Home / Pendekar / Jejak Pedang di Langit / 7. Bayangan di Balik Langit

Share

7. Bayangan di Balik Langit

Author: Yantifitri
last update Last Updated: 2024-12-29 22:02:58

bawah langit yang kelam, Liang Feng dan Mei Lian melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak Gunung Yinfeng. Namun, perasaan ganjil yang tak terdefinisi menyelimuti setiap langkah mereka. Liang Feng menggenggam pedang barunya dengan erat. Pedang itu terasa seolah bernapas, berdenyut seperti jantung yang hidup.

“Liang Feng,” Mei Lian memecah keheningan. “Pedang itu... apakah kau bisa merasakan sesuatu darinya?”

Liang Feng mengangguk. “Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi pedang ini lebih dari sekadar senjata. Ia terasa... hidup, seolah-olah berbicara padaku.”

“Kau yakin itu tidak membahayakanmu?” Mei Lian memandang pedang itu dengan curiga. “Kekuatan seperti ini selalu memiliki harga.”

Sebelum Liang Feng sempat menjawab, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Bumi di bawah kaki mereka bergetar, membuat bebatuan di sepanjang jalan terjatuh ke jurang di bawah.

Dari balik kabut, muncul sekelompok orang berpakaian serba hitam. Wajah mereka tertutup topeng menyeramka
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Jejak Pedang di Langit   8. Puncak Gunung Yinfeng

    Langit memerah, dan kabut tipis mulai memudar ketika Liang Feng dan Mei Lian melangkah mendekati puncak Gunung Yinfeng. Mereka telah melewati jurang berbatu, hutan lebat, dan kini berdiri di hadapan sebuah dataran luas yang diapit oleh tebing tinggi. Di tengah dataran itu, sebuah altar batu menjulang, dikelilingi oleh pilar-pilar tua yang dihiasi ukiran kuno. “Aku bisa merasakan kekuatan besar dari altar itu,” ujar Liang Feng dengan napas terengah. Pedang di tangannya terasa bergetar pelan, seperti mengakui keberadaan sesuatu yang luar biasa di depan mereka. Mei Lian mengamati sekeliling dengan waspada. “Apakah kita sendiri di sini? Rasanya... sepi, tapi anehnya menakutkan.” Liang Feng mengangguk. “Sepi bukan berarti aman. Kita harus tetap berhati-hati.” Mereka melangkah mendekati altar. Setiap langkah terasa lebih berat, seperti ada gravitasi tak terlihat yang menahan tubuh mereka. Liang Feng bisa merasakan gulungan di ikat pinggangnya bergetar semakin kuat, dan pedangnya

    Last Updated : 2025-01-03
  • Jejak Pedang di Langit   9. Tanda Ancaman

    Malam telah larut di Lembah Awan Abadi. Liang Feng berdiri di puncak bukit kecil, memandangi langit yang bertabur bintang. Angin malam meniup rambutnya, membawa aroma bambu dan tanah basah. Ia memikirkan semua yang terjadi, mulai dari pertemuannya dengan gulungan kuno, pertarungan melawan bayangannya sendiri, hingga janji yang diucapkannya kepada Mei Lian. Di kejauhan, suara aliran sungai terdengar menenangkan, tetapi di hatinya ada kegelisahan yang sulit ia pahami. Pedang di sisinya bergetar pelan, hampir seperti berusaha memperingatkannya tentang sesuatu. “Liang Feng.” Suara Mei Lian memecah keheningan. Ia muncul dari balik pepohonan, membawa lentera kecil yang memancarkan cahaya temaram. Wajahnya tampak letih, tetapi matanya memancarkan kepedulian. “Kau belum tidur?” tanyanya lembut. Liang Feng menggeleng. “Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Semakin dekat aku dengan kekuatan Jejak Pedang di Langit, semakin besar beban yang aku rasakan. Aku takut hal ini akan membawa

    Last Updated : 2025-01-04
  • Jejak Pedang di Langit   10. Langkah di Dunia Luar

    Pagi di Lembah Awan Abadi selalu memancarkan kedamaian. Kabut tipis melayang di atas aliran sungai yang jernih, dan angin membawa wangi bunga liar. Tapi pagi ini terasa berbeda. Liang Feng dan Mei Lian berdiri di pintu masuk lembah, membawa perlengkapan sederhana yaitu pedang, gulungan kuno, dan hati yang dipenuhi tekad. "Setelah kita pergi, kita mungkin tidak akan kembali ke sini," ujar Mei Lian, suaranya datar namun penuh perasaan. Ia memandang lembah yang telah menjadi rumah mereka sejak kecil, tempat yang menyimpan kenangan akan keluarga dan guru-guru mereka. Liang Feng mengangguk. "Aku tahu, tapi jika kita tetap di sini, lembah ini akan menjadi sasaran mereka. Kita harus pergi untuk melindungi apa yang kita cintai." Mei Lian menggenggam pisaunya lebih erat. "Kalau begitu, mari kita pergi. Ke dunia luar!" Dengan langkah mantap, mereka meninggalkan Lembah Awan Abadi, memulai perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat-tempat yang belum pernah mereka lihat dan menghadapi bahay

