Diblokir Tetangga

Diblokir Tetangga

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-06-09
Oleh:  Amaliyah AlyTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
129Bab
9.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Apa jadinya ketika niat baik untuk membantu orang lain justru menjadi boomerang bagi diri sendiri? Ah, iya. Seringnya kebaikan itu ternyata justru disalah artikan. Ini tentang kisahku, Aina Mardhiyah. Orang-orang biasa memanggilku dengan panggilan Inamah, perempuan biasa yang berusaha untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Semua bermula saat Mbak Lastri, tetangga samping rumahku meminjam uang untuk keperluan hidupnya. Namun lama kelamaan, ia justru memanfaatkan keadaan. Tak hanya itu, ia justru memutar balikkan fakta, menebar fitnah seakan aku telah menggoda suaminya. Hingga suami dan mertuaku, membenci bahkan tak mengakui kebenaran berita yang kubawa.

Lihat lebih banyak

Bab 1

1. Pinjam Uang

“Mbak, saya mau minta tolong pinjam uang. Lagi butuh banget buat beli beras. Saya janji, begitu ada uang pasti langsung saya kembalikan,” ujar Mbak Lastri.

Dia adalah tetangga samping rumah. Sudah setahun lebih mengontrak di sana, kontrakan  milik mertuaku.

“Mas Rudi lagi nggak kerja, sudah seminggu kena PHK. Keuangan kami lagi krisis banget Mbak Inamah, tolong bantu kami kali ini,” papar Mbak Lastri lagi. Ia merapatkan duduknya. Tampak raut penuh harap yang terlihat di wajah perempuan itu. 

“Berapa, Mbak?” tanyaku.

“Seratus ribu saja, Mbak. Buat beli beras sama susunya Hasan,” jawabnya seraya menggaruk punggung tangan. 

Aku menghela napas pelan. Kulihat Hasan yang sedang bermain mobil-mobilan  tidak jauh dari tempatku duduk. Tidak tega rasanya membayangkan anak usia empat tahun itu menangis kelaparan. Pandanganku lantas beralih pada Kia, putri kecilku yang ada dalam gendongan. Ah, semakin tidak tega rasanya.

“Iya Mbak aku ada. Tunggu sebentar ya,” ucapku menyanggupi. Kutinggalkan Mbak Lastri untuk mengambil uang di rumah. Ia pasti benar-benar butuh hingga berani meminjam uang padaku. 

Kubuka laci di ruang tamu. Aku selalu mempunyai uang simpanan sendiri dari hasil menjual gamis secara offline maupun online. Tidak banyak untung yang kudapat, tapi meski begitu aku tetap menjalaninya karena senang bisa menghasilkan uang sendiri. Ya, meskipun gaji suami selalu mencukupi. 

“Ini, Mbak.” Kuserahkan dua lembar uang kertas senilai dua ratus ribu begitu kembali menemui Mbak Lastri.

“Banyak banget, Mbak," ucapnya sungkan. 

“Udah nggak papa. Pakai aja dulu. Ini uang Inamah sendiri kok. Jadi nggak usah dipikirkan kapan harus dibalikin.” Kuyakinkan Mbak Lastri. Kedua matanya berembun. Sebagai seorang istri dan ibu, aku turut sedih melihat keadaannya. Setidaknya dengan uang yang ada ini, ia bisa bertahan selama beberapa hari. Sampai Mas Rudi, suaminya itu mendapat pekerjaan. 

*** 

Beberapa bulan kemudian ….

Hari menjelang magrib saat aku mendapat panggilan dari Mbak Lastri. Hati ini ragu ingin mengangkat telepon darinya. Sebab, setelah memberinya pinjaman pada hari itu, entah perasaanku saja atau tidak, Mbak Lastri seolah memanfaatkanku.  Hutang yang awalnya hanya ratusan ribu, kini semakin membesar. Ada sekitar empat juta lebih. Berulang kali Mbak Lastri meminta bantuanku dengan alasan yang sama. 

Sampai akhirnya sudah lebih dari setengah tahun aku berhenti memberinya pinjaman uang, kupikir sekarang keadaannya sudah membaik karena Mas Rudi kini telah bekerja. Itu pun dibantu oleh Mas Bram, suamiku.

