Angin dingin menusuk tulang
Salju yang murni menutupi bumiSungai timur mengalir tenangTebing utara tersembunyiIni adalah akhir tahun, salju turun dengan lebat. Sebagian besar tanah di bumi Xiang tertupi salju tebal.Di hutan kematian, tanah sudah tertutup oleh salju tebal. Tetesan darah meninggalkan jejak yang kontras di atas salju berwarna putih.Seorang pemuda berjalan terseok-seok, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka. Pandangannya mulai buram karena terlalu banyak darah yang keluar dari lukanya.Langkah demi langkah dia lakukan, dengan harapan akan menemui titik kehidupan. Tidak pernah dia bayangkan jika langkah yang dia harapkan menuju pusat kehidupan justru membawanya ke dalam jurang tanpa batas."Apa ini adalah akhir dari hidupku?"Pandangannya semakin memudar hingga gelap sepenuhnya.Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri hingga sebuah suara mengusiknya. Kepalanya terasa berdenyut, seperti ada ribuan jarum yang menancap di kepalanya."Wang Jiang, kau bisa mendengarku?"Suara itu terus mengusiknya, memaksanya melawan rasa sakit di kepalanya, memaksanya untuk bangun dari tidur panjangnya.Pemuda itu membuka matanya dengan perlahan, dia merasakan pandangannya menjadi kabur. Sekali lagi dia memejamkan matanya dan saat mencoba membukanya, ini sudah lebih baik.Pemandangan pertama yang pemuda itu lihat adalah seorang pria tua menggunakan jubah berwarna hitam berdiri dan berusaha membangunkannya."Uh...."Pemuda itu memegang kepalanya yang terasa sakit. Keningnya berkerut dalam karena rasa sakit yang menyerang kepalanya begitu dahsyat."Wang Jiang, tenanglah."Suara itu kembali terdengar. Aliran energi yang terasa hangat mengalir ke kepala pemuda itu, mengurangi rasa sakit yang dia derita dengan perlahan.Setelah beberapa waktu, pria tua itu melepas tangannya dari kening Wang Jiang."Ini ... di mana ini?"Kali ini pandangannya sudah cukup jelas. Wang Jiang merasa jika tempat ini sangat asing untuknya. Dia berusaha mengingatnya. Namun, semakin dia berusaha, kepalanya seperti akan pecah."Apa kau tidak mengingatnya?"Wang Jiang mengangguk. Satu tangannya menyengkeram kepalanya yang sakit. "Tuan, siapa anda? Apa anda mengenalku?""Kau tidak ingat?" Pria tua itu bertanya.Wang Jiang menggeleng. Wajah di depannya benar-benar asing. "Apa kita saling mengenal?"Pria tua itu mendesah pelan. "Tentu saja kita saling kenal. Namamu adalah Wang Jiang."Pria tua itu bernama Bai Hu, salah satu tetua di Sekte Bangau Putih. Selama Wang Jiang tidak sadar, Bai Hu yang merawatnya dengan telaten.Dua minggu setelah Wang Jiang tersadar, kondisinya mulai membaik. Luka-luka di seluruh tubuhnya mulai pulih. Hanya saja, ingatan masa lalunya belum kembali sedikitpun.Hari itu, meski hari masih dingin, tetapi Wang Jiang bersemangat untuk berjalan-jalan di luar. "Kakek, aku akan berjalan-jalan di luar sebentar."Bai Hu mengangguk mengizinkan. Selama ini dia hidup sendirian. Istrinya sudah lama meninggal dan dia tidak memiliki anak seorang pun. Saat dia merawat Wang Jiang, hatinya terasa hangat dan meminta pemuda itu untuk memanggilnya sebagai kakek.Wang Jiang keluar dari kediaman Bai Hu dengan wajah bahagia. Sudah cukup lama dia tidak keluar dan menikamati udara segar. Kakinya yang baru saja sembuh masih terasa kaku."Benar-benar menyedihkan." Wang Jiang tersenyum, mengejek dirinya sendiri.Saat sedang berjalan, Wang Jiang tidak sengaja menginjak salju yang mencair. Pemuda itu kehilangan keseimbangan dan hampir saja terjatuh. Namun, sebelum tubuhnya menghantam tanah, sebuah tangan yang halus dan ramping seperti menahan