Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing.
Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh."Berhenti!"Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang."Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut."Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin.Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur.""Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekali lagi, perjalananmu masih panjang. Tidak perlu menebar duri di setiap langkah yang kau ambil."Hu Tang hanya bisa mendengus dingin. Bai Hu bukan orang yang bisa dia lawan sekarang. Karena itu, dia menatap tajam Wang Jiang. "Jika bukan karena Tetua Bai, burungmu sudah kupenggal!"Dengan hati yang dipenuhi kemarahan, Hu Tang pergi meninggalkan mereka. Mei Ling berlari dan menghampiri Wang Jiang karena ingin membantunya."Kamu baik-baik saja."Wang Jiang mengangguk dan mengembalikan pedang itu pada pemililiknya. "Terima kasih."Saat melihat tatapan Bai Hu, Mei Ling segera tahu jika pria itu ingin membicarakan sesuatu yang serius dengan Wang Jiang. Karena itu, dia segera pamit. "Tetua Bai, Wang Gege, guru sudah menungguku, aku harus kembali."Bai Hu dan Wang Jiang mengangguk.Setelah kepergian Mei Ling, Bai Hu mengajak Wang Jiang pulang karena ada hal penting yang harus mereka bicarakan.Di ruangan itu, Wang Jiang duduk dengan tenang. Sikapnya berbeda dari sebelumnya yang seringkali menunjukkan kegelisahan."Wang Jiang." Bai Hu memanggil Wang Jiang, suaranya serak dan tertahan.Pemuda itu mengangkat wajahnya dan membalas, "ya, Kakek.""Apa kamu sudah mengingat tentang asal usulmu?"Wang Jiang menarik napas panjang dan mengembuskannya pelan. Pemuda itu menggeleng dengan wajah kecewa."Jurus pedang yang kau gunakan merupakan teknik yang bagus. Bahkan jurus pedang terbaik yang dimiliki Sekte Bangau Putih jauh lebih rendah dibanding dengan yang kau gunakan."Selama beberapa bulan ini, Wang Jiang sudah mempelajari banyak pengetahuan umum melalui kakeknya, termasuk pengetahuan tentang teknik beladiri. Semakin besar sebuah Sekte atau Partai Beladiri, maka semakin bagus pula teknik beladiri yang mereka miliki."Apa kakek tahu dari mana teknik ini berasal?"Bai Hu mengangguk. Kegelapan di hati Wang Jiang sedikit tercerahkan."Pasukan Qin, Istana Langit, dan beberapa tempat lainnya memiliki jurus yang mirip dengan yang kau gunakan tadi. Hanya saja, pertarungan itu berlangsung begitu singkat, aku tidak bisa memastikannya lebih jauh."Harapan di hati Wang Jiang mulai berkobar. Jika apa yang Bai Hu katakan benar, dia seharusnya berasal dari kekuasaan yang besar. Dia bisa membalas budi Bai Hu suatu hari nanti."Jika aku bisa melakuakan lebih banyak, apa Kakek bisa mengetahuinya?"Bai Hu kembali mengangguk. "Jika tidak ada gerakan yang benar-benar asing, aku bisa mengetahuinya."Tatapan mata Wang Jiang dipenuhi tekad yang berkobar. "Kalau begitu, aku akan berusaha."Mulai saat itu, Wang Jiang berlatih dengan lebih keras. Dia tidak mengikuti pelatihan yang Sekte berikan dan memilih pelatihan pribadi.Mei Ling akan mengajaknya berlatih tanding beberapa kali dalam seminggu. Setiap kali gadis itu mendesaknya, Wang Jiang bisa melakukan satu atau dua gerakkan tambahan.Orang-orang yang menyukai Mei Ling mulai terbakar api cemburu. Namun, Wang Jiang yang tidak pernah pergi dari kediaman Bai Hu membuat mereka tidak bisa mengganggunya.Tujuh bulan telah berlalu, salju kembali turun menutupi daratan Xiang. Hari itu Bai Hu pulang dari sebuah misi dalam kondisi terluka. Wang Jiang tidak bisa menutupi kekhawatirannya.Bai Hu berbaring di ranjang, terlihat lemah. Wajahnya pucat dan terdapat garis-garis merah di lehernya. Suaranya lemah dan tertahan. "Jiang'er, bisa kau mencari Jamur Lingzhi untukku?"Tanpa berpikir panjang, Wang Jiang langsung mengangguk. "Aku akan pergi mencarinya sekarang juga!"Setelah menyiapkan perbekalan, Wang Jiang segera pergi