Florence tidak pernah melihat ibunya Bryan, hanya pernah mendengar Bryan menceritakannya. Ayahnya Bryan sudah lama meninggal, ibunya Bryan yang membesarkan Bryan dan kakaknya dengan susah payah. Demi mencari nafkah, ibunya melakukan banyak pekerjaan berat. Karena itu, tubuhnya sakit dan kondisinya memburuk selama beberapa tahun terakhir."Sebenarnya Florence tidak menyalahkan komprominya Bryan.Hanya saja setiap orang memiliki pilihan sendiri. Jika sudah memilih, maka dia harus bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.Bryan pikir Florence akan mengerti dan memaafkannya setelah Bryan menjelaskan semuanya.Tak disangka hasilnya seperti ini.Flo, bagaimana kamu bisa meninggalkanku?'Bryan melihat punggung Florence dengan tidak terima. Dia hendak mengejar Florence, tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna merah berhenti di sisinya.Pintu mobil terbuka, seorang wanita muda bertubuh seksi yang wajahnya dirias dengan indah dan mengenakan rok merah pun turun."Akhirnya aku menemukanmu, Kak Brya
"Pak David adalah seorang investor. Dia nggak berbohong tadi malam. Benar-benar ada sebuah film, tapi dia sering menggunakan kesempatan ini untuk melecehkan aktris. Belakangan, sutradara mendengar Alaric membantu kita, juga melihat aku bersama Anthony, jadi dia memberikannya naskahnya kepadaku. Aku diminta untuk memerankan protagonis wanita."Tatapan Ella menjadi suram, dia tersenyum masam. "Ini adalah pertama kalinya aku diminta oleh sutradara dan produser untuk mengambil peran. Uang dan kekuasaan memang bagus."Ella sering mengatakan bahwa dia akan menggunakan kemampuan aktingnya untuk membuktikan dirinya, serta membiarkan sutradara melihat keberadaannya. Meskipun itu hanya peran kecil, dia bekerja keras untuk memainkannya. Namun, ketika dia akhirnya terlihat, itu tidak ada kaitannya dengan kemampuan aktingnya.Entah kenapa, Florence merasa ada yang tidak beres dengan Ella. "Ella, apakah kamu akan menerima drama ini?"Ella tersadar lalu mengangguk. "Ya, aku sudah lama menunggu naskah
Begitu pertanyaan Alaric terlontar, tatapan para elite di sekitar pun tiba-tiba menjadi bingung.Jika percakapan antara Alaric dan Florence tadi terbilang normal, maka pertanyaan Alaric mengundang banyak tanda tanya dalam benak mereka.Selain itu ... obat apa yang dimaksud Alaric?Bagaimana Alaric mengetahui bahwa Florence terluka?Jelas ada cerita di balik ini.Selain itu, meskipun nada Alaric terdengar dingin, kata-katanya terdengar begitu perhatian terhadap Florence.Pasalnya, Alaric selalu menunjukkan citra dingin nan tegas sejak dia menjabat. Tidak ada yang pernah melihatnya begitu peduli terhadap bawahannya.Ada rumor tentang Alaric dan Florence di perusahaan sebelumnya. Jangan-jangan itu bukan sekadar rumor?"Apa ...?"Florence tidak mengerti pada awalnya, dia sedikit bingung. Melihat tatapan gelap Alaric, Florence baru tiba-tiba tersadar. Dia seketika merasa canggung.Obat yang Alaric bicarakan adalah obat itu!Meski tatapan Alaric tenang, hanya Florence yang tahu betapa jahatn
Dasar jahat!Di hadapan banyak orang, Florence hanya bisa berkata, "Terima kasih, Pak Alaric. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, jadi aku nggak mengganggu kalian lagi, Pak Alaric."Setelah mengatakan itu, tanpa menunggu Alaric merespons, Florence segera memungut dokumen dari lantai, kemudian kabur.Melihat Florence lari terbirit-birit, tatapan geli pun terbit di mata Alaric.Sialan, bisa-bisanya Alaric menanyakan pertanyaan seperti itu padanya.Florence berhenti di depan pintu tangga darurat untuk menepuk-nepuk wajah merahnya. Dia memaki Alaric dalam hati sembari merapikan dokumennya."Bip, bip."Tiba-tiba ponselnya berbunyi.Florence mengeluarkannya, lalu melihat pesan dari Alaric."Setengah jam kemudian, antar anggaran departemen periklanan untuk kuartal berikutnya ke kantor."Florence mengerutkan kening melihat isi pesan tersebut. Intuisinya mengatakan bahwa perintah itu tidak sesederhana kelihatannya.Jika Alaric menginginkan dokumen, dia dapat meminta Jordan atau dua s