Empat juta rupiah bukan nominal yang sedikit. Berulang kali kucoba mengingatkan, tapi selalu saja tidak bisa menemui Mbak Lastri. Terlebih akhir-akhir ini ia jarang ada di rumah. Kucoba untuk memberanikan diri menghubungi nomer Watsapnya saja. Bagaimana pun erkara hutang harus diselesaikan. Lagi pula itu adalah uangku dan aku berhak untuk menagihnya bukan? Terlebih ini sudah lewat dari bulan yang ia janjikan. 

[Assalamualaikum, Mbak. Gimana kabarnya? Lama nggak ketemu. Saya mau ada perlu, nih.]

Kukirim satu pesan untuknya. Tidak lama, balasan dari Mbak Lastri kuterima.

[Iya, ada apa?] tulisnya. 

[Saya mau nagih hutang, Mbak. Karena sedang butuh hehe.] Balasku lagi. 

Lama.Kulihat hanya ada centang dua berwarna biru. Artinya Mbak Lastri sudah membaca pesanku, tapi sampai beberapa menit berselang tidak juga ada jawaban. 

[Mbak, saya beneran butuh.] Kukirim satu pesan lagi. Kulihat ada keterangan mengetik di bawah foto profilnya. Sebentar lagi ia pasti membalas.

[Oh, jadi kamu udah miskin sampai nagih begini? Nggak bisa apa lihat orang bahagia sebentar? Bakal aku bayar kok. Kalem. Tenang aja. Lagian, baru juga tadi pagi dapet uang arisan. Sekarang udah ditagih-tagih. Nggak seneng ya lihat tetangga seneng?!] 

Degh!

Astagfirullah. 

Dadaku berdenyut nyeri. Sakit sekali. Tidak menyangka dengan balasan dari Mbak Lastri. Meski dalam tulisan, tetap saja rasanya sakit membaca kata-kata itu. Kuketik beberapa baris pesan untuknya.

[Bukan begitu, Mbak. Maaf, tapi memang saya lagi butuh. Uang yang mbak pinjam itu modal untuk jualan saya.]

Send. Semoga Mbak Lastri tidak salah paham lagi. Aku bahkan baru tahu kalau ia dapat uang arisan.

Selama ini aku tidak pernah bercerita kepada Mas Bram terkait  uang-uang yang dipinjam Mbak Lastri. Karena kupikir uang yang kupinjamkan berasal dari hasil jualanku. Jadi, akan aman-aman saja tanpa  perlu meminta izin lebih dulu. Biarlah hal itu menjadi urusan pribadiku. 

***

Malam beranjak semakin larut. Aku terbangun saat mendengar suara gaduh dari arah depan. Kuturuni ranjang dan bergerak cepat menuju daun pintu. Sempat kulihat jam yang terpasang di dinding kamar tadi. Hampir tengah malam. 

Kusibak tirai jendela. Mataku terbelalak melihat apa yang terjadi di halaman depan. Sebuah mobil pick up berhenti tepat di depan rumah Mbak Lastri. 

"Ada apa, ya, Dek?" suara dari belakang mengejutkanku. Mas Bram. Rupanya ia juga terbangun sama sepertiku.

"Ngagetin aja!" seruku. Mas Bram mendekat. Ia ikut mengintip di jendela.

"Mbak Lastri sama Mas Rudi mau pindah rumah? Kok malem-malem begini? Kenapa?" tanya Mas Bram. 

Kuangkat kedua bahu, "Entahlah, Mas," jawabku. 

Kami hanya mengintip lewat jendela. Ingin melihat ke luar rasanya tidak enak karena sudah benar-benar larut malam. Melihat barang-barang yang diangkut ke atas mobil, jelas sekali bahwa mereka sedang pindah rumah.

"Kok, pindahan malam-malam begini? Mereka kenapa, sih? Apa ada masalah sama kita?" tanya Mas Bram lagi. Membuatku jadi berpikir. 

‘Apakah karena hutang yang kutagih? Tapi, apa sampai segitunya harus pindah rumah? Itu 'kan uangku. Wajar dong jika aku menagih. Aku juga tidak berkata kasar. Bahkan menghubunginya dengan cara baik-baik. Justru Mbak Lastri yang tidak menggubris. Pesanku saja belum dibalas sampai sekarang,’ batinku bergejolak. 

