Beranda / Romansa / Diblokir Tetangga / 9. Fitnah Yang Semakin Menjadi

Share

9. Fitnah Yang Semakin Menjadi

Penulis: Amaliyah Aly
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-12 09:41:20

"Hueeeeeek! Huueeeek!" Mbak Lastri terus saja muntah. Mukanya memerah. Hidungnya pun berair. Wajah dan rambut sama-sama kusut.

Puas!

"Kurang ajar sekali kamu! Hueeeeeeek!" teriaknya sambil terus muntah-muntah. "Keluar dari rumahku! Sekarang!" ia histeris dengan telunjuk jari mengarah pada daun pintu. Mengusirku.

Dih! Enak aja! Urusan masih belum selesai.

"Apa? Mbak bilang aku kurang ajar? Ngaca, dong!" sengitku. "Kalau kamu nggak keterlaluan, aku juga nggak bakalan begini!"

Kutarik napas pelan. Tak tega sebenarnya memperlakukan Mbak Lastri seperti itu. Sudut hati menjerit bahwa ini salah. Tapi, aku sudah terlanjur kalap. Emosi melihat sikap dan ucapannya.

Ia sama sekali tak mau mengakui kesalahan. Bahkan, tak juga mau bertanggung jawab atas hutang-hutangnya.

Aku tersulut.

Gemuruh dalam dadaku membuncah.

"Salah apa aku sama kamu, Mbak! Hah?! Tega benar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Diblokir Tetangga   10. Pesan Misterius

    Kuklik cepat foto-foto tersebut. Kupicingkan mata melihat detail pesan chat di dalamnya. Huft! Syukurlah. Kuembus napas lega saat melihat bahwa nomor dan fotoku di blur oleh Mbak Lastri.Jika ia ingin mencemarkan namaku. Kenapa tanggung sekali? Kenapa harus diblur segala? Sebenarnya apa motif ia melakukan ini semua? [Gimana jadinya kalau ada tetangga yang genitin suami kita?]Tulisnya. Dih! Amit-amit. Iseng, kucoba menulis komen di statusnya. Belum juga kutulis. Tapi, begitu melihat komentar yang berjibun. Ku urungkan niatku. [Wah, gila banget. Jangan di blur dong. Ayo viralkan!][Harus digaruk ulat bulu seperti itu][Buang ke tempat sampah! Bumi hanguskan orang seperti itu!]Skip!Banyak sekali komentar netizen. Begitu pedas, serta sangat mudah menghakimi tanpa tahu kebenarannya yang pasti.Belum juga tombol kem

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-13
  • Diblokir Tetangga   11. Flashback

    Kita Flashback dulu ya ❤Menembus ruang dan waktu. Tujuh tahun silam. Di sebuah kota yang terkenal dengan pesisir pantainya. Tuban. Seorang perempuan berambut hitam lurus sepunggung. Ia tengah berdiri menghadap ke arah matahari terbenam. Senja sudah merangkak naik, namun ia memilih tetap diam. Menunggu seseorang. Lastri Atmadja. Gadis berusia dua puluh satu tahun. Berparas ayu dengan kulit sawo matang ciri khas gadis pribumi. Badannya ramping. Ia memakai setelan rok berwarna hitam dan atasan baju motif bunga-bunga lily. Sesekali ia melihat ke sekeliling. Sejauh mata melempar pandang. Tak juga ditemuinya batang hidung Bram. Lelaki yang telah membuatnya jatuh hati. Gelisah menunggu. Ia lalu mengecek gawai miliknya. Gawai butut dengan karet gelang yang mengikat. Satu pesan masuk membuat gawai tersebut bergetar. Lastri tersenyum. Rupanya sang kekasih hati membalas pesannya. [Tunggu aku, Sayang. Sebentar lagi tiba.]Lastri mendesah. Rupanya ia harus kembali bersabar untuk menunggu.Bu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-21
  • Diblokir Tetangga   12. Penolakan Calon Mertua

