Home / Historical / Selir Sang Pangeran / Pertemuan Pertama

Share

Pertemuan Pertama

Author: Queeny
last update Last Updated: 2021-06-04 21:21:35

Bunyi denting musik mengalum mengiringi sang penari yang gemah gemulai memainkan tangan.

Semua mata tertuju kepada sekelompok gadis ayu yang sedang meliukkan tubuh sambil mengibaskan selendang.

Tarian yang dibawakan adalah penyambutan dan penghormatan sehingga dimainkan dengan pelan dan gerak lambat.

Sekar berada di tengah diantara yang lain, memakai kebaya dengan berwarna berbeda dari yang lain karena malam ini dialah yang memimpin tarian.

Sejak kecil dia memang berlatih menari sebagai kewajiban bagi setiap anak perempuan di desa ini. Namun, baru pertama kali dia diizinkan tampil, atas permintaan ibu ratu.

Di kiri kanan ruangan berderet kursi yang ditempati oleh para petinggi keraton. Raja duduk di singgasana, setelah memberikan kata sambutan saat acara dimulai. Lelaki paruh baya itu diapit oleh permaisuri dan dua selirnya. Para pengeran berada di sebelah kanan, dan putri disebelah kiri.

Setelah satu jam meliukkan tubuh, akhirnya tiba di puncak acara dimana Sekar membawa sebuah kalung bunga yang akan di kalungkan di leher Kusuma Wijaya sebagai penyambutan resmi.

Jantungnya berdetak kencang. Tadi saat masuk ke dalam ruangan, mereka sempat bertatapan sesaat kemudian lelaki itu duduk di kursinya.

Sekar berjalan pelan menuju sang pangeran kemudian berdiri di depannya dengan memberikan penghormatan.

Wijaya tersenyum melihat teman masa kecilnya kini berubah menjadi sesosok gadis cantik yang memesona. Lalu menunduk agar Sekar bisa mengalungkan bunga itu di lehernya. Semua orang bertepuk tangan, sepertinya sudah terbaca bahwa kelak yang akan menjadi selirnya adalah gadis itu.

Mata laki-laki itu terbelalak saat Sekar mengangkat tangan, sehingga dua bukit miliknya ikut terangkat dan hampir menyentuh wajahnya. Dia menelan ludah, membayangkan sesuatu yang indah dari tubuh seksi itu.

Setelah pengalungan itu selesai, Wijaya kembali duduk dan menikmati acara. Sementara Sekar masih menari dengan lincah bersama yang lain.

Gadis itu tak menyadari bahwa diam-diam ada perjodohan di acara ini. Perjodohan selir dan calon putri yang akan menjadi istri sah Wijaya. Raden hanya boleh menikahi putri, bukan rakyat biasa.

Sekar masih menari menghibur para tamu yang mulai menikmati hidangan. Tiba-tiba pandangan matanya tertuju pada sosok yang baru saja masuk ke ruangan itu. Kamandanu tampak tergesa-gesa. Sepertinya dia terlambat.

Mata gadis itu terus saja melihat. Ketika tatapan mata mereka beradu, debar di dadanya semakin kencang.

Apalagi di ujung sana Kamandanu membungkukkan badan sambil memberikan senyum yang manis sebagai tanda penghormatan. Sekar semakin berdebar dibuatnya.

Lelaki itu tampak menawan dengan beskap dan celana batik. Tidak ada seragam prajurit, namun gadis itu tetap saja suka.

Ketika bunyi musik berhenti, Sekar menutup tarian dengan salam hormat dan kembali ke belakang.

Tubuhnya bermandikan peluh. Udara di dalam ruangan tadi cukup panas karena penuh sesak. Apalagi pada saat sajian dihidangkan. Semua berebutan ingin makan, termasuk Raden Wijaya.

"Pakai ini, biar adem." Salah satu penari memberikannya sebuah kain basah.

Sekar membasuh wajahnya dengan kain itu dan mengoleskan sabun untuk membersihkan pupur yang menempel di wajahnya. Perutnya lapar. Ternyata menari di depan orang banyak cukup menguras energi.