"Sudahlah, Dek. Kita lihat saja besok. Toh, pasti Mas Rudi nganterin kunci ke rumah Ibu. Nanti di kantor coba aku tanyain,” usul Mas Bram. Membuyarkan lamunanku.

Aku mengangguk. menurut saja dengan ucapan Mas Bram. Kami kembali masuk ke kamar. Melanjutkan tidur dan menyelami dunia mimpi. Aku mendadak ketakutan sendiri. Kalau Mbak Lastri pindah. Lantas, apa kabar dengan hutang-hutangnya selama ini?

*** 

Pagi hari saat Mas Bram sudah berangkat kerja dan aku sedang sibuk merapikan  rumah. Kudengar suara pintu diketuk dengan keras. Aku bergegas cepat membukanya  karena khawatir Kia terbangun mendengar suara gaduh.

"Ibu?" tanyaku saat pintu sudah terbuka. 

 

Plak!

Satu tamparan mendarat sempurna di pipi sebelah kananku. Tidak menyangka aku ditampar ibu mertua. 

"Kamu pakai baju tertutup begini ternyata genit juga sama suami orang!" bentak Ibu mertua sambil menunjuk-nunjuk mukaku. Wajah Ibu memerah padam. 

"Maksud, Ibu apa?" tanyaku tak mengerti.

"Halah! Itu si Lastri bilang kalau kamu genitin suaminya. Makanya dia pindah rumah juga. Kamu tahu nggak, sih? Karena mereka pindah. Otomatis pendapatan Ibu nggak ada! Kamu sengaja? Hah?!" Ibu mertua melotot. Wajahnya memerah tampak sedang emosi. 

"Ini fitnah, Bu," kataku membela diri. Dadaku sesak menerima tuduhan dari Ibu. Apalah ini, menuduhku genit pada suami Mbak Lastri? Ya Allah, ataukah ini sengaja Mbak Lastri yang mengomporinya?

"Fitnah apanya? Wong, Rudi juga mengakuinya!" sanggah Ibu. 

‘Hah? Mas Rudi? Ya Allah ...!’

Belum sempat aku mengelak atas tuduhan Ibu. Terdengar suara Kia menangis dari dalam kamar. 

"Dengar, ya! Ibu nggak mau tahu! Mulai bulan depan kamu harus gantikan penghasilan Ibu yang hilang!" 

Brakk!

Suara pintu dibanting seiring langkah kaki Ibu meninggalkan rumahku. Beliau bahkan tidak menengok Kia, cucunya sendiri. Kuusap pipi yang memanas bekas tamparan Ibu. Jantungku berdegup kencang. Terbayang wajah Mbak Lastri dan Mas Rudi.  Jika ini hanya menyangkut hutang piutang mungkin aku tidak akan terlalu geram menghadapi Mbak Lastri. Akan tetapi, ini menyangkut nama baikku yang semakin buruk di mata Ibu mertua. Apalagi Mas Rudi juga ikut-ikutan memfitnahku.

Begitu sampai di kamar, kutenangkan Kia lalu bergegas cepat mengambil gawai dari atas nakas. Tidak sabar ingin menghubungi nomor Mbak Lastri dan meminta penjelasannya. Aku tidak tahu mana yang benar dan yang salah. Ibu mertua ataukah Mbak Lastri dan Mas Rudi.

Sambil menyusui Kia, kuhubungi nomor Mbak Lastri.  Berkali-kali kupanggil, tapi tidak ada keterangan berdering saat panggilan. Hanya tulisan memanggil saja terus menerus. Sampai gawai panas pun tidak kunjung berubah. 

[MBAK SAYA ADA PERLU!]

Sengaja kuketik dengan capslock jebol. Biarkan saja. Geram sekali rasanya. 

Kuamati Watsapp Mbak Lastri. Hanya centang satu dan baru kusadari bahwa tidak ada foto profil yang terpasang seperti biasanya. Oh, apakah nomorku diblokir olehnya?

