"Kamulah yang harus memohon!" Arjuna mengambil mangkuk lain."Buk!""Beranikah aku menghajarmu?""Ah!" Raditya yang tidak waspada pun jatuh ke lantai, kemudian menjerit. Setelah itu, dia mencoba untuk bangun, tetapi Arjuna tidak memberinya kesempatan."Buk!""Berani atau tidak?""Buk!""Berani atau tidak?"Setiap kali bertanya, Arjuna akan memukul Raditya sekali.Pukulan Arjuna menjadi makin keras setiap kalinya.Kepala Raditya langsung memerah, darah yang mengalir keluar makin banyak. Awalnya dia masih tahan, tetapi setelahnya pukulan Arjuna makin menyakitkan sehingga dia pun memohon.Kedua pria dari Rumah Bordil Prianka menurunkan tangan mereka yang tadinya bersedekap di depan dada. Mereka saling menatap, tetapi tidak berani membantu Raditya.Kenapa Arjuna berbeda dari yang mereka ketahui?Arjuna yang mereka kenal tidak bisa menghajar siapa pun, selain wanitanya sendiri. Reputasinya sebagai preman desa karena ada Raditya yang melindunginya.Kenapa sekarang ...."Buk, buk, buk!" Arjun
"Siu!""Set!" Sebuah anak panah tertancap di panel pintu.Arjuna menatap anak panah yang berjarak nol koma sekian sentimeter darinya dengan mata terbelalak. Dia merasa seperti baru selamat dari bencana. Jika anak panah itu meleset sedikit saja ....Siapa?Siapa yang begitu berani?!Seorang wanita yang tinggi dan cantik tiba-tiba muncul di depan Arjuna."Kak Disa!"Sebelum Arjuna bereaksi, Daisha sudah menghampiri wanita itu.Kak Disa.Disa Alsava?Dalam ingatan Arjuna, Disa adalah kakak kandung Daisha, istri Arjuna yang lain.Arjuna mengamati Disa dengan cermat.Tingginya diperkirakan sekitar 170 sentimeter. Tinggi ini dianggap super tinggi pada zaman kuno.Parasnya mirip dengan Daisha, tetapi juga berbeda.Wajah Disa lebih tegas daripada Daisha, tubuhnya lebih berisi, warna kulitnya mendekati warna gandum, ditambah dengan tinggi badannya, dia memberi kesan lancang dan seksi.Mungkin karena lari cepat, wajah Disa memerah, butiran keringat menetes dari dahinya, dadanya naik turun, pakai
Disa tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia menurunkan anak panah dari busur panah, menggenggamnya dengan erat sambil memelototi Arjuna dengan tajam.Arjuna juga merasa marah saat mendengarnya. Jangankan Disa, dia saja ingin rasanya mencekik Arjuna yang sebelumnya.Daisha perlahan menurunkan tangannya yang terentang. Cahaya dalam matanya meredup sedikit demi sedikit. Disa benar, mereka belum pernah merasakan kehidupan yang nyaman sejak menginjakkan kaki di rumah ini.Dia sering bertanya-tanya, apakah mati lebih baik daripada hidup?"Dik Daisha, menyingkirlah." Disa mendorong Daisha ke samping, kemudian mengarahkan busur dan anak panahnya ke arah Arjuna lagi."Ah!" Daisha menutup matanya, dia tidak berani melihat.Sekitar tiga detik berlalu."Kamu ...."Disa tertegun melihat Arjuna yang mencekal tangannya di hadapannya."Bagaimana, bagaimana kamu ...." Disa berbicara dengan tidak jelas.Bagaimana Arjuna tiba di depannya dan mencengkeram tangannya? Bagaimana dia memiliki kecepatan sepert
