Gurun yang luas dan gersang menjadi saksi dari pertarungan yang semakin intens. Angin panas berputar di sekitar mereka, membawa debu dan pasir, tetapi Liang Feng dan Mei Lian berdiri tegak, siap menghadapi ancaman yang datang. Tujuh pria berjubah hitam mengelilingi mereka, mata mereka penuh dengan kebencian. Liang Feng merasakan tekanan yang semakin berat di udara, seperti ada sesuatu yang menghalangi setiap gerakan mereka. "Siapa kalian?" Liang Feng bertanya dengan suara tenang, meskipun hatinya berdegup kencang. Pria yang tampak paling tua di antara mereka tersenyum dingin. "Kami adalah utusan dari Bayangan Langit, yang mengirimkan kami untuk memastikan gulungan Jejak Pedang di Langit tidak jatuh ke tangan yang salah. Dan kalian, anak muda, telah menjadi hambatan besar dalam misi kami." Mei Lian memegang pisaunya lebih erat, menatap para musuh dengan waspada. "Apa yang kalian inginkan dari kami? Jika kalian berniat merebut gulungan itu, kalian akan tahu bahwa itu tidak akan
Setelah pertempuran sengit di gurun, Liang Feng dan Mei Lian melanjutkan perjalanan mereka ke arah barat, menuju Istana Hujan Emas yang legendaris. Meski mereka telah menang melawan kelompok Bayangan Langit, perasaan cemas tidak dapat sepenuhnya hilang. Ancaman dari mereka yang menginginkan Jejak Pedang di Langit masih bersembunyi di balik bayang-bayang, menunggu saat yang tepat untuk kembali menyerang.Malam itu, mereka berdua beristirahat di sebuah oasis kecil yang ditemukan di tengah gurun. Air yang jernih memantulkan cahaya bintang, sementara semilir angin gurun membawa kesejukan yang sangat dibutuhkan setelah perjalanan yang melelahkan. Liang Feng duduk di tepi oasis, memandang langit yang luas, berusaha menenangkan pikirannya."Liang Feng," kata Mei Lian, duduk di sampingnya, suaranya lembut. "Apa yang akan kita lakukan setelah menemukan Jejak Pedang di Langit? Apa yang akan terjadi jika kita berhasil menguasainya?"Liang Feng menghela napas, pandangannya terfokus pada kilau air
Pria bertopeng itu berdiri dengan angkuh di tengah badai pasir yang perlahan mereda. Langkahnya perlahan, tetapi setiap langkah mengguncang hati Liang Feng. Aura hitam pekat mengelilinginya, seperti kabut yang meresap hingga ke tulang. Liang Feng menggenggam pedangnya lebih erat, merasakan hawa dingin yang merambat dari ujung jari hingga ke dadanya. “Siapa kau?” tanya Liang Feng, suaranya bergetar sedikit meski ia berusaha terdengar tegas. Pria itu tidak menjawab segera. Sebaliknya, ia mengangkat tangannya, mengisyaratkan kepada anak buahnya untuk mundur. Para pria berjubah hitam itu menurut tanpa suara, meninggalkan lingkaran pasir yang kini hanya diisi oleh Liang Feng, Mei Lian, Lian Xue, dan pria bertopeng itu. “Aku adalah penjaga bayangan,” jawab pria itu akhirnya, suaranya berat dan menggetarkan udara. “Namaku tak penting. Yang perlu kau tahu, aku adalah ujung tombak Bayangan Langit. Dan kau, bocah, hanyalah duri kecil yang perlu dicabut sebelum aku mengambil apa yang se
