Rara mengetuk pintu rumah Jordy dengan kuat.
"Jo ... Jo! Buka!" Suara Rara terdengar hingga rumahnya.
"Ra, pelan sedikit, Nak!" Tegur Ayahnya.
"Iya, Yah."
Rara, kembali mengetuk pintu rumah Jordy. Dengan sabar, dia menunggu pintu dihadapannya terbuka.
"Nak, sini!" panggil ibunya.
"Ya, Bu." Rara berlari mendekat.
"Kamu makan dulu, biar ibu saja yang menemui Jordy." ujar ibunya.
Rara memberikan piring yang dibawanya sejak tadi. Cukup lama dia di teras namun, terabaikan oleh keegoisan, Jordy. Rara menghembuskan nafas berat, kemudian masuk ke dalam rumah. Sedangkan ibunya mendatangi rumah Jordy yang terhalang oleh jalan yang terbentang di antara rumah mereka.
Jordy langsung membuka pintu, ketika ibu Rara yang datang. Gadis tomboy yang cantik itu tidak masuk ke dalam rumahnya untuk makan, melainkan mengintip melalui jendela yang ditutupi hordeng.
"Dasar menyebalkan!" umpatnya.
Rara, berlari dan meninju lengan Jordy, tanpa mampu di halangi. Jordy tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh sahabat sekaligus tetangganya itu.
"Dasar, anak ibu! Cengeng!" Lagi-lagi, kata umpatan keluar dari mulut Rara.
Ibunya menarik Rara yang sedang kesal pada Jordy. Sambil memarahi anaknya,"Cewek kok begitu sih, Nak!"
Ayah Rara tergopoh-gopoh mendekati mereka, "Kalian kenapa, enggak masuk?" tanya ayah Rara. "Oya, Ini telpon dari Mama kamu," ujar Pak Yunus, sembari mengulurkan ponsel yang dia genggam.
Jordy menerima panggilan telepon dari orang tuanya dan sedikit menjauh, sedangkan satu keluarga dihadapan Jordy hanya diam menunggunya selesai.
Sesekali Jordy menatap keluarga yang sudah dikenalnya sejak dalam kandungan. Senyum samar terukir di bibirnya yang sexy. Dia meletakkan piring yang berisi makanan, cukup banyak untuk dirinya. Lalu, berjalan mendekat kearah satu keluarga di teras rumahnya.
"Makasih, Pak." Lalu dia mengulurkan ponsel yang dipinjamkan padanya.
Pak Yunus mengambilnya dan mengajak istrinya untuk pulang, begitupula putri tercintanya. Namun, Rara enggan beranjak dari tempatnya berdiri.
"Rara mau liat Jordy menghabiskan makanannya dulu, Yah!" ujarnya dengan cemberut.
"Tapi--!" Belum selesai Pak Yunus berkata, suara klakson motor mengalihkan perhatiannya dan yang lainnya.
"Kak, Mey!" teriak Rara dan langsung menghampiri kakak dari Jordy.
"Kak Mey sudah makan?" tanya Rara polos.
"Sudah, Dek. Ada apa ini, Apa Jordy buat masalah?" tanya Melani
"Enggak, karena kesal aja ditinggal sama mama dan papanya. Ya sudah, kita pulang yuk," terang Pak Yunus, lalu mengajak istrinya pulang.
Setelah Melani mengucapkan terimakasih, Pak Yunus beserta istrinya pulang ke rumah tanpa, Rara.
Rara berkacak pinggang, memandang tajam kearah Jordy. Seakan mengerti apa yang di maksud oleh Rara, Jordy duduk di kursi dan mengambil piring yang penuh dengan makanan, dan menyantapnya dengan lahap.
Melani tertawa melihat adiknya yang manja, takut pada, Rara.
"Kak!" tegur Jordy.
Melani menghentikan tawanya dan menarik kursi di sebelah adiknya. Dia membisikan sesuatu, kemudian tertawa dan berlalu meninggalkan, Rara yang penasaran padanya.
"Kak, Melani ngomong apaan?" tanya Rara, kepo.
Yang ditanya hanya mengedikan bahunya, berpura-pura tidak tau. Namun, tingkahnya membuat, Rara curiga.
"Apaan sih, Jo?" tanyanya ulang.
"Kata Kak Melani, kamu bisa masak enggak. Jangan-jangan makanan kamu enggak enak!" Jordy berbohong.
"Bi-bisa, kok! Tapi, itu Ibu yang masak karena banyak dan berlemak!" elak, Rara.