punggungnya. Aroma harum yang lembut menusuk hidung Wang Jiang.Pemuda itu merasa mulutnya tiba-tiba kering, dia menelan ludahnya dengan kasar. Tangan ramping yang menopang pinggangnya sangat ramping dan halus, tetapi berhasil menahan tubuhnya yang lebih besar dengan begitu mudah.Sebuah perasaan aneh tiba-tiba merayapi dada Wang Jiang."Kamu baik-baik saja?" Suara merdu sehalus kelopak bunga mawar itu menyadarkan Wang Jiang dari lamunannya. Wajahnya yang tampak khawatir membuat Wang Jiang merasa nyaman dan berharga.Dengan hati-hati wanita itu membantu Wang Jiang berdiri."Aku ... aku baik-baik saja." Pemuda itu berdiri dengan wajah merona, kemudian dia mengangguk dengan malu-malu. "Terima kasih."Wanita itu mengangguk. "Sama-sama. Aku senang membantumu."Wang Jiang tidak mengingat apapun tentang gadis ini. Tapi dia tidak berani menanyakannya.Seperti mengetahui isi pikiran Wang Jiang, gadis itu bertanya, "Siapa namamu? Aku Mei Ling."Ada rasa terkejut di dalam hati Wang Jiang. Ingatannya telah menghilang, bahkan dia tidak mengingat asal usulnya sama sekali. Jika dirinya memang berasal dari tempat ini, bukankah seharusnya gadis ini mengenalnya? Atau, jangan-jangan gadis ini baru bergabung dengan Sekte Bangau Putih.Menepis semua pemikiran itu, Wang Jiang menjawab, "aku Wang Jiang."Mei Ling mengangguk. Dia membantu Wang Jiang jalan-jalan dengan memapahnya. Mereka duduk di bawah pohon prem."Aku belum pernah melihatmu sebelumnya." Mei Ling tiba-tiba berbicara, suaranya lembut tapi seperti petir di telinga Wang Jiang.Wang Jiang menoleh, ekspresinya terlihat linglung. Suaranga serak dan tercekat saat berkata, "kamu belum pernah melihatku?"Mei Ling mengangguk. "Iya. Belasan tahun aku tingga di sini, tidak pernah melihatmu di tempat ini."Mei Ling terdiam, seperti teringat sesuatu. "Tapi aku seperti pernah melihatmu di tempat lain."Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Wang Jiang. Dari awal dia sudah curiga. Bai Hu selalu menghindar dan mengalihkan pembicaraan saat membahas masalah ini. Jika Mei Ling benar pernah melihatnya di suatu tempat, dia harus tahu di manakah tempat itu."Di mana ... di mana kamu melihatku?"Walau merasa ragu, tetapi Mei Ling tetap mengucapkannya. "Aku tidak melihatnya begitu jelas. Tapi sepertinya aku pernah melihatmu di Provinsi Qin.""Provinsi Qin? Di mana itu? Aku tidak bisa mengingatnya ...."Wang Jiang mencengkeram kepalanya yang terasa pusing. Seperti ada batu besar yang menghantam kepalanya berulang-ulang.Keringat dingin mulai muncul di wajah Wang Jiang, dia terlihat pucat. Mei Ling menjadi cemas saat melihat Wang Jiang yang kesakitan."Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" Mei Ling sangat cemas. Dia tidak tahu jika satu kalimatnya membuat teman barunya menjadi seperti ini."Apa yang terjadi?" Sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Bai Hu muncul entah dari mana dan mendekati Wang Jiang."Tetua Bai." Mei Ling berdiri dan memberi hormat pada Bai Hu. "Wang Gege tiba-tiba sakit kepala."Bai Hu terkejut saat mendengar panggilan intim yang dilakukan Mei Ling. Namun, dia tidak sempat menanggapinya karena melihat Wang Jiang yang terus kesakitan."Apa kau mengatakan sesuatu kepadanya?""Aku hanya mengatakan belum pernah melihat dia sebelumnya."Ekspresi Bai Hu memburuk."Tetua Bai, apa aku sudah salah bicara?"Bai Hu menggeleng. "Kau bisa pergi, aku yang akan merawat Wang Jiang."Mei Ling terlihat ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak memiliki keberanian. Jadi, dia hanya mengangguk dan pergi meninggalkan mereka.Bai Hu mengalirkan tenaga