Fajar menyingsing perlahan, menyapu gurun dengan cahaya keemasan yang indah namun dingin. Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue bersiap melanjutkan perjalanan mereka. Mereka bertiga berdiri di tepi oasis kecil, memandang ke arah barat di mana siluet pegunungan mulai terlihat samar di kejauhan. "Istana Hujan Emas," Mei Lian bergumam, matanya memandang ke depan dengan tatapan tegas. "Kita hampir sampai." Lian Xue mengangguk, meskipun wajahnya menunjukkan kelelahan yang tak bisa disembunyikan. Luka-luka dari pertempuran malam sebelumnya masih terasa, tapi ia meneguhkan hati. "Aku hanya berharap kita tidak menghadapi lebih banyak kejutan di jalan." Liang Feng tersenyum tipis, menggenggam pedangnya dengan erat. "Kejutan sudah menjadi bagian dari perjalanan ini. Yang penting, kita tetap bersama." Ketiganya mulai berjalan, menembus pasir yang masih dingin setelah malam yang panjang. Suasana hening, hanya terdengar suara angin yang berbisik di telinga mereka. Liang Feng merasa bahwa
Perjalanan ke Lembah Awan Gelap memakan waktu beberapa hari. Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue bergerak melalui gurun yang semakin gersang, menuju kaki pegunungan yang menjulang seperti penjaga abadi. Ketika mereka akhirnya tiba di mulut lembah, suasana berubah drastis. Udara yang sebelumnya hangat kini menjadi dingin, membawa aroma lembab dan kegetiran yang mengganggu. Kabut tebal melingkupi setiap sudut, mengaburkan pandangan mereka. Liang Feng berhenti sejenak, merasakan keheningan yang aneh, seolah-olah seluruh dunia terhenti di tempat itu. "Inikah tempatnya?" tanya Mei Lian, suaranya hampir berbisik. Liang Feng mengangguk. "Lembah Awan Gelap. Sesuai peta, kita harus melewati ini untuk mencapai Istana Hujan Emas." Lian Xue menatap kabut yang bergerak seperti makhluk hidup. "Tempat ini… terasa tidak wajar." Mei Lian tersenyum tipis, meskipun jelas ada kekhawatiran di wajahnya. "Jangan terlalu banyak berpikir. Semakin kita memikirkannya, semakin menyeramkan tempat in
Perjalanan menuju Istana Hujan Emas menjadi semakin berat. Bukit-bukit yang mengelilingi istana dipenuhi jalan setapak yang licin dan berbahaya. Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue bergerak dengan hati-hati, sadar bahwa satu langkah salah bisa membuat mereka jatuh ke jurang yang menganga di bawah. Namun, tekad mereka tetap kuat. Istana itu berdiri megah di depan mata, memancarkan aura misterius yang membuat mereka semakin bersemangat untuk melanjutkan perjalanan. Liang Feng, yang memimpin di depan, merasakan energi yang aneh di udara, seolah-olah mereka sedang diawasi. "Lian Xue," katanya sambil melirik ke arah temannya, "apa kau merasakan sesuatu yang aneh?" Lian Xue mengangguk. "Ada sesuatu di sini. Energi ini... terasa seperti peringatan." Mei Lian, yang berjalan di belakang mereka, menghela napas. "Kalau begitu, kita harus lebih waspada. Tempat seperti ini pasti penuh jebakan." Liang Feng menggenggam pedangnya lebih erat. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Istana Hujan Emas buk
Setelah meninggalkan Istana Hujan Emas, Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue bergerak menyusuri lembah yang kini terang benderang. Kabut yang sebelumnya mengaburkan pandangan mereka telah lenyap, digantikan oleh udara segar dan langit biru. Pedang Jejak Pedang di Langit kini tergantung di punggung Liang Feng, memancarkan aura yang membuat siapa pun yang melihatnya merasa kagum sekaligus takut. Namun, Liang Feng tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanan mereka. Kemenangan mereka atas Xu Tian hanyalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar. "Langit tampak lebih cerah sekarang," kata Mei Lian, memandang ke cakrawala. Liang Feng mengangguk, tetapi pikirannya masih dipenuhi oleh bayangan Xu Tian. Kata-kata terakhir pria itu, "Kau benar-benar penerusnya" terngiang-ngiang di telinganya. Apa maksud Xu Tian? Dan siapa sebenarnya pencipta teknik Jejak Pedang di Langit? Lian Xue, yang berjalan di sampingnya, memecah keheningan. "Kita tidak bisa berlama-lama di sini. Bayangan Langit mungk
