Bu Fitri hanya bisa mengomel melihat kelakuan anaknya yang berubah drastis ketika bersama Rara. Awalnya dia berharap jika Rara bisa menggantikan Sinta, seperti keinginan almarhumah menantunya.
Di sofa depan, Pak Arief hanya mengulum senyum melihat tingkah istrinya yang memegang sapu. Angannya melayang ke masa lalu, yang belum baik dan ketika itu Bagas masih kecil. Betapa bandelnya Bagas saat itu, membuat ibunya selalu naik darah.
"Pa, gimana itu?" Bu Fitri bertanya pada suaminya yang sedang berpura-pura membaca koran.
"Biarkan saja dulu, jika mereka jodoh dan bisa menikah. Lagi pula, Rara senang merawat Abimanyu." Pak Arief meletakkan korannya, dan menatap istrinya.
"Mah, kita pergi ke Malang, yuk!" ajak Pak Arief.
Bu Fitri tidak menjawab, dia seakan-akan memikirkan sesuatu dari ajakan suaminya.
"Hmmm apa hanya kita berdua?" tanya Bu Fitri kemudian. "Gimana kalau kita ajak Pak Yunus dan Bu Anggit." t
Sesampainya di kampus, Rara uring-uringan tidak henti. Dia akan diam ketika sedang memegangi bibirnya yang sudah tidak peraw*n lagi.Tantri yang melihat sahabatnya itu kesal, menghampirinya."Kenapa, apakah kepalamu sakit lagi?" Tantri khawatir mengenai keadaan Rara."Bukan hanya kepala, tapi semuanya." Rara tertunduk lesu, dan hanya membolak-balikan bukunya."Kamu mau minum apa?" Tantri menjauh ketika tanyanya tidak di jawab.Tantri tahu, jika Rara bukan sakit yang sebenarnya. Dia hanya bingung dengan perasaannya."Minum dulu, biar enggak galau." Tantri menyodorkan segelas minuman pada sahabatnya yang sedang tertunduk lesu."Tri, dugaanmu benar. Bagas melamarku, tadi dia berani menciumku!" Rara menutup wajahnya dan terdengar isakan."Uhuk! Uhuk!" Tantri tersedak jus yang baru saja diminumnya. "Ternyata, agresif juga tu duda!" Kali ini, Tantri tertawa."Cinta tidak bisa berpaling
~ Prumahan Permata Hati, Semarang. ~Bu Ratna merasakan sakit yang teramat sangat karena kontraksi yang dialaminya."Pa, Sakiit!" teriak Bu Ratna.Pak Gunawan tergopoh-gopoh menghampiri istrinya dengan menggendong anak pertama mereka, Melani. Terlihat raut panik di wajahnya yang bersahaja."Sebentar, ya Mah!" Pak Gunawan langsung meninggalkan istrinya menuju rumah tetangganya.Diketuknya pintu dengan tidak sabaran. Dia ingin menanyakan dimana letak rumah sakit terdekat. Pak Gunawan, cukup panik hingga kebingungan."Iya, sebentar!" terdengar suara balas dari dalam rumah.Pak Gunawan menanti dengan gelisah.Pintu rumah terbuka lebar dan m
Rara mengetuk pintu rumah Jordy dengan kuat."Jo ... Jo! Buka!" Suara Rara terdengar hingga rumahnya."Ra, pelan sedikit, Nak!" Tegur Ayahnya."Iya, Yah."Rara, kembali mengetuk pintu rumah Jordy. Dengan sabar, dia menunggu pintu dihadapannya terbuka."Nak, sini!" panggil ibunya."Ya, Bu." Rara berlari mendekat."Kamu makan dulu, biar ibu saja yang menemui Jordy." ujar ibunya.Rara memberikan piring yang dibawanya sejak tadi. Cukup lama dia di teras namun, terabaikan oleh keegoisan, Jordy. Rara menghembuskan nafas berat, kemudian masuk ke dalam rumah. Sedangkan ibunya mendatangi rumah Jordy yang terhalang oleh jalan yang terbentang di antara rumah mereka.Jordy langsung membuka pintu, ketika ibu Rara yang datang. Gadis tomboy yang cantik itu tidak masuk ke dalam rumahnya untuk makan, melainkan mengintip melalui jendela yang ditutupi hordeng."Dasar menyebalkan!" umpatnya.Rara, berlari dan meninju len
