"Bukannya menjemputku di bandara, kamu malah makan di Restoran Halabi?"Nada Alaric sangat dingin dan terdengar berbahaya.Alaric pikir Florence tidak menjemputnya di bandara, justru makan dengan Ella di Restoran Halabi sehingga bertemu David.Florence tertegun lalu menjelaskan, "Kamu salah paham. Aku pergi ke Restoran Halabi untuk menolong orang, bukan untuk makan.""Huh!""Aku serius. Awalnya aku sudah mau pergi bandara, tapi aku tiba-tiba menerima pesan dari temanku, jadi aku pergi menolongnya di Restoran Halabi. Dia ditangkap Pak David."Melihat Alaric tidak percaya, Florence pun menunjukkan ruang obrolannya dengan Ella. "Lihat, temanku yang mengirimnya kepadaku."Alaric melirik layar ponsel. Benar saja ada permintaan tolong dari satu jam yang lalu. Pesan ini tak mungkin dibuat-buat."Aku menerima panggilan telepon dari Pak Jordan, bagaimana mungkin aku sengaja nggak pergi menjemputmu?"Terlepas dari apa hubungan mereka, sebagai karyawan, Florence tidak berani membantah perintah at
Napas hangat Alaric menerpa wajah Florence. Florence menarik kepalanya dengan bingung.Sejak kapan dia menggoda Alaric?"Aku merasa nggak nyaman," gumam Florence."Kamu ingin nyaman?"Suara Alaric agak serak."..."Florence yang tersadar pun langsung merona.Alaric sengaja menyalahartikan maksudnya. Nyaman yang dimaksud Florence sama sekali tidak sama dengan yang dimaksud Alaric.Gairah Alaric sudah terbangkit. Dia tidak pernah menahan diri. Tanpa banyak bicara, dia menggendong Florence, menempatkan wanita itu di atas pangkuannya, kemudian mencekal rahang Florence sebelum mendaratkan bibirnya."..."Florence membelalakkan matanya dengan ngeri.Apakah Alaric sudah gila?Mereka ada di mobil. Apakah dia tidak takut sopir melihatnya?Alaric mencium Florence dengan menggebu-gebu seolah ingin menelannya. Tangan Alaric masuk ke dalam kemeja Florence, membuka kaitan bra wanita itu, kemudian telapak tangannya menjelajahi tubuh Florence.Florence begitu gugup. Sekujur tubuhnya menegang. Dia taku
"Mau mandi, Bu Florence?"Alaric mengangkat dagu Florence, kemudian menatapnya.Mereka sama-sama tahu apa yang akan terjadi malam ini. Mereka sudah ada di tahap ini, maka tidak perlu malu-malu lagi.Wajah Florence memerah. Dia tidak berani melihat Alaric, matanya berkedip cepat. Suaranya begitu kecil. "Aku ...."Sebelum dia selesai berbicara, perutnya berbunyi."Lapar?""Sedikit."Florence belum makan malam. Tadi dia agak mual di Restoran Halabi, sekarang dia baru merasa lapar."Kalau begitu makan dulu."Alaric sangat baik sehingga Florence agak heran. Dia bertanya, "Kamu nggak mau melakukannya sekarang?"Alaric mengambil ponsel untuk menelepon. Mendengar pertanyaan Florence, dia pun menoleh. "Kamu sangat menginginkannya sekarang?"Wajah Florence terasa panas. "Bukan itu maksudku."Florence sudah melihat reaksi Alaric. Berhenti di saat seperti ini pasti tidak nyaman bagi Alaric.Alaric mengangkat alisnya. "Tenang saja, aku nggak terburu-buru. Selain itu, tubuhmu lemah. Beri kamu makan
Florence tidak tahu betapa menggairahkannya seorang wanita mengenakan kemeja pria.Namun, Florence masih lapar. Tubuh wanita ini memang tidak tahan beraktivitas. Bila lapar, dia hanya akan makin tak bertenaga."Ayo, makan dulu."Alaric membawa Florence ke ruang makan.Dapur di rumah Alaric bahkan tidak memiliki peralatan masak paling dasar. Dekorasi dapur ini jelas hanya pajangan.Jordan mengantarkan makanan dari restoran bintang lima serta tas Florence.Florence memindahkan makanan ke piring, kemudian mereka duduk. Dia benar-benar lapar sehingga dia langsung makan tanpa sungkan.Alaric tidak begitu lapar, jadi dia hanya makan sedikit, kemudian membuka sebotol anggur merah. Dia menggoyangkan gelas anggur, menikmati anggur sambil menonton Florence makan.Alaric biasanya berinteraksi dengan wanita kelas atas. Dia baru pertama kali melihat wanita seperti Florence yang tidak menjaga citra makannya di depan Alaric.Akan tetapi, Florence sangat apa adanya, jauh lebih enak dilihat ketimbang w