dalamnya, membuat Wang Jiang menjadi tenang.Pemuda itu masih pucat, napasnya juga tersengal. Hanya saja dia tidak menunjukkan rasa sakit lagi.Wang Jiang terdiam selama beberapa saat, mengumpulkan keberanian untuk bertanya."Katakan saja apa yang ingin kamu katakan."Wang Jiang mengangguk. "Apa aku tidak berasal dari tempat ini?"Sebuah kabut putih keluar dari mulut Bai Hu. Pria itu mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Benar." Pandangan Bai Hu menerawang ke depan, menatap awan putih yang jauh di atas sana. "Saat itu aku menemukanmu di dasar jurang." Bai Hu menunduk, mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. Itu adalah sebuah belati yang memiliki relief naga berwarna hitam. Terlihat agung dan mengesankan. "Aku menemukan ini di tubuhmu." Wang Jiang menerima belati tersebut dan menariknya. Di bagian badan belati terlihat dua karakter yang dibaca 'Wang Jiang'. Bai Hu berpikir jika itu adalah miliknya sehingga memanggil pemuda itu dengan nama Wang Jiang. Entah mengapa, Wang Jiang merasa jika separuh jiwanya berada di belati itu. Sebuah rasa kepemilikan muncul begitu saja saat dia melihat belati itu. "Aku ... aku merasa jika ini adalah barang berharga yang aku miliki." "Jika kau merasa demikian, sangat mungkin jika namamu adalah Wang Jiang." Wang Jiang mengangguk. Pandangannya jatuh pada Bai Hu. "Setela
Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing. Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh. "Berhenti!" Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang. "Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut. "Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin. Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur.""Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekal
Kotak kayu itu terbuka, terlihat sebuah pedang berwarna putih yang mengeluarkan hawa dingin. Sarung dan badan pedang itu terpisah, di bagian badan pedang terukir tiga karakter yang berarti pedang musim dingin. Wang Jiang melihat sebuah tulisan di dalam kotak kayu. "Jangan pergi sebelum mengambil kotak ini." Karena khawatir ada hal buruk yang terjadi, Wang Jiang mengambil kotak itu. Lantai batu kembali tertutup. Di bawah pedang musim dingin, terdapat sebuah buku tua yang berjudul kitab empat musim. Dibanding dengan pedang musim dingin, Wang Jiang lebih penasaran dengan kitab tersebut. Di halaman pertama, dijelaskan jika sebelum menjadi pemilik pedang musim dingin, seseorang harus menggunakan darahnya untuk mengikat kontrak. Wang Jiang menggigit jari telunjuknya hingga berdarah dan meneteskannya ke pedang musim dingin. Pedang berwarna putih tulang itu bersinar terang, membutakan mata Wang Jiang selama beberapa saat. Pemuda itu tidak sengaja menyentuh pedang itu, aliran tenaga b
Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah. "Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?" Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar." "Jadi Lin Tian mati di tempat itu?" Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya." Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa. "Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah
Bab 6Suara derap langkah kuda yang mendekat membuat Qin Guan seketika waspada. Dia segera menyambar pedang yang dia letakkan di samping api unggunnya dan bersiaga. Dia menajamkan pandangannya dan memperhatikan sekeliling.Ekspresi Qin Guan berubah serius ketika menyadari arah tamu tak diundang itu berasal dari kota sebelumnya. Dia segera berbisik pada Mei Ling. “Kita kedatangan tamu.”Gadis itu menggenggam pedangnya dengan erat, lantas mengangguk. Keringat dingin mulai terlihat di dahinya.“Kamu takut?” tanya Qin Guan.Mei Ling mengangguk pelan. “Sekte bangau putih saja hancur, bagaimana mungkin kita ….”Gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia masih ingat dengan begitu jelas bagaimana jasad guru dan rekan-rekannya serta kondisi Bai Hu yang paling memprihatinkan. Sekte sebesar Bangau Putih bisa diratakan hanya dalam hitungan jam, artinya kemampuan lawan tidak bisa dianggap remeh.Mei Ling bukan hanya takut mati, tetapi dia juga takut jika Qin Guan akan meninggalkannya sepert
Bab 7Sebuah belati kecil melesat menuju tempat Mei Ling berdiri. Qin Guan yang baru saja mendaratkan tubuhnya, kembali menjejakkan kaki dan melompat ke arah Mei Ling.“Terlalu jauh ….”Dia berniat untuk menangkis serangan tersebut, tetapi sapuannya tidak cukup cepat. Pisau tersebut bergerak lebih cepat dari gerakan Qin Guan. Sebuah suara robekan terdengar pelan. Aroma darah menyeruak mengiringi suara robekan tersebut. Pisau terbang itu menancap di bahu kiri Qin Guan. Pemuda itu mendarat di tanah dan mundur beberapa langkah.“Qin Gege!”Mei Ling memekik panik ketika melihat pisau itu menancap di bahu Qin Guan. Dia bergegas menghampiri Qin Guan, untuk memastikan jika pemuda itu tidak terluka parah.“Jangan bergerak!” Qin Guan memperingatkan. Tatapannya menatap tajam Mei Ling. “Tetap di belakangku.”“Tapi …” Mei Ling ingin protes. Dia memiliki kemampuan beladiri yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Jika tadi Qin Guan tidak mendorongnya, dia juga yakin bisa menghindari pisau ters
Bab 8Hutan itu begitu lebat hingga cahaya matahari sulit untuk menembusnya. Apalagi sekarang adalah musim dingin, matahari akan muncul lebih siang dan tenggelam lebih cepat. Suara dedaunan yang tertiup angin seperti irama yang menenangkan jiwa.Perlahan Qin Guan membuka matanya, rasa sakit dan hawa dingin menusuk tulang segera menyerangnya. Dia kembali teringat dengan pertempurannya melawan kelompok naga hitam ya ng hampir saja merenggut nyawanya. Dengan napas yang masih berat, Qin Guan berusaha menggerakkan tubuhnya.“Qin Gege, jangan bergerak.”Sebuah suara yang halus dipenuhi kekhawatiran beresonansi di telinga Qin Guan. Pemuda itu menoleh dan mendapati Mei Ling sedang berjalan ke arahnya sembari membawa kantong kulit penyimpanan air.“Mei Ling … di mana tubuh orang-orang itu?” tanya Qin Guan dengan napas yang masih lemah. “Aku yakin belum mengalahkan mereka semua.”Malam sebelumnya, setelah Qin Guan menggunakan seluruh tenaga dalamnya, ternyata masih ada beberapa anggota Nag
Bab 9Hutan yang lebat itu mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Qin Guan sudah membereskan tempat itu bersama Mei Ling dan bersiap untuk meninggalkan tempat itu.“Kita langsung ke ibukota?” tanya Mei Ling.Qin Guan mengangguk. Dia membawa buntalan kain yang berisi harta sitaan dari tubuh para anggota kelompok Naga Hitam. “Ingatkan aku untuk membeli beberapa pakaian dan topeng.”“Topeng? Untuk apa?”Qin Guan sudah membuka mulutnya, berniat menjawab pertanyaan Mei Ling. Namun, dia menghentikannya dan meletakkan telunjuknya di bibir. Gadis itu mengedarkan pandangannya dan seketika menahan napasnya. Dia merasakan ketegangan di udara.Meskipun suaranya begitu tipis, tetapi mereka berdua menyadari keberadaan tamu tak diundang yang sedang bergerak mendekat. Suara ranting yang berderit dengan suara angin yang tak berirama membuat mereka semakin waspada.Tanpa basa-basi, Mei Ling segera menarik tangan Qin Guan. “Kita harus segera pergi.”Sementara itu, Qin Guan mengikuti langkah gadis itu.
