawis
Hai, Kak. Ceritanya seru dan beda. Suka banget baca cerita-cerita berlatar masa lampau seperti ini. Sayang masih sedikit babnya, hehehe. Ditunggu ya update bab selanjutnya. Salam kenal dari Arya Tumanggala ...
2021-08-05 00:27:58
1
user avatar
Saralee
Saya suka kak cerita kak author. Terus semangat ya. 💕
2021-06-28 19:54:33
1
user avatar
Queeny
Hai semua. Jika kalian menyukai cerita ini, berikan review dan vote dengan hintang 5. Terima kasih.
2021-06-24 21:27:05
1
34 Bab
Awal Bermula
Tanah Jawa pada masa itu."Jangan lari atau aku akan menangkapmu!" Terdengar suara seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun sedang berteriak kepada seorang anak perempuan yang berusia dua tahun dibawahnya. "Kalau begitu Raden jangan menggelitikku," jawabnya dengan wajah ditekuk. "Kita sedang bermain dan kau kalah. Sudah kesepakatan, siapa yang menang boleh melakukan apa saja kepada yang kalah," ucap anak laki-laki itu.Tadi mereka bermain adu jari dan si anak perempuan yang kalah. Sebagai hukuman, anak laki-laki yang dipanggil raden itu memilih untuk menggelitiknya."Apa tidak ada hukuman lain?" "Ada. Apa kau mau aku memukul kepalamu? Atau ... membalutkan pupur agar semua wajahmu menjadi putih?" pancingnya. Bibir itu menyeringai licik, sementara matanya mengerling nakal. Anak perempuan itu menggeleng. Tentu saja dia tidak mau. Jika kepalanya dipukul pasti rasanya sakit. Jika dibalutkan pupur, t
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-04
Baca selengkapnya
Pertemuan Pertama
 Bunyi denting musik mengalum mengiringi sang penari yang gemah gemulai memainkan tangan.Semua mata tertuju kepada sekelompok gadis ayu yang sedang meliukkan tubuh sambil mengibaskan selendang.Tarian yang dibawakan adalah penyambutan dan penghormatan sehingga dimainkan dengan pelan dan gerak lambat.Sekar berada di tengah diantara yang lain, memakai kebaya dengan berwarna berbeda dari yang lain karena malam ini dialah yang memimpin tarian.Sejak kecil dia memang berlatih menari sebagai kewajiban bagi setiap anak perempuan di desa ini. Namun, baru pertama kali dia diizinkan tampil, atas permintaan ibu ratu.Di kiri kanan ruangan berderet kursi yang ditempati oleh para petinggi keraton. Raja duduk di singgasana, setelah memberikan kata sambutan saat acara dimulai. Lelaki paruh baya itu diapit oleh permaisuri dan dua selirnya. Para pengeran
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-04
Baca selengkapnya
Hasrat Sang Raden
Wijaya menatap satu persatu para prajurit yang sedang melakukan latihan kanuragan hari ini. Dia sendiri sudah berlatih sejak usia dini, dimana semua pangeran memang diwajibkan menguasai ilmu bela diri. "Raden." Salah seorang pelatih prajurit menyapanya. Lelaki itu membalas dengan menganggukkan kepala, dan masih memantau latihan itu hingga satu jam ke depan.Melihat para parajurit tampak bersemangat, Wijaya menjadi tertarik dan ingin berlatih juga. Sejak pergi merantau untuk belajar, dia lama vakum dari bela diri. "Ayo, Raden. Ikut latihan," ajak prajurit yang lain. Lelaki itu langsung membuka baju, membiarkan kulitnya yang cokelat terpapar sinar matahari. Otot-otot tubuhnya begitu liat, sekalipun usianya masih muda. Wijaya memang tak setampan saudaranya yang lain. Bentuk wajahnya standar, namun rahangnya begitu kokoh. Namun pembawaan yang tenang dan dewasa membuatnya menarik dengan cara yang berbeda
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-04
Baca selengkapnya
Permohonan