"Ayo makan dulu," seseorang menyodorkannya sepiring makanan. Nasi gudeg lengkap dengan teh hangat.

Gadis itu melahapnya dengan cepat. Tak lupa mengucap doa sebelum memasukkan makanan ke dalam mulut.

Beberapa orang melirik karena cara makannya yang kurang sopan. Biasanya dia memang lebih kalem dan tertata. Namun kali ini perut sudah tidak bisa diajak kompromi.

Akhirnya gadis itu merasa lega setelah menghabiskan sepiring nasi dan segelas teh hangat dalam beberapa kali teguk. Peluhnya semakin banyak bercucuran. Namun, hanya aroma harum yang menguar dari tubuhnya.

Sekar benar-benar merawat diri sekalipun dia hanya pelayan biasa. Berbagai macam lulur menempel di tubuh dan wajahnya jika malam hari tiba.

Gadis itu berkulit kuning langsat, dengan rambut hitam panjang yang tebal. Tubuhnya mungil dan sedikit pendek dari gadis kebanyakan, tapi padat berisi dibagian tertentu. Sehingga jika dia berjalan, maka goyangan pinggulnya akan menggoda mata kaum lelaki.

"Aku pamit, pulang. Ini sudah malam," ucapnya kepada juru rias setelah mengembalikan kain dan baju yang dipakai untuk menari tadi.

"Ini untukmu." Sebuah amplop diselipkan di kembannya ketika hendak keluar.

"Apa ini?" tanya Sekar keheranan. Dia hendak mengambilnya tapi dicegah.

"Pesannya nanti dibaca setelah sampai di kamar," kata si juru rias.

"Ini dari siapa?"

Gadis itu masih penasaran. Selama ini dia belum pernah menerima surat-surat seperti ini. Lagipula dia belum terlalu lancar membaca.

"Sudah nanti saja. Sekarang kamu pulang. Nanti aku dimarahi kalau kamu kemalaman," kata si juru rias sambil mendorong tubuhnya.

Gadis itu berjalan pelan-pelan. Ini sudah cukup gelap. Sekalipun masih dalam satu wilayah keraton, pondok tempat tinggalnya agak ke belakang di luar gapura utama.

Langkah kakinya terseok-seok, menyesal tadi kenapa malah memakai sendal ini.

Sekar menatap kiri dan kanan. Bayangan pohon di sepanjang jalan membuatnya takut. Kadang-kadang bayangan itu terlihat seperti wujud hantu atau genderuwo yang sering diceritakan ibunya saat masih kecil.

Aaaa!

Jerit wanita itu tertahan saat ada sebuah tangan yang membekapnya. Dia meronta, mencoba melepaskan diri. Siapa yang berniat jahat kepadanya? Berani sekali. Apalagi ini masih dalam lingkungan keraton.

"Sstttt," bisik suara itu ditelinganya.

Lalu tubuh Sekar dibalik dengan cepat dan mata gadis itu terbelalak saat melihat siapa pelakunya.

"Ra-den?"

Lelaki itu tersenyum melihat ekperesi kaget gadis itu. Dia menutup mulut menahan tawa.

"Kamu lucu sekali kalau seperti itu, Kar," ucap Wijaya memanggil nama kecilnya.

Sekar tersipu malu. Ternyata Wijaya masih saja mengingat itu, padahal sudah lama sekali.

"A-pa kabar?" Dia bertanya sebagai basa-basi. Tak tahu harus berkata apa.

Sudah cukup lama mereka tidak bertemu. Itu membuat ada rasa canggung dan jarak di antara keduanya.

"Baik saja. Kamu sendiri bagaimana? Masih suka ngompol di celana?" tanya Wijaya sengaja menggoda.

Sekar terkejut dan refleks memukul lengan Wijaya.

Bukannya mengelak, lelaki itu malah menangkap lengan mungil itu dan berkata, "Kamu semakin cantik saja. Tadi aku pangling melihatnya. Tak kira sopo kui," ucapnya.

Wajah Sekar semakin merona. Dia mencoba melepaskan, namun Wijaya tak memberikan kesempatan itu.

"I-ni sudah malam, Raden. Aku mau pulang." Sekar masih mencoba menarik diri.

