Share

Sang Naga Bumi
Sang Naga Bumi
Author: Rana Semitha

Bab 1

Author: Rana Semitha
last update Last Updated: 2024-02-20 13:07:32

Angin dingin menusuk tulang

Salju yang murni menutupi bumi

Sungai timur mengalir tenang

Tebing utara tersembunyi

Ini adalah akhir tahun, salju turun dengan lebat. Sebagian besar tanah di bumi Xiang tertupi salju tebal.

Di hutan kematian, tanah sudah tertutup oleh salju tebal. Tetesan darah meninggalkan jejak yang kontras di atas salju berwarna putih.

Seorang pemuda berjalan terseok-seok, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka. Pandangannya mulai buram karena terlalu banyak darah yang keluar dari lukanya.

Langkah demi langkah dia lakukan, dengan harapan akan menemui titik kehidupan. Tidak pernah dia bayangkan jika langkah yang dia harapkan menuju pusat kehidupan justru membawanya ke dalam jurang tanpa batas.

"Apa ini adalah akhir dari hidupku?"

Pandangannya semakin memudar hingga gelap sepenuhnya.

Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri hingga sebuah suara mengusiknya. Kepalanya terasa berdenyut, seperti ada ribuan jarum yang menancap di kepalanya.

"Wang Jiang, kau bisa mendengarku?"

Suara itu terus mengusiknya, memaksanya melawan rasa sakit di kepalanya, memaksanya untuk bangun dari tidur panjangnya.

Pemuda itu membuka matanya dengan perlahan, dia merasakan pandangannya menjadi kabur. Sekali lagi dia memejamkan matanya dan saat mencoba membukanya, ini sudah lebih baik.

Pemandangan pertama yang pemuda itu lihat adalah seorang pria tua menggunakan jubah berwarna hitam berdiri dan berusaha membangunkannya.

"Uh...."

Pemuda itu memegang kepalanya yang terasa sakit. Keningnya berkerut dalam karena rasa sakit yang menyerang kepalanya begitu dahsyat.

"Wang Jiang, tenanglah."

Suara itu kembali terdengar. Aliran energi yang terasa hangat mengalir ke kepala pemuda itu, mengurangi rasa sakit yang dia derita dengan perlahan.

Setelah beberapa waktu, pria tua itu melepas tangannya dari kening Wang Jiang.

"Ini ... di mana ini?"

Kali ini pandangannya sudah cukup jelas. Wang Jiang merasa jika tempat ini sangat asing untuknya. Dia berusaha mengingatnya. Namun, semakin dia berusaha, kepalanya seperti akan pecah.

"Apa kau tidak mengingatnya?"

Wang Jiang mengangguk. Satu tangannya menyengkeram kepalanya yang sakit. "Tuan, siapa anda? Apa anda mengenalku?"

"Kau tidak ingat?" Pria tua itu bertanya.

Wang Jiang menggeleng. Wajah di depannya benar-benar asing. "Apa kita saling mengenal?"

Pria tua itu mendesah pelan. "Tentu saja kita saling kenal. Namamu adalah Wang Jiang."

Pria tua itu bernama Bai Hu, salah satu tetua di Sekte Bangau Putih. Selama Wang Jiang tidak sadar, Bai Hu yang merawatnya dengan telaten.

Dua minggu setelah Wang Jiang tersadar, kondisinya mulai membaik. Luka-luka di seluruh tubuhnya mulai pulih. Hanya saja, ingatan masa lalunya belum kembali sedikitpun.

Hari itu, meski hari masih dingin, tetapi Wang Jiang bersemangat untuk berjalan-jalan di luar. "Kakek, aku akan berjalan-jalan di luar sebentar."

Bai Hu mengangguk mengizinkan. Selama ini dia hidup sendirian. Istrinya sudah lama meninggal dan dia tidak memiliki anak seorang pun. Saat dia merawat Wang Jiang, hatinya terasa hangat dan meminta pemuda itu untuk memanggilnya sebagai kakek.

Wang Jiang keluar dari kediaman Bai Hu dengan wajah bahagia. Sudah cukup lama dia tidak keluar dan menikamati udara segar. Kakinya yang baru saja sembuh masih terasa kaku.