    Last Updated : 2025-01-05
  • Jejak Pedang di Langit   11. Ujian di Gurun

    Gurun yang luas dan gersang menjadi saksi dari pertarungan yang semakin intens. Angin panas berputar di sekitar mereka, membawa debu dan pasir, tetapi Liang Feng dan Mei Lian berdiri tegak, siap menghadapi ancaman yang datang. Tujuh pria berjubah hitam mengelilingi mereka, mata mereka penuh dengan kebencian. Liang Feng merasakan tekanan yang semakin berat di udara, seperti ada sesuatu yang menghalangi setiap gerakan mereka. "Siapa kalian?" Liang Feng bertanya dengan suara tenang, meskipun hatinya berdegup kencang. Pria yang tampak paling tua di antara mereka tersenyum dingin. "Kami adalah utusan dari Bayangan Langit, yang mengirimkan kami untuk memastikan gulungan Jejak Pedang di Langit tidak jatuh ke tangan yang salah. Dan kalian, anak muda, telah menjadi hambatan besar dalam misi kami." Mei Lian memegang pisaunya lebih erat, menatap para musuh dengan waspada. "Apa yang kalian inginkan dari kami? Jika kalian berniat merebut gulungan itu, kalian akan tahu bahwa itu tidak akan

    Last Updated : 2025-01-06
  • Jejak Pedang di Langit   12. Penantian di Puncak Pasir

    Setelah pertempuran sengit di gurun, Liang Feng dan Mei Lian melanjutkan perjalanan mereka ke arah barat, menuju Istana Hujan Emas yang legendaris. Meski mereka telah menang melawan kelompok Bayangan Langit, perasaan cemas tidak dapat sepenuhnya hilang. Ancaman dari mereka yang menginginkan Jejak Pedang di Langit masih bersembunyi di balik bayang-bayang, menunggu saat yang tepat untuk kembali menyerang.Malam itu, mereka berdua beristirahat di sebuah oasis kecil yang ditemukan di tengah gurun. Air yang jernih memantulkan cahaya bintang, sementara semilir angin gurun membawa kesejukan yang sangat dibutuhkan setelah perjalanan yang melelahkan. Liang Feng duduk di tepi oasis, memandang langit yang luas, berusaha menenangkan pikirannya."Liang Feng," kata Mei Lian, duduk di sampingnya, suaranya lembut. "Apa yang akan kita lakukan setelah menemukan Jejak Pedang di Langit? Apa yang akan terjadi jika kita berhasil menguasainya?"Liang Feng menghela napas, pandangannya terfokus pada kilau air

    Last Updated : 2025-01-06
  • Jejak Pedang di Langit   13. Bayangan Hitam

    Pria bertopeng itu berdiri dengan angkuh di tengah badai pasir yang perlahan mereda. Langkahnya perlahan, tetapi setiap langkah mengguncang hati Liang Feng. Aura hitam pekat mengelilinginya, seperti kabut yang meresap hingga ke tulang. Liang Feng menggenggam pedangnya lebih erat, merasakan hawa dingin yang merambat dari ujung jari hingga ke dadanya. “Siapa kau?” tanya Liang Feng, suaranya bergetar sedikit meski ia berusaha terdengar tegas. Pria itu tidak menjawab segera. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya, mengisyaratkan kepada anak buahnya untuk mundur. Para pria berjubah hitam itu menurut tanpa suara, meninggalkan lingkaran pasir yang kini hanya diisi oleh Liang Feng, Mei Lian, Lian Xue, dan pria bertopeng itu. “Aku adalah penjaga bayangan,” jawab pria itu akhirnya, suaranya berat dan menggetarkan udara. “Namaku tak penting. Yang perlu kau tahu, aku adalah ujung tombak Bayangan Langit. Dan kau, bocah, hanyalah duri kecil yang perlu dicabut sebelum aku mengambil apa yang se

    Last Updated : 2025-01-07
  • Jejak Pedang di Langit   14. Petualangan Menuju Istana Hujan Es