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Amaliyah Aly
Cerita yang sangat seru dan juga mendebarkan. Begitu banyak pelajaran dan kejutan dalam setiap bab
2023-05-30 09:53:42
0
user avatar
Amaliyah Aly
Bagus dan menarik
2023-05-09 09:27:56
0
default avatar
Cepi
okkkkkkkkkk
2023-04-03 10:52:46
0
129 Bab
1. Pinjam Uang
“Mbak, saya mau minta tolong pinjam uang. Lagi butuh banget buat beli beras. Saya janji, begitu ada uang pasti langsung saya kembalikan,” ujar Mbak Lastri.Dia adalah tetangga samping rumah. Sudah setahun lebih mengontrak di sana, kontrakan milik mertuaku.“Mas Rudi lagi nggak kerja, sudah seminggu kena PHK. Keuangan kami lagi krisis banget Mbak Inamah, tolong bantu kami kali ini,” papar Mbak Lastri lagi. Ia merapatkan duduknya. Tampak raut penuh harap yang terlihat di wajah perempuan itu. “Berapa, Mbak?” tanyaku.“Seratus ribu saja, Mbak. Buat beli beras sama susunya Hasan,” jawabnya seraya menggaruk punggung tangan. Aku menghela napas pelan. Kulihat Hasan yang sedang bermain mobil-mobilan tidak jauh dari tempatku duduk. Tidak tega rasanya membayangkan anak usia empat tahun itu menangis kelaparan. Pandanganku lantas beralih pada Kia, putri kecilku yang ada dalam gendongan. Ah, semakin tidak tega rasanya.“Iya Mbak aku ada. Tunggu sebentar ya,” ucapku menyanggupi. Kutinggalkan Mba
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya
2. Pindah Rumah
"Sejak kapan kamu genitin suami orang? Hah?!" bentak Mas Bram seraya mencengkeram erat kedua pundakku. Baru saja ia pulang kerja dan langsung masuk kamar marah-marah .“Mas, ada apa?” tanyaku bingung. Kuletakkan Kia di atas kasur. "Halah! Dasar gatal! Pake pura-pura nggak ngerti segala!” Mas Bram melotot. Dadanya naik turun. Urat di wajahnya menonjol. Tuduhannya barusan, sama persis dengan yang ibu mertua katakan tadi pagi. Oh, apakah ini ada hubungannya dengan Mbak Lastri? “Tenang dulu, Mas. Kasih aku waktu buat ngomong,” lirihku.“Mau nyangkal apa lagi? Mas Rudi sudah cerita semuanya! Banyak sekali yang ia ceritakan. Sampai-sampai, Mas bahkan sangat jijik mendengarnya dan foto-foto itu ...." Mas Bram menggantungkan kalimatnya. Ia merahup wajah kasar.“Foto?” tanyaku semakin tidak mengerti. “Iya! Kamu sangat murahan, Inamah!" hina Mas Bram tanpa ampun. Tatapan matanya menghakimi. Memandangku seolah sampah yang menjijikkan.‘Ya Allah! Fitnah apa yang Mas Rudi sampaikan pada suam
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya
3. Fitnah Keji
‘Datang saja ke sini kalau masih punya nyali. Toh, nama kamu sudah tercemar sampai ujung gang.’Masih terngiang ucapan Mbak Lastri dalam panggilan tadi. Teganya mencemarkan namaku. Ah, entahlah, fitnahan apa yang telah ia buat. Kupikir ia perempuan yang tidak tahu diri saja. Menghindari hutang dengan memilih berpindah rumah, tapi dugaanku salah. Rupanya ia dan Mas Rudi cukup licik juga. “Ya Allah, ampuni segala dosa dan khilafku,” lirihku menahan sesak di dada. Kepalaku pusing. Memikirkan masalah yang datang bertubi-tubi. Tentang Ibu yang meminta jatah kontrakan. Tentang ulah Mbak Lastri dan suaminya yang tidak tahu diri. Juga tentang Mas Bram yang ... ah, aku tidak sanggup melanjutkannya.Andai Mas Bram berdiri di sisiku. Percaya dengan apa yang kukatakan. Tentu hal seperih ini tidak akan terlalu menyiksa. Karena sebesar-besarnya masalah akan menjadi ringan saat ada belahan hati yang turut menopang. Akan tetapi, Mas Bram tidak mau mendengarkan kata-kataku. Maka, jalan satu-satunya
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya
4. Awal Permainan
