Awalnya Florence ingin mencari kesempatan untuk menelepon, tetapi tasnya yang berisi ponsel telah direbut sehingga sekarang dia tidak punya ide lain."Maaf, Flo. Semua salahku. Kalau aku nggak ditipu prosedur, mengira mereka mencariku benar-benar untuk membahas naskah, kamu nggak akan terlibat."Ella memiliki paras cantik dan keterampilan akting, tetapi dia menjadi pemeran pendukung selama bertahun-tahun. Dia terlalu mendambakan kesempatan untuk sukses sehingga tertipu.Florence menghiburnya. "Jangan bahas ini, yang penting kamu baik-baik saja. Tenanglah, kita pikirkan ide bersama."...Di sisi lain.Di depan bandara.Alaric mengenakan pakaian santai dan memakai kacamata hitam. Salah satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sekujur tubuhnya menguarkan aura dingin.Meskipun ekspresinya tak bersahabat, penampilan tampan dan aura berkelasnya menarik perhatian beberapa gadis yang lewat. Beberapa orang bahkan diam-diam mengambil fotonya.Alaric seolah tidak melihat mereka. Dengan tat
"Sialan! Jangan lari!"Pengawal menyadari bahwa dua orang itu berlari ke lantai bawah. Dia segera mengejar sambil berteriak pada walkie-talkie, "Kemari! Dua gadis itu kabur!"Restoran Halabi penuh dengan ruang privat sehingga orang di koridor tidak banyak. Hanya keluar dari tempat itu sampai tempat di mana banyak orang baru aman.Florence dan Ella berlari ke lantai bawah.Begitu tiba di lobi lantai satu, Florence tiba-tiba dicekal. Dia mendongak, kemudian melihat wajah David yang menyeramkan, jantungnya langsung mencelos."Nona Florence, kamu mau pergi ke mana?" tanya David sembari menatapnya dengan dingin.Florence menggigit bibirnya. Dia melihat rak anggur yang ada di samping, mengambil satu botol, kemudian menghancurkannya ke rak."Prang!"Botol anggur langsung pecah.Florence mengarahkan ujung botol yang tajam kepada David. Tatapannya begitu dingin. "Biarkan kami keluar atau aku akan menusukmu.""Huh!" David menatap Florence dengan penuh semangat. "Florence, jujur saja kalau aku me
"Pak Alaric, tumben Bapak ada waktu kemari."Bos Restoran Halabi yang menerima kabar segera datang dengan senyum menyanjung. Dia tiba-tiba menyadari suasananya agak aneh, lantas dia bertanya, "Apa yang terjadi?"Alaric mengabaikannya, melainkan menoleh ke arah David. Tatapannya menjadi tajam, dia berkata dengan nada dingin, "Lagi-lagi kamu. Sepertinya kamu sangat tertarik padanya?""Pak Alaric, ini ... ini hanya salah paham. Aku hanya bercanda dengan Nona Florence. Ya, aku ingin mentraktirnya makan. Hanya makan ...."Kearoganan David sebelumnya telah menghilang. Dia bisa melihat bahwa Alaric berminat pada Florence. Tentu saja dia tidak berani mengakui apa yang ingin dia lakukan.Alaric memicingkan mata, kemudian berkata dengan nada santai, "Traktir makan ya? Pak David nggak perlu boros. Hari ini. Aku. Akan. Mentraktirmu."Alaric menekankan kalimat terakhir. David langsung merasa diselimuti hawa dingin. Dia memiliki firasat buruk, wajahnya memucat....Sepuluh menit kemudian, masing-mas
"Hm ... ah ...."David membelalakkan mata dengan menderita. Pengawal menuangkan sepiring demi sepiring makanan ke dalam perutnya.Tubuh David segera penuh dengan makanan yang tak sempat dia telan. Perutnya membesar. Dia tumbang di lantai, tak sanggup berteriak lagi.Semua orang memandang adegan ini dengan napas tertahan. Tidak ada yang berani bernapas. Mereka merasa punggungnya dingin.Alaric memandang David dengan tatapan rendah. "Lain kali bersikap lebih cerdas. Memangnya kamu pantas mentraktir wanitaku makan?"David tampak ketakutan. Dia tidak bisa berbicara lagi seolah sudah mati."Sudah, seret bajingan ini keluar. Jangan mengotori tempat ini." Anthony memberi gerakan isyarat, kemudian beberapa anak buahnya menyeret David pergi."Sudah malam. Kak Al, ayo kita makan. Bagaimana denganmu, Dik?"Anthony tersenyum pada Florence.Florence menutup mulutnya. Melihat makanan di lantai, Florence hanya merasa jijik dan ingin muntah. Dia tidak nafsu makan. "Aku nggak ingin makan. Kalian makan