Setelah Disa keluar, Daisha membawa makanan Arjuna yang baru dimakan setengah ke luar."Tuan, saya sudah memanaskan kembali makanannya, makanlah."Setelah itu, Daisha meletakkan makanannya, berbalik lalu keluar.Setelah meninggalkan ruang utama, Daisha memanggil Disa untuk makan malam.Dua bersaudari itu tidak makan di ruang utama. Mereka berjalan ke dapur, kemudian masing-masing memegang sebuah piring.Arjuna duduk, lalu melihat nasi di depannya sambil tersenyum tak berdaya. Mau makan saja penuh liku-liku.Sambil tersenyum pahit, Arjuna mengangkat pandangannya. Ekspresi menderita Daisha dan Disa yang menelan makanan di dapur pun tertangkap oleh Arjuna.Begitu berpikir bahwa mereka hanya makan dedak atau sayuran liar, Arjuna tidak punya selera untuk makan.Dia awalnya ingin mengajak mereka untuk makan bersama, tetapi mengingat nasi yang ada di atas meja sisa sedikit, serta Daisha yang takut pada dirinya ...."Plak!"Arjuna membanting sendok ke atas meja.Seperti dugaannya, Daisha yang
Arjuna tentu mendeteksi keraguan Daisha. Dia tersenyum sembari berkata, "Jangan khawatir, tuanmu ini bisa masak."Di zaman modern, Arjuna terlahir dalam keluarga miskin. Dia pernah melakukan semua pekerjaan rumah.Daisha masih bergeming.Arjuna ... tersenyum padanya.Apakah dia sedang bermimpi?"Daisha, Daisha, Daisha."Setelah Arjuna memanggilnya sebanyak ketiga kalinya, Daisha baru sadar."Se ... segera!" Daisha yang terburu-buru sedikit merona.Setengah dari daging yang dibawa Raditya hari ini adalah lemak.Pada zaman itu, daging berlemak lebih mahal dibandingkan daging tanpa lemak.Arjuna memotong daging berlemak sedikit demi sedikit, kemudian menggorengnya dengan minyak di dalam panci.Begitu aroma minyak keluar dari panci, Daisha yang sedang menyalakan api diam-diam menelan air liur.Disa, yang berdiri di dekat kusen pintu, juga tidak bisa menahan diri.Harum sekali.Karena sudah setahun tidak makan daging, perut kedua kakak beradik itu merasa menderita.Dagingnya tidak banyak, l
"Tuan, apakah Anda menjatuhkan sesuatu?" tanya Daisha dengan lembut sembari mengekori Arjuna."Aku sedang mencari .... Ketemu, ketemu!"Arjuna berbalik dengan gembira, ada dua benda hitam di tangannya.Benda itu adalah ....Kotoran?Kotoran!Dua bongkahan kotoran besar, kotoran sapi yang berwarna hitam dan kering."Arjuna." Disa memanggil Arjuna dengan nama lagi. Dia melindungi Daisha. "Apa yang ingin kamu lakukan lagi?"Tangan Daisha menggenggam ujung pakaian Disa, matanya yang seperti bintang penuh ketakutan, napasnya bahkan memburu.Bulan lalu, Arjuna kalah berjudi. Dia terbangun karena kedinginan di tengah malam, lalu dia melampiaskan kemarahannya pada Daisha. Dia memarahi Daisha yang tidak bisa membuat perapian, kemudian menyeret wanita itu ke dapur, memaksanya memakan jerami.Jangan-jangan sekarang Arjuna akan dan memasukkan kotoran sapi ke dalam mulutnya?"Arjuna, kalau kamu menindas adikku lagi, aku akan membunuhmu!"Disa berteriak dengan marah, dia tampak tidak takut mati.Dia
Apa-apaan ini?Arjuna mengerutkan kening, lalu bertanya, "Disa, apa yang kamu bicarakan? Memangnya kalau aku yang mengangkat, pemerintah akan mengutus orang untuk menangkap Daisha?""Huh!" Disa mendengus. "Berpura-pura bodoh? Apakah otakmu benar-benar bermasalah?"Astaga!Arjuna kaget. Jadi, itu benar?Ingatan Arjuna yang sebelumnya sangat terbatas, dia benar-benar tidak mengingat hal ini.Aneh sekali negara ini, laki-laki tidak boleh bekerja?Tidak heran jumlah laki-lakinya sangat sedikit.Sebenarnya, pria di Kerajaan Bratajaya boleh bekerja keras. Selain itu, pria yang kuat juga dianggap keren.Namun, tidak normal jika Arjuna menenteng kotoran sapi, sedangkan Daisha kembali dengan tangan kosong.Laki-laki di Kerajaan Bratajaya bagaikan bangsawan, mereka merasa bahwa perempuan dilahirkan untuk melayani laki-laki. Jika Arjuna membawa sesuatu, sedangkan tangan Daisha kosong, perempuan itu pasti akan dihujat oleh penduduk desa, bahkan diadukan ke pemerintah oleh lelaki di desa. Pada saat