    Fajar menyingsing perlahan, menyapu gurun dengan cahaya keemasan yang indah namun dingin. Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue bersiap melanjutkan perjalanan mereka. Mereka bertiga berdiri di tepi oasis kecil, memandang ke arah barat di mana siluet pegunungan mulai terlihat samar di kejauhan. "Istana Hujan Emas," Mei Lian bergumam, matanya memandang ke depan dengan tatapan tegas. "Kita hampir sampai." Lian Xue mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan kelelahan yang tak bisa disembunyikan. Luka-luka dari pertempuran malam sebelumnya masih terasa, tapi ia meneguhkan hati. "Aku hanya berharap kita tidak menghadapi lebih banyak kejutan di jalan." Liang Feng tersenyum tipis, menggenggam pedangnya dengan erat. "Kejutan sudah menjadi bagian dari perjalanan ini. Yang penting, kita tetap bersama." Ketiganya mulai berjalan, menembus pasir yang masih dingin setelah malam yang panjang. Suasana hening, hanya terdengar suara angin yang berbisik di telinga mereka. Liang Feng merasa bahwa

    Last Updated : 2025-01-07
  • Jejak Pedang di Langit   1. Jejak di Bawah Air Terjun

    Di Lembah Awan Abadi, di balik deretan pegunungan yang diselimuti kabut tebal, ada sebuah dunia yang sunyi. Keheningan itu hanyalah pecah oleh gemerisik angin yang menggetarkan daun bambu, dan suara air sungai yang mengalir perlahan, memanjat bebatuan dan meluncur ke bawah seolah sedang menyanyikan lagu kehidupan yang tak pernah berhenti. Di tengah lembah yang terlindung ini, Liang Feng hidup dalam kesederhanaan. Pemuda itu telah lama mengenal kesejukan alam yang menjadi pelindung dan teman setianya. Sejak kecil, Liang Feng dibesarkan oleh kakeknya yang bijaksana. Kakeknya, seorang mantan pendekar yang memutuskan untuk meninggalkan dunia persilatan, selalu mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada pedang atau tenaga dalam, melainkan pada kedamaian hati dan keharmonisan dengan alam. Dalam setiap langkahnya, Liang Feng selalu mengingat ajaran itu. Namun, hari itu, sesuatu yang tak terduga datang. Liang Feng sedang berjalan menyusuri tepi sungai, menikmati pemandangan alam

    Last Updated : 2024-12-22

Latest chapter

  • Jejak Pedang di Langit   14. Petualangan Menuju Istana Hujan Es

    Fajar menyingsing perlahan, menyapu gurun dengan cahaya keemasan yang indah namun dingin. Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue bersiap melanjutkan perjalanan mereka. Mereka bertiga berdiri di tepi oasis kecil, memandang ke arah barat di mana siluet pegunungan mulai terlihat samar di kejauhan. "Istana Hujan Emas," Mei Lian bergumam, matanya memandang ke depan dengan tatapan tegas. "Kita hampir sampai." Lian Xue mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan kelelahan yang tak bisa disembunyikan. Luka-luka dari pertempuran malam sebelumnya masih terasa, tapi ia meneguhkan hati. "Aku hanya berharap kita tidak menghadapi lebih banyak kejutan di jalan." Liang Feng tersenyum tipis, menggenggam pedangnya dengan erat. "Kejutan sudah menjadi bagian dari perjalanan ini. Yang penting, kita tetap bersama." Ketiganya mulai berjalan, menembus pasir yang masih dingin setelah malam yang panjang. Suasana hening, hanya terdengar suara angin yang berbisik di telinga mereka. Liang Feng merasa bahwa

  • Jejak Pedang di Langit   13. Bayangan Hitam

    Pria bertopeng itu berdiri dengan angkuh di tengah badai pasir yang perlahan mereda. Langkahnya perlahan, tetapi setiap langkah mengguncang hati Liang Feng. Aura hitam pekat mengelilinginya, seperti kabut yang meresap hingga ke tulang. Liang Feng menggenggam pedangnya lebih erat, merasakan hawa dingin yang merambat dari ujung jari hingga ke dadanya. “Siapa kau?” tanya Liang Feng, suaranya bergetar sedikit meski ia berusaha terdengar tegas. Pria itu tidak menjawab segera. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya, mengisyaratkan kepada anak buahnya untuk mundur. Para pria berjubah hitam itu menurut tanpa suara, meninggalkan lingkaran pasir yang kini hanya diisi oleh Liang Feng, Mei Lian, Lian Xue, dan pria bertopeng itu. “Aku adalah penjaga bayangan,” jawab pria itu akhirnya, suaranya berat dan menggetarkan udara. “Namaku tak penting. Yang perlu kau tahu, aku adalah ujung tombak Bayangan Langit. Dan kau, bocah, hanyalah duri kecil yang perlu dicabut sebelum aku mengambil apa yang se