"Eleh!" ejek Jordy.
Jordi langsung memakan makanan yang dibawa oleh, Rara hingga tandas. Seperti orang yang kelaparan.
"Katanya enggak, enak!" Rara menggetok kepala, Jordy.
Jordy hanya nyengir ketika kepalanya di pukul oleh, Rara.
"Ya, udah. Aku mau pulang!" Rara, pamit.
Rara melangkah dengan riang, seperti biasanya. Apalagi, dia melihat makanan yang dibawanya ludes oleh, Jordy.
Sambil menunggu pendaftaran, Jordy berkunjung ke rumah neneknya yang tinggal di Jogja. Tanpa memberitahu, Rara.
Rara, yang kesal tidak tahu kepergian Jordy, menjadi kesal dan uring-uringan setiap hari tanpa ada alasan yang jelas, membuat ibunya bertanya-tanya.
Rara mendaftar di sekolah pilihannya, tanpa menunggu kedatangan, Jordy. Dia tidak ingin satu sekolahan lagi dengannya.
Ketika sampai di rumah, Rara melihat meja makan penuh dengan berbagai makanan. Dari kue, hingga masakan.
"Ibu, mau buat acara?" teriak, Rara.
"Nak, masuk rumah salam! Bukan teriak!" oceh ibunya dengan menjewer telinga, Rara.
Rara mengaduh dan menanyakan lagi pertanyaannya.
"Itu dari Jordy dan ibunya," terang ibunya. "bagaimana pendaftaran sekolah kamu?" tanya ibu kemudian.
"Tinggal nunggu pengumuman, Bu." balas, Rara yang tengah mengunyah makanan.
"Kamu satu sekolah lagi dengan, Jordy?" pertanyaan ibunya berlanjut.
"Enggak, makanya Rara daftar sekarang. Supaya, Jordy enggak tau, Rara sekolah di mana!" ujarnya sombong.
Ibunya hanya bisa terkekeh melihat anaknya yang beranjak remaja.
Rara mengamati rumah, Jordy dari dalam kamarnya. Melihat apakah temannya itu benaran sudah pulang.
"Ngapain kamu, Nak!" Ibunya bertanya ketika masuk ke kamar, Rara.
"I-ini, Bu." tunjuknya pada sarang laba-laba.
"Hayoo, berarti kamu tidak rajin!" ejek ibunya, lalu meletakkan baju yang baru saja di lipat dan langsung keluar dari kamar, Rara.
Rara melanjutkan, aksinya mengintip dari balik hordeng. Namun, dia tidak melihat Jordy ataupun aktivitas di rumah temannya itu.
Kemana tu, anak!
Rara merebahkan dirinya dan melihat langit-langit rumahnya. Dia berharap, kali ini tidak satu sekolah lagi dengan temannya sejak kecil itu.
****
Seminggu berlalu, Rara ke sekolah pilihannya untuk melihat pengumuman dan dia menjadi salah satu siswi yang diterima.
Rasa senangnya berubah, ketika melihat satu nama yang tidak asing.
Sepertinya, itu nama Jordy. Tapi, apa mungkin!
Tak ingin memperdulikan nama itu, Rara pulang dengan wajah yang berseri-seri.
Dipeluk ibunya ketika dia sampai di rumah, dan berganti ke ayahnya.
"Rara, diterima, Yah, Bu!" pekiknya.
"Alhamdulillah," balas kedua orang tuanya secara bersamaan.
"Kapan masuk sekolah? Kan Ibu dan Ayah belum ada persiapan." Lirih ibunya bertanya.
"Masih dua minggu lagi," ujar Rara.
"Masih belum gajian?" keluh Ibunya pada suaminya dan dibalas dengan gelengan kepala.
Seperti mengetahui kegundahan kedua orang tuanya, Rara berkata, "Aktif sekolah masih sebulan lagi, Yah, Bu."
Rona kelegaan, terpancar dari wajah kedua orang tua, Rara.
Mereka mengecup lembut kening putrinya yang menghampiri mereka dan mengajaknya makan.
****
Hari ospek telah tiba, Rara sibuk mengambil barang-barang yang dibutuhkan dan berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa.
"Ra, tunggu!" panggil ibunya.
Rara menoleh kearah ibunya dan berbalik, melihat ibunya mengulurkan sebuah kotak makanan.
"Buat ganjel, Nak!" ujar ibunya dengan tersenyum.
Rara mengambil bekal makanannya dan mengecup pipi ibunya. Melangkahkan kakinya yang jenjang.