    "Masih lama, Mas?" tanya Lastri pada Bram ketika di perjalanan."Masih, Dek." Bram menggenggam lembut jemari tangan Lastri. Mereka sedang berada di dalam transportasi umum. Bus. Perjalanan dari Kota Tuban ke Kota Surabaya tak sampai memakan waktu setengah hari. Namun terasa begitu lama bagi Lastri yang tak pernah bepergian jauh. "Tidurlah dulu, nanti kalau sudah tiba aku bangunkan."Disandarkannya kepala Lastri di pundak kanan Bram. Seketika saja gadis itu terpejam. Menyelami dunia mimpi selama di perjalanan. *** Tepat pukul tiga sore. Bus yang ditumpangi Bram dan Lastri tiba di terminal Purabaya Bungurasih. Bram mengusap pelan kepala Lastri, membangunkan. Lastri mengerjap. Diamatinya para penumpang yang menurunkan aneka barang dari bagasi. Bersiap untuk turun. "Sudah sampai, Mas?" tanyanya terkejut. Saking lelapnya ia sampai tak menyadari pergerakan bus yang berhenti. "Iya."Gegas Lastri dan Bram menyiapkan diri. Mereka lantas ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-23
  • Diblokir Tetangga   13. Belitan Nafsu

    "Ada apa ribut-ribut?"Semua menoleh ke arah satu suara. Ani, ibu Bram. Perempuan berusia empat puluh tiga tahun itu datang menengahi. Suara ribut dari teras rumah membuatnya terusik. "Lho, udah pulang? Kok nggak masuk ke dalam?" tanya Ani. "Bapak ngapain di sini? Ayo masuk," tambahnya. "Bapak mau ke luar ada urusan! Jaga itu anak kamu! Bisa-bisanya ia bawa anak orang ke rumah. Dasar perempuan gampangan. Mana kampungan lagi!" Handoko mendesis. "Bapak!" Bram setengah membentak. Sampai hati Bapaknya menghina Lastri sedemikian buruk. "Apa? Faktanya begitu? Mau --""Sudah! Jangan mendebat! Ayo masuk, Bram! Ajak gadis itu ke dalam," Ani memotong kalimat Handoko. Ia lalu berjalan ke arah Lastri. Meraih jemari gadis itu. Dirasakannya telapak tangan Lastri yang dingin. Gadis itu sudah pasti gugup. "Sudah, jangan didengarkan," ucap Ani lembut, menenangkan. "Terserah kalian saja!" Handoko berlalu. Ia menuju garasi mobil rumah. Mengeluarkan mobil

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-24
  • Diblokir Tetangga   14. Tanggung Jawab

    Masih tersengal dengan deru napas yang memburu. Bram dan Lastri bermandikan peluh keringat. Keduanya sedang bermain-main dengan takdir. Nafsu sesaat mampu menghilangkan akal mereka. Hingga puncaknya, deburan kenikmatan itu menyentuh dinding rahim. Benih tertanam sempurna bukan dengan jalan yang halal. Juga tak pernah diridhoi. *** "Jahat kamu, Mas!" Lastri terisak. Batinnya tergoncang. Ia telah menyadari satu kesalahan besar. Dan itu sudah sangat fatal. "Maaf, Dek. Mas lakuin ini biar kita bisa bersama." "Bersama apanya? Aku ... aku sudah tidak lagi perawan. Huhuhu." Lastri tersedu. Bayangan kelam tergambar di kedua matanya. Usia dua puluh satu tahun belum menikah saja, sudah menjadi aib bagi orang tuanya. Apalagi jika ia sampai hamil. "Tenang, Sayang. Aku akan segera melamar. Aku akan berterus terang pada Bapak. Beliau pasti setuju. Aku harus bertanggung jawab." Bram mendekap Lastri erat. Ia pun menyadari bahwa apa yang ia perbuat telah sanga

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-25
  • Diblokir Tetangga   15. Penyesalan

    Menyalakan shower. Membiarkan air membasuh sekujur tubuhnya. Bram memejam. Teringat sentuhan yang ia nikmati semalam bersama Lastri. Ingin sekali ia melakukannya lagi.Ditepuknya kepala sendiri. Ini tidak benar. Halalkan dulu, baru nikmati. Sayangnya, hasrat pria kadang tak bisa dibendung. Sekalinya merasakan kenikmatan. Ia jadi ketagihan.Jangan memulai apa pun dengan jalan yang salah. Sebab, kita tak pernah tahu. Sampai mana batasan umur berada. ***"Sudah Bapak siapkan semuanya. Kamu tinggal berangkat saja." Handoko menekan. Ditunjukkannya paspor dan aneka dokumen yang akan Bram bawa. Ia sudah mengatur startegi. Agar putranya bisa lupa pada Lastri. "Bram tidak akan ke mana-mana! Bram akan menikah dengan Lastri!"Ditolaknya mentah-mentah. Bram tak mau pergi ke luar negeri. Sekalipun mengejar gelar S2 di negara yang terkenal gurun pasirnya. "Oh, begitu? Jadi ... kamu mau menentang Bapakmu?" "Bukan begitu, Pak. Bram harus bertanggung jawab."