Sekar berlari menuju pondok dengan langkah terseok-seok. Untung saja kembannya tidak tersangkut.Air matanya mengalir deras. Hatinya sakit, sedih dan kecewa."Kamu kenapa, Nduk?" tanya beberapa orang yang berpapasan dengannya. Namun dia tak menghiaraukan pertanyaan dari mereka. Hingga tiba di pondok, dia mengunci kamar dan menangis sepuasnya. Masih terbayang perlakuan Wijaya tadi saat dia diminta untuk menemani makan. Lelaki itu mencuri ciuman pertamanya. Tak hanya itu, ketika mencoba menolak, Sekar malah didekap dengan erat. Lelaki itu malah bersikap tidak sopan dengan menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Sekar merasa dilecehkan. Tak menyangka bahwa sang raden berbuat begitu. Wijaya begitu berhasrat dan tak terkendali, hingga kembannya terbuka sebagian. Tangan besar lelaki itu meraih apa yang malam itu sempat menjadi angan indah, saat gadis itu mengalungkan bunga di lehernya, lalu menikmatinya selama beberapa saat. Un
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-04
Baca selengkapnya
Restu
Rahang Wijaya mengeras saat mendengar penuturan Daksa yang meminta izin untuk menikahkan putrinya.Dia mengusap pipi yang sempat memerah karena pernah ditampar oleh Sekar. Menyesal namun semua sudah terlambat. Entah mengapa ketika bertemu kembali dan melihat gadis kecilnya itu telah banyak berubah, hasratnya sebagai seorang laki-laki berontak.Selama ini, dia tidak pernah bermain dengan wanita seperti yang kakak-kakaknya lakukan. Wijaya fokus belajar dan menata masa depan karena dia akan menjadi salah satu kandidat untuk menggantikan raja. "Putri hamba sudah dipinang oleh seorang lelaki, Kanjeng Gusti. Hamba mohon izin untuk mengadakan pesta pertunangan sederhana di pendopo sebagai ungkapan rasa syukur," ucap Daksa dengan lancar. Lelaki paruh baya itu sudah berdiskusi dengan istrinya. Pada saat dia mengatakan itu, Ratih setengah tak percaya. Istrinya langsung setuju karena Kamandanu merupakan panglima di keraton yang
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-04
Baca selengkapnya
Pertunangan
Pendopo ramai dengan orang hilir mudik menyiapkan acara pertunangan Sekar dan Kamandanu. Sekalipun hanya dalam ruang lingkup keraton, tetapi semua penghuninya sangat bersemangat dan antusias.  Hanya satu orang yang terlihat murung, Raden Wijaya. Sejak pagi dia mengurung diri di kamar. Berpura-pura tidur dangan mengatakan kepada ratu bahwa dia sedang sakit.  Wijaya memang benar menderita sakit, tetapi bukan pada tubuh. Hatinya yang patah begitu dalam, menyayatkan luka yang perih hingga meneteskan air mata. Gadis yang dia cintai diam-diam selama bertahun-tahun, kini harus menjadi milik orang lain. Dia tak terima. Jikalau tahu akan begini jadinya, maka Wijaya memilih untuk tidak pulang dan menetap di tanah perantauan untuk melanjutkan belajar. Para prajurit sudah bersiap siaga sejak subuh dan bersuka cita. Pemimpin mereka sebentar lagi akan melepas masa lajang. Dua minggu ke depan, pernikahan akan dilangsungkan. Sekar didandan cantik de
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-21
Baca selengkapnya
Midodareni
Sekar berdiam di kamar sambil mengintip dari balik pintu. Di luar pondok sampai halaman ramai dengan orang-orang yang berkumpul.Besok pernikahannya dengan Kamandanu akan dilangsungkan. Jadi, keluarga lelaki itu datang dari desa untuk bertemu dengan keluarganya sambil membawa seserahan. Wajah wanita itu begitu ceria sekalipun seluruh tubuhnya dilumuri bedak, semacam penghalus kulit dari leher hingga ke kaki.Bedak itu terbuat dari beras yang dihaluskan ditambah dengan rempah-rempah yang berbau harum. Kata ibunya, biar Kamandanu semakin kesengsem paadanya di malam pertama nanti. Sekar bersemu merah mendengar itu. Bayangan nanti akan berduaan dengan sang suami membuatnya tak sabar menunggu hari esok. Dimana akan dilangsungkan janji sehidup semati dalam ikatan yang sah.Terdengar suara riuh di depan. Entah apa yang mereka bicarakan. Dia pernah mengikuti acara midodareni salah seorang teman. Semacam silaturahmi antara kedua kel