Akhirnya Wijaya menyerah dan melepaskan cekalan tangannya.

"Aku antar pulang. Nanti kamu ditangkap wewe gombel kalau sendirian."

Dua orang itu tertawa, melanjutkan perjalanan sambil bercerita mengenang masa kecil.

Langkah kaki mereka terhenti saat tiba di gapura pondok milik keluarga Sekar. Wijaya mengantarnya hanya sampai disitu.

"Nanti kita ketemu lagi," ucapnya sebagai tanda perpisahan.

Sekar mengangguk lalu masuk tanpa menoleh ke belakang.

Lelaki itu menarik napas panjang. Dalam hati berucap. "Andaikan kamu seorang putri, maka detik ini juga aku akan menikahimu, Kar."

Lalu tubuhnya berbalik berjalan menjauh dari tempat itu.

Related chapters

  • Selir Sang Pangeran   Hasrat Sang Raden

    Wijaya menatap satu persatu para prajurit yang sedang melakukan latihan kanuragan hari ini.Dia sendiri sudah berlatih sejak usia dini, dimana semua pangeran memang diwajibkan menguasai ilmu bela diri."Raden." Salah seorang pelatih prajurit menyapanya.Lelaki itu membalas dengan menganggukkan kepala, dan masih memantau latihan itu hingga satu jam ke depan.Melihat para parajurit tampak bersemangat, Wijaya menjadi tertarik dan ingin berlatih juga. Sejak pergi merantau untuk belajar, dia lama vakum dari bela diri."Ayo, Raden. Ikut latihan," ajak prajurit yang lain.Lelaki itu langsung membuka baju, membiarkan kulitnya yang cokelat terpapar sinar matahari. Otot-otot tubuhnya begitu liat, sekalipun usianya masih muda.Wijaya memang tak setampan saudaranya yang lain. Bentuk wajahnya standar, namun rahangnya begitu kokoh. Namun pembawaan yang tenang dan dewasa membuatnya menarik dengan cara yang berbeda

    Last Updated : 2021-06-04
  • Selir Sang Pangeran   Permohonan

    Sekar berlari menuju pondok dengan langkah terseok-seok. Untung saja kembannya tidak tersangkut.Air matanya mengalir deras. Hatinya sakit, sedih dan kecewa."Kamu kenapa, Nduk?" tanya beberapa orang yang berpapasan dengannya.Namun dia tak menghiaraukan pertanyaan dari mereka. Hingga tiba di pondok, dia mengunci kamar dan menangis sepuasnya. Masih terbayang perlakuan Wijaya tadi saat dia diminta untuk menemani makan.Lelaki itu mencuri ciuman pertamanya. Tak hanya itu, ketika mencoba menolak, Sekar malah didekap dengan erat. Lelaki itu malah bersikap tidak sopan dengan menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Sekar merasa dilecehkan. Tak menyangka bahwa sang raden berbuat begitu.Wijaya begitu berhasrat dan tak terkendali, hingga kembannya terbuka sebagian. Tangan besar lelaki itu meraih apa yang malam itu sempat menjadi angan indah, saat gadis itu mengalungkan bunga di lehernya, lalu menikmatinya selama beberapa saat.Un

    Last Updated : 2021-06-04
  • Selir Sang Pangeran   Restu

    Rahang Wijaya mengeras saat mendengar penuturan Daksa yang meminta izin untuk menikahkan putrinya.Dia mengusap pipi yang sempat memerah karena pernah ditampar oleh Sekar.Menyesal namun semua sudah terlambat. Entah mengapa ketika bertemu kembali dan melihat gadis kecilnya itu telah banyak berubah, hasratnya sebagai seorang laki-laki berontak.Selama ini, dia tidak pernah bermain dengan wanita seperti yang kakak-kakaknya lakukan.Wijaya fokus belajar dan menata masa depan karena dia akan menjadi salah satu kandidat untuk menggantikan raja."Putri hamba sudah dipinang oleh seorang lelaki, Kanjeng Gusti. Hamba mohon izin untuk mengadakan pesta pertunangan sederhana di pendopo sebagai ungkapan rasa syukur," ucap Daksa dengan lancar.Lelaki paruh baya itu sudah berdiskusi dengan istrinya. Pada saat dia mengatakan itu, Ratih setengah tak percaya. Istrinya langsung setuju karena Kamandanu merupakan panglima di keraton yang

