Share

Jordy Pingsan

Ayah, ibu, kakak juga kakak iparnya menduga, jika yang sedang berbicara dengan, Jordy adalah pacarnya. Semua mereka tebak dari cara, Jordy menerima panggilan itu. Namun, semua terdiam ketika mengingat nama yang di sebut, Jordy. Mereka berempat saling pandang, dan menggelengkan kepala masing-masing. Menolak apa yang ada dipikiran, mereka.

"Mama, Papa, Kak Mey, Kak Iqbal! Kalian mau apa?" tanya, Jordy ketika membuka pintu kamarnya.

Empat orang dewasa terjatuh ketika, mereka berusaha mencuri dengar percakapan, Jordy. Membuat empunya kamar kesal dan mereka hanya bisa tersenyum kaku.

"Kalian pasti mau nguping, ya? Mau ngapain sih!" tanya, Jordy gemas.

Dari ke-empat orang itu, tidak ada satupun yang menjawab dengan benar. Alasan yang diutarakan semuanya, asal-asalan.

Jordy, menyodorkan kertas bertuliskan nomor telepon seseorang pada ibunya.

"Nomor siapa?" tanya Bu Ratna bingung.

"Bu Anggit," jawabnya singkat.

Jordy menyembunyikan debaran di jantungnya, agar tidak ada yang mengetahuinya. Namun, Kak Melani tau jika adiknya, sangat senang mendapatkan nomor itu. 

Bu Ratna, langsung mengambil ponsel miliknya dan menyimpan nomor, Bu Anggit. Tidak lama, Bu Ratna menghubungi, Bu Anggit. Beberapa kali mencoba, tidak kunjung ada yang menerima.

"Mungkin lagi, sibuk!" gumam, Bu Ratna.

Ketika akan meletakkan ponselnya, Bu Ratna berteriak, "Bu Anggit, telepon!" ucapnya.

"Mama, kok norak!" ejek, Jordy sambil berlalu.

Bu Ratna menerima panggilan itu, dan mematikannya, lalu menghubungi kembali. Katanya, dia yang ada perlu bukan, Bu Anggit. Obrolan pun berlanjut, sampai berjam-jam. Jordy,  bolak-balik melewati ibunya yang asik berbincang namun, tidak memperdulikan yang lain. Setelah itu, Bu Ratna menceritakan perihal utangnya dan meminta nomor rekening, Bu Anggit. Tak lama, panggilan di putus oleh, Bu Anggit setelah memberikan apa yang di inginkan  oleh mantan tetangganya.

"Lama amat, Ma. Kayak ngobrol sama pacar!" keluh, Jordy.

"Kenapa kamu yang sewot, Papa aja enggak ada komentar!" ketus, Bu Anggit. "Kalau saja, Rara enggak kecelakaan, kami pasti masih ngobrol." tambahnya.

Hati Jordy berdebar-debar, ingin mengetahui keadaan temannya. Ingin bertanya tapi, rasanya gengsi. "Apa aku haus menelpon Wibowo?" tanyanya pada diri sendiri.

Jordy diam di kamarnya, menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan. Dengan mengesampingkan gengsinya, Jordy mengirimkan pesan pada Wibowo.

Jordy : Siang, Bro. Makasih ya, udah susah payah dapetin nomor Bu Anggit.

Wibowo : Santai, Bro. Oya, lo tau enggak si Rara kecelakaan, enggak parah sih. Kaki kanannya aja yang pincang. Ngomong-ngomong, doi tambah cantik loh, bro!

Pesan yang di baca Jordy, membuatnya meremas guling yang ada di pangkuannya dan membayangkan jika mata Wibowo jelalatan melihat ke arah Rara. "Awas aja! Berani macam-macam." oceh Jordy.

Jordy : Tapi, enggak parahkan? Pastilah, cewek itu makin dewasa makin cantik.

'Entahlah, kenapa aku enggan berbincang langsung dengannya dan memilih mengirim pesan.'

Wibowo : Kata cewek gue, enggak sih. Enggak tau deh, aslinya.

Wibowo : Sayang ya, gue dah punya pacar. Coba kalau belum, gue deketin dia. Hahahahaha,

Pesan Wibowo makin membuatnya kesal.

Jordy : Jaga pandangan, jangan liat yang bening dikit langsung berpaling. Kamu dekat dengan siapa, sekarang?

Wibowo : Teman dekat Rara, si Tantri.

Deg!

Jantung Jordy berdegup seakan-akan berhenti. Bukannya Tantri dulu saingan dengan Rara. Kenapa bisa jadi teman dekat. Lama Jordy  berpikir, sampai-sampai Wibowo telpon diabaikannya.

Wibowo : Kaget lo ya? Wkwkwkwkkk.

Pesan Wibowo membuat Jordy mengangkat kedua alisnya.