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-21
Baca selengkapnya
Pupus
Tangis Sekar menggema di ruangan itu. Pernikahan yang direncanakan akan dilagsungkan pagi ini batal karena perngantin pria menghilang.Ya, Kamandanu tak ditemukan dimanapun, kecuali selongsong pedangnya yang jatuh, juga darah yang berceceran di sekitar benda itu ditemukan. "Sudah, Nduk." Ratih memeluk putrinya yang sedari tadi meraung karena pernikahannya dibatalkan.Raja sudah mengerahkan seluruh prajurit untuk mencari panglima kesayangannya, namun nihil. Sehingga para sesepuh langsung menunjuk seorang parjurit terlatih untuk menggantikan posisinya.Gerbang ditutup. Semua diperiksa secara ketat hingga ke bagian sudut. Bahkan barak, dapur bahkan pondok yang berada di wilayah keraton. "Kalau memang kangmas dibunuh, dimana mereka menbuang jenazahnya, Buk?" tanya Sekar.Ratih tak mampu menjawab. Di luar sana Daksa dan yang lain ikut menyisir beberapa tempat untuk mencari calon menantunya."Sepertinya Kangmas-mu diculik. Entah
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-21
Baca selengkapnya
Pernikahan
Keraton berpesta pora. Dua bulan setelah batalnya pertunangan Sekar dan Kamandanu yang menghilang hingga kini belum ditemukan, hari ini Wijaya yang melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis pilihan ibu ratu.Raden Ayu Prameswari. Putri dari wilayah sebelah yang masih berusia 17 tahun. Cantik, semampai dan berwajah ayu, sesuai dengan namanya.Sebagai seorang putri, sikapnya sungguh anggun dan bertata krama. Berbeda dengan Sekar yang sesekali masih bertingkah konyol.Wijaya terlihat sangah gagah dengan baju kebesarannya. Matanya melirik berkali-kali, mencari sosok Sekar namun tak tampak.Sejak batalnya pernikahan, Sekar memang tak terlihat dimanapun. Banyak yang tidak tahu bahwa dia dipindahkan ke bagian dapur dan membantu ibunya menajadi juru masak.Gadis itu sudah terlanjur malu dan patah hati yang mendalam sehingga tak punya keberanian untuk tampil di muka umum.Pesta begitu meriah. Penjagaan diperketat 2x lipat karena raja khawatir, mu
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-21
Baca selengkapnya
Penugasan
Sekar menunduk saat mendengarkan penuturan dari ibu ratu mengenai tugas baru yang akan dia emban. Kemarin, salah seorang pelayan menyampaikan pesan bahwa dia diminta datang dan menghadap untuk menerimanya."Kamu sangat berbakat dan masih muda. Tidak cocok kalau berada di dapur.""Nggih.""Besok, ada tugas baru yang lebih menjanjikan masa depan."Gadis itu mengangkat kepala dan menatap sang pemilik kekuasaan tertinggi di keraton ini dengan hati berdebar."Wijaya baru saja menikah, itu berarti istrinya akan tinggal disini untuk selama-lamanya. Jadi, dia butuh seorang pelayan untuk mendampingi."Sekar tersentak. Jika boleh memilih, dia rela kalau harus menghabiskan waktu seumur hidup di dapur daripada harus bertemu dengan lelaki itu."Apakah saya harus menerima?" Wajahnya menatap sang ratu dengan gamang.Lalu bisik-bisik terdengar dari pelayan lain yang berada di ruangan itu. "Tentu saja karena gajimu akan ditambah. M
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-21
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status