Share

Permohonan

Author: Queeny
last update Last Updated: 2021-06-04 21:25:23

Sekar berlari menuju pondok dengan langkah terseok-seok. Untung saja kembannya tidak tersangkut.

Air matanya mengalir deras. Hatinya sakit, sedih dan kecewa.

"Kamu kenapa, Nduk?" tanya beberapa orang yang berpapasan dengannya. 

Namun dia tak menghiaraukan pertanyaan dari mereka. Hingga tiba di pondok, dia mengunci kamar dan menangis sepuasnya. Masih terbayang perlakuan Wijaya tadi saat dia diminta untuk menemani makan. 

Lelaki itu mencuri ciuman pertamanya. Tak hanya itu, ketika mencoba menolak, Sekar malah didekap dengan erat. Lelaki itu malah bersikap tidak sopan dengan menyentuh beberapa bagian tubuhnya. Sekar merasa dilecehkan. Tak menyangka bahwa sang raden berbuat begitu. 

Wijaya begitu berhasrat dan tak terkendali, hingga kembannya terbuka sebagian. Tangan besar lelaki itu meraih apa yang malam itu sempat menjadi angan indah, saat gadis itu mengalungkan bunga di lehernya, lalu menikmatinya selama beberapa saat. 

Untung saja Sekar masih bisa mempertahankan kehormatan diri. Ketika lelaki itu hendak menindihnya, tangannya menampar pipi Wijaya dengan keras.

Beginilah nasib menjadi pelayan. Berbeda dengan seorang putri yang selalu dipuji, disanjung dan dihormati. 

"Kar!" Bunyi ketukan pintu terdengar.

Gadis itu menghapus air mata dan segera merapikan rambut.

"Nduk!" Suara panggilan terdengar lagi.

Dia membuka pintu. Tampaklah sang ayah yang sedang menatapnya dengan pandangan heran. 

Dalam hati lelaki paruh baya itu bertanya-tanya, apa yang sebenarnya telah terjadi kepada putrinya?

"Kamu kenapa, Nduk? Tadi bapak lihat lari-lari," tanya Daksa khawatir. 

Dia belum memberitahu istrinya sama sekali. Ratih pasti masih sibuk di dapur menyiapkan hidangan. 

Tanpa menjawab, Sekar memeluk ayahnya dan menumpahkan tangis. Daksa balas memeluk putrinya. Sekar bukan gadis yang cengeng, jika ada yang membuatnya bersedih, itu berarti cukup menyakitkan.

"Sudah. Tenang. Kalau kamu ndak mau cerita juga ndak apa-apa." Daksa mengusap rambut putrinya dengan lembut. 

"Pak ..." ucapnya tersedu. "Aku ndak mau lagi jadi pelayan istana," pintanya dengan nada memohon. 

Di matanya terpancar rasa takut. Selama dia disana, akan ada kemungkinan Wijaya akan mengulangi perbuatan itu. 

"Ya ndak bisa. Keluarga kita sampai kapanpun akan mengabdi sama keraton," jawab Daksa bijak. 

Kalau bukan karena kebaikan keluarga raja, mungkin entah bagaimana nasib mereka. Daksa tidak pernah bersekolah sama seperti banyak abdi yang lain. Juga bukan dari keluarga kaya sehingga tak punya modal untuk berdagang. 

Keratonlah yang menghidupi mereka. Memberikan tempat tinggal, menanggung semua kebutuhan dan memberikan gaji walau hanya sedikit. Dengan imbalan, keluarganya harus mengabdi hingga akhir hayat.

"Tapi, Pak ..."

"Kamu kenapa, toh? Tiba-tiba bilang begitu. Apa ada yang mengganggu?" tanya Daksa curiga.

Dia tahu, ada banyak yang menyukai putrinya semenjak gadis itu mulai dewasa. Namun, tidak ada yang berani mengganggu. Mereka merasa sungkan, karena dia kusir kesayangan raja. 

Daksa memang pandai menaklukan hewan yang satu itu. Liar sekalipun tapi ditangannya kuda-kuda itu akan menjadi patuh dan jinak. 

Sekar terdiam. Jika menjawab jujur, nanti malah ayahnya akan berpikir bahwa dia yang telah menggoda Wijaya.