Raut Florence tampak tenang dan tidak emosi. Dia mengeluarkan sebuah dokumen lalu berjalan mendekat. "Bu Anna, ini adalah dokumen yang Pak Alaric inginkan. Tolong antar kepadanya."Anna tertegun sejenak sambil mengerutkan kening. "Apa maksudmu?""Aku masih punya banyak pekerjaan, nggak punya waktu untuk mengantar dokumen, jadi mohon bantuannya."Anna menyipitkan matanya lalu mencibir, "Kamu ingin menjebakku, 'kan? Kamu pasti sudah mengubah dokumen ini. Kamu pikir aku akan tertipu?"Menurut Anna, Florence tidak mungkin bersedia memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan Alaric kepadanya.Florence sedikit tidak berdaya. "Aku nggak melakukannya. Memangnya kamu nggak bisa memeriksa dokumen sendiri?"Florence terdiam sejenak sebelum lanjut berkata, "Pak Alaric menyukaimu, kenapa aku masih harus mengantarkan dokumen untuknya?"Florence sengaja berpura-pura cemburu.Anna merasa sedikit bangga ketika mendengar kalimat itu. Dia berpikir, seandainya Florence melakukan sesuatu pada dokumen,
Tatapan Alaric menunjukkan kekesalan. Kulit kepala Anna seketika merinding. Dia merasa punggungnya basah. Dibandingkan dengan gagal menggoda Alaric, hal yang lebih parah adalah menyinggungnya."Kalau begitu aku nggak ganggu lagi, Pak Alaric."Anna tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Dia buru-buru meletakkan dokumen itu, kemudian pergi.Alaric mengabaikannya. Dia menoleh ke arah tempat kerja Florence dengan tatapan dingin.Berani menganggap kata-katanya sebagai angin berlalu. Bagus!...Malam hari.Florence pulang kerja dari Kelab Aurora. Dia berdiri di pinggir jalan, hendak naik taksi pulang.Saat ini, ponselnya tiba-tiba berdering.Dia mengeluarkan ponselnya, lalu melihat pesan lain dari Alaric. Isinya adalah alamat sebuah kelab.Apa maksudnya?Florence ragu sejenak sebelum membalas. "Ada apa, Pak Alaric?""Datang kemari."Kenapa Alaric memintanya pergi ke kelab selarut ini?Florence tidak ingin pergi.Akan tetapi, Alaric itu atasan Florence, Florence adalah karyawan Grup Prescott.
Florence tak bisa berkata-kata. Dia tidak berpikir bahwa Anthony ada urusan dengannya. Dia merasa bahwa para pemuda ini mungkin bosan sehingga menjadikannya sebagai hiburan."Pak Anthony, aku masih ada urusan. Kalau bukan Pak Alaric yang mencariku, aku pergi dulu." Florence berbalik, dia hendak pergi.Namun, Anthony menghentikannya. "Jangan. Bagaimanapun, aku sudah membantumu kemarin. Kamu baru datang langsung pergi, sama sekali nggak menghargaiku.""Kamu membantuku?""Hari itu Kak Al mencarimu. Kalau aku nggak meminta rekaman CCTV dari pemerintah, apakah menurutmu dia bisa menemukan kalian di Restoran Halabi begitu cepat? Aku bisa dibilang sebagai penyelamatmu, bukan?" tanya Anthony sembari mengangkat sebelah alisnya.Pantas saja Anthony dan Alaric muncul bersama saat itu. Ternyata Anthony juga ikut membantu.Florence bukanlah orang yang tidak tahu berterima kasih. Mengingat Anthony-lah juga mengantar Ella pulang, Florence pun berkata dengan penuh rasa terima kasi. "Pak Anthony, terim
Meskipun Florence tidak melihat ke arah Alaric, dia bisa merasakan tatapan tajam pria itu. Anehnya, dia menjadi berani karena ditatap seperti itu.Wajah mungilnya memerah, Florence menjawab dengan tenang, "Nggak.""Benarkah?"Anthony memandang Alaric. "Kalau begitu pasti ekspresi Kak Al yang terlalu seram sehingga Flo nggak berani duduk di sebelahmu."Alaric menatap wajah Florence dengan dingin. Dia memainkan gelas anggur sembari berujar, "Dia berani menganggap kata-kataku sebagai angin berlalu, bagaimana mungkin takut padaku?"Nada suaranya jelas terdengar dingin.Mata Florence berkedip. Dia tahu bahwa Alaric berbicara tentang Florence yang tidak mengantar dokumen kepada pria itu hari ini. Melihat raut dingin Alaric, dia jelas marah."Florence, kamu menganggap kata-kata apa dari Kak Al sebagai angin berlalu?"Anthony mengulang dengan ekspresi penasaran.Pria dan wanita yang ada di seberang juga memandang Florence dengan rasa ingin tahu, seolah seseorang menganggap kata-kata Alaric seb