    Last Updated : 2021-06-04
  • Selir Sang Pangeran   Pertunangan

    Pendopo ramai dengan orang hilir mudik menyiapkan acara pertunangan Sekar dan Kamandanu. Sekalipun hanya dalam ruang lingkup keraton, tetapi semua penghuninya sangat bersemangat dan antusias. Hanya satu orang yang terlihat murung, Raden Wijaya. Sejak pagi dia mengurung diri di kamar. Berpura-pura tidur dangan mengatakan kepada ratu bahwa dia sedang sakit. Wijaya memang benar menderita sakit, tetapi bukan pada tubuh. Hatinya yang patah begitu dalam, menyayatkan luka yang perih hingga meneteskan air mata. Gadis yang dia cintai diam-diam selama bertahun-tahun, kini harus menjadi milik orang lain. Dia tak terima. Jikalau tahu akan begini jadinya, maka Wijaya memilih untuk tidak pulang dan menetap di tanah perantauan untuk melanjutkan belajar. Para prajurit sudah bersiap siaga sejak subuh dan bersuka cita. Pemimpin mereka sebentar lagi akan melepas masa lajang. Dua minggu ke depan, pernikahan akan dilangsungkan. Sekar didandan cantik de

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Midodareni

    Sekar berdiam di kamar sambil mengintip dari balik pintu. Di luar pondok sampai halaman ramai dengan orang-orang yang berkumpul.Besok pernikahannya dengan Kamandanu akan dilangsungkan. Jadi, keluarga lelaki itu datang dari desa untuk bertemu dengan keluarganya sambil membawa seserahan.Wajah wanita itu begitu ceria sekalipun seluruh tubuhnya dilumuri bedak, semacam penghalus kulit dari leher hingga ke kaki.Bedak itu terbuat dari beras yang dihaluskan ditambah dengan rempah-rempah yang berbau harum. Kata ibunya, biar Kamandanu semakin kesengsem paadanya di malam pertama nanti.Sekar bersemu merah mendengar itu. Bayangan nanti akan berduaan dengan sang suami membuatnya tak sabar menunggu hari esok. Dimana akan dilangsungkan janji sehidup semati dalam ikatan yang sah.Terdengar suara riuh di depan. Entah apa yang mereka bicarakan. Dia pernah mengikuti acara midodareni salah seorang teman.Semacam silaturahmi antara kedua kel

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Pupus

    Tangis Sekar menggema di ruangan itu. Pernikahan yang direncanakan akan dilagsungkan pagi ini batal karena perngantin pria menghilang.Ya, Kamandanu tak ditemukan dimanapun, kecuali selongsong pedangnya yang jatuh, juga darah yang berceceran di sekitar benda itu ditemukan."Sudah, Nduk." Ratih memeluk putrinya yang sedari tadi meraung karena pernikahannya dibatalkan.Raja sudah mengerahkan seluruh prajurit untuk mencari panglima kesayangannya, namun nihil. Sehingga para sesepuh langsung menunjuk seorang parjurit terlatih untuk menggantikan posisinya.Gerbang ditutup. Semua diperiksa secara ketat hingga ke bagian sudut. Bahkan barak, dapur bahkan pondok yang berada di wilayah keraton."Kalau memang kangmas dibunuh, dimana mereka menbuang jenazahnya, Buk?" tanya Sekar.Ratih tak mampu menjawab. Di luar sana Daksa dan yang lain ikut menyisir beberapa tempat untuk mencari calon menantunya."Sepertinya Kangmas-mu diculik. Entah