"Jawab jujur. Bapak akan mendengarkan. Jika ada yang berani menganggu kamu, maka dia akan berhadapan denganku." 

Tangan lelaki itu terkepal. Di dadanya tersulut emosi. Jika sampai apa yang dipikirkan benar adanya, maka dia akan membunuh orang itu.

"Ada yang melecehkanku, Pak." Akhirnya kata-kata itu terucap dari bibirnya. 

"Siapa?"

"Tapi bapak janji ndak akan memarahiku," ucapnya dengan bibir gemetaran.

"Tapi kamu ndak menggoda duluan, kan?" tanya Daksa.

"Ndak pernah, Pak. Aku ndak pernah menggoda laki-laki sekalipun aku suka," ucapnya.

Dahi Daksa mengernyit mendengar ucapan putrinya. Selama ini ternyata Sekar sudah menyukai laki-laki, dan mereka sebagai orang tua tidak tahu. Tapi siapa? 

"Ra-den," katanya terbata.

Mata Daksa terbelalak. Dia sudah menduga jawaban putrinya adalah nama itu.

"Raden siapa?" Dia bertanya dengan tak sabar.

Sekar menatap wajah ayahnya dengan perasaan ragu. 

"Katakan! Raden yang mana?" Nada suaranya meninggi. 

Ada tiga orang pangeran di keraton ini. Dua sudah menikah dan memiliki selir. Hanya Wijaya yang belum memiliki pendamping. 

Dua kakaknya tinggal di bangunan lain tapi masih dalam wilayah keraton ini. Setahu Daksa, pangeran kedua yang senang bermain dengan wanita sekalipun memiliki selir lebih banyak dari yang lain.

Jangan sampai, pangeran kedua malah diam-diam mengincar putrinya. Daksa tidak akan terima.

"Pak ..."

"Jawab!"

"Wijaya," jawab Sekar cepat.

Mata Daksa kembali terbelalak, tak menyangka dengan apa yang dikatakan putrinya.

"Jangan berbohong kamu!" katanya setengah membentak. 

Rasanya tidak mungkin jika Raden Wijaya yang melakukannya. Sejak dulu, dia sangat mengenal kepribadian putra raja yang satu itu.

Sejak kecil, Daksa dan Ratih sering mengawasi mereka bermain. Jadi mana mungkin, dia melakukan itu kepada Sekar? Apa diam-diam lelaki itu mencintai putrinya?

"Aku ndak bohong, Pak."

Sekar menceritakan semuanya dari awal. Saat dia diminta ibu mengantar makanan ke pendopo depan untuk prajurit yang sedang latihan bela diri.

Lalu Wijaya memanggil dan mengajak ke suatu tempat di ujung keraton yang agak sepi. Dan terjadilah peristiwa itu.

"Jadi kamu sudah rusak?" tanya Daksa. 

Dia tak terima jika putrinya dilecehkan, sekalipun oleh keluarga kerajaan. Mereka memang kaum rendahan, namun masih punya harga diri.

"Ndak, Pak. Tapi dia sudah memegang sebagian tubuhku," jawabnya di antara sedu sedan. 

Daksa menarik napas panjang. Dalam hati mengucap syukur bahwa putrinya masih suci. Namun, sekarang dia harus menjaga Sekar dengan ketat.

"Kamu sementara bantu ibu di dapur. Nanti aku akan bicara dengan Raden," kata Daksa.

"Jangan, Pak. Nanti kita bisa kena," cegahnya. 

Tadi saja Wijaya nampak marah ketika dia menamparnya. Jika sampai ayahnya berbicara yang tidak-tidak, bisa saja keluarga mereka diusir dari sini. 

"Nduk. Kita ini memang cuma abdi biasa. Rendahan. Tapi bapak ndak mau kamu diperlakukan seperti itu," katanya sambil mengusap punggung putrinya. 

"Sebaiknya Bapak minta Kamandanu untuk melindungiku."

Kata-kata Sekar tadi semakin membuat Daksa heran. 

Gadis itu berjalan menuju lemari dan mengambil sebuah surat yang diterimanya malam itu sehabis menari dari si juru rias, lalu menyerahkan kepada ayahnya. 

Daksa membacanya dengan seksama. Isinya adalah ungkapan hati seorang lelaki kepada putrinya, dan niat untuk meminang. 