Langkah, Rara terhenti ketika melihat Jordy.
Ingin rasanya tidak bertemu dengan temannya itu untuk hari ini saja. Namun, harapan tinggal harapan. Lagi pula, dia tetap akan bertemu dengan Jordy, karena rumahnya saling berhadap-hadapan.
"Ayo, kita barengan!" ajak, Jordy.
Rara
mengabaikan, temannya itu dan terus berjalan.
"Kamu marah! Kenapa?" tanya, Jordy bingung.
"Pikir aja sendiri!" ketusnya.
"Salahku apa?" Jordy masih bertanya.
Rara pergi dengan berlari kecil, tanpa menjawab. Menuju angkot yang sedang menunggu penumpangnya. Namun, Jordy ikut naik angkot itu membuat, Rara meradang.
"Kamu! Ngapain ikut naik angkot! "keluh, Rara.
"Kan ini jalur ke sekolah!" Dengan santai, Jordy berucap.Rara melipat tangannya di depan dadanya, kesal dengan kelakuan sahabatnya itu.Jordy melihat tingkah, Rara yang sedang ngambek hanya tersenyum sambil melirik.Ketika sampai pada gang sekolahan, Jordy meminta supir angkot untuk berhenti.Rara dan Jordy turun,"Aku aja yang bayar!" Jordy mengambil uang sakunya di dalam tas.Namun, Jordy kalah cepat.Rara sudah membayar dan meninggalkannya sendirian.Rara berjalan gontai, dia sedang berpikir. Jika nama yang dilihatnya itu benar-benar nama, Jordy. Rara menghembuskan napas dalam-dalam setelah berusaha menghindar, ternyata masih saja satu sekolahan."Kita satu sekolahan lagi!" Jordy sudah berada di samping Rara dan godaan, Jordy justru membuatnya kesal.Rara menghentakkan kakinya, dan menjauh dari, Jordy. Berharap jika, Jordy menyingkir darinya.Sayangnya, Jordy mengikutinya dari belakang.&
Setiap hari mereka habiskan dengan bercanda dan tertawa, tanpa melepaskan pegangan tangan mereka disaat mereka sedang bersama. Gunjingan para tetangga sampai di telinga, Bu Ratna. Namun, dia tidak bertindak. Bu Ratna berpikir jika, Jordy dan Rara menganggap hubungan mereka seperti kakak adik. Lagi pula tiga hari ke depan mereka akan pindah."Jo, kamu pacaran dengan, Rara?" tegur, Bu Ratna ketika, Jordy baru pulang sekolah.Jordy menatap, ibunya lama."Enggak, Bu. Jordy tetap seperti biasa, hanya saja--," Jordy menghentikan, ucapanya.Ibunya menarik tangan, Jordy untuk duduk. Menanti kelanjutan cerita dari anaknya."Terus, hanya apa?" tanya, Bu Ratna kepo."Sebentar lagi, Kita'kan pindah. Jo, ingin mem
Ayah, ibu, kakak juga kakak iparnya menduga, jika yang sedang berbicara dengan, Jordy adalah pacarnya. Semua mereka tebak dari cara, Jordy menerima panggilan itu. Namun, semua terdiam ketika mengingat nama yang di sebut, Jordy. Mereka berempat saling pandang, dan menggelengkan kepala masing-masing. Menolak apa yang ada dipikiran, mereka."Mama, Papa, Kak Mey, Kak Iqbal! Kalian mau apa?" tanya, Jordy ketika membuka pintu kamarnya.Empat orang dewasa terjatuh ketika, mereka berusaha mencuri dengar percakapan, Jordy. Membuat empunya kamar kesal dan mereka hanya bisa tersenyum kaku."Kalian pasti mau nguping, ya? Mau ngapain sih!" tanya, Jordy gemas.Dari ke-empat orang itu, tidak ada satupun yang menjawab dengan benar. Alasan yang diutarakan semuanya, asal-asalan.
