Jejak Pedang di Langit

Jejak Pedang di Langit

last updateLast Updated : 2025-01-05
By:   Yantifitri  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
20views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Liang Feng hidup tenang di Lembah Awan Abadi, sebuah tempat yang tersembunyi di balik pegunungan berkabut. Ia adalah pemuda sederhana yang terbiasa dengan irama bambu yang bergoyang diterpa angin dan gemercik air sungai yang tak pernah berhenti. Namun, nasib berubah ketika ia menemukan sebuah gua tersembunyi di balik air terjun. Dalam gua itu, ia menemukan gulungan kuno yang memancarkan aura dingin. Gulungan tersebut menyebutkan nama legendaris, "Jejak Pedang di Langit," yang konon mampu memecah cakrawala.

View More

Latest chapter

Free Preview

1. Jejak di Bawah Air Terjun

Di Lembah Awan Abadi, di balik deretan pegunungan yang diselimuti kabut tebal, ada sebuah dunia yang sunyi. Keheningan itu hanyalah pecah oleh gemerisik angin yang menggetarkan daun bambu, dan suara air sungai yang mengalir perlahan, memanjat bebatuan dan meluncur ke bawah seolah sedang menyanyikan lagu kehidupan yang tak pernah berhenti. Di tengah lembah yang terlindung ini, Liang Feng hidup dalam kesederhanaan. Pemuda itu telah lama mengenal kesejukan alam yang menjadi pelindung dan teman setianya. Sejak kecil, Liang Feng dibesarkan oleh kakeknya yang bijaksana. Kakeknya, seorang mantan pendekar yang memutuskan untuk meninggalkan dunia persilatan, selalu mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada pedang atau tenaga dalam, melainkan pada kedamaian hati dan keharmonisan dengan alam. Dalam setiap langkahnya, Liang Feng selalu mengingat ajaran itu. Namun, hari itu, sesuatu yang tak terduga datang. Liang Feng sedang berjalan menyusuri tepi sungai, menikmati pemandangan alam ...