Menghadapi orang licik tidak bisa serampangan. Salah-salah malah jadi boomerang. Apalagi orang seperti Mbak Lastri. Kalau saja santet dibolehkan. Tentu hal itu akan menjadi pilihan terbaik. Membunuh tanpa menyentuh. Amazing bukan? Ya, sekali lagi. Kalau saja hal itu diperbolehkan, tapi agama yang kuanut melarang untuk berbuat demikian. Jangan sampai lah, hidup di dunia sudah susah. Di akhirat jadi semakin menderita. Detak jam dinding rumah bergerak seirama dengan jantungku. Kutuntaskan dulu pekerjaan rumah. Masalah Ibu mertua yang meminta jatah kontrakan. Biar nanti Mas Bram yang selesaikan. Satu-satunya target saat ini adalah mengembalikan keharmonisan rumah tanggaku. Membuat suamiku kembali percaya dan mengorek informasi darinya. Sungguh, aku penasaran sekali. Foto apa yang ia maksud kemarin. Sampai hati ia menyebutku murahan.*** Jualanku jadi terbengkalai. Gara-gara gawai yang rusak, aku jadi tudak bisa promosi lagi. Mumpung belum terlalu siang aku akan pergi saja menuju konte
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya
5. Jebakan
Kubuat akun kloninganku semenarik mungkin. Jika bukan demi menjerat si Lastri. Aku tidak akan pernah bersusah payah seperti ini. Ia pikir aku perempuan lemah? Diam saja melihat semua perbuatannya. Tidak segampang itu, Mbak.Orang licik tidak bisa dilawan dengan otot. Kudu mikir pake otak. Kalau kuturuti hawa nafsu. Emosi menjadi saat bertemu dengan Mbak Lastri. Bisa-bisa aku yang kena getah sendiri. Dan ia semakin ngelunjak tak tahu diri.Kulihat lagi laman profil utama milik Mbak Lastri. Menscroll isi di dalamnya. Aku tersenyum miris. Statusnya julid sekali padaku. Menghina dan mencaci maki. Pantas saja akunku diblokirnya. Agar ia bebas bercuap-cuap di sosial media tanpa sepengetahuanku.Kuketik sebaris pesan untuk Mbak Lastri. Kebetulan mesenggernya berwarna hijau. Artinya ia sedang on saat ini. [Makasih udah dikonfirm. Salam kenal ya.]Send.Tidak lama kulihat pesanku sudah terbaca dan ada keterangan mengetik di sana. Mbak Lastri merespon pesanku.[Sama-sama. Salam kenal juga.]Sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-28
Baca selengkapnya
6. Curiga
Banyak pertanyaan berkecamuk dalam benak. Sejak Mas Bram bilang ada Mbak Lastri dan Mas Rudi di rumah Ibu. Perasaanku jadi kembali tak menentu. Dugaanku pada wanita tak tahu diri itu terus saja buruk. Jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Kulihat Mas Bram sudah terpejam. Ia lelap sekali. Maklum, kami usai memadu kasih. Kutunaikan kewajibanku sebagai istri dengan baik. Demi merekatkan kembali hubungan yang telah renggang. Masalah rumah tangga tak melulu hadirnya pelakor sebagai orang ke tiga. Contohnya saat ini. Pihak lain yang ternyata membuat retak rumah tanggaku adalah tetangga sendiri yang sama sekali tak pernah kusangka sebelumnya. *** Malam beranjak semakin matang. Perlahan aku bergerak menuruni ranjang. Kuraih gawai milik Mas Bram di atas nakas. Barusan, layar benda pipihnya berkedip-kedip. Aku penasaran. Siapa gerangan yang menghubungi malam-malam begini. Mataku bergerak menyusuri layar yang menyala. Banyak sekali pesan yang masuk dan belum sempat dibuka. Kebanyakan
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-08-16
Baca selengkapnya
7. Ancaman?