meninggalkan rumah Bai Hu. Dia melihat Mei Ling yang datang dengan langkah tergesa."Aku dengar tetua Bai terluka."Wang Jiang mengangguk. "Dia membutuhkan jamur Lingzhi, aku harus mencarinya.""Boleh aku ikut? Di hutan ada banyak binatang buas, aku tidak bisa tenang jika kamu pergi sendirian.""Tentu saja. Aku sangat berterima kasih."Mereka berdua segera pergi ke hutan untuk mencari Jamur Lingzhi. Jika Wang Jiang bisa menggunakan tenaga dalam, mereka bisa bergerak dengan lebih cepat. Namun, karena pemuda itu tidak bisa melakukannya, mereka terpaksa berjalan kaki membelah tumpukan salju tebal.Salju turun dengan lebat. Bibir Wang Jiang sudah membiru karena kedinginan. Hari juga mulai malam saat mereka sampai di hutan.Mei Ling mulai mencemaskan kondisi Wang Jiang. Dia memiliki cukup tenaga dalam. Namun, tidak dengan pemuda itu. "Jika seperti ini terus, kau bisa mati kedinginan.""Kita tidak bisa berhenti, aku harus terus mencari jamur itu." Wang Jiang mendesak Mei Ling.Mei Ling melihat sebuah gua kecil tak jauh dari tempat mereka sekarang. "Kita masuk dulu." Gadis itu menarik Wang Jiang masuk ke dalam gua tersebut.Kehangatan menjalar di tubuh Wang Jiang. Meski salju turun dengan lebat, tapi tempat ini menyimpan kehangatan yang membuatnya nyaman."Wang Gege, aku tahu di mana jamur Lingzhi tumbuh."Wang Jiang menjadi bersemangat. "Kalau begitu, ayo kita ke sana!"Mei Ling menggeleng. "Kau tidak bisa ke sana. Jika kau memaksa ikut, bukan hanya gagal mendapatkan obat itu, tapi kita juga akan mati."Tempat itu terdengar berbahaya."Bagaimana aku bisa melepasmu sendirian?" Wang Jiang protes."Aku memiliki ilmu meringankan tubuh yang bagus, aku akan baik-baik saja. Jika kau ikut, itu akan membuatku kesulitan." Mei Ling mencoba memberi Wang Jiang pengertian.Wang Jiang merasa harga dirinya terluka. Sebagai seorang pria, dia hanya menjadi beban bagi gadis ini. Dia ingin protes, tapi waktu mereka sungguh berharga karena Bai Hu sedang menunggunya di rumah.Pemuda itu menghela napas. "Baiklah, aku akan menunggu di sini."Mei Ling mengangguk. "Jika dalam dua jam aku tidak kembali, kamu bisa berjalan ke barat, tapi berhenti di tepi jurang. Tunggu aku di sana jika kamu memang tidak sabar menunggu.""Aku mengerti."Setelah itu, Mei Ling pergi meninggalkan Wang Jiang. Tubuhnya bergerak cepat, gerakannya seperti seekor bangau yang menari di udara. Dalam beberapa tarikan napas gadis itu sudah menghilang.Wang Jian memasuki Gua lebih dalam. Saat tiba di ujung goa, dia tidak sengaja menginjak sesuatu yang misterius.Krek!Lentera di dalam gua itu tiba-tiba menyala, memberikan penerangan yang cukup. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar batu sederhana dengan kerangka manusia yang sedang bertapa di atasnya.Kerangka tersebut masih utuh meski rambutnya telah memutih.Wang Jiang melihat ubin batu yang dia injak, ternyata ada sebuah tulisan di dekatnya.Maju tiga langkah dan bersujudlah.Karena penasaran, Wang Jiang maju tiga langkah dan bersujud. Ubin di mana lututnya berpijak tiba-tiba bergerak, lantai di bawah altar batu terbuka, sebuah kotak muncul dari dalam tanah."Pedang musim dingin?"Kotak kayu itu terbuka, terlihat sebuah pedang berwarna putih yang mengeluarkan hawa dingin. Sarung dan badan pedang itu terpisah, di bagian badan pedang terukir tiga karakter yang berarti pedang musim dingin. Wang Jiang melihat sebuah tulisan di dalam kotak kayu. "Jangan pergi sebelum mengambil kotak ini." Karena khawatir ada hal buruk yang terjadi, Wang Jiang mengambil kotak itu. Lantai batu kembali tertutup. Di bawah pedang musim dingin, terdapat sebuah buku tua yang berjudul kitab empat musim. Dibanding dengan pedang musim dingin, Wang Jiang lebih penasaran dengan kitab tersebut. Di halaman pertama, dijelaskan jika sebelum menjadi pemilik pedang musim dingin, seseorang harus menggunakan darahnya untuk mengikat kontrak. Wang Jiang menggigit jari telunjuknya hingga berdarah dan meneteskannya ke pedang musim dingin. Pedang berwarna putih tulang itu bersinar terang, membutakan mata Wang Jiang selama beberapa saat. Pemuda itu tidak sengaja menyentuh pedang itu, aliran tenaga b
Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah. "Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?" Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar." "Jadi Lin Tian mati di tempat itu?" Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya." Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa. "Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah
Bab 6Suara derap langkah kuda yang mendekat membuat Qin Guan seketika waspada. Dia segera menyambar pedang yang dia letakkan di samping api unggunnya dan bersiaga. Dia menajamkan pandangannya dan memperhatikan sekeliling.Ekspresi Qin Guan berubah serius ketika menyadari arah tamu tak diundang itu berasal dari kota sebelumnya. Dia segera berbisik pada Mei Ling. “Kita kedatangan tamu.”Gadis itu menggenggam pedangnya dengan erat, lantas mengangguk. Keringat dingin mulai terlihat di dahinya.“Kamu takut?” tanya Qin Guan.Mei Ling mengangguk pelan. “Sekte bangau putih saja hancur, bagaimana mungkin kita ….”Gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia masih ingat dengan begitu jelas bagaimana jasad guru dan rekan-rekannya serta kondisi Bai Hu yang paling memprihatinkan. Sekte sebesar Bangau Putih bisa diratakan hanya dalam hitungan jam, artinya kemampuan lawan tidak bisa dianggap remeh.Mei Ling bukan hanya takut mati, tetapi dia juga takut jika Qin Guan akan meninggalkannya sepert
Bab 7Sebuah belati kecil melesat menuju tempat Mei Ling berdiri. Qin Guan yang baru saja mendaratkan tubuhnya, kembali menjejakkan kaki dan melompat ke arah Mei Ling.“Terlalu jauh ….”Dia berniat untuk menangkis serangan tersebut, tetapi sapuannya tidak cukup cepat. Pisau tersebut bergerak lebih cepat dari gerakan Qin Guan. Sebuah suara robekan terdengar pelan. Aroma darah menyeruak mengiringi suara robekan tersebut. Pisau terbang itu menancap di bahu kiri Qin Guan. Pemuda itu mendarat di tanah dan mundur beberapa langkah.“Qin Gege!”Mei Ling memekik panik ketika melihat pisau itu menancap di bahu Qin Guan. Dia bergegas menghampiri Qin Guan, untuk memastikan jika pemuda itu tidak terluka parah.“Jangan bergerak!” Qin Guan memperingatkan. Tatapannya menatap tajam Mei Ling. “Tetap di belakangku.”“Tapi …” Mei Ling ingin protes. Dia memiliki kemampuan beladiri yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Jika tadi Qin Guan tidak mendorongnya, dia juga yakin bisa menghindari pisau ters
Angin dingin menusuk tulangSalju yang murni menutupi bumiSungai timur mengalir tenangTebing utara tersembunyiIni adalah akhir tahun, salju turun dengan lebat. Sebagian besar tanah di bumi Xiang tertupi salju tebal. Di hutan kematian, tanah sudah tertutup oleh salju tebal. Tetesan darah meninggalkan jejak yang kontras di atas salju berwarna putih.Seorang pemuda berjalan terseok-seok, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka. Pandangannya mulai buram karena terlalu banyak darah yang keluar dari lukanya. Langkah demi langkah dia lakukan, dengan harapan akan menemui titik kehidupan. Tidak pernah dia bayangkan jika langkah yang dia harapkan menuju pusat kehidupan justru membawanya ke dalam jurang tanpa batas. "Apa ini adalah akhir dari hidupku?"Pandangannya semakin memudar hingga gelap sepenuhnya. Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri hingga sebuah suara mengusiknya. Kepalanya terasa berdenyut, seperti ada ribuan jarum yang menancap di kepalanya. "Wang Jiang, kau bisa mendenga