Desa itu kini sunyi, hanya suara angin yang berhembus di antara reruntuhan rumah-rumah yang hancur. Liang Feng berdiri di atas bukit kecil, memandang pedang Jejak Pedang di Langit yang kini berkilauan lembut dalam genggamannya. Cahaya dari pedang itu terasa hangat, tetapi juga mengingatkan akan tanggung jawab besar yang kini dipikulnya. Mei Lian dan Lian Xue mendekat, masing-masing membawa bekal sederhana yang mereka dapatkan dari warga desa yang selamat. "Apa yang kau pikirkan, Liang Feng?" tanya Mei Lian, suaranya lembut tetapi tegas. Liang Feng menghela napas, lalu menoleh ke arah mereka. "Aku memikirkan Shen Zhou. Dia bukan lawan yang mudah, dan aku merasa ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini. Pedang ini..." Ia mengangkat pedang itu, memandangi ukiran-ukiran kuno di sepanjang bilahnya. "...mungkin bukan hanya senjata, tapi kunci untuk sesuatu yang jauh lebih besar." Lian Xue mengangguk pelan. "Bayangan Langit tidak akan berhenti sampai mereka mendapatkan pedang
Puncak Gunung Langit kini terhampar dalam kehampaan. Jejak energi yang dulu melingkupi tempat itu perlahan memudar, menyisakan keheningan yang mencekam. Lian Xue berdiri diam, matanya menatap ke arah tempat Liang Feng menghilang. Hatinya terasa kosong, seolah-olah separuh jiwanya ikut lenyap bersama Liang Feng. “Dia benar-benar pergi,” bisiknya, suaranya penuh getaran. Bai Wen meletakkan tangan di pundaknya, meskipun ia sendiri tampak tak kalah terguncang. “Liang Feng telah memenuhi takdirnya. Pengorbanannya memastikan dunia ini tetap utuh.” Namun, Lian Xue tidak dapat menerima kenyataan itu begitu saja. “Kalau begitu, apa arti dari semua perjuangan kita jika pada akhirnya dia harus meninggalkan kita?” “Kau salah,” Bai Wen menjawab dengan nada lembut. “Liang Feng tidak pergi untuk selamanya. Dia tetap hidup, dalam kenangan kita, dalam dunia yang ia selamatkan. Dan aku yakin, meskipun tubuhnya telah tiada, semangatnya tetap ada di sekitar kita.” _____Setelah kejatuhan Shen Z
Langit Terbelah adalah tempat di mana realitas dan ilusi saling bertaut, menciptakan pemandangan yang tak lazim. Daratan tempat Liang Feng dan teman-temannya berdiri tampak seperti cermin raksasa yang memantulkan retakan-retakan cahaya dari atas. Tiap langkah mereka menghasilkan gema halus, seperti berjalan di atas permukaan air yang membeku. “Ini... luar biasa,” gumam Mei Lian, matanya terpaku pada retakan di atas mereka. Retakan itu mengeluarkan cahaya putih yang berpendar lembut, seolah-olah menyimpan rahasia semesta. Namun, Lian Xue terlihat lebih waspada. “Tempat ini mungkin indah, tapi aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Kau merasakannya, kan, Liang Feng?” Liang Feng mengangguk pelan. Ada hawa berat di udara, seperti keheningan sebelum badai. “Ya, aku merasakannya. Seolah-olah sesuatu atau seseorang sedang mengawasi kita.” Saat mereka melangkah lebih jauh, mereka menemukan sebuah monolit besar yang berdiri di tengah dataran cermin. Monolit itu terbuat dari batu