Segumpal daging itu bernama hati. Kita tidak pernah tahu apa saja isi di dalamnya. Sebab, tak jarang tampilan banyak yang menipu. Dari luar tampak baik. Namun, isi di dalamnya ....Sungguh berbanding terbalik.*** Untuk yang ke sekian kalinya. Hari baru tiba di Kota kelahiranku. Surabaya. Pagi ini, kota yang terkenal dengan julukan Kota Pahlawan itu, disambut mesra oleh rintik hujan yang cukup padat. Bunyi tetesannya yang terdengar nyaring. Beradu dengan atap seng di belakang rumahku. Aku masih bergelung di bawah selimut yang sama. Bersama Mas Bram, suamiku. Meski sudah pukul tujuh pagi, tapi kami masih diam di atas pembaringan. Udara yang dingin sebab mentari tak kunjung memancarkan sinarnya. Semakin membuat kami berdua malas untuk pergi ke mana-mana. Usai shalat subuh tadi, Mas Bram bilang ingin kembali terpejam. Katanya, ia akan masuk kerja pukul sepuluh siang. Ada rapat internal di perus
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-09
Baca selengkapnya
8. Melawan Kedzaliman
Rumah sederhana dengan cat berwarna hijau menempel sempurna di dindingnya. Tanpa halaman, tanpa pula pagar pembatas jalan. Aku tersenyum miris. Bukan menilai bentuk bangunannya. Melainkan, menilai betapa penghuninya sangat tak tahu diri. "Eh, Mbak Inamah. Mau ke mana?" tanya seseorang yang tak lain adalah Mbak Leli. Kebetulan ia sedang melihatku mengamati rumah Bu Yuyun. Kontrakan yang ditempati Mbak Lastri. "Ini, mau ke rumah Mbak Lastri. Udah lama nggak ketemu," ujarku sambil tersenyum.Melihat Mbak Leli, aku sedikit deg-degan. Teringat dengan mimpi waktu itu. Ya, betapa horornya ia di dalam mimpi. Menyeretku dan menuduh tanpa barang bukti. Meski hal itu hanyalah sebuah mimpi. Rupanya mampu mempengaruhi isi kepalaku. Hingga dalam keadaan sadar pun. Ada sedikit rasa ketakutan. "Oh, Mbak Lastri, ya? Tadi sih ketemu pas lagi belanja sayur," ucap Mbak Leli. "Oh, begitu." Aku tersenyum. "Berarti se
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-10
Baca selengkapnya
9. Fitnah Yang Semakin Menjadi
"Hueeeeeek! Huueeeek!" Mbak Lastri terus saja muntah. Mukanya memerah. Hidungnya pun berair. Wajah dan rambut sama-sama kusut. Puas!"Kurang ajar sekali kamu! Hueeeeeeek!" teriaknya sambil terus muntah-muntah. "Keluar dari rumahku! Sekarang!" ia histeris dengan telunjuk jari mengarah pada daun pintu. Mengusirku. Dih! Enak aja! Urusan masih belum selesai."Apa? Mbak bilang aku kurang ajar? Ngaca, dong!" sengitku. "Kalau kamu nggak keterlaluan, aku juga nggak bakalan begini!" Kutarik napas pelan. Tak tega sebenarnya memperlakukan Mbak Lastri seperti itu. Sudut hati menjerit bahwa ini salah. Tapi, aku sudah terlanjur kalap. Emosi melihat sikap dan ucapannya. Ia sama sekali tak mau mengakui kesalahan. Bahkan, tak juga mau bertanggung jawab atas hutang-hutangnya. Aku tersulut. Gemuruh dalam dadaku membuncah. "Salah apa aku sama kamu, Mbak! Hah?! Tega benar
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-12
Baca selengkapnya
10. Pesan Misterius
Kuklik cepat foto-foto tersebut. Kupicingkan mata melihat detail pesan chat di dalamnya. Huft! Syukurlah. Kuembus napas lega saat melihat bahwa nomor dan fotoku di blur oleh Mbak Lastri.Jika ia ingin mencemarkan namaku. Kenapa tanggung sekali? Kenapa harus diblur segala? Sebenarnya apa motif ia melakukan ini semua? [Gimana jadinya kalau ada tetangga yang genitin suami kita?]Tulisnya. Dih! Amit-amit. Iseng, kucoba menulis komen di statusnya. Belum juga kutulis. Tapi, begitu melihat komentar yang berjibun. Ku urungkan niatku. [Wah, gila banget. Jangan di blur dong. Ayo viralkan!][Harus digaruk ulat bulu seperti itu][Buang ke tempat sampah! Bumi hanguskan orang seperti itu!]Skip!Banyak sekali komentar netizen. Begitu pedas, serta sangat mudah menghakimi tanpa tahu kebenarannya yang pasti.Belum juga tombol kem
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-09-13
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status