Alaric berkata, "Aku akan pergi ke perusahaan. Kamu diliburkan satu hari, istirahat saja hari ini.""Nggak perlu, aku bisa kerja.""Kamu masih punya tenaga untuk kerja?"Tatapan Alaric tampak jenaka.Wajah Florence langsung terbakar. Bagian dalam pahanya sangat sakit. Tubuhnya juga sangat pegal dan lelah."Istirahatlah hari ini." Alaric memberikannya sebuah salep. "Untukmu.""Apa ini?"Tulisan pada salep itu adalah bahasa Inggris. Florence tidak melihatnya dengan saksama, dia langsung menerimanya."Tadi malam kamu terluka, jadi aku mengoleskan salep. Setelahnya kamu oleskan sendiri," ucap Alaric.Memangnya dia terluka?Florence tertegun sejenak sebelum mengerti maksud dalam kata-kata Alaric. Seketika Florence ingin melempar salep ini.Bisa-bisanya Alaric mengoleskan salep padanya.Begitu memikirkan pemandangan itu, Florence merasa malu sekali. "Kenapa kamu ...."Wajah Florence seperti pantat monyet. Dia begitu malu.Alaric yang melihatnya makin ingin menggodanya. "Kamu bengkak, aku ber
Florence pikir Bryan sudah pulang karena gagal menunggunya tadi malam, tak disangka pria itu masih belum pergi.Kulit Bryan menjadi sedikit lebih gelap dibanding sebelumnya. Wajar karena dia berbulan madu dengan istrinya ke pantai."Flo, kenapa tadi malam kamu nggak ada di rumah? Kamu pergi ke mana?"Bryan menunggu sepanjang malam, dia tampak lelah, nadanya terdengar menuduh.Florence tersadar lalu dia merasa lucu. "Dengan identitas apa kamu bertanya padaku, Bryan?"Ekspresi Bryan menjadi kaku. "Flo, aku menunggumu satu malam. Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu.""Aku nggak menikah atas kemauanku sendiri. Aku pulang benar-benar karena ibuku sakit. Aku memberitahunya tentang hubungan kita, tapi dia malah mengancamku untuk menikah dengan nyawanya. Aku menolak, kemudian dia menyuruh kakakku untuk mengurungku. Aku nggak bisa menghubungimu, jadi aku terpaksa menyetujui pernikahan itu."Mendengar kata-kata Bryan, Florence merasa konyol. Apakah Bryan yang menulis naskah itu?Dia
Florence tidak pernah melihat ibunya Bryan, hanya pernah mendengar Bryan menceritakannya. Ayahnya Bryan sudah lama meninggal, ibunya Bryan yang membesarkan Bryan dan kakaknya dengan susah payah. Demi mencari nafkah, ibunya melakukan banyak pekerjaan berat. Karena itu, tubuhnya sakit dan kondisinya memburuk selama beberapa tahun terakhir."Sebenarnya Florence tidak menyalahkan komprominya Bryan.Hanya saja setiap orang memiliki pilihan sendiri. Jika sudah memilih, maka dia harus bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.Bryan pikir Florence akan mengerti dan memaafkannya setelah Bryan menjelaskan semuanya.Tak disangka hasilnya seperti ini.Flo, bagaimana kamu bisa meninggalkanku?'Bryan melihat punggung Florence dengan tidak terima. Dia hendak mengejar Florence, tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna merah berhenti di sisinya.Pintu mobil terbuka, seorang wanita muda bertubuh seksi yang wajahnya dirias dengan indah dan mengenakan rok merah pun turun."Akhirnya aku menemukanmu, Kak Brya
"Pak David adalah seorang investor. Dia nggak berbohong tadi malam. Benar-benar ada sebuah film, tapi dia sering menggunakan kesempatan ini untuk melecehkan aktris. Belakangan, sutradara mendengar Alaric membantu kita, juga melihat aku bersama Anthony, jadi dia memberikannya naskahnya kepadaku. Aku diminta untuk memerankan protagonis wanita."Tatapan Ella menjadi suram, dia tersenyum masam. "Ini adalah pertama kalinya aku diminta oleh sutradara dan produser untuk mengambil peran. Uang dan kekuasaan memang bagus."Ella sering mengatakan bahwa dia akan menggunakan kemampuan aktingnya untuk membuktikan dirinya, serta membiarkan sutradara melihat keberadaannya. Meskipun itu hanya peran kecil, dia bekerja keras untuk memainkannya. Namun, ketika dia akhirnya terlihat, itu tidak ada kaitannya dengan kemampuan aktingnya.Entah kenapa, Florence merasa ada yang tidak beres dengan Ella. "Ella, apakah kamu akan menerima drama ini?"Ella tersadar lalu mengangguk. "Ya, aku sudah lama menunggu naskah