  • Jejak Pedang di Langit   12. Penantian di Puncak Pasir

    Setelah pertempuran sengit di gurun, Liang Feng dan Mei Lian melanjutkan perjalanan mereka ke arah barat, menuju Istana Hujan Emas yang legendaris. Meski mereka telah menang melawan kelompok Bayangan Langit, perasaan cemas tidak dapat sepenuhnya hilang. Ancaman dari mereka yang menginginkan Jejak Pedang di Langit masih bersembunyi di balik bayang-bayang, menunggu saat yang tepat untuk kembali menyerang.Malam itu, mereka berdua beristirahat di sebuah oasis kecil yang ditemukan di tengah gurun. Air yang jernih memantulkan cahaya bintang, sementara semilir angin gurun membawa kesejukan yang sangat dibutuhkan setelah perjalanan yang melelahkan. Liang Feng duduk di tepi oasis, memandang langit yang luas, berusaha menenangkan pikirannya."Liang Feng," kata Mei Lian, duduk di sampingnya, suaranya lembut. "Apa yang akan kita lakukan setelah menemukan Jejak Pedang di Langit? Apa yang akan terjadi jika kita berhasil menguasainya?"Liang Feng menghela napas, pandangannya terfokus pada kilau air

  • Jejak Pedang di Langit   11. Ujian di Gurun

    Gurun yang luas dan gersang menjadi saksi dari pertarungan yang semakin intens. Angin panas berputar di sekitar mereka, membawa debu dan pasir, tetapi Liang Feng dan Mei Lian berdiri tegak, siap menghadapi ancaman yang datang. Tujuh pria berjubah hitam mengelilingi mereka, mata mereka penuh dengan kebencian. Liang Feng merasakan tekanan yang semakin berat di udara, seperti ada sesuatu yang menghalangi setiap gerakan mereka. "Siapa kalian?" Liang Feng bertanya dengan suara tenang, meskipun hatinya berdegup kencang. Pria yang tampak paling tua di antara mereka tersenyum dingin. "Kami adalah utusan dari Bayangan Langit, yang mengirimkan kami untuk memastikan gulungan Jejak Pedang di Langit tidak jatuh ke tangan yang salah. Dan kalian, anak muda, telah menjadi hambatan besar dalam misi kami." Mei Lian memegang pisaunya lebih erat, menatap para musuh dengan waspada. "Apa yang kalian inginkan dari kami? Jika kalian berniat merebut gulungan itu, kalian akan tahu bahwa itu tidak akan

  • Jejak Pedang di Langit   10. Langkah di Dunia Luar

    Pagi di Lembah Awan Abadi selalu memancarkan kedamaian. Kabut tipis melayang di atas aliran sungai yang jernih, dan angin membawa wangi bunga liar. Tapi pagi ini terasa berbeda. Liang Feng dan Mei Lian berdiri di pintu masuk lembah, membawa perlengkapan sederhana yaitu pedang, gulungan kuno, dan hati yang dipenuhi tekad. "Setelah kita pergi, kita mungkin tidak akan kembali ke sini," ujar Mei Lian, suaranya datar namun penuh perasaan. Ia memandang lembah yang telah menjadi rumah mereka sejak kecil, tempat yang menyimpan kenangan akan keluarga dan guru-guru mereka. Liang Feng mengangguk. "Aku tahu, tapi jika kita tetap di sini, lembah ini akan menjadi sasaran mereka. Kita harus pergi untuk melindungi apa yang kita cintai." Mei Lian menggenggam pisaunya lebih erat. "Kalau begitu, mari kita pergi. Ke dunia luar!" Dengan langkah mantap, mereka meninggalkan Lembah Awan Abadi, memulai perjalanan yang akan membawa mereka ke tempat-tempat yang belum pernah mereka lihat dan menghadapi bahay