"Benar-benar menyedihkan." Wang Jiang tersenyum, mengejek dirinya sendiri.

Saat sedang berjalan, Wang Jiang tidak sengaja menginjak salju yang mencair. Pemuda itu kehilangan keseimbangan dan hampir saja terjatuh. Namun, sebelum tubuhnya menghantam tanah, sebuah tangan yang halus dan ramping seperti menahan punggungnya. Aroma harum yang lembut menusuk hidung Wang Jiang.

Pemuda itu merasa mulutnya tiba-tiba kering, dia menelan ludahnya dengan kasar. Tangan ramping yang menopang pinggangnya sangat ramping dan halus, tetapi berhasil menahan tubuhnya yang lebih besar dengan begitu mudah.

Sebuah perasaan aneh tiba-tiba merayapi dada Wang Jiang.

"Kamu baik-baik saja?" Suara merdu sehalus kelopak bunga mawar itu menyadarkan Wang Jiang dari lamunannya. Wajahnya yang tampak khawatir membuat Wang Jiang merasa nyaman dan berharga.

Dengan hati-hati wanita itu membantu Wang Jiang berdiri.

"Aku ... aku baik-baik saja." Pemuda itu berdiri dengan wajah merona, kemudian dia mengangguk dengan malu-malu. "Terima kasih."

Wanita itu mengangguk. "Sama-sama. Aku senang membantumu."

Wang Jiang tidak mengingat apapun tentang gadis ini. Tapi dia tidak berani menanyakannya.

Seperti mengetahui isi pikiran Wang Jiang, gadis itu bertanya, "Siapa namamu? Aku Mei Ling."

Ada rasa terkejut di dalam hati Wang Jiang. Ingatannya telah menghilang, bahkan dia tidak mengingat asal usulnya sama sekali. Jika dirinya memang berasal dari tempat ini, bukankah seharusnya gadis ini mengenalnya? Atau, jangan-jangan gadis ini baru bergabung dengan Sekte Bangau Putih.

Menepis semua pemikiran itu, Wang Jiang menjawab, "aku Wang Jiang."

Mei Ling mengangguk. Dia membantu Wang Jiang jalan-jalan dengan memapahnya. Mereka duduk di bawah pohon prem.

"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya." Mei Ling tiba-tiba berbicara, suaranya lembut tapi seperti petir di telinga Wang Jiang.

Wang Jiang menoleh, ekspresinya terlihat linglung. Suaranga serak dan tercekat saat berkata, "kamu belum pernah melihatku?"

Mei Ling mengangguk. "Iya. Belasan tahun aku tingga di sini, tidak pernah melihatmu di tempat ini."

Mei Ling terdiam, seperti teringat sesuatu. "Tapi aku seperti pernah melihatmu di tempat lain."

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Wang Jiang. Dari awal dia sudah curiga. Bai Hu selalu menghindar dan mengalihkan pembicaraan saat membahas masalah ini. Jika Mei Ling benar pernah melihatnya di suatu tempat, dia harus tahu di manakah tempat itu.

"Di mana ... di mana kamu melihatku?"

Walau merasa ragu, tetapi Mei Ling tetap mengucapkannya. "Aku tidak melihatnya begitu jelas. Tapi sepertinya aku pernah melihatmu di Provinsi Qin."

"Provinsi Qin? Di mana itu? Aku tidak bisa mengingatnya ...."

Wang Jiang mencengkeram kepalanya yang terasa pusing. Seperti ada batu besar yang menghantam kepalanya berulang-ulang.

Keringat dingin mulai muncul di wajah Wang Jiang, dia terlihat pucat. Mei Ling menjadi cemas saat melihat Wang Jiang yang kesakitan.

"Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja?" Mei Ling sangat cemas. Dia tidak tahu jika satu kalimatnya membuat teman barunya menjadi seperti ini.

"Apa yang terjadi?" Sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang mereka. Bai Hu muncul entah dari mana dan mendekati Wang Jiang.

"Tetua Bai." Mei Ling berdiri dan memberi hormat pada Bai Hu. "Wang Gege tiba-tiba sakit kepala."