Dia menatap ke arah langit-langit pondok saat melihat nama yang tertera sebagai pengirim.

Kamandanu, si kepala prajurit.

Pantas saja, tadi saat meminta bantuannya untuk menjinakkan seekor kuda di istal tadi, Kamandanu sempat menanyakan perihal kabar putrinya.

Daksa sendiri heran, mengapa kuda yang biasanya jinak malah mengamuk sepanjang malam. Ketika Kamandanu datang, dalam sekejap menjadi diam dan menurut. Mungkin ini memang rencana Tuhan untuk mempertemukannya dengan lelaki itu. 

"Apa selama ini kalian diam-diam berhubungan?"

"Ndak, Pak. Tapi kami saling menyukai," jawab Sekar dengan yakin.

"Aku akan bicara dengan ibumu," kata Daksa.

"Tolong, Pak. Aku ndak mau jadi selir di keraton. Banyak yang bilang aku sedang diincar," katanya.

Daksa mengangguk. Entah apa yang akan diputuskan, itu semua tergantung pembicaraannya dengan Ratih nanti. 

Related chapters

  • Selir Sang Pangeran   Restu

    Rahang Wijaya mengeras saat mendengar penuturan Daksa yang meminta izin untuk menikahkan putrinya.Dia mengusap pipi yang sempat memerah karena pernah ditampar oleh Sekar.Menyesal namun semua sudah terlambat. Entah mengapa ketika bertemu kembali dan melihat gadis kecilnya itu telah banyak berubah, hasratnya sebagai seorang laki-laki berontak.Selama ini, dia tidak pernah bermain dengan wanita seperti yang kakak-kakaknya lakukan.Wijaya fokus belajar dan menata masa depan karena dia akan menjadi salah satu kandidat untuk menggantikan raja."Putri hamba sudah dipinang oleh seorang lelaki, Kanjeng Gusti. Hamba mohon izin untuk mengadakan pesta pertunangan sederhana di pendopo sebagai ungkapan rasa syukur," ucap Daksa dengan lancar.Lelaki paruh baya itu sudah berdiskusi dengan istrinya. Pada saat dia mengatakan itu, Ratih setengah tak percaya. Istrinya langsung setuju karena Kamandanu merupakan panglima di keraton yang

    Last Updated : 2021-06-04
  • Selir Sang Pangeran   Pertunangan

    Pendopo ramai dengan orang hilir mudik menyiapkan acara pertunangan Sekar dan Kamandanu. Sekalipun hanya dalam ruang lingkup keraton, tetapi semua penghuninya sangat bersemangat dan antusias. Hanya satu orang yang terlihat murung, Raden Wijaya. Sejak pagi dia mengurung diri di kamar. Berpura-pura tidur dangan mengatakan kepada ratu bahwa dia sedang sakit. Wijaya memang benar menderita sakit, tetapi bukan pada tubuh. Hatinya yang patah begitu dalam, menyayatkan luka yang perih hingga meneteskan air mata. Gadis yang dia cintai diam-diam selama bertahun-tahun, kini harus menjadi milik orang lain. Dia tak terima. Jikalau tahu akan begini jadinya, maka Wijaya memilih untuk tidak pulang dan menetap di tanah perantauan untuk melanjutkan belajar. Para prajurit sudah bersiap siaga sejak subuh dan bersuka cita. Pemimpin mereka sebentar lagi akan melepas masa lajang. Dua minggu ke depan, pernikahan akan dilangsungkan. Sekar didandan cantik de

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Midodareni

    Sekar berdiam di kamar sambil mengintip dari balik pintu. Di luar pondok sampai halaman ramai dengan orang-orang yang berkumpul.Besok pernikahannya dengan Kamandanu akan dilangsungkan. Jadi, keluarga lelaki itu datang dari desa untuk bertemu dengan keluarganya sambil membawa seserahan.Wajah wanita itu begitu ceria sekalipun seluruh tubuhnya dilumuri bedak, semacam penghalus kulit dari leher hingga ke kaki.Bedak itu terbuat dari beras yang dihaluskan ditambah dengan rempah-rempah yang berbau harum. Kata ibunya, biar Kamandanu semakin kesengsem paadanya di malam pertama nanti.Sekar bersemu merah mendengar itu. Bayangan nanti akan berduaan dengan sang suami membuatnya tak sabar menunggu hari esok. Dimana akan dilangsungkan janji sehidup semati dalam ikatan yang sah.Terdengar suara riuh di depan. Entah apa yang mereka bicarakan. Dia pernah mengikuti acara midodareni salah seorang teman.Semacam silaturahmi antara kedua kel