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • Diblokir Tetangga   16. Diarak

    Dengan keadaan dua tangan yang terikat. Lastri diarak keliling kampung. Sebagian warga yang melihatnya memandang iba. Namun, tak sedikit pula yang mencibir. Terseok-seok Lastri berjalan. Rambut hitamnya bertabur debu pasir. Luka lebam di kaki juga ikatan kencang membelit tangan. Masih saja tak membuat gadis itu angkat suara. Ia bergeming, mengatupkan rapat kedua bibirnya. Hatinya membeku. Noktah hitam setitik demi setitik menyelimutinya. Membungkus penuh murka. Bukan hanya kecewa yang ia rasa, tapi dendam perlahan singgah. Lalu mengendap. Mematikan hati yang sudah sekarat. Lastri tak lagi berpikir jernih. Ia sudah berharap untuk mati. Tekanan demi tekanan yang ia dapatkan bertumpuk menjadi beban.Hingga tiba di sebuah lapangan luas. Tepatnya di dekat arela persawahan. Warga membentuk lingkaran kerumunan manusia dengan Lastri di tengahnya. "Katakan! Siapa pemuda yang menghamilimu, Lastri!" Ketua RT mendesis. Ia sangat menjaga kehormatan kampungnya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Diblokir Tetangga   17. Kepergian Bapak

    Sementara itu. Di dalam kamar. Amin sedang sekarat. Sejak diketahuinya Lastri hamil tanpa suami. Ia jatuh sakit-sakitan. Napasnya selalu sesak. Ia tak selera makan. Kepikiran. Tubuhnya yang semula segar berubah menjadi ringkih. Nyaris tinggal tulang. Berbulan-bulan menyimpan sesak sendiri. Hingga pada puncaknya. Malam di mana Rudi mengakui bahwa ia berdusta demi menyelamatkan Lastri. Kondisi Amin semakin tak keruan. Bukannya tenang. Justru beban berat menghimpit dadanya. "Bapak ndak kuat, Bu. Bapak sudah gagal menjaga anak kita," ujar Amin sambil memegangi dada sebelah kiri. Angin malam berembus pelan. Menerobos masuk lewat celah jendela yang terbuka. Nyeri yang Amin rasa tak kunjung hilang. Ia hanya bisa terdiam di pembaringan. Menikmati kesakitan."Jangan bilang gitu, Pak. Bapak harus kuat demi keluarga kita.""Bapak gagal, Bu. Bapak gagal," ujar Amin putus asa."Ibu juga sudah gagal menjaga Lastri. Yang penting sudah ada yang mau mengakuinya. Rudi sudah membantu kita." "Dia p

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-05

Bab terbaru

  • Diblokir Tetangga   129. ENDING

    Waktu bergulir kian cepat. Jejak-jejak masa lalu tinggallah serpihan yang tak perlu diingat. Aku bahagia dengan kehidupanku. Menikmati peran menjadi seorang istri, ibu dan juga menantu.Lima belas tahun lebih berselang. Usiaku sudah melewati kepala empat bahkan hampir lima. Hidupku begitu bahagia. Tinggal di bawah atap yang dinaungi dengan iman dan taqwa. Masih di kediaman Abah Yai. Hati dan jiwaku seakan tertahan. Enggan untuk pergi dari sini. Bude Ningsih tutup usia dua tahun yang lalu.  Beliau tak mengalami sakit. Tepat saat sedang salat Magrib berjamaah. Tiba-tiba saja sudah tak sadarkan diri. Ketika dibawa ke rumah sakit. Ternyata beliau sudah tak ada.Mas Fatih menepati janjinya. Hatiku sakit, saat tahu bahwa kedai warung milikku bukan mengalami kebakaran secara sendirinya. Melainkan ada dalang di balik itu. Suami Mbak Daya, namanya Mas Hilal, entah dendam apa yang ia miliki. Entah motif apa yang membuat ia tega membakar kedaiku. Pada

  • Diblokir Tetangga   128. Hasil USG

    Mas Fatih menuntunku berjalan dengan hati-hati. Perhatian dan perlakuannya selalu membuatku nyaman. Kami sudah tiba di tempat praktik dokter kandungan. Seperti rencana awal, hendak melakukan USG untuk mengetahui jenis kelamin anak kami. "Duduk di sini dulu ya, Dek," ucapnya.Aku mengangguk. Mas Fatih berjalan menuju tempat pendaftaran. Sambil menunggu, kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ada pula pasangan suami istri yang mengantri sama sepertiku. Seorang perempuan berkerudung lebar tersenyum ramah. Kulihat perutnya sedikit membuncit, mungkin tengah hamil.  "Mau periksa ya, Mbak?" tanya perempuan yang sedari tadi kuperhatikan. Ia duduk tepat di sebelahku. "Iya, Mbak. Mbak periksa juga, ya?" tanyaku balik.Perempuan itu mengangguk. "Sudah berapa bulan?" Aku bertanya lagi. Sebuah senyum kecut kulihat. Perempuan itu menggeleng. Seperti ada kepedihan yang tersirat di wajahnya. Ya Allah,