Bai Hu terkejut saat mendengar panggilan intim yang dilakukan Mei Ling. Namun, dia tidak sempat menanggapinya karena melihat Wang Jiang yang terus kesakitan.

"Apa kau mengatakan sesuatu kepadanya?"

"Aku hanya mengatakan belum pernah melihat dia sebelumnya."

Ekspresi Bai Hu memburuk.

"Tetua Bai, apa aku sudah salah bicara?"

Bai Hu menggeleng. "Kau bisa pergi, aku yang akan merawat Wang Jiang."

Mei Ling terlihat ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak memiliki keberanian. Jadi, dia hanya mengangguk dan pergi meninggalkan mereka.

Bai Hu mengalirkan tenaga dalamnya, membuat Wang Jiang menjadi tenang.

Pemuda itu masih pucat, napasnya juga tersengal. Hanya saja dia tidak menunjukkan rasa sakit lagi.

Wang Jiang terdiam selama beberapa saat, mengumpulkan keberanian untuk bertanya.

"Katakan saja apa yang ingin kamu katakan."

Wang Jiang mengangguk. "Apa aku tidak berasal dari tempat ini?"

Related chapters

  • Sang Naga Bumi   Bab 2

    Sebuah kabut putih keluar dari mulut Bai Hu. Pria itu mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Benar." Pandangan Bai Hu menerawang ke depan, menatap awan putih yang jauh di atas sana. "Saat itu aku menemukanmu di dasar jurang." Bai Hu menunduk, mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. Itu adalah sebuah belati yang memiliki relief naga berwarna hitam. Terlihat agung dan mengesankan. "Aku menemukan ini di tubuhmu." Wang Jiang menerima belati tersebut dan menariknya. Di bagian badan belati terlihat dua karakter yang dibaca 'Wang Jiang'. Bai Hu berpikir jika itu adalah miliknya sehingga memanggil pemuda itu dengan nama Wang Jiang. Entah mengapa, Wang Jiang merasa jika separuh jiwanya berada di belati itu. Sebuah rasa kepemilikan muncul begitu saja saat dia melihat belati itu. "Aku ... aku merasa jika ini adalah barang berharga yang aku miliki." "Jika kau merasa demikian, sangat mungkin jika namamu adalah Wang Jiang." Wang Jiang mengangguk. Pandangannya jatuh pada Bai Hu. "Setela

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 3

    Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing. Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh. "Berhenti!" Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang. "Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut. "Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin. Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur.""Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekal

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 4

    Kotak kayu itu terbuka, terlihat sebuah pedang berwarna putih yang mengeluarkan hawa dingin. Sarung dan badan pedang itu terpisah, di bagian badan pedang terukir tiga karakter yang berarti pedang musim dingin. Wang Jiang melihat sebuah tulisan di dalam kotak kayu. "Jangan pergi sebelum mengambil kotak ini." Karena khawatir ada hal buruk yang terjadi, Wang Jiang mengambil kotak itu. Lantai batu kembali tertutup. Di bawah pedang musim dingin, terdapat sebuah buku tua yang berjudul kitab empat musim. Dibanding dengan pedang musim dingin, Wang Jiang lebih penasaran dengan kitab tersebut. Di halaman pertama, dijelaskan jika sebelum menjadi pemilik pedang musim dingin, seseorang harus menggunakan darahnya untuk mengikat kontrak. Wang Jiang menggigit jari telunjuknya hingga berdarah dan meneteskannya ke pedang musim dingin. Pedang berwarna putih tulang itu bersinar terang, membutakan mata Wang Jiang selama beberapa saat. Pemuda itu tidak sengaja menyentuh pedang itu, aliran tenaga b

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   Bab 5

    Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah. "Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?" Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar." "Jadi Lin Tian mati di tempat itu?" Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya." Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa. "Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah

    Last Updated : 2024-02-20
  • Sang Naga Bumi   bab 6

    Bab 6Suara derap langkah kuda yang mendekat membuat Qin Guan seketika waspada. Dia segera menyambar pedang yang dia letakkan di samping api unggunnya dan bersiaga. Dia menajamkan pandangannya dan memperhatikan sekeliling.Ekspresi Qin Guan berubah serius ketika menyadari arah tamu tak diundang itu berasal dari kota sebelumnya. Dia segera berbisik pada Mei Ling. “Kita kedatangan tamu.”Gadis itu menggenggam pedangnya dengan erat, lantas mengangguk. Keringat dingin mulai terlihat di dahinya.“Kamu takut?” tanya Qin Guan.Mei Ling mengangguk pelan. “Sekte bangau putih saja hancur, bagaimana mungkin kita ….”Gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia masih ingat dengan begitu jelas bagaimana jasad guru dan rekan-rekannya serta kondisi Bai Hu yang paling memprihatinkan. Sekte sebesar Bangau Putih bisa diratakan hanya dalam hitungan jam, artinya kemampuan lawan tidak bisa dianggap remeh.Mei Ling bukan hanya takut mati, tetapi dia juga takut jika Qin Guan akan meninggalkannya sepert

    Last Updated : 2024-12-14
  • Sang Naga Bumi   Bab 7

    Bab 7Sebuah belati kecil melesat menuju tempat Mei Ling berdiri. Qin Guan yang baru saja mendaratkan tubuhnya, kembali menjejakkan kaki dan melompat ke arah Mei Ling.“Terlalu jauh ….”Dia berniat untuk menangkis serangan tersebut, tetapi sapuannya tidak cukup cepat. Pisau tersebut bergerak lebih cepat dari gerakan Qin Guan. Sebuah suara robekan terdengar pelan. Aroma darah menyeruak mengiringi suara robekan tersebut. Pisau terbang itu menancap di bahu kiri Qin Guan. Pemuda itu mendarat di tanah dan mundur beberapa langkah.“Qin Gege!”Mei Ling memekik panik ketika melihat pisau itu menancap di bahu Qin Guan. Dia bergegas menghampiri Qin Guan, untuk memastikan jika pemuda itu tidak terluka parah.“Jangan bergerak!” Qin Guan memperingatkan. Tatapannya menatap tajam Mei Ling. “Tetap di belakangku.”“Tapi …” Mei Ling ingin protes. Dia memiliki kemampuan beladiri yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Jika tadi Qin Guan tidak mendorongnya, dia juga yakin bisa menghindari pisau ters

    Last Updated : 2024-12-14
  • Sang Naga Bumi   Bab 8

    Bab 8Hutan itu begitu lebat hingga cahaya matahari sulit untuk menembusnya. Apalagi sekarang adalah musim dingin, matahari akan muncul lebih siang dan tenggelam lebih cepat. Suara dedaunan yang tertiup angin seperti irama yang menenangkan jiwa.Perlahan Qin Guan membuka matanya, rasa sakit dan hawa dingin menusuk tulang segera menyerangnya. Dia kembali teringat dengan pertempurannya melawan kelompok naga hitam ya ng hampir saja merenggut nyawanya. Dengan napas yang masih berat, Qin Guan berusaha menggerakkan tubuhnya.“Qin Gege, jangan bergerak.”Sebuah suara yang halus dipenuhi kekhawatiran beresonansi di telinga Qin Guan. Pemuda itu menoleh dan mendapati Mei Ling sedang berjalan ke arahnya sembari membawa kantong kulit penyimpanan air.“Mei Ling … di mana tubuh orang-orang itu?” tanya Qin Guan dengan napas yang masih lemah. “Aku yakin belum mengalahkan mereka semua.”Malam sebelumnya, setelah Qin Guan menggunakan seluruh tenaga dalamnya, ternyata masih ada beberapa anggota Nag