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Pernikahan

    Keraton berpesta pora. Dua bulan setelah batalnya pertunangan Sekar dan Kamandanu yang menghilang hingga kini belum ditemukan, hari ini Wijaya yang melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis pilihan ibu ratu.Raden Ayu Prameswari. Putri dari wilayah sebelah yang masih berusia 17 tahun. Cantik, semampai dan berwajah ayu, sesuai dengan namanya.Sebagai seorang putri, sikapnya sungguh anggun dan bertata krama. Berbeda dengan Sekar yang sesekali masih bertingkah konyol.Wijaya terlihat sangah gagah dengan baju kebesarannya. Matanya melirik berkali-kali, mencari sosok Sekar namun tak tampak.Sejak batalnya pernikahan, Sekar memang tak terlihat dimanapun. Banyak yang tidak tahu bahwa dia dipindahkan ke bagian dapur dan membantu ibunya menajadi juru masak.Gadis itu sudah terlanjur malu dan patah hati yang mendalam sehingga tak punya keberanian untuk tampil di muka umum.Pesta begitu meriah. Penjagaan diperketat 2x lipat karena raja khawatir, mu

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Penugasan

    Sekar menunduk saat mendengarkan penuturan dari ibu ratu mengenai tugas baru yang akan dia emban. Kemarin, salah seorang pelayan menyampaikan pesan bahwa dia diminta datang dan menghadap untuk menerimanya."Kamu sangat berbakat dan masih muda. Tidak cocok kalau berada di dapur.""Nggih.""Besok, ada tugas baru yang lebih menjanjikan masa depan."Gadis itu mengangkat kepala dan menatap sang pemilik kekuasaan tertinggi di keraton ini dengan hati berdebar."Wijaya baru saja menikah, itu berarti istrinya akan tinggal disini untuk selama-lamanya. Jadi, dia butuh seorang pelayan untuk mendampingi."Sekar tersentak. Jika boleh memilih, dia rela kalau harus menghabiskan waktu seumur hidup di dapur daripada harus bertemu dengan lelaki itu."Apakah saya harus menerima?" Wajahnya menatap sang ratu dengan gamang.Lalu bisik-bisik terdengar dari pelayan lain yang berada di ruangan itu."Tentu saja karena gajimu akan ditambah. M

    Last Updated : 2021-06-21

Latest chapter

  • Selir Sang Pangeran   Hidup Baru

    Arya menatap Kamandanu dengan tajam sembari berkacak pinggang. Lelaki itu sudah siap jika sewaktu-waktu sang Panglima akan melancarkan serangan."Apa kabarmu, Panglima Muda?" sapa Kamandanu."Baik-baik saja, Panglima. Kau sendiri bagaimana?""Aku sudah tak sabar ingin berlatih ilmu kanugaran denganmu," tantang Kamandanu.Arya tergelak lalu menyanggupi. Bukankah dulu dia pernah berkata akan belajar ilmu bela diri dari Kamandanu jika mereka bertemu lagi. Dan kini keduanya saling berhadapan satu dengan yang lain."Siapa sangka kita akan bertemu lagi setelah sekian lama," ucap Arya tak percaya. Jika bukan karena perburuan hari itu, maka mungkin dia akan lupa pada ucapan sendiri."Kau benar. Aku bahkan tak menyangka jika akan bertemu dengan kalian. Sepertinya kami memang ditakdirkan untuk selalu berhubungan dengan keraton, walaupun sudah menghindar ja

  • Selir Sang Pangeran   Pertemuan

    Derap kaki kuda yang berlari menembus jalanan menarik perhatian warga sekitar. Apalagi Semua penunggangnya berwajah tampan dan memakai baju khas keraton. Berita ceepat tersebar bahwa para penguni keraton akan melakukan perburuan."Apa Kanjeng Gusti yakin akan berburu di daerah sini?" tanya Arya, sang Panglima."Tentu saja. Aku sudah lama tidak berburu. Mengurus pemerintahan sangatlah memusingkan," jawab Abimana."Turuti saja permintaannya, Panglima. KIta hanya perlu mendampingi, " ucap WIjaya tenang."Bukan begitu, Raden. Daerah sini belum pernah kita lewati. Hamba khawatir terjadi sesuatu," jelas Arya."Kalau begitu kerahkan sihirmu untuk melihat situasi," titah Abimana.Arya menyetujui usul itu dan turun dati kuda untuk memulai ritualnya. Lelaki itu memiliki mata batin sehingga dapat melihat makhluk halus yang dapat membahayakan. Setelah memejamkan mata beberapa saat akhirnya lelaki itu tersadar dan merasa lega."H