  • Diblokir Tetangga   127. Pamit

    "Rumah ini milik bersama, Nduk. Jangan merasa sungkan. Ummi sama Abah hanya ingin yang terbaik buat kamu dan calon cucu kami." Aku terharu mendengar ucapan Ummi. Tak ada yang kurang. Semua begitu menghargai dan menyayangiku. Namun, hati ini masih berat jika harus tinggal seterusnya di sini. "Terima kasih banyak Ummi.""Sama-sama, Nduk. Sudah sekarang istirahat saja, ya. Ummi mau nemenin Abah dulu.""Nggih, Ummi."Mertuaku itu berlalu meninggalkan kamar. Tinggal aku di sini bersama Kia dan Bude Ningsih. *** Mencoba bicara dari hati ke hati. Aku paham sekali bagaimana watak Bude Ningsih. Beliau orangnya nggak enakan. Lebih sering merendahkan diri. "Bude," panggilku."Iya, Nduk?""Semisal kita benar jadi tinggal di sini bagaimana?" "Horeee! Asiiiik! Tinggal di sini seterusnya, Mi?" Pertanyaan kulempar pada Bude Ni

  • Diblokir Tetangga   126. Melebur Bersama Duka

    Dalam hidup, kita tidak pernah bisa membuat semua orang menjadi suka. Sedikit banyak, akan  ada saja orang-orang yang membenci. Entah itu sebuah penyakit hati berupa iri dengki, atau Allah memang tengah menguji kesabaran hambanya. *** Pagi telah kembali tiba. Di sebuah klinik dokter spesialis kandungan. Inamah dan Fatih menunggu dengan harap-harap cemas hasil pemeriksaan. Beruntung karena klinik yang Fatih kunjungi buka selama 24 jam. Inamah langsung cepat ditangani. Tanpa menunggu-nunggu lagi. Satu hal yang lagi-lagi patut disyukuri. Karena kecekatan Inamah selama ini. Fatih tak perlu dipusingkan dengan noda pakaian yang membekas darah di belakang gamis Inamah. Karena Inamah selalu menyimpan stok ganti di bangku belakang. "Jadi, bagaimana, Dok?" tanya Fatih dengan raut cemas. Begitupun dengan Inamah, ia tengah berbaring di atas brankar pasien. Pasca menjalani pemeriksaan usg. "Sudah saya cek. Usia kehamilan memasuki tujuh

  • Diblokir Tetangga   125. Hancur dan Berserakan

    Malam beranjak semakin matang. Udara yang dingin, perlahan menerobos masuk lewat celah lubang angin. Sesekali dengung bunyi binatang malam masih terdengar. Meski bersahutan dengan riuh dedaunan yang tergesek angin. Kamar yang sedang ditempati Kia berada di sisi sebelah kiri. Di mana, halaman sampingnya ditumbuhi dua pohon mangga yang berdaun lebat. Jika Kia dan Bude Ningsih sudah terlelap dalam tidurnya, serta terbuai dalam mimpi mereka masing-masing. Hal tersebut tidak berlaku untuk Inamah. Pertanyaan Kia yang terus terngiang di telinga, membuat Inamah sedikit banyak kepikiran. Bram, masa lalunya yang bahkan kini keberadaannya sudah tak ada lagi di dunia, justru menghantui isi kepala. Inamah bangun dari posisi berbaring. Ia duduk lalu sedikit memundurkan posisinya, berganti menyender ke dinding. Ia sedang berpikir, bagaimana mencari cara agar bisa menjelaskan pada putrinya kelak. Sebuah penghianatan, haruskah ia ulas pada gadis yang bahkan usianya saja