Kristal biru di atas altar memancarkan sinar lembut yang menerangi puncak menara. Liang Feng berdiri mematung di depannya, merasakan gelombang energi yang seakan berbicara langsung ke dalam jiwanya. "Liang Feng," suara itu terdengar lembut namun penuh kekuatan, seperti bisikan angin di puncak gunung. "Kau telah mencapai tempat yang banyak orang hanya bisa impikan. Namun, ini bukan akhir perjalananmu." Mei Lian dan Lian Xue saling bertukar pandang, mencoba memahami suara misterius itu. "Apa ini? Suara dari segel itu sendiri?" tanya Mei Lian, nada suaranya penuh kehati-hatian. "Segel ini adalah inti dari keseimbangan dunia," jawab Liang Feng, matanya tidak lepas dari kristal yang berkilauan. "Dan aku merasa bahwa segel ini memiliki kehendak sendiri." ___ Kristal itu berkilauan lebih terang, membentuk siluet cahaya yang menyerupai seorang pria tua dengan jubah panjang. "Aku adalah penjaga terakhir dari segel ini," katanya. "Dan kau, Liang Feng, telah dipilih untuk menjaga ke
Gerbang batu yang terbuka perlahan mengeluarkan suara gemuruh yang menggema, seperti sebuah peringatan akan bahaya yang tersembunyi di baliknya. Liang Feng melangkah lebih dulu, diikuti oleh Mei Lian dan Lian Xue. Cahaya aneh yang berasal dari dalam gerbang memancar seperti aurora, namun bukannya memberi rasa damai, cahaya itu justru memunculkan kegelisahan. Saat mereka melangkah masuk, dunia di sekitar mereka berubah. Tanah di bawah kaki mereka bukan lagi lembah hijau yang pernah mereka kenal, melainkan padang pasir luas dengan langit berwarna merah darah. Angin panas berhembus, membawa bisikan samar yang tak bisa dipahami. “Di mana ini?” tanya Mei Lian, memandang ke sekeliling dengan rasa tak percaya. “Langit Terlarang,” jawab Liang Feng dengan suara tegas. “Tempat ini bukan bagian dari dunia kita. Ini adalah dimensi lain, tempat kekuatan segel terakhir disimpan.” “Dan juga tempat bahaya terbesar bersembunyi,” tambah Lian Xue sambil mempererat genggamannya pada tombak. ___
Langit cerah di Kota Hujan Tak Berhenti menjadi awal yang baru bagi Liang Feng dan rombongannya. Namun, saat mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan, seorang utusan tiba dari Lembah Awan Abadi. Ia membawa kabar buruk yang membuat Liang Feng tertegun—lembah itu diserang oleh kekuatan misterius. "Serangan itu datang tanpa peringatan," kata utusan itu dengan napas terengah-engah. "Penduduk desa terluka, dan beberapa menghilang. Mereka yang selamat mengatakan makhluk-makhluk kegelapan menyerang saat malam tiba." Liang Feng mengepalkan tangannya. Pikirannya melayang pada gambaran desa yang damai, kini berada di ambang kehancuran. "Kita harus kembali sekarang," katanya tegas. Mei Lian dan Lian Xue mengangguk. Tanpa membuang waktu, mereka meninggalkan Kota Hujan Tak Berhenti, menunggang kuda dengan kecepatan penuh menuju Lembah Awan Abadi. ____Ketika mereka tiba, lembah itu hampir tidak dapat dikenali. Pepohonan yang dulu hijau dan subur kini layu, diselimuti kabut hitam yang
Setelah meninggalkan Pilar Langit, Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue memulai perjalanan kembali ke Lembah Awan Abadi. Meskipun segel telah diperkuat, Liang Feng tidak merasa lega sepenuhnya. Di dalam hatinya, ia tahu ancaman Shen Zhou masih mengintai, dan dunia tidak akan tenang untuk waktu yang lama. Langit di atas mereka berubah semakin suram, seolah mencerminkan beban yang dirasakan Liang Feng. Angin berhembus dingin, membawa aroma badai yang akan datang. "Liang Feng," kata Mei Lian tiba-tiba, memecah keheningan. "Apa yang kau alami di dalam Pilar Langit? Kau tampak berbeda sekarang." Liang Feng terdiam sesaat sebelum menjawab. "Aku diberi ujian. Ujian yang mengajarkanku tentang keberanian, pengorbanan, dan penerimaan." Ia menatap jauh ke depan. "Aku tahu sekarang, melindungi dunia ini tidak hanya soal kekuatan pedang, tetapi juga soal menerima bahwa aku tidak bisa menyelamatkan semuanya." Mei Lian menatapnya dengan mata penuh simpati. "Itu beban yang berat, tapi kau tidak