  • Selir Sang Pangeran   Wira

    "Raden, hati-hati! Nanti Raden terjatuh."Kamandanu tergopoh-gopoh mengejar anak laki-laki yang sejak tadi berlari mengelilingi lapangan. Hari ini dia yang mengajak bermain karena istrinya sedang mencuci di kali. Napasnya terengah-engah karena usia yang sudah tidak muda."Kejar aku, Paman! Katanya kau dulu seorang panglima perang. Mengapa kau begitu lemah," canda anak itu sembari menjulurkan lidah.Kamandanu menjadi geram. Lalu dengan kaki yang pincang, lelaki itu ikut berlari. Dia menagkap pinggang anak itu dan bergulingan di rumput. Tawa terdengar dari keduanya, lalu mereka bercanda hingga senja tiba."Ayo, kita pulang. Ibumu pasti mencari," ajak Kamandanu."Aku tidak mau pulang, Paman. Nanti ibu memarahiku karena tidak mau makan nasi," rajuk anak itu."Raden memang harus makan nasi supaya cepat tinggi," bujuk Kamandanu."Memangnya kenapa kalau aku menjadi tinggi?"Anak itu menatap Kamandanu dengan lekat. Dia mema

  • Selir Sang Pangeran   Pewaris

    Sekar menatap burung-burung yang sedang berkicau di dahan pohon. Pikirannya melayang entah ke mana. Sementara pipinya basah dengan air mata yang sejak tadi menetes. Wanita itu membalik badan dan menatap kamar yang sejak satu minggu ini tak boleh dimasuki siapapun, kecuali orang-orang tertentu. Dan dia termasuk salah satunya.Ada Wijaya di sana, dengan kondisi luka bakar pada wajah dan beberapa bagian tubuh yang melepuh karena insiden malam itu. Dia sendiri terkena di bagian tangan dan dada, tetapi tidak parah sehingga tak memerlukan perawatan khusus. Sekar tak boleh merawat suaminya, hanya Prameswari yang diberikan amanat. Hal itu ditetapkan setelah banyak pertimbangan. Salah satunya adalah saat lelaki itu sakit dulu.Selain itu, Wijaya terkena musibah saat bermalam bersama dengan Sekar. Jadi wanita itu dianggap sebagai pembawa sial. Apalagi pelakunya adalah Kamandanu yang hendak membalas dendam. Maka semakin lengkaplah tudingan yang dialamatkan kepadamya.

  • Selir Sang Pangeran   Penyerangan

    Kamandanu menarik tangan Handaru dan membekap mulutnya. Lalu, menyeret anak itu agar menjauh dari keramaian untuk mencari persembunyian. Lelaki itu melepaskan cekalan dan terengah-engah begitu mereka berada di tempat yang aman."Kau membuatku takut, Panglima!"Handaru memegang dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu duduk di tanah dengan kedua lutut ditekuk sembari memyadarkan kepala di salah satu bagian barak. Tangannya memijat kepala yang terasa berdenyut."Aku terpaksa melakukan ini agar kau mengerti. Sejak tadi aku memberikan kode tetapi kau tak paham," sungut Kamandanu."Mereka sedang mengajakku berbicara. Aku tak mungkin pergi," jawab Handaru.Mereka saling terdiam untuk beberapa saat, lalu menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit. Malam ini barak mengadakan pesta setelah dua bulan para prajurit baru menjalani pelatihan intensif. Minggu depan adalah hari pengukuhan dimana Handaru akan resmi diangkat menjad