  • Diblokir Tetangga   124. Wejangan Ibu Mertua

    Semilir angin malam yang sejuk membelai lembut wajah Inamah. Ia duduk di teras rumah. Seorang diri dengan kepala yang bersandar di dinding. Sesekali dilihatnya gawai, memastikan bahwa jam sembilan malam belumlah datang. Ia menunggu, kabar dari suami bahwa Kia masih hidup membuatnya teramat bahagia. Hingga ia lupa diri. Menyiapkan aneka makanan kesukaan sang putri sejak sore tadi. "Nunggunya di dalam saja, Nduk." Inamah menoleh. Di dekat pintu, dilihatnya Bu Nyai mendekat. Setibanya di samping Inamah. Bu Nyai menyentuh pelan pundak kanannya. "Di sini dingin," ujar Bu Nyai lagi. Kedua matanya menatap hangat. Tahu bahwa menantunya itu sedang tak sabar, tapi mengingat kondisinya yang sedang hamil muda juga pingsan berulang kali sejak pagi. Membuat Bu Nyai lebih khawatir akan kesehatan Inamah. "Nggih, Ummi."Merasa tak enak. Inamah lantas menurut. Ia bangkit dari duduk. Mengikuti ajakan Bu Nyai, yang kini menggirin

  • Diblokir Tetangga   123. Menjemput Jenazah Putriku

    Lebih cepat. Ingin segera sampai. Berpacu bersama sang waktu. Diselingi sudut-sudut hati yang menjerit. Doa tak lupa sentiasa terselip. Sebentar saja, tak ingin sampai kedatangannya terlambat dan berakhir dengan sia-sia. Fatih menghela napas berat berkali-kali. Pikirannya bercabang menjadi dua. Di satu sisi, ada Inamah yang terpaksa ia tinggalkan dalam keadaan pingsan. Di sisi lain, ada Kia dan juga Bude Ningsih. Yang saat ini, entah bagaimana keadaan dua orang itu. Pasca kecelakaan bus yang ditumpangi saat rekreasi."Hallo, saya minta tolong segera kirimkan alamat rumah sakitnya."Fatih menghubungi salah seorang guru Kia. Percuma jika menunggu respon, ia ingin segera tahu kabar putrinya itu secara langsung. Meski bukan anak kandungnya, Fatih begitu tulus menyayangi seperti anak sendiri. "Di rumah sakit umum Bakti Husada Batu Malang, Pak. Saya kirimkan alamat lokasinya di pesan, ya.""Iya. Saya tunggu dengan seg

  • Diblokir Tetangga   122. Bahagia Sekejap Saja

    Hatiku resah. Ada yang tak nyaman di dalam sini. Bagaimana bisa aku tergerak untuk mengizinkan seseorang menempati 'rumah kami'. Karena meski jarang ditempati, tapi jika sudah menyangkut tentang hak milik. Rasanya aku tak bisa. Sudah masuk ranah privasi.  "Dek." Panggilan Mas Fatih kembali membuyarkan lamunanku. Seulas senyum tersungging di bibir. Ia mendekat lalu mengusap puncak kepala. Matanya melebar, lalu jemari tangannya mencolek hidungku gemas. "Mas bercanda, Sayang. Khalid sudah punya rumah sendiri kok. Tak mungkin juga Mas membagi tempat tinggal kita dengan yang lain," ujarnya. "Hem? Apa?" Aku membelalak. "Beneran, Dek. Khalid sudah punya tempat tinggal sendiri. Mas hanya menggoda Adek saja." "Ihh! Mas Fafih!"Aku menepuk lengannya dengan tangan kanan. Bukannya mengelak, ia malah mendekat. "Sebelah sini aja," ujarnya sambil menunjuk pipi kanan. "Masa iya di pipi?""Kalau di pipi

  • Diblokir Tetangga   121. Memangkas Jarak

    "Yang ini bagus nggak, Mas?" Kutunjukkan gawaiku pada Mas Fatih. Ia menoleh sekilas lalu menggeleng pelan. Kami sedang tiduran di atas ranjang dengan selimut tebal yang membungkus hingga sebatas perut. Kebetulan ini hari minggu. Mas Fatih sedang libur. Sementara Kia, sejak jumat pagi ia bersama Bude Ningsih. Ada acara rekreasi dari sekolahnya. Berhubung aku sedang hamil muda, jadi Bude yang menemani.Kusandarkan kepala di lengan kiri suamiku itu. Kedua mataku terbelalak setelah menggeser layar gawai. Di dalam layar tampak pakaian bayi berwarna putih polos dengan bulat-bulat kecil berwarna biru sebagai motifnya. Pasti kali ini Mas Fatih setuju. Mengingat, motifnya yang sedikit, tak sebanyak yang pertama tadi.Kuakui, saat ini aku berada dalam fase demam belanja online. Entah apa sebabnya. Mungkin, efek kehamilan yang kedua ini.Berbeda dengan kehamilanku yang dulu waktu mengandung Kia. Kali ini, entah kenapa aku lebih senang be

DMCA.com Protection Status