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Pupus

    Tangis Sekar menggema di ruangan itu. Pernikahan yang direncanakan akan dilagsungkan pagi ini batal karena perngantin pria menghilang.Ya, Kamandanu tak ditemukan dimanapun, kecuali selongsong pedangnya yang jatuh, juga darah yang berceceran di sekitar benda itu ditemukan."Sudah, Nduk." Ratih memeluk putrinya yang sedari tadi meraung karena pernikahannya dibatalkan.Raja sudah mengerahkan seluruh prajurit untuk mencari panglima kesayangannya, namun nihil. Sehingga para sesepuh langsung menunjuk seorang parjurit terlatih untuk menggantikan posisinya.Gerbang ditutup. Semua diperiksa secara ketat hingga ke bagian sudut. Bahkan barak, dapur bahkan pondok yang berada di wilayah keraton."Kalau memang kangmas dibunuh, dimana mereka menbuang jenazahnya, Buk?" tanya Sekar.Ratih tak mampu menjawab. Di luar sana Daksa dan yang lain ikut menyisir beberapa tempat untuk mencari calon menantunya."Sepertinya Kangmas-mu diculik. Entah

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Pernikahan

    Keraton berpesta pora. Dua bulan setelah batalnya pertunangan Sekar dan Kamandanu yang menghilang hingga kini belum ditemukan, hari ini Wijaya yang melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis pilihan ibu ratu.Raden Ayu Prameswari. Putri dari wilayah sebelah yang masih berusia 17 tahun. Cantik, semampai dan berwajah ayu, sesuai dengan namanya.Sebagai seorang putri, sikapnya sungguh anggun dan bertata krama. Berbeda dengan Sekar yang sesekali masih bertingkah konyol.Wijaya terlihat sangah gagah dengan baju kebesarannya. Matanya melirik berkali-kali, mencari sosok Sekar namun tak tampak.Sejak batalnya pernikahan, Sekar memang tak terlihat dimanapun. Banyak yang tidak tahu bahwa dia dipindahkan ke bagian dapur dan membantu ibunya menajadi juru masak.Gadis itu sudah terlanjur malu dan patah hati yang mendalam sehingga tak punya keberanian untuk tampil di muka umum.Pesta begitu meriah. Penjagaan diperketat 2x lipat karena raja khawatir, mu

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Penugasan

    Sekar menunduk saat mendengarkan penuturan dari ibu ratu mengenai tugas baru yang akan dia emban. Kemarin, salah seorang pelayan menyampaikan pesan bahwa dia diminta datang dan menghadap untuk menerimanya."Kamu sangat berbakat dan masih muda. Tidak cocok kalau berada di dapur.""Nggih.""Besok, ada tugas baru yang lebih menjanjikan masa depan."Gadis itu mengangkat kepala dan menatap sang pemilik kekuasaan tertinggi di keraton ini dengan hati berdebar."Wijaya baru saja menikah, itu berarti istrinya akan tinggal disini untuk selama-lamanya. Jadi, dia butuh seorang pelayan untuk mendampingi."Sekar tersentak. Jika boleh memilih, dia rela kalau harus menghabiskan waktu seumur hidup di dapur daripada harus bertemu dengan lelaki itu."Apakah saya harus menerima?" Wajahnya menatap sang ratu dengan gamang.Lalu bisik-bisik terdengar dari pelayan lain yang berada di ruangan itu."Tentu saja karena gajimu akan ditambah. M