  • Selir Sang Pangeran   Kecewa

    Kamandanu menatap secarik kain yang dia temukan di hutan. Simbol yang tergambar di sana membuatnya lemas. Itu adalah lambang salah satu perguruan silat yang cukup terkenal dari kota sebelah.Apa yang Adiguna duga sedikit demi sedikit mulai terbukti. Lalu, apakah Raden Wijaya pelakunya, itu belum bisa dipastikan. Butuh petunjuk yang kuat untuk menjatuhkan tuduhan.Adiguna melipat tangan di depan dada dan menatap Wijaya dengan lekat. Entah apa maksud kedatangan adiknya itu, dia masih belum bisa menerka. Sejak tadi mereka hanya berbasa-basi menanyakan kabar dan juga membahas pemerintahan. Padahal dia tahu, bukan itu tujuan utamanya."Kakang, aku baru saja mendapatkan hadiah sebuah pedang baru."Adiguna menatap adiknya dengan curiga. Sejak kecil mereka memang tumbuh dan bermain bersama. Namun ketika beranjak dewasa, ada kepentingan dan ambisi yang ditanamkan oleh para ibu sehingga hubgungan itu menjadi renggang. Wijaya yang awalnya tak terla

  • Selir Sang Pangeran   Bukti Baru

    Kamandu memegang dadanya yang berdebar kencang. Saat Daksa mengatakan bahwa Sekar tiba-tiba datang berkunjung, hatinya diluapi oleh kebahagiaan. Lelaki itu hendak berbalik ke arah pondok ketika mendengar beberapa langkah kaki mendekat.Kamandanu mengurungkan niat dan mengintip dari balik sumur. Tampak beberapa pengawal sedang memeriksa seisi pondok dan sekitarnya. Untunglah jarak sumur cukup jauh dari pondok dan terhalang pohon besar. Sehingga tubuhnya tak kelihatan."Apa kau merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pengawal."Ya, tapi aku tak tahu itu apa. Rasanya ada orang lain di rumah ini selain Daksa dan istrinya," jawab pengawal kepercayaan Wijaya. Lelaki itu sengaja diutus untuk menemani Sekar karena sang raden mengkhawatirkan keselamatan istrinya."Apakah itu penyusup yang mengikuti Ndoro Ajeng?""Bisa jadi. Karena itulah kita harus waspada."Beberapa pengawal itu saling berbincang sembari menyisir beberapa tempat. Ketika mereka

  • Selir Sang Pangeran   Pulang

    Selama tiga hari Kamandanu dirawat di rumah Daksa, selama itu pula Sekar tak mengetahui apa pun. Wijaya memang mengizinkan selirnya bertemu dengan keluarga, tetapi belum memenuhi janjinya. Hingga wanita itu merasa gelisah, tetapi tak berani menyusup karena takut ketahuan.Sekar hanyalah selir biasa, yang tak mengerti permasalahan keraton. Sehingga dia tak tahu jika nyawa mereka bisa terancam sewaktu-waktu. Wijaya memang membatasi wanita itu agar tak mencampuri urusannya. Hal yang sama dia lakukan kepada Prameswari. Hanya ratu yang berhak bersuara mengenai pemerintahan. Juga istri sah Adiguna karena kakaknya adalah pewaris utama.Tugas selir hanyalah memikat raja dan pangeran, lalu menyenangkan mereka. Jika mendapatkan keturunan laki-laki maka itu adalah anugerah. Sayangnya, dari ratu dan beberapa selir yang dimiliki raja yang sekarang, beliau hanya diberikan tiga pewaris lelaki. Bahkan, istri dan selir dari para putranya juga melahirkan anak perempuan.Wij

  • Selir Sang Pangeran   Pertolongan

    "Sepertinya benda itu sangat berarti untukmu, Kisanak."Kamandanu terkejut dan segera menyembunyikan selongsong itu balik pakaiannya. Lelaki itu menoleh dan mendapati Daksa sedang menatapnya dengan tajam."Paman Daksa," ucap Kamandanu memberi hormat."Sepertinya aku mengenal benda itu," sindirnya.Beberapa hari ini Daksa mengamati Kamandanu secara interns. Kecurigaannya semakin bertambah setelah memergoki lelaki itu sering melamun. Hari ini keyakinannya semakin kuat saat melihat selongsong pedang milik panglima."Ini diberikan Raden Adiguna kepadaku," jawab Kamandanu sembari tersenyum. Sejak kembali bekerja di keraton, dia sudah terbiasa mengendalikan sikap agar tak gugup."Tapi kenapa diberikan kepadamu? Kau orang baru," selidik Daksa."Entahlah, Paman. Aku tak pernah bertanya apa alasannya," jawab Kamandanu.

DMCA.com Protection Status