Bab 36Setelah makan malam berakhir, Wang Tian Xin memilih untuk langsung istirahat di ruangan yang sudah disediakan oleh Qin Guan. Perjalanan panjang yang sudah dia tempuh dan proses pengobatan Qin Guan membuat tenaganya terkuras habis.Malam itu, Wang Lingling juga memutuskan untuk pergi ke balai Ji Feng. Selama beberapa hari ini dia terlalu fokus merawat Qin Guan, mencegah racun di tubuh pemuda itu menyebar lebih luas sehingga mengabaikan tugasnya di balai Ji Feng.Mei Ling mengikuti Qin Guan ke ruangannya, membantunya untuk bersiap karena pemuda itu harus pergi melakukan pertemuan di luar. Lu Tao sudah menawarkan diri untuk membantu, tetapi Qin Guan lebih memilih Mei Ling yang membantunya.Sebuah jubah hitam dengan bordir merah tua beserta ikat pinggang berwarna merah sudah disiapkan oleh Lu Tao.“Tuan Muda, tidak biasanya Anda memintaku menyiapkan pakaian ini?” tanya Lu Tao kebingungan.Sebagian besar jubah yang Qin Guan miliki berwarna putih, seperti julukanya, Panglima berjubah
Bab 35Wang Tian Xin menjura. “Tian Xin menyapa Lingling jiejie.” Wang Lingling memegang bahu Wang Tian Xin dan memintanya kembali duduk.Pemuda itu mengangguk dan kembali duduk. Pandangannya menatap kedua orang itu bergantian.“Selama ini kalian saling menyapa?”Wang Lingling mendengus. “Kami hanya saling mengenal. Dia bahkan sudah sepuluh tahun tidak mengunjungiku.”Qin Guan menggelengkan kepalanya pelan, tersenyum tipis sebelum berbicara. “Aku hanya ingin kalian tetap aman.”Kini giliran Wang Tian Xin yang mendengus. “Berapa banyak hal lagi yang kau sembunyikan?”Qin Guan diam tak menjawab, memilih menikmati tehnya yang masih mengepul.“Kau tidak akan mendapat jawaban,” ucap Wang Lingling. “Bahkan ada banyak rahasia yang tidak kuketahui.”Ketika tragedi itu terjadi, baik Wang Lingling maupun Wang Tian Xin masih terlalu muda untuk bisa mengingat seluruhnya. Hanya Qin Guan dan Lin Fan yang sudah cukup besar untuk mengetahui sebagian besar faktanya.“Selain kita, apa ada yang mengetah
Bab 34“Apa saat kejadian kelabang malam kau sudah mengetahui semuanya?”Qin Guan tersenyum tipis. “Sejak awal aku melihatmu, aku sudah tahu jika kita adalah saudara.”“Bagaimana mungkin?” Wang Tian Xin kebingungan, tapi tak berselang lama dia menyadari sesuatu. Pemuda itu menghela napas panjang. “Kau pasti mengenaliku dari tombak itu?”Lagi-lagi Qin Guan tersenyum dan mengangguk. Dia sudah cukup besar ketika tragedi mengenaskan itu terjadi kepada keluarganya dan tombak yang ada di tangan adiknya adalah salah satu barang yang paling dia kenali. Itu adalah tombak warisan keluarga Wang yang ada dalam gudang harta mereka.“Xin, jangan marah.”Wang Tian Xin menggeleng lemah. “Tidak. Aku tidak arah, hanya sedikit kecewa.” Pemuda itu mengangkat wajahnya. “Kau memanggilku kemari pasti karena hal mendesak, ‘kan?”Qin Guan mengangguk dan mengajak adiknya