Liang Feng berdiri di hadapan Pilar Langit, sebuah menara yang menjulang hingga menembus awan. Cahaya keemasan mengalir dari setiap celahnya, memancarkan kekuatan yang terasa menghentikan napas. Pintu masuk pilar itu tampak sederhana, hanya sebuah lengkungan batu yang dihiasi ukiran bintang dan awan. Namun, begitu Liang Feng melangkah masuk, dunia di sekitarnya berubah seketika. Ia mendapati dirinya berada di ruang tanpa batas, penuh dengan kabut berwarna perak. Tidak ada lantai, tidak ada dinding, hanya kekosongan yang terasa hidup. Di tengah ruang itu, berdiri sebuah meja batu besar, dan di atasnya terdapat gulungan kuno lainnya—lebih besar dan lebih bercahaya daripada yang pernah ia temui sebelumnya. “Liang Feng,” sebuah suara menggema, tenang namun penuh kewibawaan. Liang Feng berbalik, menemukan sosok lelaki tua berjubah putih berdiri di belakangnya. Wajahnya bersinar, tetapi ada kesan kelelahan mendalam di matanya. “Siapa kau?” tanya Liang Feng, meskipun dalam hatinya, i
Mereka berjalan selama berhari-hari, menyeberangi padang pasir yang tak berujung dan mendaki pegunungan yang terjal. Liang Feng, Mei Lian, dan Lian Xue menghadapi berbagai rintangan di perjalanan mereka. Meskipun tubuh mereka lelah, tekad mereka tidak goyah. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat ke Pilar Langit, tempat di mana segel pedang dapat diperkuat. Langit di atas mereka terasa aneh. Awan gelap menggulung, seakan-akan langit itu sendiri bersiap menghadapi pertempuran besar. "Kau yakin kita sudah dekat?" tanya Mei Lian sambil mengusap keringat di dahinya. Liang Feng membuka gulungan kecil yang diberikan oleh Penjaga Pengetahuan. Peta yang tergambar di gulungan itu menunjukkan bahwa Pilar Langit terletak di tengah-tengah pegunungan yang dikelilingi oleh jurang tak berujung. "Kita sudah hampir sampai," katanya. "Tapi aku bisa merasakan sesuatu... seperti ancaman yang semakin dekat." ___Mereka tiba di sebuah hutan yang dipenuhi kabut tebal. Cahaya matahari hampir tidak
Setelah malam yang mencekam, Liang Feng dan kelompoknya bergerak menuju sebuah tempat yang disebutkan dalam gulungan kuno. 'Lembah Pengetahuan Tersembunyi', sebuah lokasi yang dikatakan menyimpan jawaban tentang cara memperkuat segel. Perjalanan menuju lembah itu penuh dengan tantangan, dari jalan setapak yang hilang hingga badai energi yang tiba-tiba muncul. Namun, kelelahan mereka terbayar ketika lembah itu mulai tampak di hadapan mereka. Tersembunyi di balik deretan bukit, lembah tersebut dihiasi oleh bangunan-bangunan batu berlumut yang tampak seperti perpustakaan kuno. Aura tempat itu terasa damai, tetapi juga penuh dengan misteri. "Kita sampai," kata Mei Lian, matanya berbinar meski tubuhnya terlihat lelah. "Ini tempat yang disebutkan di gulungan, bukan?" Liang Feng mengangguk sambil menggenggam pedang di pinggangnya. "Ya. Tapi kita harus tetap waspada. Tempat ini mungkin menyimpan lebih dari sekadar jawaban." ---Mereka melangkah masuk ke dalam lembah, menemukan bahwa b