Raut Florence tampak tenang dan tidak emosi. Dia mengeluarkan sebuah dokumen lalu berjalan mendekat. "Bu Anna, ini adalah dokumen yang Pak Alaric inginkan. Tolong antar kepadanya."Anna tertegun sejenak sambil mengerutkan kening. "Apa maksudmu?""Aku masih punya banyak pekerjaan, nggak punya waktu untuk mengantar dokumen, jadi mohon bantuannya."Anna menyipitkan matanya lalu mencibir, "Kamu ingin menjebakku, 'kan? Kamu pasti sudah mengubah dokumen ini. Kamu pikir aku akan tertipu?"Menurut Anna, Florence tidak mungkin bersedia memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan Alaric kepadanya.Florence sedikit tidak berdaya. "Aku nggak melakukannya. Memangnya kamu nggak bisa memeriksa dokumen sendiri?"Florence terdiam sejenak sebelum lanjut berkata, "Pak Alaric menyukaimu, kenapa aku masih harus mengantarkan dokumen untuknya?"Florence sengaja berpura-pura cemburu.Anna merasa sedikit bangga ketika mendengar kalimat itu. Dia berpikir, seandainya Florence melakukan sesuatu pada dokumen,
Tatapan Alaric menunjukkan kekesalan. Kulit kepala Anna seketika merinding. Dia merasa punggungnya basah. Dibandingkan dengan gagal menggoda Alaric, hal yang lebih parah adalah menyinggungnya."Kalau begitu aku nggak ganggu lagi, Pak Alaric."Anna tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Dia buru-buru meletakkan dokumen itu, kemudian pergi.Alaric mengabaikannya. Dia menoleh ke arah tempat kerja Florence dengan tatapan dingin.Berani menganggap kata-katanya sebagai angin berlalu. Bagus!...Malam hari.Florence pulang kerja dari Kelab Aurora. Dia berdiri di pinggir jalan, hendak naik taksi pulang.Saat ini, ponselnya tiba-tiba berdering.Dia mengeluarkan ponselnya, lalu melihat pesan lain dari Alaric. Isinya adalah alamat sebuah kelab.Apa maksudnya?Florence ragu sejenak sebelum membalas. "Ada apa, Pak Alaric?""Datang kemari."Kenapa Alaric memintanya pergi ke kelab selarut ini?Florence tidak ingin pergi.Akan tetapi, Alaric itu atasan Florence, Florence adalah karyawan Grup Prescott.
Florence tak bisa berkata-kata. Dia tidak berpikir bahwa Anthony ada urusan dengannya. Dia merasa bahwa para pemuda ini mungkin bosan sehingga menjadikannya sebagai hiburan."Pak Anthony, aku masih ada urusan. Kalau bukan Pak Alaric yang mencariku, aku pergi dulu." Florence berbalik, dia hendak pergi.Namun, Anthony menghentikannya. "Jangan. Bagaimanapun, aku sudah membantumu kemarin. Kamu baru datang langsung pergi, sama sekali nggak menghargaiku.""Kamu membantuku?""Hari itu Kak Al mencarimu. Kalau aku nggak meminta rekaman CCTV dari pemerintah, apakah menurutmu dia bisa menemukan kalian di Restoran Halabi begitu cepat? Aku bisa dibilang sebagai penyelamatmu, bukan?" tanya Anthony sembari mengangkat sebelah alisnya.Pantas saja Anthony dan Alaric muncul bersama saat itu. Ternyata Anthony juga ikut membantu.Florence bukanlah orang yang tidak tahu berterima kasih. Mengingat Anthony-lah juga mengantar Ella pulang, Florence pun berkata dengan penuh rasa terima kasi. "Pak Anthony, terim
Meskipun Florence tidak melihat ke arah Alaric, dia bisa merasakan tatapan tajam pria itu. Anehnya, dia menjadi berani karena ditatap seperti itu.Wajah mungilnya memerah, Florence menjawab dengan tenang, "Nggak.""Benarkah?"Anthony memandang Alaric. "Kalau begitu pasti ekspresi Kak Al yang terlalu seram sehingga Flo nggak berani duduk di sebelahmu."Alaric menatap wajah Florence dengan dingin. Dia memainkan gelas anggur sembari berujar, "Dia berani menganggap kata-kataku sebagai angin berlalu, bagaimana mungkin takut padaku?"Nada suaranya jelas terdengar dingin.Mata Florence berkedip. Dia tahu bahwa Alaric berbicara tentang Florence yang tidak mengantar dokumen kepada pria itu hari ini. Melihat raut dingin Alaric, dia jelas marah."Florence, kamu menganggap kata-kata apa dari Kak Al sebagai angin berlalu?"Anthony mengulang dengan ekspresi penasaran.Pria dan wanita yang ada di seberang juga memandang Florence dengan rasa ingin tahu, seolah seseorang menganggap kata-kata Alaric seb