Jordy : Iya. Aneh aja! Mereka'kan musuh bebuyutan.

Wibowo : Panjang ceritanya. Lo enggak kangen dengan Rara?

Wibowo : BTW, kenapa telpon gue enggak lo angkat?

Jordy : Sebagai teman lama, pasti gue rindu. Tadi, nyokap gue nanya sesuatu dan gue harus nyari barang yang di mintanya. Gue mau berangkat ngampus nich, nanti gue sambung lagi. Oya, kalau lo enggak keberatan, gue minta nomor Tantri.

Begitu pesan terkirim, Jordy beranjak dan mengambil tablet miliknya. Melihat progres laporan Reno, untuk perusahaan barunya.

"Jo ... Jo, Mama mau minta tolong!" pekik Bu Ratna dari arah dapur.

Tanpa menjawab, Jordy mendekati mamanya.

"Ada apa mamaku tercinta?" Jordy duduk dihadapan Bu Ratna dan bertanya.

"Ini nomor rekening Rara, kamu kirim uang ke dia. Tapi kamu hitung dulu berapa yang harus mama bayarkan. Biar Ibu Anggit, enggak menolak." ucap Bu Ratna dengan menyodorkan selembar kertas bertuliskan angka-angka.

"Hitung apa?"

"Mama dulu dipinjamkan, emas sekitar 5 suku. Atau bulatkan aja jadi 6 suku. Harga jual sekarang berapa per gram, tinggal di kali'kan saja." ujar Bu Ratna.

"Harga emas saat ini, sekitar 100.000 rupiah. Kalau satu suku, Jo enggak faham. Nanti, Jo tanya dulu." Ucapku seraya memasukan beberapa buah anggur ke dalam mulut.

"Ya udah sana, ngantor!" Mama mengusirku dan memukul tanganku yang mengambil buah kesukaannya.

Jordy berlalu untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Saham di perusahaannya belumlah stabi, mengharuskannya ikut memantau. "Jika kamu mau terus sukses, jangan biarkan orang yang mengendalikan usahamu!" itu pesan papa yang selalu dia ingat. Apalagi, ini perusahaan benar-benar masih baru. 

Begitu sampai di gedung yang sebagian baru digunakan, Jordy langsung di sambut Asisten pribadi yang sengaja ditunjuk oleh papa-nya untuk membantu.

"Pak, maaf. Ini ada mitting mendadak dari PT Cakra Buana Mandiri, untung saja bapak datang." ucapnya.

"Apa permintaan mereka?" tanya Jordy.

"Mereka minta pembagian secara adil dan mereka minta ruangan khusus." Lapor Andri.

Jordy menghentikan langkahnya dan bertanya,

"Kamu tau harga emas sekarang? Untuk satu suku berapa rupiah. Tolong secepatnya cari tau!" pintar Jordy. "Dan rincian laporan, taruh di meja saya." tambahnya.

Permintaan Jordy membuat Andri menganga namun, dia secepatnya mencari tahu harga emas.

Tok! Tok! Tok!

"Pak ini laporannya, dan ini harga emas per gram dan suku."

Andri menghampiri Jordy, setelah menutup pintu dan dia menyodorkan map holder yang berbeda dan langsung meninggalkan ruangan, setelah meminta ijin.

Map yang berisi pekerjaan, di singkirkan sejenak oleh Jordy, dia beralih pada map rincian jual beli emas. Mama-nya memang berpesan untuk mentransfer langsung, saat sudah mengetahui harganya.

Setelah yakin semuanya, Jordy mengirimkan sejumlah uang ke rekening Rara. Lalu memberitahu mama jika tugas yang dia berikan sudah selesai. Kini tugas Jordy untuk melindungi Rara, meski jarak terpisah.

Perusahaan Jordy bergerak di bidang jasa, kontruksi dan lainnya. Dia ingin membangun perusahaan bukan hanya terpaku pada satu jenis pekerjaan dan yang pastinya, sebelum aku mempersunting Rara.

Jordy membuka tasnya dan mengeluarkan diary milik Rara, yang dia jaga dengan baik. "Apa dia memakai cincin itu, ya." gumamnya.

Jordy teringat pada Wibowo yang tadi dia ajak berbincang. Ponsel disaku celananya dia ambil dan langsung mengecek pesan yang masuk.

Wibowo : Ini nomor Tantri 0852******890, awas! Jangan macem-macem, cukup tanya tentang Rara!

Jordy tersenyum, dia tidak menyangka jika Wibowo tau tentang perasaannya pada Rara. Tanpa menunggu, Jordy menyimpan nomor Tantri dan langsung mengirimkan pesan.

Jordy : Hai.

Jordy : Assalamu'alaikum, Tantri. Masih inget dengan Jordy?

Pesan tidak langsung berbalas.

Jordy melanjutkan mengecek laporan yang di berikan oleh Andri. Sambil sesekali melirik ponselnya.