"Kan ini jalur ke sekolah!" Dengan santai, Jordy berucap.Rara melipat tangannya di depan dadanya, kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.Jordy melihat tingkah, Rara yang sedang ngambek hanya tersenyum sambil melirik.Ketika sampai pada gang sekolahan, Jordy meminta supir angkot untuk berhenti.Rara dan Jordy turun,"Aku aja yang bayar!" Jordy mengambil uang sakunya di dalam tas.Namun, Jordy kalah cepat.Rara sudah membayar dan meninggalkannya sendirian.Rara berjalan gontai, dia sedang berpikir. Jika nama yang dilihatnya itu benar-benar nama, Jordy. Rara menghembuskan napas dalam-dalam setelah berusaha menghindar, ternyata masih saja satu sekolahan."Kita satu sekolahan lagi!" Jordy sudah berada di samping Rara dan godaan, Jordy justru membuatnya kesal.Rara menghentakkan kakinya, dan menjauh dari, Jordy. Berharap jika, Jordy menyingkir darinya.Sayangnya, Jordy mengikutinya dari belakang.&
Setiap hari mereka habiskan dengan bercanda dan tertawa, tanpa melepaskan pegangan tangan mereka disaat mereka sedang bersama. Gunjingan para tetangga sampai di telinga, Bu Ratna. Namun, dia tidak bertindak. Bu Ratna berpikir jika, Jordy dan Rara menganggap hubungan mereka seperti kakak adik. Lagi pula tiga hari ke depan mereka akan pindah."Jo, kamu pacaran dengan, Rara?" tegur, Bu Ratna ketika, Jordy baru pulang sekolah.Jordy menatap, ibunya lama."Enggak, Bu. Jordy tetap seperti biasa, hanya saja--," Jordy menghentikan, ucapanya.Ibunya menarik tangan, Jordy untuk duduk. Menanti kelanjutan cerita dari anaknya."Terus, hanya apa?" tanya, Bu Ratna kepo."Sebentar lagi, Kita'kan pindah. Jo, ingin mem
Ayah, ibu, kakak juga kakak iparnya menduga, jika yang sedang berbicara dengan, Jordy adalah pacarnya. Semua mereka tebak dari cara, Jordy menerima panggilan itu. Namun, semua terdiam ketika mengingat nama yang di sebut, Jordy. Mereka berempat saling pandang, dan menggelengkan kepala masing-masing. Menolak apa yang ada dipikiran, mereka."Mama, Papa, Kak Mey, Kak Iqbal! Kalian mau apa?" tanya, Jordy ketika membuka pintu kamarnya.Empat orang dewasa terjatuh ketika, mereka berusaha mencuri dengar percakapan, Jordy. Membuat empunya kamar kesal dan mereka hanya bisa tersenyum kaku."Kalian pasti mau nguping, ya? Mau ngapain sih!" tanya, Jordy gemas.Dari ke-empat orang itu, tidak ada satupun yang menjawab dengan benar. Alasan yang diutarakan semuanya, asal-asalan.
Jordy langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat dan segera mendapatkan pertolongan dari team dokter.Mengetahui Jordy pingsan setelah menenggak kopi yang diperuntukkan Rama. Rama langsung meminta ruangan diamankan dan tidak boleh ada yang masuk sebelum hasil pemeriksaan dokter keluar.Setelah hasil pemeriksaan keluar, Rama melapor pada polisi. Karena terindikasi ada racun yang mematikan. Jordy beruntung, karena langsung menegak habis kopi itu. Apabila di sesap beberapa kali nyawanya dipastikan akan langsung hilang di tempat.CCTV diperiksa, OB dan security pun diperiksa. Membuat satu perusahaan heboh, saling curiga dan menduga-duga. Siapakah yang tega melakukan itu.Keadaan Jordy makin kritis, karena sisa racun masih ada di dalam lambungnya. Papa dan mama Jordy sangat khawatir akan ko
"Kamu enggak apa-apa, Nak?" tanya Bu Anggit yang bergegas mendekati anaknya. Rara hanya tersenyum ringan, dan menggelengkan kepalanya. Lalu berusaha untuk berdiri. "Maaf, saya yang salah. Tadi saya terburu-buru, karena ada berkas yang tertinggal. Apa ada yang luka Mbak?" tanya lelaki di depan mereka. "Oh, ya maaf. Perkenalkan nama saya Bagas Aripin." Lelaki itu memperkenalkan diri. Pak Yunus memperhatikan lelaki muda di depannya, dengan pandangan teduh. "Mas dokter?" tanya Pak Yunus. Bagas hanya tersenyum lebar sembari menggaruk lehernya yang tidak gatal. Saat ingin bertanya, seorang suster menghampiri Bagas. "Maaf dok, ini berkasnya. Maaf saya teledor." ujar suster itu dengan rasa bersalah. "Enggak apa-apa, Sus. Terimakasih, ya." Bagas tersenyum, dan suster itu pergi setelah mengucapkan salam. "Bu, Yah. Ayo!" ajak Rara. "Bapak mau kemana?" tanya Bagas ketika keluarga Pak Yunus hendak pergi "Mau pu