Florence sedikit canggung. Mereka semua adalah teman Alaric. Hubungannya dengan Alaric kurang membanggakan, mereka pasti meremehkan status Florence."Terima kasih. Kamu terlalu memuji. Kamu juga sangat cantik." Florence tersenyum sopan."Aku nggak secantik kamu. Saat aku melihatmu hari ini, aku baru tahu kenapa Alaric mencarimu di tengah malam dan berkata harus menemukanmu."Hal yang mengejutkan Florence adalah Talia sangat ramah padanya. Dia mengedipkan mata pada Florence dengan bercanda.Florence sedikit tidak berdaya.Desas-desus itu keterlaluan. Alaric mencari Florence ke mana-mana pada malam itu karena dia pikir Florence sengaja tidak pergi menjemputnya. Pria itu hanya ingin membuat perhitungan dengan Florence, sama sekali tidak seperti yang Talia katakan.Orang yang tidak tahu akan mengira Alaric sangat menyukai Florence."Kedengarannya kamu sangat iri."Arlo mencubit dagu istrinya sambil menatapnya dengan tatapan berbahaya. "Kenapa? Kamu juga ingin dia mencarimu?"Talia menepis
Di bawah cahaya redup, mata hitam pekat Alaric seperti kolam dingin tanpa dasar. Tatapannya membuat orang merasa terintimidasi.Tubuh Alaric bersandar di sofa, kakinya yang panjang menyilang santai. Dia memutar gelas anggurnya perlahan, cincin emas gelap di jari telunjuknya bersinar mewah.Pria yang biasanya memancarkan aura dingin dan menjaga jarak itu kini tampak malas.Alaric tidak berbicara, tetapi tatapannya sangat mengintimidasi.Dalam cahaya redup, suasana terasa ambigu. Florence tidak tahan dengan aura Alaric. Dia menunduk, lalu berkata, "Aku nggak bermaksud untuk nggak menghargai Pak Alaric."Karena itu, tidak pantas jika Florence bersikeras pergi.Jadi, permainan pun dimulai."Oke, sekarang permainannya dimulai. Aku yang putar."Talia memutar jarum. Jarumnya berputar beberapa kali sebelum akhirnya berhenti di area hijau.Hijau melambangkan Anthony.Untung bukan gilirannya. Florence menghela napas lega.Di ronde sebelumnya, Talia dikerjai oleh Anthony. Sekarang dia mendapat ke
Florence pikir jujur akan lebih baik daripada tantangan, tak disangka Anthony akan menanyakan pertanyaan sevulgar ini.Kenapa Anthony begitu suka bergosip padahal dia itu seorang pria?Florence tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Bagaimanapun, dia tidak benar-benar menghitung malam itu, apalagi dia juga malu untuk menjawabnya."Jadi berapa kali, Florence? Kak Al seharusnya cukup berstamina, 'kan?" tanya Anthony sambil menyeringai.Manik gelap Alaric menatap Florence dengan geli.Udara tampak tenang, dan Florence bisa merasakan tatapan kuat dari belakang meskipun dia tidak menoleh ke belakang.Florence menggigit bibirnya. "Aku pilih tantangan."Ekspresi Anthony tiba-tiba menegang. "Hei, kalau begini nggak seru, Florence. Kak Al, bagaimana kalau kamu membantunya menjawab?"Mata gelap Alaric tertuju pada Florence. Pupil Florence mengecil, dia takut Alaric benar-benar menjawabnya, jadi dia berkata lebih dulu. "Berdasarkan aturannya, kalau nggak mau jawab, boleh menerima tantangan, bukan?"
"Minum saja anggur ini, Pak Alaric."Florence mengambil segelas anggur, lalu menyerahkannya kepada Alaric."Flo, ini kesempatan yang bagus dan kamu hanya menyuruh Kak Al minum anggur?" Anthony berharap Florence bisa menyuruh Alaric melakukan hal yang lebih menantang. Dia langsung lesu."Sekarang kamu bisa meminta mobil, rumah, uang, apa saja darinya," saran Arlo dengan nada agak mengejek. Bagaimanapun, Florence adalah wanita materialistis di matanya.Ekspresi Florence tampak acuh tak acuh. "Aku nggak membutuhkan yang lain, Pak Alaric cukup minum anggur ini saja."Anthony berpikir lalu tiba-tiba sadar. "Aku sudah mengerti, kamu sengaja memberikan vodka kepada Kak Al untuk membuatnya mabuk, 'kan?""..."Florence baru menyadari bahwa anggur yang dia berikan kepada Alaric adalah vodka dengan kadar alkohol terkuat di antara semua anggur. Dia langsung merasa canggung.Florence sama sekali tidak seperti yang Anthony katakan. "Aku nggak sengaja. Aku akan menggantinya."Namun, Anthony menghenti