Sebuah kabut putih keluar dari mulut Bai Hu. Pria itu mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Benar." Pandangan Bai Hu menerawang ke depan, menatap awan putih yang jauh di atas sana. "Saat itu aku menemukanmu di dasar jurang." Bai Hu menunduk, mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. Itu adalah sebuah belati yang memiliki relief naga berwarna hitam. Terlihat agung dan mengesankan. "Aku menemukan ini di tubuhmu." Wang Jiang menerima belati tersebut dan menariknya. Di bagian badan belati terlihat dua karakter yang dibaca 'Wang Jiang'. Bai Hu berpikir jika itu adalah miliknya sehingga memanggil pemuda itu dengan nama Wang Jiang. Entah mengapa, Wang Jiang merasa jika separuh jiwanya berada di belati itu. Sebuah rasa kepemilikan muncul begitu saja saat dia melihat belati itu. "Aku ... aku merasa jika ini adalah barang berharga yang aku miliki." "Jika kau merasa demikian, sangat mungkin jika namamu adalah Wang Jiang." Wang Jiang mengangguk. Pandangannya jatuh pada Bai Hu. "Setela
Bab 7Sebuah belati kecil melesat menuju tempat Mei Ling berdiri. Qin Guan yang baru saja mendaratkan tubuhnya, kembali menjejakkan kaki dan melompat ke arah Mei Ling.“Terlalu jauh ….”Dia berniat untuk menangkis serangan tersebut, tetapi sapuannya tidak cukup cepat. Pisau tersebut bergerak lebih cepat dari gerakan Qin Guan. Sebuah suara robekan terdengar pelan. Aroma darah menyeruak mengiringi suara robekan tersebut. Pisau terbang itu menancap di bahu kiri Qin Guan. Pemuda itu mendarat di tanah dan mundur beberapa langkah.“Qin Gege!”Mei Ling memekik panik ketika melihat pisau itu menancap di bahu Qin Guan. Dia bergegas menghampiri Qin Guan, untuk memastikan jika pemuda itu tidak terluka parah.“Jangan bergerak!” Qin Guan memperingatkan. Tatapannya menatap tajam Mei Ling. “Tetap di belakangku.”“Tapi …” Mei Ling ingin protes. Dia memiliki kemampuan beladiri yang cukup untuk melindungi dirinya sendiri. Jika tadi Qin Guan tidak mendorongnya, dia juga yakin bisa menghindari pisau ters
Bab 6Suara derap langkah kuda yang mendekat membuat Qin Guan seketika waspada. Dia segera menyambar pedang yang dia letakkan di samping api unggunnya dan bersiaga. Dia menajamkan pandangannya dan memperhatikan sekeliling.Ekspresi Qin Guan berubah serius ketika menyadari arah tamu tak diundang itu berasal dari kota sebelumnya. Dia segera berbisik pada Mei Ling. “Kita kedatangan tamu.”Gadis itu menggenggam pedangnya dengan erat, lantas mengangguk. Keringat dingin mulai terlihat di dahinya.“Kamu takut?” tanya Qin Guan.Mei Ling mengangguk pelan. “Sekte bangau putih saja hancur, bagaimana mungkin kita ….”Gadis itu tak mampu melanjutkan kata-katanya. Dia masih ingat dengan begitu jelas bagaimana jasad guru dan rekan-rekannya serta kondisi Bai Hu yang paling memprihatinkan. Sekte sebesar Bangau Putih bisa diratakan hanya dalam hitungan jam, artinya kemampuan lawan tidak bisa dianggap remeh.Mei Ling bukan hanya takut mati, tetapi dia juga takut jika Qin Guan akan meninggalkannya sepert
Qin Guan mengepalkan tangannya dengan erat. Kelompok ini menghancurkan sebuah Sekte hanya untuk kitab pusaka, mereka benar-benar serakah. "Apa kitab itu benar di wilayah Sekte?" Salah satu orang mengangguk. "Menurut informasi yang aku dapat, Lin Tian membawa kitab itu bersamanya. Dia sudah masuk di dalam gua selama lima puluh tahun, tetapi belum ada yang pernah melihatnya keluar." "Jadi Lin Tian mati di tempat itu?" Orang itu kembali mengangguk. "Jika kita mencarinya, kita pasti bisa menemukannya." Qin Guan masih berada di luar kedai arak. Dia mengetahui jika kitab empat musim adalah salah satu dari empat kitab penguasa dunia. Banyak pendekar yang mencari kitab ini karena percaya siapa pun yang menguasai salah satu dari kitab penguasa dunia akan menjadi yang terhebat sepanjang masa. "Karena keserakahan ... badai kehancuran datang..."Mei Ling melihat kebencian dalam tatapan Qin Guan yang membara. Meski wajahnya tenang, Mei Ling tahu jika pemuda itu sedang menahan gejolak amarah