"Bukannya menjemputku di bandara, kamu malah makan di Restoran Halabi?"Nada Alaric sangat dingin dan terdengar berbahaya.Alaric pikir Florence tidak menjemputnya di bandara, justru makan dengan Ella di Restoran Halabi sehingga bertemu David.Florence tertegun lalu menjelaskan, "Kamu salah paham. Aku pergi ke Restoran Halabi untuk menolong orang, bukan untuk makan.""Huh!""Aku serius. Awalnya aku sudah mau pergi bandara, tapi aku tiba-tiba menerima pesan dari temanku, jadi aku pergi menolongnya di Restoran Halabi. Dia ditangkap Pak David."Melihat Alaric tidak percaya, Florence pun menunjukkan ruang obrolannya dengan Ella. "Lihat, temanku yang mengirimnya kepadaku."Alaric melirik layar ponsel. Benar saja ada permintaan tolong dari satu jam yang lalu. Pesan ini tak mungkin dibuat-buat."Aku menerima panggilan telepon dari Pak Jordan, bagaimana mungkin aku sengaja nggak pergi menjemputmu?"Terlepas dari apa hubungan mereka, sebagai karyawan, Florence tidak berani membantah perintah at
Napas hangat Alaric menerpa wajah Florence. Florence menarik kepalanya dengan bingung.Sejak kapan dia menggoda Alaric?"Aku merasa nggak nyaman," gumam Florence."Kamu ingin nyaman?"Suara Alaric agak serak."..."Florence yang tersadar pun langsung merona.Alaric sengaja menyalahartikan maksudnya. Nyaman yang dimaksud Florence sama sekali tidak sama dengan yang dimaksud Alaric.Gairah Alaric sudah terbangkit. Dia tidak pernah menahan diri. Tanpa banyak bicara, dia menggendong Florence, menempatkan wanita itu di atas pangkuannya, kemudian mencekal rahang Florence sebelum mendaratkan bibirnya."..."Florence membelalakkan matanya dengan ngeri.Apakah Alaric sudah gila?Mereka ada di mobil. Apakah dia tidak takut sopir melihatnya?Alaric mencium Florence dengan menggebu-gebu seolah ingin menelannya. Tangan Alaric masuk ke dalam kemeja Florence, membuka kaitan bra wanita itu, kemudian telapak tangannya menjelajahi tubuh Florence.Florence begitu gugup. Sekujur tubuhnya menegang. Dia taku
"Mau mandi, Bu Florence?"Alaric mengangkat dagu Florence, kemudian menatapnya.Mereka sama-sama tahu apa yang akan terjadi malam ini. Mereka sudah ada di tahap ini, maka tidak perlu malu-malu lagi.Wajah Florence memerah. Dia tidak berani melihat Alaric, matanya berkedip cepat. Suaranya begitu kecil. "Aku ...."Sebelum dia selesai berbicara, perutnya berbunyi."Lapar?""Sedikit."Florence belum makan malam. Tadi dia agak mual di Restoran Halabi, sekarang dia baru merasa lapar."Kalau begitu makan dulu."Alaric sangat baik sehingga Florence agak heran. Dia bertanya, "Kamu nggak mau melakukannya sekarang?"Alaric mengambil ponsel untuk menelepon. Mendengar pertanyaan Florence, dia pun menoleh. "Kamu sangat menginginkannya sekarang?"Wajah Florence terasa panas. "Bukan itu maksudku."Florence sudah melihat reaksi Alaric. Berhenti di saat seperti ini pasti tidak nyaman bagi Alaric.Alaric mengangkat alisnya. "Tenang saja, aku nggak terburu-buru. Selain itu, tubuhmu lemah. Beri kamu makan
Florence tidak tahu betapa menggairahkannya seorang wanita mengenakan kemeja pria.Namun, Florence masih lapar. Tubuh wanita ini memang tidak tahan beraktivitas. Bila lapar, dia hanya akan makin tak bertenaga."Ayo, makan dulu."Alaric membawa Florence ke ruang makan.Dapur di rumah Alaric bahkan tidak memiliki peralatan masak paling dasar. Dekorasi dapur ini jelas hanya pajangan.Jordan mengantarkan makanan dari restoran bintang lima serta tas Florence.Florence memindahkan makanan ke piring, kemudian mereka duduk. Dia benar-benar lapar sehingga dia langsung makan tanpa sungkan.Alaric tidak begitu lapar, jadi dia hanya makan sedikit, kemudian membuka sebotol anggur merah. Dia menggoyangkan gelas anggur, menikmati anggur sambil menonton Florence makan.Alaric biasanya berinteraksi dengan wanita kelas atas. Dia baru pertama kali melihat wanita seperti Florence yang tidak menjaga citra makannya di depan Alaric.Akan tetapi, Florence sangat apa adanya, jauh lebih enak dilihat ketimbang w