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Pindahan

    Ratih membantu putrinya membawa barang-barang setelah mereka berdua menghadap ibu ratu. Akhirnya Sekar mengalah, menerima tugas itu karena ibunyaberulang kali membujuk.Hanya pakaian yang dia bawa, beserta surat cinta dari Kamandanu. Disiapkan kamar itu berarti semua barang-barang sudah tersedia dengan lengkap."Silakan masuk," seorang pelayan membukakannya pintu.Sekar dan Ratih memasuki ruangan itu dengan takjub. Ini bahkan lebih bagus daripada pondok mereka."Rasanya Ibuk juga mau tinggal disini," goda Ratih kepada anaknya."Aku pasti kesepian, Buk.""Kamu bakal dapat teman banyak disini. Lagipula kita masih akan ketemu, toh. Kamu kan yang akan menyiapkan makanan Pramewari."Sekar menatap wajah ibunya kemudian memeluk wanita itu dengan erat. Rasa sayangnya tak terhingga untuk kedua orang tua. Mungkin dengan menjalani tugas ini, bisa membuat mereka menjadi bangga dan bahagia."Sudah ndak usah sedih. Apa-apa yang k

    Last Updated : 2021-06-21
  • Selir Sang Pangeran   Jebakan

    Hampir enam bulan lamanya Sekar menjadi pelayan pribadi Prameswari. Segala macam perlakuan dia terima. Dari sifat lembut dan manis wanita itu, terutama ketika ada Wijaya, juga perlakuan kasar saat dimarahi.Putri yang katanya memiliki sifat dan budi pekerti yang baik, ternyata juga memiliki kekurangan. Prameswari akan mengamuk jika apa yang diinginkan tidak sesuai dengan kehendaknya.Seperti sekarang, saat air mandi yang harusnya diisi dengan kembang tujuh rupa, namun hanya tiga yang ada. Itu membuat Sekar pusing tujuh keliling."Kangmas mau menginap malam ini. Aku harus wangi supaya dia betah dan merasa senang," sungutnya sambil masuk ke dalam bak manadi.Sekar mengambil kain dan mulai menggosok punggung sang putri. Dia membuang wajah saat melihat bekas tanda merah yang memenuhi hampir seluruh tubuh wanita itu."Ambilkan aku handuk. Lalu siapkan kebaya yang paling bagus.""Baik, Ndoro."Sekar meninggalkan Prameswari dan membuka

    Last Updated : 2021-06-21

Latest chapter

  • Selir Sang Pangeran   Hidup Baru

    Arya menatap Kamandanu dengan tajam sembari berkacak pinggang. Lelaki itu sudah siap jika sewaktu-waktu sang Panglima akan melancarkan serangan."Apa kabarmu, Panglima Muda?" sapa Kamandanu."Baik-baik saja, Panglima. Kau sendiri bagaimana?""Aku sudah tak sabar ingin berlatih ilmu kanugaran denganmu," tantang Kamandanu.Arya tergelak lalu menyanggupi. Bukankah dulu dia pernah berkata akan belajar ilmu bela diri dari Kamandanu jika mereka bertemu lagi. Dan kini keduanya saling berhadapan satu dengan yang lain."Siapa sangka kita akan bertemu lagi setelah sekian lama," ucap Arya tak percaya. Jika bukan karena perburuan hari itu, maka mungkin dia akan lupa pada ucapan sendiri."Kau benar. Aku bahkan tak menyangka jika akan bertemu dengan kalian. Sepertinya kami memang ditakdirkan untuk selalu berhubungan dengan keraton, walaupun sudah menghindar ja

  • Selir Sang Pangeran   Pertemuan

    Derap kaki kuda yang berlari menembus jalanan menarik perhatian warga sekitar. Apalagi Semua penunggangnya berwajah tampan dan memakai baju khas keraton. Berita ceepat tersebar bahwa para penguni keraton akan melakukan perburuan."Apa Kanjeng Gusti yakin akan berburu di daerah sini?" tanya Arya, sang Panglima."Tentu saja. Aku sudah lama tidak berburu. Mengurus pemerintahan sangatlah memusingkan," jawab Abimana."Turuti saja permintaannya, Panglima. KIta hanya perlu mendampingi, " ucap WIjaya tenang."Bukan begitu, Raden. Daerah sini belum pernah kita lewati. Hamba khawatir terjadi sesuatu," jelas Arya."Kalau begitu kerahkan sihirmu untuk melihat situasi," titah Abimana.Arya menyetujui usul itu dan turun dati kuda untuk memulai ritualnya. Lelaki itu memiliki mata batin sehingga dapat melihat makhluk halus yang dapat membahayakan. Setelah memejamkan mata beberapa saat akhirnya lelaki itu tersadar dan merasa lega."H