Kotak kayu itu terbuka, terlihat sebuah pedang berwarna putih yang mengeluarkan hawa dingin. Sarung dan badan pedang itu terpisah, di bagian badan pedang terukir tiga karakter yang berarti pedang musim dingin. Wang Jiang melihat sebuah tulisan di dalam kotak kayu. "Jangan pergi sebelum mengambil kotak ini." Karena khawatir ada hal buruk yang terjadi, Wang Jiang mengambil kotak itu. Lantai batu kembali tertutup. Di bawah pedang musim dingin, terdapat sebuah buku tua yang berjudul kitab empat musim. Dibanding dengan pedang musim dingin, Wang Jiang lebih penasaran dengan kitab tersebut. Di halaman pertama, dijelaskan jika sebelum menjadi pemilik pedang musim dingin, seseorang harus menggunakan darahnya untuk mengikat kontrak. Wang Jiang menggigit jari telunjuknya hingga berdarah dan meneteskannya ke pedang musim dingin. Pedang berwarna putih tulang itu bersinar terang, membutakan mata Wang Jiang selama beberapa saat. Pemuda itu tidak sengaja menyentuh pedang itu, aliran tenaga b
Bai Hu melihat pertarungan antara Wang Jiang dan Hu Tang dari jauh. Melihat gerakan yang Wang Jiang lakukan, dia merasa teknik pedang itu tidak terlalu asing. Setelah beberapa waktu, Wang Jiang mulai terdesak karena kalah tenaga dalam. Ketika melihat Wang Jiang sudah jatuh tetapi Hu Tang terus memburunya, dia tidak bisa diam saja dan melihat pemuda itu membuat Wang Jiang lumpuh. "Berhenti!" Pedang baja hitam di tangan Hu Tang hanya sejengkal dari selangkangan Wang Jiang. Jika Bai Hu terlambat, sudah pasti pedang itu akan memotong masa depan Wang Jiang. "Tetua Bai?" ucap Hu Tang, terkejut. "Meski sekte mengizinkan kalian saling melukai, apa kau berpikir aku akan melepasmu begitu saja?" Suara Bai Hu terdengar dingin. Hu Tang menarik pedangnya. "Tetua, ini adalah masalah antara aku dan Wang Jiang. Anda tidak bisa ikut campur.""Apa karena kau adalah yang terbaik di generasi ini sehingga memandang dirimu begitu tinggi?" Bai Hu tidak senang dengan ucapan Hu Tang. "Aku ingatkan sekal
Sebuah kabut putih keluar dari mulut Bai Hu. Pria itu mendesah pelan sebelum akhirnya mengangguk. "Benar." Pandangan Bai Hu menerawang ke depan, menatap awan putih yang jauh di atas sana. "Saat itu aku menemukanmu di dasar jurang." Bai Hu menunduk, mengambil sesuatu dari lengan jubahnya. Itu adalah sebuah belati yang memiliki relief naga berwarna hitam. Terlihat agung dan mengesankan. "Aku menemukan ini di tubuhmu." Wang Jiang menerima belati tersebut dan menariknya. Di bagian badan belati terlihat dua karakter yang dibaca 'Wang Jiang'. Bai Hu berpikir jika itu adalah miliknya sehingga memanggil pemuda itu dengan nama Wang Jiang. Entah mengapa, Wang Jiang merasa jika separuh jiwanya berada di belati itu. Sebuah rasa kepemilikan muncul begitu saja saat dia melihat belati itu. "Aku ... aku merasa jika ini adalah barang berharga yang aku miliki." "Jika kau merasa demikian, sangat mungkin jika namamu adalah Wang Jiang." Wang Jiang mengangguk. Pandangannya jatuh pada Bai Hu. "Setela
Angin dingin menusuk tulangSalju yang murni menutupi bumiSungai timur mengalir tenangTebing utara tersembunyiIni adalah akhir tahun, salju turun dengan lebat. Sebagian besar tanah di bumi Xiang tertupi salju tebal. Di hutan kematian, tanah sudah tertutup oleh salju tebal. Tetesan darah meninggalkan jejak yang kontras di atas salju berwarna putih.Seorang pemuda berjalan terseok-seok, seluruh tubuhnya dipenuhi dengan luka. Pandangannya mulai buram karena terlalu banyak darah yang keluar dari lukanya. Langkah demi langkah dia lakukan, dengan harapan akan menemui titik kehidupan. Tidak pernah dia bayangkan jika langkah yang dia harapkan menuju pusat kehidupan justru membawanya ke dalam jurang tanpa batas. "Apa ini adalah akhir dari hidupku?"Pandangannya semakin memudar hingga gelap sepenuhnya. Entah berapa lama dia tidak sadarkan diri hingga sebuah suara mengusiknya. Kepalanya terasa berdenyut, seperti ada ribuan jarum yang menancap di kepalanya. "Wang Jiang, kau bisa mendenga