Bab 33Kabar mengenai kemunculan Qin Guan di ibukota langsung menyebar dengan cepat. Para prajurit yang pernah berada di bawah kepemimpinan Qin Guan merasa senang karena sang Jendral Muda telah kembali. Kemunculan pemuda itu juga merupakan angin segar bagi militer kekaisaran Yin yang sedang panas.Setahun yang lalu, Qin Guan dan pasukan perbatasan mampu menghancurkan pasukan lawan hingga pihak lawan mengalami kerugian yang sangat besar. Menurut penghitungan para ahli strategi perang, Kekaisaran Yin akan berada dalam masa tenang selama dua puluh tahun ke depan. Semua orang tentu merasa senang dengan kabar tersebut. Namun, tidak sedikit juga yang merasa sedih, terutama bagi mereka keluarga prajurit yang gugur di medan perang.Selain itu, otak pertama dari pertempuran tersebut, sosok yang seharusnya mendapat penghargaan tertinggi justru turut menghilang dalam peperangan. Para petinggi militer tidak ada yang berani mengklaim jasa tersebut sehingga terjadi sedikit pergolakan di militer.Me
Bab 32Perjalanan terus berlanjut, mereka terus melaju dan hanya berhenti untuk mengganti kuda apabila kuda yang mereka miliki sudah kelelahan. Dua kusir yang ikut dalam perjalanan tersebut terus bergantian demi memangkas waktu agar bisa lebih cepat sampai di ibukota. Karena identitas spesial Qin Guan, dia bisa melewati wilayah terlarang dan memangkas waktu menjadi lebih pendek.Di hari ke delapan, tembok pembatas telah terlihat membentang sepanjang mata memandang. Tembok kokoh setinggi lima belas meter yang dibuat dari susunan batu hitam yang sangat kuat.Menggunakan tanda pengenal miliknya, Qin Guan dan rombongan bisa memasuki ibukota tanpa halangan sedikit pun.“Bisa kita ke penginapan untuk mandi air hangat?” tanya Mei Ling.“Untuk apa ke penginapan? Keluarga Qin memiliki kediaman mewah di ibukota. Jangankan mandi air hangat, mandi perak pun mereka bisa menyediakannya.” Wang Lingling berbicara dengan sangat bersemangat.Qin Guan mendengus pelan. “Lama tidak bertemu, sepertinya kam
Bab 31Tiga hari setelah penyerangan, sebelum matahari terbit, sebuah kereta kuda mewah keluar dari batalyon kota Xian. Meski tidak banyak hiasan yang menempel di bagian luar kereta seperti kereta bangsawan, tetapi desain elegan dan bagian luar kereta yang berwarna hitam mengkilap membuat siapa saja tahu jika pemilik kereta ini bukan orang sembarangan. Orang-orang yang berpapasan dengan kereta tersebut hanya bisa menepi dan sedikit menunduk memberikan penghormatan. Siapa pun yang berada di dalam kereta tersebut pasti bukan sosok biasa.Di dalam kereta, Qin Guan duduk di tengah sementara Wang Lingling dan Mei Ling mengapitnya di kedua sisi. Ketika matahari baru saja terbit, kereta mereka baru meninggalkan kota Xian.“Aku tidak berniat untuk berhenti, jika kalian memerlukan sesuatu katakan padaku.”Kedua gadis itu mengangguk. melihat keduanya mengangguk, Qin Guan merasa sedikit tenang. Dia lantas mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya, terlihat seperti buku yang dibungkus dengan kain