  • Selir Sang Pangeran   Wira

    "Raden, hati-hati! Nanti Raden terjatuh."Kamandanu tergopoh-gopoh mengejar anak laki-laki yang sejak tadi berlari mengelilingi lapangan. Hari ini dia yang mengajak bermain karena istrinya sedang mencuci di kali. Napasnya terengah-engah karena usia yang sudah tidak muda."Kejar aku, Paman! Katanya kau dulu seorang panglima perang. Mengapa kau begitu lemah," canda anak itu sembari menjulurkan lidah.Kamandanu menjadi geram. Lalu dengan kaki yang pincang, lelaki itu ikut berlari. Dia menagkap pinggang anak itu dan bergulingan di rumput. Tawa terdengar dari keduanya, lalu mereka bercanda hingga senja tiba."Ayo, kita pulang. Ibumu pasti mencari," ajak Kamandanu."Aku tidak mau pulang, Paman. Nanti ibu memarahiku karena tidak mau makan nasi," rajuk anak itu."Raden memang harus makan nasi supaya cepat tinggi," bujuk Kamandanu."Memangnya kenapa kalau aku menjadi tinggi?"Anak itu menatap Kamandanu dengan lekat. Dia mema

  • Selir Sang Pangeran   Pewaris

    Sekar menatap burung-burung yang sedang berkicau di dahan pohon. Pikirannya melayang entah ke mana. Sementara pipinya basah dengan air mata yang sejak tadi menetes. Wanita itu membalik badan dan menatap kamar yang sejak satu minggu ini tak boleh dimasuki siapapun, kecuali orang-orang tertentu. Dan dia termasuk salah satunya.Ada Wijaya di sana, dengan kondisi luka bakar pada wajah dan beberapa bagian tubuh yang melepuh karena insiden malam itu. Dia sendiri terkena di bagian tangan dan dada, tetapi tidak parah sehingga tak memerlukan perawatan khusus. Sekar tak boleh merawat suaminya, hanya Prameswari yang diberikan amanat. Hal itu ditetapkan setelah banyak pertimbangan. Salah satunya adalah saat lelaki itu sakit dulu.Selain itu, Wijaya terkena musibah saat bermalam bersama dengan Sekar. Jadi wanita itu dianggap sebagai pembawa sial. Apalagi pelakunya adalah Kamandanu yang hendak membalas dendam. Maka semakin lengkaplah tudingan yang dialamatkan kepadamya.

  • Selir Sang Pangeran   Penyerangan

    Kamandanu menarik tangan Handaru dan membekap mulutnya. Lalu, menyeret anak itu agar menjauh dari keramaian untuk mencari persembunyian. Lelaki itu melepaskan cekalan dan terengah-engah begitu mereka berada di tempat yang aman."Kau membuatku takut, Panglima!"Handaru memegang dadanya yang terasa sesak. Lelaki itu duduk di tanah dengan kedua lutut ditekuk sembari memyadarkan kepala di salah satu bagian barak. Tangannya memijat kepala yang terasa berdenyut."Aku terpaksa melakukan ini agar kau mengerti. Sejak tadi aku memberikan kode tetapi kau tak paham," sungut Kamandanu."Mereka sedang mengajakku berbicara. Aku tak mungkin pergi," jawab Handaru.Mereka saling terdiam untuk beberapa saat, lalu menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit. Malam ini barak mengadakan pesta setelah dua bulan para prajurit baru menjalani pelatihan intensif. Minggu depan adalah hari pengukuhan dimana Handaru akan resmi diangkat menjad