  • Jejak Pedang di Langit   9. Tanda Ancaman

    Malam telah larut di Lembah Awan Abadi. Liang Feng berdiri di puncak bukit kecil, memandangi langit yang bertabur bintang. Angin malam meniup rambutnya, membawa aroma bambu dan tanah basah. Ia memikirkan semua yang terjadi, mulai dari pertemuannya dengan gulungan kuno, pertarungan melawan bayangannya sendiri, hingga janji yang diucapkannya kepada Mei Lian. Di kejauhan, suara aliran sungai terdengar menenangkan, tetapi di hatinya ada kegelisahan yang sulit ia pahami. Pedang di sisinya bergetar pelan, hampir seperti berusaha memperingatkannya tentang sesuatu. “Liang Feng.” Suara Mei Lian memecah keheningan. Ia muncul dari balik pepohonan, membawa lentera kecil yang memancarkan cahaya temaram. Wajahnya tampak letih, tetapi matanya memancarkan kepedulian. “Kau belum tidur?” tanyanya lembut. Liang Feng menggeleng. “Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Semakin dekat aku dengan kekuatan Jejak Pedang di Langit, semakin besar beban yang aku rasakan. Aku takut hal ini akan membawa

  • Jejak Pedang di Langit   8. Puncak Gunung Yinfeng

    Langit memerah, dan kabut tipis mulai memudar ketika Liang Feng dan Mei Lian melangkah mendekati puncak Gunung Yinfeng. Mereka telah melewati jurang berbatu, hutan lebat, dan kini berdiri di hadapan sebuah dataran luas yang diapit oleh tebing tinggi. Di tengah dataran itu, sebuah altar batu menjulang, dikelilingi oleh pilar-pilar tua yang dihiasi ukiran kuno. “Aku bisa merasakan kekuatan besar dari altar itu,” ujar Liang Feng dengan napas terengah. Pedang di tangannya terasa bergetar pelan, seperti mengakui keberadaan sesuatu yang luar biasa di depan mereka. Mei Lian mengamati sekeliling dengan waspada. “Apakah kita sendiri di sini? Rasanya... sepi, tapi anehnya menakutkan.” Liang Feng mengangguk. “Sepi bukan berarti aman. Kita harus tetap berhati-hati.” Mereka melangkah mendekati altar. Setiap langkah terasa lebih berat, seperti ada gravitasi tak terlihat yang menahan tubuh mereka. Liang Feng bisa merasakan gulungan di ikat pinggangnya bergetar semakin kuat, dan pedangnya

  • Jejak Pedang di Langit   7. Bayangan di Balik Langit

    bawah langit yang kelam, Liang Feng dan Mei Lian melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak Gunung Yinfeng. Namun, perasaan ganjil yang tak terdefinisi menyelimuti setiap langkah mereka. Liang Feng menggenggam pedang barunya dengan erat. Pedang itu terasa seolah bernapas, berdenyut seperti jantung yang hidup. “Liang Feng,” Mei Lian memecah keheningan. “Pedang itu... apakah kau bisa merasakan sesuatu darinya?” Liang Feng mengangguk. “Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi pedang ini lebih dari sekadar senjata. Ia terasa... hidup, seolah-olah berbicara padaku.” “Kau yakin itu tidak membahayakanmu?” Mei Lian memandang pedang itu dengan curiga. “Kekuatan seperti ini selalu memiliki harga.” Sebelum Liang Feng sempat menjawab, suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Bumi di bawah kaki mereka bergetar, membuat bebatuan di sepanjang jalan terjatuh ke jurang di bawah. Dari balik kabut, muncul sekelompok orang berpakaian serba hitam. Wajah mereka tertutup topeng menyeramka

  • Jejak Pedang di Langit   6. Kabut Gunung Yinfeng

    Gunung Yinfeng berdiri megah, puncaknya terselubung awan putih yang bergerak perlahan. Liang Feng dan Mei Lian berdiri di kaki gunung, memandang jalur berbatu yang menanjak dengan curam. Hawa dingin menyelimuti mereka, dan suara serangga malam bercampur dengan gemerisik dedaunan yang ditiup angin. "Tempat ini... terasa berbeda," Mei Lian berbisik. Liang Feng mengangguk. Ia juga merasakannya. Ada sesuatu yang mengintimidasi di gunung ini, seolah-olah setiap langkah mereka diawasi oleh mata tak terlihat. "Gunung Yinfeng adalah tempat yang dilindungi oleh kekuatan kuno," kata Liang Feng perlahan. "Tuan Zhao menyebutnya sebagai tempat di mana kebenaran gulungan ini tersembunyi. Tapi dia tidak pernah mengatakan apa yang akan kita hadapi." "Kita tidak punya pilihan lain," balas Mei Lian, menggenggam pisaunya dengan erat. "Kalau kita tidak maju, Bayangan Langit akan menemukan kita duluan." Mereka mulai mendaki. Jalur itu licin karena embun pagi, dan batu-batu tajam menjulang s

DMCA.com Protection Status