    Last Updated : 2024-12-19
  • Sang Naga Bumi   Bab 9

    Bab 9Hutan yang lebat itu mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Qin Guan sudah membereskan tempat itu bersama Mei Ling dan bersiap untuk meninggalkan tempat itu.“Kita langsung ke ibukota?” tanya Mei Ling.Qin Guan mengangguk. Dia membawa buntalan kain yang berisi harta sitaan dari tubuh para anggota kelompok Naga Hitam. “Ingatkan aku untuk membeli beberapa pakaian dan topeng.”“Topeng? Untuk apa?”Qin Guan sudah membuka mulutnya, berniat menjawab pertanyaan Mei Ling. Namun, dia menghentikannya dan meletakkan telunjuknya di bibir. Gadis itu mengedarkan pandangannya dan seketika menahan napasnya. Dia merasakan ketegangan di udara.Meskipun suaranya begitu tipis, tetapi mereka berdua menyadari keberadaan tamu tak diundang yang sedang bergerak mendekat. Suara ranting yang berderit dengan suara angin yang tak berirama membuat mereka semakin waspada.Tanpa basa-basi, Mei Ling segera menarik tangan Qin Guan. “Kita harus segera pergi.”Sementara itu, Qin Guan mengikuti langkah gadis itu.

    Last Updated : 2024-12-20

Latest chapter

  • Sang Naga Bumi   Bab 19

    Bab 19Wajah Qin Guan memerah, pemuda itu segera memalingkan wajahnya. “Aku seorang prajurit, waktuku lebih banyak untuk membaca laporan perang.”“Tapi kenapa wajahmu memerah?” Mei Ling tersenyum nakal. “Padahal aku hanya bertanya, tidak perlu secemas itu.”Qin Guan tampak canggung. Pemuda itu bangkit dan menuju tempat tidurnya. “Ini sudah malam, ak ingin tidur.” Pemuda itu duduk di tempat tidurnya dan langsung merebahkan dirinya.Mei Ling menarik selimut dan menyelimuti tubuh Qin Guan. “Tidur yang nyenyak, aku pergi dulu.”Qin Guan mengangguk pelan. Pemuda itu memejamkan matanya. Mei Ling bangkit dan mematikan lilin di samping tempat tidur Qin Guan. Ruangan itu menjadi lebih gelap. Gadis itu berbalik dan melangkah keluar.Udara dingin segera menyerbu. Mei Ling mengusap wajahnya, mengusir hawa dingin yang tajam. Dia melangkah menjauhi kamar Qin Guan menuju ruangan pribadinya.Instingnya sebagai seorang pendekar menangkap sesuatu yang mencurigakan. Dia menoleh dan merasakan angin din

  • Sang Naga Bumi   Bab 18

    Bab 18Menjadi kaisar adalah impian semua pangeran, bahkan rakyat biasa sekali pun. Mereka akan berusaha menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan posisi tersebut. Tidak jarang mereka menggunakan kekerasan dan pertumpahan darah demi meraihnya.Sejarah ditulis menggunakan tinta darah.Sejarah ditulis oleh pemenang.Itulah yang selama ini dikatakan oleh orang-orang. Hanya mereka yang menang, yang bisa merayakan.Jubah kekaisaran selalu berlumur darah, tangan mereka tak pernah bersih. Namun, selama mereka berhasil menjadi kaisar, catatan kejahatan mereka akan dihapus. Mereka akan menjadi manusia paling suci meski kenyataannya mereka adalah makhluk paling keji.Ekspresi Qin Guan tampak tenang. “Kaisar saat ini dibantu oleh Jendral Wang Jiang meski pada akhirnya Wang Jiang mati di panggung eksekusi. Jika pangeran mahkota yang sekarang berhasil naik, apa kau pikir dia bisa menyingkirkan parasit itu?”Chen Haozhe merenung sebelum menggeleng. “Jika kelompok Naga Hitam masih ada hingga Putr