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
1. Jejak di Bawah Air Terjun
Di Lembah Awan Abadi, di balik deretan pegunungan yang diselimuti kabut tebal, ada sebuah dunia yang sunyi. Keheningan itu hanyalah pecah oleh gemerisik angin yang menggetarkan daun bambu, dan suara air sungai yang mengalir perlahan, memanjat bebatuan dan meluncur ke bawah seolah sedang menyanyikan lagu kehidupan yang tak pernah berhenti. Di tengah lembah yang terlindung ini, Liang Feng hidup dalam kesederhanaan. Pemuda itu telah lama mengenal kesejukan alam yang menjadi pelindung dan teman setianya. Sejak kecil, Liang Feng dibesarkan oleh kakeknya yang bijaksana. Kakeknya, seorang mantan pendekar yang memutuskan untuk meninggalkan dunia persilatan, selalu mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada pedang atau tenaga dalam, melainkan pada kedamaian hati dan keharmonisan dengan alam. Dalam setiap langkahnya, Liang Feng selalu mengingat ajaran itu. Namun, hari itu, sesuatu yang tak terduga datang. Liang Feng sedang berjalan menyusuri tepi sungai, menikmati pemandangan alam
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
2. Langit yang tercabik
Pagi itu, Liang Feng tidak bisa tidur nyenyak. Gulungan kuno yang kini ada di tangannya terus berputar dalam pikirannya. Setiap huruf yang tercatat di sana, seperti berbisik memanggilnya, membawa serta jejak takdir yang lebih besar dari yang bisa ia pahami. Dunia yang selama ini ia kenal terasa berbeda—lebih luas, lebih membebani. Namun, di sisi lain, ada sebuah panggilan yang tidak bisa ia hindari, seperti angin yang membawa aroma laut dari kejauhan. Mei Lian, yang sudah menunggu di luar gua, tampak tenang, seolah tidak terpengaruh oleh perubahan besar yang baru saja terjadi. Wajahnya yang lembut tidak menunjukkan kekhawatiran, sebaliknya, ada ketegasan dalam langkahnya yang melangkah mantap menuju Liang Feng. "Jadi, kamu sudah memutuskan?" tanya Mei Lian, suaranya penuh dengan pertanyaan yang lebih dalam daripada sekadar keingintahuan biasa. Liang Feng mengangguk perlahan, meskipun hatinya ragu. "Aku merasa seperti aku telah masuk ke dalam pusaran yang lebih besar daripada yang
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
3. Kabut di Pegunungan Tinggi
Langit di atas pegunungan semakin kelabu. Kabut yang menyelimuti lembah terasa lebih tebal, seperti sebuah tirai yang memisahkan dunia Liang Feng yang lama dengan takdir baru yang menantinya. Liang Feng dan Mei Lian terus berjalan di jalur berbatu, diapit oleh tebing-tebing yang menjulang. Tidak ada suara selain angin yang mendesing dan sesekali gemerisik dedaunan kering yang terbawa langkah mereka. "Kita akan sampai di Desa Qing," kata Mei Lian, memecah keheningan. "Di sana, kita bisa beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan." Liang Feng mengangguk tanpa banyak bicara. Ia terlalu sibuk dengan pikirannya. Setiap langkah terasa seperti membawa beban yang tak kasat mata. Bayangan Langit, gulungan kuno, dan takdir yang tidak pernah ia pilih—semua itu berputar di benaknya, meninggalkan jejak yang sulit untuk dihapus. Namun, langkah mereka berhenti tiba-tiba ketika Mei Lian mengangkat tangannya, memberi isyarat. "Tunggu," bisiknya pelan, matanya menatap tajam ke arah kab
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
4. Rahasia di Balik Desa Qing
Desa Qing, meskipun tampak sunyi dan damai, menyimpan sesuatu yang ganjil. Liang Feng merasa itu sejak pertama kali ia menapakkan kaki di jalanan sempitnya. Penduduk desa berbicara dengan suara pelan, seolah-olah takut akan sesuatu yang tak terlihat. Cahaya lentera yang berayun di depan rumah-rumah kayu memancarkan kesan menenangkan, namun bayangan yang terbentuk di tanah terasa aneh, hampir seperti hidup. Di dalam rumah pria tua bernama Tuan Zhao, Liang Feng dan Mei Lian duduk di atas tikar jerami. Tuan rumah mereka tengah menuangkan teh hangat ke dalam cangkir tanah liat yang kasar. "Kalian membawa sesuatu yang besar," kata Tuan Zhao sambil menyerahkan cangkir itu pada Liang Feng. "Aku bisa melihatnya dari matamu, anak muda. Beban itu bukan milikmu saja." Liang Feng menatap pria tua itu, merasa ada kebijaksanaan yang mendalam di balik keriput wajahnya. "Gulungan ini..." Liang Feng mengeluarkan gulungan kuno itu dari tasnya, meletakkannya di atas meja dengan hati-hati. "Apa
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
5. Bangkitnya Jejak Pedang di Langit
Angin dingin menyapu desa yang terbakar, membawa aroma asap dan darah. Liang Feng berdiri di tengah kobaran api kecil, berhadapan dengan pria berjubah hitam yang memancarkan aura dingin seperti kematian. Tatapan pria itu penuh dengan penghinaan, sementara Liang Feng, meski gemetar, menatapnya dengan tekad yang mulai terbentuk. Gulungan di tasnya semakin bersinar, memancarkan cahaya keperakan yang lembut namun menusuk. Liang Feng bisa merasakan kekuatan yang mengalir dari gulungan itu—bukan sekadar kekuatan fisik, tetapi juga sesuatu yang jauh lebih dalam, sesuatu yang beresonansi dengan jiwanya. “Jadi ini kekuatan yang kau warisi dari gulungan itu,” kata pria berjubah hitam dengan nada penuh ejekan. “Tapi itu tidak cukup. Bahkan para pendekar terhebat di masa lalu pun tidak mampu menguasai sepenuhnya Jejak Pedang di Langit.” Liang Feng tidak menjawab. Ia tahu bahwa kata-kata tidak akan menghentikan pria ini. Dengan napas dalam, ia menggenggam pedangnya lebih erat, memusatkan
