Florence sedikit canggung. Mereka semua adalah teman Alaric. Hubungannya dengan Alaric kurang membanggakan, mereka pasti meremehkan status Florence."Terima kasih. Kamu terlalu memuji. Kamu juga sangat cantik." Florence tersenyum sopan."Aku nggak secantik kamu. Saat aku melihatmu hari ini, aku baru tahu kenapa Alaric mencarimu di tengah malam dan berkata harus menemukanmu."Hal yang mengejutkan Florence adalah Talia sangat ramah padanya. Dia mengedipkan mata pada Florence dengan bercanda.Florence sedikit tidak berdaya.Desas-desus itu keterlaluan. Alaric mencari Florence ke mana-mana pada malam itu karena dia pikir Florence sengaja tidak pergi menjemputnya. Pria itu hanya ingin membuat perhitungan dengan Florence, sama sekali tidak seperti yang Talia katakan.Orang yang tidak tahu akan mengira Alaric sangat menyukai Florence."Kedengarannya kamu sangat iri."Arlo mencubit dagu istrinya sambil menatapnya dengan tatapan berbahaya. "Kenapa? Kamu juga ingin dia mencarimu?"Talia menepis
Di bawah cahaya redup, mata hitam pekat Alaric seperti kolam dingin tanpa dasar. Tatapannya membuat orang merasa terintimidasi.Tubuh Alaric bersandar di sofa, kakinya yang panjang menyilang santai. Dia memutar gelas anggurnya perlahan, cincin emas gelap di jari telunjuknya bersinar mewah.Pria yang biasanya memancarkan aura dingin dan menjaga jarak itu kini tampak malas.Alaric tidak berbicara, tetapi tatapannya sangat mengintimidasi.Dalam cahaya redup, suasana terasa ambigu. Florence tidak tahan dengan aura Alaric. Dia menunduk, lalu berkata, "Aku nggak bermaksud untuk nggak menghargai Pak Alaric."Karena itu, tidak pantas jika Florence bersikeras pergi.Jadi, permainan pun dimulai."Oke, sekarang permainannya dimulai. Aku yang putar."Talia memutar jarum. Jarumnya berputar beberapa kali sebelum akhirnya berhenti di area hijau.Hijau melambangkan Anthony.Untung bukan gilirannya. Florence menghela napas lega.Di ronde sebelumnya, Talia dikerjai oleh Anthony. Sekarang dia mendapat ke
Florence pikir jujur akan lebih baik daripada tantangan, tak disangka Anthony akan menanyakan pertanyaan sevulgar ini.Kenapa Anthony begitu suka bergosip padahal dia itu seorang pria?Florence tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Bagaimanapun, dia tidak benar-benar menghitung malam itu, apalagi dia juga malu untuk menjawabnya."Jadi berapa kali, Florence? Kak Al seharusnya cukup berstamina, 'kan?" tanya Anthony sambil menyeringai.Manik gelap Alaric menatap Florence dengan geli.Udara tampak tenang, dan Florence bisa merasakan tatapan kuat dari belakang meskipun dia tidak menoleh ke belakang.Florence menggigit bibirnya. "Aku pilih tantangan."Ekspresi Anthony tiba-tiba menegang. "Hei, kalau begini nggak seru, Florence. Kak Al, bagaimana kalau kamu membantunya menjawab?"Mata gelap Alaric tertuju pada Florence. Pupil Florence mengecil, dia takut Alaric benar-benar menjawabnya, jadi dia berkata lebih dulu. "Berdasarkan aturannya, kalau nggak mau jawab, boleh menerima tantangan, bukan?"