Bab 30Ketika matahari baru saja tenggelam, Qin Guan bisa bernapas lega. Dia mengatur napasnya yang tersengal. Sementara Wang Lingling yang duduk di sampingnya juga terlihat kelelahan. Di meja kecil yang ada di samping mereka, terdapat sebuah nampan yang dipenuhi potongan daging yang menghitam.“Aku tidak menyangka bisa melakukannya secepat ini.”Qin Guan tersenyum. “Kau benar-benar terampil melakukannya. Tidak heran jika Tabib Li mengangkatmu menjadi murid utamanya.”Beberapa waktu lalu, Wang Lingling membuka luka di pinggang dan perut Qin Guan. Gadis itu dengan begitu berani memotong jaringan yang terkena racun hingga bersih. Hasilnya begitu banyak bagian yang harus diangkat.“Ge, aku sudah berharap kau pingsan karena kesakitan. Tapi bagaimana lagi, kau terus sadar sampai prosesnya berakhir.”Qin Guan tersenyum tipis. Dia juga merasa tidak tahan dan ingin kabur saja. Namun, mengingat nyawanya sedang dalam bahaya, dia hanya bisa pasrah dan berharap akan pingsan selama prosesnya berla
Bab 29Wang Lingling merasakan hawa panas dari dalam perut Mei Ling, menandakan terjadinya pendarahan di dalam sana. Jika tidak ditangani dengan tepat, maka nyawa Mei Ling akan berada dalam bahaya.“Apa kau tidak mendeteksinya semalam?”“Aku sudah memberinya obat. Jika dia istirahat dengan baik, kondisinya tidak akan seburuk ini.”Qin Guan mengusap wajahnya dengan kasar. “Lalu bagaimana kondisinya sekarang?”“Terjadi pendarahan di perutnya. Aku akan melakukan perawatan.”Qin Guan menghela napas panjang. “Dia akan baik-baik saja, kan?”Wang Lingling mengangguk. “Selama dia menuruti saranku, maka semuanya akan baik-baik saja.”Seorang tabib tidak akan bisa menyelamatkan orang jika orang tersebut selalu membangkang ucapannya. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara tabib dan pasiennya agar pengobatan bisa dilakukan dengan baik.“Aku akan menyerahkan semuanya padamu.”“Kalau begitu keluarlah, aku harus segera menanganinya.”Qin Guan mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan itu tanpa berbic
Bab 28Setelah pembicaraan yang cukup panas itu, Tabib Li meninggalkan Qin Guan sekaligus meninggalkan kota Xian untuk melakukan perjalanan. Wang Lingling yang mendapat tugas untuk menjaga Qin Guan selalu berjaga di samping pemuda itu.“Qin Gege, jangan banyak bergerak. Lukamu akan terbuka jika kau tidak mau diam.”“Lingling, aku hanya bergerak sedikit, tidak ada hal buruk yang terjadi, terutama jika ada kau di sini.”“Tapi tetap saja kau harus berhati-hati. Jika luka itu sampai terbuka, aku akan menyiramnya dengan arak.”Qin Guan tersenyum tipis. “Baiklah-baiklah, aku akan menurut apa kata tabibku.”Wang Lingling mengaduk tonik hitam di dalam mangkuk sebelum memberikannya pada Qin Guan. “Ini akan meningkatkan stamina.”“Kau mencampurkan obat tidur?”Wang Lingling menggeleng pelan. “Aku tidak memasukan apa pun yang menurunkan kesadaranmu. Sekarang cepat habiskan karena aku harus memeriksa Nona Mei.”Qin Guan hampir meminum toniknya ketika Wang Lingling berbicara. Pemuda itu kembali me