  • Selir Sang Pangeran   Kecewa

    Kamandanu menatap secarik kain yang dia temukan di hutan. Simbol yang tergambar di sana membuatnya lemas. Itu adalah lambang salah satu perguruan silat yang cukup terkenal dari kota sebelah.Apa yang Adiguna duga sedikit demi sedikit mulai terbukti. Lalu, apakah Raden Wijaya pelakunya, itu belum bisa dipastikan. Butuh petunjuk yang kuat untuk menjatuhkan tuduhan.Adiguna melipat tangan di depan dada dan menatap Wijaya dengan lekat. Entah apa maksud kedatangan adiknya itu, dia masih belum bisa menerka. Sejak tadi mereka hanya berbasa-basi menanyakan kabar dan juga membahas pemerintahan. Padahal dia tahu, bukan itu tujuan utamanya."Kakang, aku baru saja mendapatkan hadiah sebuah pedang baru."Adiguna menatap adiknya dengan curiga. Sejak kecil mereka memang tumbuh dan bermain bersama. Namun ketika beranjak dewasa, ada kepentingan dan ambisi yang ditanamkan oleh para ibu sehingga hubgungan itu menjadi renggang. Wijaya yang awalnya tak terla

  • Selir Sang Pangeran   Bukti Baru

    Kamandu memegang dadanya yang berdebar kencang. Saat Daksa mengatakan bahwa Sekar tiba-tiba datang berkunjung, hatinya diluapi oleh kebahagiaan. Lelaki itu hendak berbalik ke arah pondok ketika mendengar beberapa langkah kaki mendekat.Kamandanu mengurungkan niat dan mengintip dari balik sumur. Tampak beberapa pengawal sedang memeriksa seisi pondok dan sekitarnya. Untunglah jarak sumur cukup jauh dari pondok dan terhalang pohon besar. Sehingga tubuhnya tak kelihatan."Apa kau merasa ada yang aneh?" tanya salah satu pengawal."Ya, tapi aku tak tahu itu apa. Rasanya ada orang lain di rumah ini selain Daksa dan istrinya," jawab pengawal kepercayaan Wijaya. Lelaki itu sengaja diutus untuk menemani Sekar karena sang raden mengkhawatirkan keselamatan istrinya."Apakah itu penyusup yang mengikuti Ndoro Ajeng?""Bisa jadi. Karena itulah kita harus waspada."Beberapa pengawal itu saling berbincang sembari menyisir beberapa tempat. Ketika mereka

  • Selir Sang Pangeran   Pulang

    Selama tiga hari Kamandanu dirawat di rumah Daksa, selama itu pula Sekar tak mengetahui apa pun. Wijaya memang mengizinkan selirnya bertemu dengan keluarga, tetapi belum memenuhi janjinya. Hingga wanita itu merasa gelisah, tetapi tak berani menyusup karena takut ketahuan.Sekar hanyalah selir biasa, yang tak mengerti permasalahan keraton. Sehingga dia tak tahu jika nyawa mereka bisa terancam sewaktu-waktu. Wijaya memang membatasi wanita itu agar tak mencampuri urusannya. Hal yang sama dia lakukan kepada Prameswari. Hanya ratu yang berhak bersuara mengenai pemerintahan. Juga istri sah Adiguna karena kakaknya adalah pewaris utama.Tugas selir hanyalah memikat raja dan pangeran, lalu menyenangkan mereka. Jika mendapatkan keturunan laki-laki maka itu adalah anugerah. Sayangnya, dari ratu dan beberapa selir yang dimiliki raja yang sekarang, beliau hanya diberikan tiga pewaris lelaki. Bahkan, istri dan selir dari para putranya juga melahirkan anak perempuan.Wij

  • Selir Sang Pangeran   Pertolongan

    "Sepertinya benda itu sangat berarti untukmu, Kisanak."Kamandanu terkejut dan segera menyembunyikan selongsong itu balik pakaiannya. Lelaki itu menoleh dan mendapati Daksa sedang menatapnya dengan tajam."Paman Daksa," ucap Kamandanu memberi hormat."Sepertinya aku mengenal benda itu," sindirnya.Beberapa hari ini Daksa mengamati Kamandanu secara interns. Kecurigaannya semakin bertambah setelah memergoki lelaki itu sering melamun. Hari ini keyakinannya semakin kuat saat melihat selongsong pedang milik panglima."Ini diberikan Raden Adiguna kepadaku," jawab Kamandanu sembari tersenyum. Sejak kembali bekerja di keraton, dia sudah terbiasa mengendalikan sikap agar tak gugup."Tapi kenapa diberikan kepadamu? Kau orang baru," selidik Daksa."Entahlah, Paman. Aku tak pernah bertanya apa alasannya," jawab Kamandanu.

DMCA.com Protection Status