"Minum saja anggur ini, Pak Alaric."Florence mengambil segelas anggur, lalu menyerahkannya kepada Alaric."Flo, ini kesempatan yang bagus dan kamu hanya menyuruh Kak Al minum anggur?" Anthony berharap Florence bisa menyuruh Alaric melakukan hal yang lebih menantang. Dia langsung lesu."Sekarang kamu bisa meminta mobil, rumah, uang, apa saja darinya," saran Arlo dengan nada agak mengejek. Bagaimanapun, Florence adalah wanita materialistis di matanya.Ekspresi Florence tampak acuh tak acuh. "Aku nggak membutuhkan yang lain, Pak Alaric cukup minum anggur ini saja."Anthony berpikir lalu tiba-tiba sadar. "Aku sudah mengerti, kamu sengaja memberikan vodka kepada Kak Al untuk membuatnya mabuk, 'kan?""..."Florence baru menyadari bahwa anggur yang dia berikan kepada Alaric adalah vodka dengan kadar alkohol terkuat di antara semua anggur. Dia langsung merasa canggung.Florence sama sekali tidak seperti yang Anthony katakan. "Aku nggak sengaja. Aku akan menggantinya."Namun, Anthony menghenti
Florence bertanya, "Ada apa kamu mencariku, Pak Anthony?"Anthony mengangkat sebelah alisnya. "Bukankah aku sudah memberitahumu pada pertemuan pertama kita? Ada urusan denganmu. Ayo, mari kita bicara di tempat yang sepi."Seseorang bisa melewati tangga kapan saja, jadi itu bukan tempat yang cocok untuk berbicara.Florence mengira Anthony sedang bercanda ketika Anthony berkata ada urusan dengannya. Ternyata pria itu serius.Anthony mencari Florence karena dia ingin berpartisipasi dalam proyek pengembangan resor Grup Prescott. Dia meminta Florence untuk membantunya mencapai kerja sama dengan Alaric.Keluarga Clinton bergelut di bidang politik. Mereka selalu berharap Anthony juga mengambil jalan politik, tetapi Anthony tidak suka menjadi pejabat. Dia membuka beberapa perusahaan sendiri dan perlu membuktikan dirinya. Jika dia tidak menghasilkan uang dengan baik, maka dia harus menjadi pejabat.Setelah mendengar permintaan Anthony, Florence menggeleng pelan. "Pak Anthony, aku nggak tahu Gru
Suara bariton pria itu agak serak, sangat enak didengar.Florence tertegun, bulu matanya yang lebat bergetar. Dia menjawab dengan nada datar. "Aku nggak tahu apa yang sedang kamu bicarakan. Aku nggak menghindarimu.""Sengaja menyuruh Bu Anna mengantar dokumen untukku namanya nggak menghindariku? Kamu pikir aku akan memercayai omong kosongmu itu?"Bukan hanya perkara mengantar dokumen, malam ini Florence juga berusaha menghindari kontak fisik dengan Alaric.Florence sedikit bingung.Alaric menariknya ke ruangan ini hanya untuk membicarakan hal ini?"Aku benar-benar terlalu sibuk, bukan menghindarimu," jawab Florence dengan tegas.Akan tetapi, Alaric malah membongkarnya tanpa belas kasihan. "Setelah tidur denganku, kamu malu, jadi nggak berani menemuiku?"Alaric terdiam sejenak, kemudian menyeringai. "Perasaan, kamu nggak semalu ini ketika berada di atas ranjang."Sebenarnya awalnya Florence merasa sangat malu hingga tidak berani melihat Alaric. Namun setelah memperoleh kenikmatan, dia m
Alaric yang tidak siap dengan dorongan itu pun terdorong ke belakang. Punggungnya menabrak dinding, kemudian dia mengerang kesakitan.Ketika dia melihat ke depan lagi, Florence sudah pergi.Di dalam ruang privat.Arlo sedang berbicara dengan Anthony ketika Florence berlari masuk. Percakapan mereka pun terhenti.Talia memegang sepotong melon. Ketika dia melihat bibir Florence yang merah dan bengkak, senyuman penuh arti muncul di matanya.Dia tersenyum sambil bercanda, "Akhirnya kamu kembali, Flo. Ayo makan buah.""Maaf, aku masih ada urusan, jadi aku pamit dulu. Kalian main saja."Florence buru-buru mengambil tasnya, kemudian pergi."Apa yang terjadi? Bukankah tadi Flo masih baik-baik saja?"Talia yang bingung pun melihat Arlo yang ada di sampingnya. "Kurasa ada yang aneh dengannya. Jangan-jangan Alaric menindasnya?"Anthony memeluk wanita yang ada di sebelahnya, kemudian tersenyum. "Tenang saja, sekarang Kak Al sangat tertarik dengan Florence, nggak mungkin menindasnya."Ketika Talia m
"Apa maksudmu?""Aku akan memberitahumu apa yang kumaksud di tempat lain."Setelah mengatakan itu, Alaric pun berjalan ke bawah.Tangan besar pria itu memegang erat pergelangan tangan Florence. Langkah Alaric lebar, Florence ditarik hingga harus berlari kecil untuk menyeimbangi langkahnya."Kamu mau membawaku ke mana?""Pak Alaric, lepaskan aku!""Pak Alaric!"Tatapan Florence penuh kewaspadaan, dia memelototi punggung pria itu sambil meronta sekuat tenaga, tetapi masih tidak bisa melepaskan diri.Dia tidak tahu apa yang ingin Alaric lakukan. Mereka jelas setuju bahwa kesepakatannya hanya malam itu. Kenapa Alaric masih mengganggunya?Alaric mengabaikan Florence sepenuhnya. Dia terus melangkah maju sembari memegang pergelangan tangan Florence dengan erat.Mereka berdua menuruni tangga, kemudian berjalan menuju lobi. Cahaya di sekitar langsung menjadi redup, musik yang keras dan memekakkan telinga memenuhi telinga mereka."Alaric, kalau kamu nggak melepaskanku, aku akan melapor polisi!"