  • Sang Naga Bumi   bab 17

    Bab 17Malam itu, salju masih turun dan belum ada tanda-tanda berhenti. Qin Guan duduk di dekat perapian bersama Mei Ling. Terdengar suara langkah kaki mendekat, tak lama kemudian pintu ruangan diketuk dari luar.“Jendral Muda, Tabib Li datang untuk memeriksa kondisi anda.” Itu adalah suara Chen Haozhe.Qin Guan memandang Mei Ling dan mengangguk pelan. Gadis itu bangkit dan membukakan pintu. “Silakan masuk Komandan Chen, Tabib Li.”Mereka berdua mengangguk dan masuk. Tabib Li meletakkan kotak kayu yang dia bawa di samping Qin Guan. Mei Ling dan Chen Haozhe berdiri tidak jauh dari Qin Guan.“Jendral Muda, bagaimana perasaan Anda?” tanya Tabib Li. “Apa Anda merasakan nyeri yang timbul tenggelam?”Qin Guan tersenyum sebelum menggeleng pelan. “Aku merasa sangat baik. Obat yang Anda buat benar-benar membantuku.”“Syukurlah. Saya akan memeriksa luka Anda lagi.”Qin Guan membuka ikatan di jubahnya dan menanggalkan jubahnya. Dengan hati-hati Tabib Li membuka kain penutup luka Qin Guan dan me

  • Sang Naga Bumi   Bab 16

    Bab 16Salju masih turun dan belum ada tanda-tanda untuk berhenti, menyelimuti tanah hingga berwarna putih sepenuhnya. Di Batalyon Kota Xian, Para prajurit yang sedang tidak berpatroli bahu membahu membersihkan salju di lapangan latihan. Mereka terlihat begitu bersemangat karena baru saja mendapat kabar yang sangat menyenangkan. Selama beberapa bulan terakhir, mereka telah direpotkan oleh masalah yang akhirnya selesai hari ini.Di ruangan lain, Chen Haozhe sedang memijat kepalanya yang terasa sakit. Satu pleton pasukan yang dia kirim untuk membersihkan kekacauan sudah kembali. Dengan begitu bersemangat mereka melaporkan jika ada lebih dari lima puluh anggota kelompok Naga Hitam yang mati. Tentu saja ini adalah kabar yang sangat menyenangkan bagi mereka, karena setiap kali kelompok tersebut berulah, ada banyak kerusakan yang tercipta.“Mereka memang sumber kekacauan, tetapi apa mereka pantas menerimanya?” Chen Haozhe terus memijat keningnya. Berkali-kali dia menghela napas panjang.Ini

  • Sang Naga Bumi   Bab 15

    Bab 15Kalimat yang diucapkan lirih oleh Tabib Li bagaikan petir yang menyambar di telinga Mei Ling, mengejutkan gadis itu. Bagaimana tidak, jika kelompok Naga Hitam memang benar berada di bawah naungan putra Mahkota, itu artinya Qin Guan telah menyinggung Putra Mahkota.“Bagaimana mungkin?” Mei Ling tidak mampu percaya begitu saja. Dia bahkan berharap jika ini semua adalah mimpi.Tabib Li mengangguk samar. Berita ini memang masih menjadi rahasia bagi sebagian besar orang. Namun, bagi dirinya yang sering berkunjung ke berbagai kamp militer, berita ini tidak lagi asing di telinganya. “Aku tidak bisa menyalahkan kalian karena tidak mengetahui hal ini lebih awal.”Berita ini memang sulit dipercaya, tapi memang seperti ini faktanya. Pangeran Mahkota merekrut banyak pendekar lepas dan juga kelompok Pendekar lainnya. “Bagaimana mungkin? Kelompok Naga Bumi sangat jahat, kenapa ….”Mei Ling tidak mampu melanjutkan ucapannya. Dia kehabisan kata-kata. Di satu sisi dia terlalu terkejut dengan ha

  • Sang Naga Bumi   Bab 14

    Bab 14Di Batalyon kota Xian, kondisi masih seperti biasa, banyak tentara yang berlatih dan juga berpatroli secara bergantian. Tidak ada yang berubah dari tempat itu, hanya saja paviliun khusus yang biasanya begitu sunyi kini sedikit lebih ramai dari biasanya. Beberapa penjaga terbaik dipilih untuk menjaga paviliun tersebut karena sosok luar biasa yang sedang mendiami tempat itu.Di salah satu ruangan paviliun utama, Anglo di sudut ruangan menyebarkan hawa hangat ke seluruh ruangan. Qin Guan duduk menyandar di atas tempat tidurnya. Tampak perban tebal yang melilit dada pemuda itu. bercak darah merembes keluar dari perban tersebut. Wajahnya masih pucat, tetapi ekspresinya sudah jauh lebih baik.Tabib Li memasuki ruangan dengan membawa mangkuk obat yang masih mengepul.Mei Ling yang sedang duduk di samping Qin Guan segera menghampiri Tabib Li.“Tabib Li.” Gadis itu melirik ke arah wadah di tangan sang tabib. Aroma herbal yang kuat tercium dari cairan tersebut. “Apa itu obatnya?” tanya M