Jordy langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat dan segera mendapatkan pertolongan dari team dokter.Mengetahui Jordy pingsan setelah menenggak kopi yang diperuntukkan Rama. Rama langsung meminta ruangan diamankan dan tidak boleh ada yang masuk sebelum hasil pemeriksaan dokter keluar.Setelah hasil pemeriksaan keluar, Rama melapor pada polisi. Karena terindikasi ada racun yang mematikan. Jordy beruntung, karena langsung menegak habis kopi itu. Apabila di sesap beberapa kali nyawanya dipastikan akan langsung hilang di tempat.CCTV diperiksa, OB dan security pun diperiksa. Membuat satu perusahaan heboh, saling curiga dan menduga-duga. Siapakah yang tega melakukan itu.Keadaan Jordy makin kritis, karena sisa racun masih ada di dalam lambungnya. Papa dan mama Jordy sangat khawatir akan ko
"Kamu enggak apa-apa, Nak?" tanya Bu Anggit yang bergegas mendekati anaknya. Rara hanya tersenyum ringan, dan menggelengkan kepalanya. Lalu berusaha untuk berdiri. "Maaf, saya yang salah. Tadi saya terburu-buru, karena ada berkas yang tertinggal. Apa ada yang luka Mbak?" tanya lelaki di depan mereka. "Oh, ya maaf. Perkenalkan nama saya Bagas Aripin." Lelaki itu memperkenalkan diri. Pak Yunus memperhatikan lelaki muda di depannya, dengan pandangan teduh. "Mas dokter?" tanya Pak Yunus. Bagas hanya tersenyum lebar sembari menggaruk lehernya yang tidak gatal. Saat ingin bertanya, seorang suster menghampiri Bagas. "Maaf dok, ini berkasnya. Maaf saya teledor." ujar suster itu dengan rasa bersalah. "Enggak apa-apa, Sus. Terimakasih, ya." Bagas tersenyum, dan suster itu pergi setelah mengucapkan salam. "Bu, Yah. Ayo!" ajak Rara. "Bapak mau kemana?" tanya Bagas ketika keluarga Pak Yunus hendak pergi "Mau pu
~ Rumah sakit, Jakarta. ~Jordy mulai sadar dari komanya namun, dia belum pulih sepenuhnya. Dia masih merasa sakit di perutnya, ketika dia memegang perutnya. Jordy menyadari ada sesuatu di tangannya, begitu dia membuka tangannya."Kenapa cincin ini ada ditanganku?" Gumamnya yang di dengar oleh Bu Ratna."Kamu sudah sadar, Nak?" Wajah sembab Bu Ratna, mengalihkan perhatian Jordy."Maafkan Jordy, Ma." ujar Jordy."Emang kamu salah apa? Sudah, jangan bicara dulu. Kamu harus banyak istirahat." pinta Bu Ratna."Ma, apa Rara di sini?" tanya Jordy, ketika mamanya sibuk menyelimutinya.Bu Ratna memandangi anaknya dengan wajah kaget, mana mungkin Jordy tau tentang Rara yang datang."Iya, tapi cuma sebentar. Mereka ada perlu di Jakarta dan sekalian meriksain kepala Rara, kayaknya sih baik-baik saja, tapi--," Bu Ratna menghentikan kata-katanya."Tapi, apa Ma?" Jordy bertanya sembari menahan rasa sakit di perutnya."Entahlah
Di kamar, Jordi memandang diary milik Rara. matanya berkaca-kaca, dan berdegup kencang. 'Ra, aku salah. Akan tetapi, jangan menghukumku seperti ini. Sangat menyakitkan!' Jordi tersenyum masam dalam gumamanya.Jordi mengambil ponselnya, karena tadi terdengar suara pesan masuk beberapa kali. Wibowo! Nama itu tertera sebagai pemilik akun yang mengiriminya pesan. Begitu membukanya, mata Jordi mengambil.
Bagas terus memandangi Rara hingga dua jam lamanya, tanpa dia sadari ada sepasang mata yang berbinar melihat kelakuan manis sang dokter muda itu."A--aku di mana?" Rara terperanjat, melihat keadaan sekitar. "Ayah dan ibu ke mana?" Tambahnya lagi.Bagas tersenyum, melihat Rara kebingungan. Kemudian menghembuskan napasnya dengan panjang, "Kamu di rumah sakit! Kalau Orang tua kamu, aku suruh pulang! Mereka butuh istirahat." Bagas berdiri dan kembali ke mejanya. "Jika sudah merasa baikan, aku akan mengantar kamu pulang." Tambah Bagas kemudian.Rara menatap tajam ke arah Bagas, dia merasa aneh dekat dengan pria itu. Bukan karena dia memiliki istri, akan tetapi karena tatapannya mengingatkan dia pada Jordy."Aku ingin pulang sekarang dan tidak perlu di antar!" ucap gadis keras kepala itu.Rara duduk untuk menetralkan sakit kepala ketika berdiri, kemudian beringsut dari ranjang yang membuatnya tidur terlelap.Bagas berdecak, "Kamu mau orang tuamu m