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
6. Kabut Gunung Yinfeng
Gunung Yinfeng berdiri megah, puncaknya terselubung awan putih yang bergerak perlahan. Liang Feng dan Mei Lian berdiri di kaki gunung, memandang jalur berbatu yang menanjak dengan curam. Hawa dingin menyelimuti mereka, dan suara serangga malam bercampur dengan gemerisik dedaunan yang ditiup angin. "Tempat ini... terasa berbeda," Mei Lian berbisik. Liang Feng mengangguk. Ia juga merasakannya. Ada sesuatu yang mengintimidasi di gunung ini, seolah-olah setiap langkah mereka diawasi oleh mata tak terlihat. "Gunung Yinfeng adalah tempat yang dilindungi oleh kekuatan kuno," kata Liang Feng perlahan. "Tuan Zhao menyebutnya sebagai tempat di mana kebenaran gulungan ini tersembunyi. Tapi dia tidak pernah mengatakan apa yang akan kita hadapi." "Kita tidak punya pilihan lain," balas Mei Lian, menggenggam pisaunya dengan erat. "Kalau kita tidak maju, Bayangan Langit akan menemukan kita duluan." Mereka mulai mendaki. Jalur itu licin karena embun pagi, dan batu-batu tajam menjulang s
last updateLast Updated : 2024-12-22
Read more
7. Bayangan di Balik Langit
bawah langit yang kelam, Liang Feng dan Mei Lian melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak Gunung Yinfeng. Namun, perasaan ganjil yang tak terdefinisi menyelimuti setiap langkah mereka. Liang Feng menggenggam pedang barunya dengan erat. Pedang itu terasa seolah bernapas, berdenyut seperti jantung yang hidup. “Liang Feng,” Mei Lian memecah keheningan. “Pedang itu... apakah kau bisa merasakan sesuatu darinya?” Liang Feng mengangguk. “Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi pedang ini lebih dari sekadar senjata. Ia terasa... hidup, seolah-olah berbicara padaku.” “Kau yakin itu tidak membahayakanmu?” Mei Lian memandang pedang itu dengan curiga. “Kekuatan seperti ini selalu memiliki harga.” Sebelum Liang Feng sempat menjawab, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Bumi di bawah kaki mereka bergetar, membuat bebatuan di sepanjang jalan terjatuh ke jurang di bawah. Dari balik kabut, muncul sekelompok orang berpakaian serba hitam. Wajah mereka tertutup topeng menyeramka
last updateLast Updated : 2024-12-29
Read more
8. Puncak Gunung Yinfeng
Langit memerah, dan kabut tipis mulai memudar ketika Liang Feng dan Mei Lian melangkah mendekati puncak Gunung Yinfeng. Mereka telah melewati jurang berbatu, hutan lebat, dan kini berdiri di hadapan sebuah dataran luas yang diapit oleh tebing tinggi. Di tengah dataran itu, sebuah altar batu menjulang, dikelilingi oleh pilar-pilar tua yang dihiasi ukiran kuno. “Aku bisa merasakan kekuatan besar dari altar itu,” ujar Liang Feng dengan napas terengah. Pedang di tangannya terasa bergetar pelan, seperti mengakui keberadaan sesuatu yang luar biasa di depan mereka. Mei Lian mengamati sekeliling dengan waspada. “Apakah kita sendiri di sini? Rasanya... sepi, tapi anehnya menakutkan.” Liang Feng mengangguk. “Sepi bukan berarti aman. Kita harus tetap berhati-hati.” Mereka melangkah mendekati altar. Setiap langkah terasa lebih berat, seperti ada gravitasi tak terlihat yang menahan tubuh mereka. Liang Feng bisa merasakan gulungan di ikat pinggangnya bergetar semakin kuat, dan pedangnya
last updateLast Updated : 2025-01-03
Read more
9. Tanda Ancaman
Malam telah larut di Lembah Awan Abadi. Liang Feng berdiri di puncak bukit kecil, memandangi langit yang bertabur bintang. Angin malam meniup rambutnya, membawa aroma bambu dan tanah basah. Ia memikirkan semua yang terjadi, mulai dari pertemuannya dengan gulungan kuno, pertarungan melawan bayangannya sendiri, hingga janji yang diucapkannya kepada Mei Lian. Di kejauhan, suara aliran sungai terdengar menenangkan, tetapi di hatinya ada kegelisahan yang sulit ia pahami. Pedang di sisinya bergetar pelan, hampir seperti berusaha memperingatkannya tentang sesuatu. “Liang Feng.” Suara Mei Lian memecah keheningan. Ia muncul dari balik pepohonan, membawa lentera kecil yang memancarkan cahaya temaram. Wajahnya tampak letih, tetapi matanya memancarkan kepedulian. “Kau belum tidur?” tanyanya lembut. Liang Feng menggeleng. “Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Semakin dekat aku dengan kekuatan Jejak Pedang di Langit, semakin besar beban yang aku rasakan. Aku takut hal ini akan membawa
last updateLast Updated : 2025-01-04
Read more
10. Langkah di Dunia Luar
Pagi di Lembah Awan Abadi selalu memancarkan kedamaian. Kabut tipis melayang di atas aliran sungai yang jernih, dan angin membawa wangi bunga liar. Tapi pagi ini terasa berbeda. Liang Feng dan Mei Lian berdiri di pintu masuk lembah, membawa perlengkapan sederhana yaitu pedang, gulungan kuno, dan hati yang dipenuhi tekad. "Setelah kita pergi, kita mungkin tidak akan kembali ke sini," ujar Mei Lian, suaranya datar namun penuh perasaan. Ia memandang lembah yang telah menjadi rumah mereka sejak kecil, tempat yang menyimpan kenangan akan keluarga dan guru-guru mereka. Liang Feng mengangguk. "Aku tahu, tapi jika kita tetap di sini, lembah ini akan menjadi sasaran mereka. Kita harus pergi untuk melindungi apa yang kita cintai." Mei Lian menggenggam pisaunya lebih erat. "Kalau begitu, mari kita pergi. Ke dunia luar!" Dengan langkah mantap, mereka meninggalkan Lembah Awan Abadi, memulai perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat-tempat yang belum pernah mereka lihat dan menghadapi bahay
last updateLast Updated : 2025-01-05
Read more
DMCA.com Protection Status