  • Sang Naga Bumi   Bab 13

    Bab 13Seorang pemuda terbaring di atas ranjang kayu sederhana. Tubuhnya terbalut jubah putih sederhana yang mulai kusut. Terdapat noda darah di bagian dada kanannya. Wajahnya tampak pucat, sesekali dia meringis. Tangannya meraba dadanya yang masih mengeluarkan darah segar.Tak jauh di tempat Qin Guan berbaring, Mei Ling memandanginya cemas. Dia sudah mengkhawatirkan luka Qin Guan sejak pertempuran di arai. Namun, pemuda itu terus meyakinkannya jika dia baik-baik saja.“Komandan Chen, apa tabibnya masih lama?” tanya Mei Ling.Sejak mereka tiba di tempat tersebut, hampir setiap menit Mei Ling konsisten menanyakan keberadaan tabib kepada Chen Haozhe.“Nona Mei, kami sudah memanggil tabib militer, mungkin akan tiba sebentar lagi.” Chen Haozhe menjawab dengan sabar.Tepat setelah Chen Haozhe mengatakan itu, seorang pria dengan jubah coklat sederhana memasuki ruangan. Aroma obat yang kuat keluar dari tubuhnya. Rambutnya sudah sepenuhnya putih tapi pria tersebut masih terlihat sehat.“Tabib

  • Sang Naga Bumi   Bab 12

    Bab 12Di luar kota Xian, selusin prajurit yang menggunakan zirah lengkap duduk di atas kuda. Beberapa waktu lalu, komandan mereka memberikan tugas khusus kepada mereka untuk membersihkan medan pertempuran. Meski suhu di luar sana mampu membekukan tulang, tetapi tidak ada satu pun di antara mereka yang mempertanyakan tugas ini.Sementara itu di dalam kota Xian, setelah memberikan informasi singkat tentang penumpasan yang baru saja dia lakukan, Qin Guan berniat mengajak Mei Ling untuk istirahat di penginapan. Udara di luar sangat dingin dan dia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya.“Ling’er, ayo.”Mei Ling mengangguk pelan. “Penginapan seperti apa yang Qin Gege inginkan?”“Jendral muda, apa yang kalian katakan?” Chen Haozhe berseru. “Kami akan menyiapkan tempat terbaik untuk istirahat.”Meski menghilang selama setahun lebih, tetapi tidak ada yang berani mengusik posisi Qin Guan di militer. Bahkan kaisar tidak mengangkat jendral muda yang baru untuk mengisi kekosongan yang ditinggalka

  • Sang Naga Bumi   Bab 11

    Bab 11Beberapa penjaga kota segera bersiaga setelah mendengar penuturan Qin Guan.“Aroma darah … dari tubuhnya tercium aroma darah.” Salah satu penjaga berseru. “Tangkap dia!”Mei Ling berdiri di depan Qin Guan, menjadikan tubuhnya sebagai tameng Qin Guan. “Kami tidak akan melakukan perlawanan, cukup bawa kami menemui atasan kalian.”Ekspresi para penjaga berubah, sangat tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Seseorang datang dan mengaku telah membunuh orang, mereka mengakui kejahatan tetapi tidak ingin ditangkap.Langit, apa kau mengirim mereka berdua untuk mempermainkan kami?Qin Guan mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. “Lihat ini.”Sebuah belati berwarna hitam dengan ukiran kepala naga di bagian gagang belati. Para penjaga mengenali belati ini. “Kalian bagian dari kelompok Naga Hitam?”Kelompok Naga Hitam dipenuhi pembunuh. Biasanya mereka menyembunyikan identitas ketika keluar sendirian dan menggunakan nama besar mereka ketika pergi bersama rombongan besar. N

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status