Acara mitting yang diagendakan, tidak bisa di tunda atau di pindah hari. Dengan terpaksa Jordy menghadirinya. Mitting cukup alot, setiap orang kukuh pada pendapatnya. Berbeda dengan Jordy yang tidak fokus pada mitting, saat ini.

Begitu ponselnya berdering, Jordy pamit ke toilet. Membuat kliennya melongok. 

"Kenapa sih? Lagi mitting juga!" ketus Mariana, Klien terkukuh.

"Maklum, anak muda." Bela klien Rama, klien pemerhati Mariana.

Bisikan itu, masih terdengar di telinga Jordy namun, dia abaikan.

Tantri ...

Nama yang tertera dilayar ponsel milik Jordy. Sepertinya, Jordy belum sanggup untuk berbicara, dia takut jika Rara mendengar percakapannya dengan Tantri. Jordy memutuskan mengirim pesan pada Tantri.

Jordy : Maaf, saat ini saya sedang sibuk. Bisa kita bicara nanti?

Tantri : Baiklah, Jordy. Jam berapa? Gue harus ngampus juga nih!

Jordy : Tiga puluh menit dari sekarang.

Tantri : Oke.

Jordy kembali bergulat  pada pekerjaan dan mitting yang membosankan.

"Bagaimana, jika kita makan di Hotel Indonesia besok?" tawar Jordy ketika dua kliennya sedang berdebat.

Pada dasarnya, kliennya itu sahabat Jordy sendiri. Namun, mereka harus berpura-pura demi menyusupkan orang-orang terbaik.

"Terbaik!" Mariana memberikan dia jempolnya pada Jordy.

"Eleh, paling juga kita suruh mengamati situasi. Supaya kita bisa melihat apa hebatnya hotel itu! Dan bisa menerapkannya di hotel yang akan kita bangun!" sela, Rama.

Jordy terkekeh mendengarnya. Tebakan sahabatnya itu tidak pernah meleset.

"Sekalian belanja!" Rayu Mariana.

Kedua lelaki yang ada di dalam satu ruangan itu menghela nafas berat dan menggelengkan kepalanya secara bersamaan pula.

"Oke, kalau kalian keberatan aku enggak jadi ikut!" Mariana mulai merajuk.

Rama dan Jordy saling bertatapan. "Oke," balas mereka berdua.

"Sorry, enggak bisa bareng kalian ya, ada sesuatu yang penting!" Jordy mengutarakan keinginannya.

"Lo ga ke kampus?" tanya Rama.

"Lo aja masih nangkring disini!" ejek Jordy.

"Kapan kita sukses kalau kuliah aja males" Mariana mendengkus kesal.

Ketika akan menjawab, Ponsel Jordy berbunyi.

"Lo mau pacaran? Dengan siapa? Kita-kita enggak pernah tau lo deketin cewek! Enggak kayak buaya di sebelah gue!" cecar Mariana.

Jordy diam dan sedikit agak menjauh dari kedua sahabatnya.

Jordy : Hallo, Assalamu'alaikum. Apa kabar, Tantri?

Tantri : Waalaikumsalam. Lo mau nanya kabar gue atau Rara?

Pertanyaan Tantri yang to the poin membuat Jordy salah tingkah meski tidak kentara.

Jordy : Apa Rara, ada di samping kamu?

Tantri : Enggak, gue di rumah. Dia lagi di rumah sakit. Tangannya harus di gips!

Jordy : Separah apa?

Tantri : Apa kamu mencintai Rara? Lalu, untuk apa kamu ninggalin dia, tanpa mengatakan perpisahan? Sekarang, untuk apa cari tau tentang dia? Kamu tau dia terluka akibat kepergian kamu! Gue yang dulu jadi musuh bebuyutan dia saja paham!

Tantri terus berbicara, tanpa memberikan kesempatan Jordy untuk mengatakan satu patah kata.

Tantri : Enggak usah telepon gue, deh. Yang ada nanti, Rara marah sama gue. Udah dulu ya! Bye.

Tantri memutuskan sambungan  telepon secara sepihak, membuat Jordy bingung.

"Tadi baik-baik saja! Kenapa berubah drastis dalam hitungan menit!" oceh Jordy, sambil menatap ponselnya.

"Banting .... banting aja!" Rama sekarang jadi tukang kompor di sambut Mariana yang tukang belanja, "Beli baru, gress!"

Jordy ingin sekali melempar kedua sahabatnya dengan ponsel miliknya namun, dia berusaha sabar agar terlihat berwibawa.

Jordy : Tantri, saya butuh bantuan kamu. Hanya kamu yang bisa. Pleeease!

Setelah mengirim pesan, Jordy duduk dan meminum kopi milik Rama hingga tandas dan tiba-tiba jatuh tersungkur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status