Tidak mungkin, bukan?Ketika Arjuna tertegun, Disa sudah bergeser ke sisinya. Dia membuka setengah selimut untuk menyelimuti Arjuna.Hangat dan harum.Aroma tubuh Disa mirip dengan kepribadiannya yang panas.Kuat dan hangat!Arjuna tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas.Para pria di negara ini sungguh bahagia.Ketika Arjuna menghela napas, sebelahnya tiba-tiba menjadi kosong.Ketika dia sadar, Disa sudah turun dari atas perapian.Arjuna membutuhkan beberapa detik untuk menyadari bahwa Disa hanya membantunya menghangatkan selimut.Dia kira .... Sejujurnya, dia merasa sedikit kecewa."Uhuk, uhuk!""Apakah kurang hangat?" tanya Disa, menoleh."Cukup, cukup," jawab Arjuna dengan buru-buru.Usai menjawab, sebenarnya dia merasa sedikit menyesal.Arjuna, kenapa kamu takut? Seharusnya kamu jawab kurang.'Bagian atas perapian cukup besar, Disa dan Daisha seharusnya tidur di sisi lain. Namun, beberapa saat kemudian, Arjuna tidak juga melihat mereka berdua.Ada suara gemerisik di lan
Dalam keadaan tidur, Arjuna membalikkan badannya.Selimut ini ... sangat lembut dan elastis. Saat Arjuna mendekat, dia mencium aroma yang segar dan manis.Pasti efek deterjen baru.Tampaknya dia memilih merek yang tepat kali ini.Arjuna yang mengira dirinya masih berada di zaman modern, dengan senang memeluk selimut erat-erat.Namun ....Selimut ini harum, tetapi terasa agak dingin. Apakah suhunya turun lagi?Arjuna secara naluriah menggeser tubuhnya, tetapi selimut itu ikut bergeser hingga menempel padanya lagi."Hm?"Arjuna mengernyit dan hendak membuka matanya ketika dia mendengar suara rendah dan malu-malu di dekat telinganya."Hei, Kak Disa, jangan! Lihat, Tuan sudah mau bangun karena kita.""Kalau begitu harus percepat.""Kak Disa, Kak Disa, begini kurang baik.""Kenapa tidak baik? Tahun ini kamu harus ...."Arjuna tidak tahan lagi, dia membuka matanya.Pemandangan di depannya sungguh erotis.Disa terus menanggalkan pakaian Daisha, lalu menjejalkan Daisha yang telanjang ke dalam
"Antologi Puisi Balai Musik.""Plak!" Ketika Fauzi mendengar Arjuna membaca judul buku itu, tangannya tanpa sadar bergetar, kemudian buku 'Antologi Puisi Balai Musik' pun jatuh dari tangannya ke lantai."Benar." Arjuna bangkit dari meja, lalu menunjuk buku di lantai itu dengan tubuh terhuyung. "Buku itu. Judulnya 'Antologi Puisi Balai Musik,' 'kan. Buku itu tidak digunakan untuk membuat soal ujian daerah dan nasional tahun ini. Bab 77: ...."Sama seperti sebelumnya, Arjuna melafalkan literatur kuno yang panjang, kemudian berhenti sejenak.Begitu Arjuna terdiam, Fauzi mendapati banyak sekali mata yang tertuju padanya.Tubuh Fauzi bergetar tak terkendali. Mengapa orang-orang ini menatapnya seperti itu?"Yang Mulia." Eshan akhirnya mengingatkan Fauzi. "Kenapa Anda tidak membuka bukunya? Ayo buka, lihat apakah Arjuna menghafal dengan benar.""Oh!" Fauzi secara refleks menundukkan kepalanya, kemudian membuka halaman bab tujuh puluh tujuh dari buku 'Antologi Puisi Balai Musik.'"Semuanya ben
Arjuna tersenyum bodoh sambil mengucapkan terima kasih lagi. "Terima kasih, bung."Arjuna yang tengah menuangkan anggur ke mangkuk kembali menggelengkan kepalanya dengan kesal.Bukan hanya toples anggur saja yang kecil, mangkuk anggur pun kecil.Pantas saja Arjuna tidak merasa kembung setelah minum begitu lama.Setelah meneguk semangkuk anggur lagi, Arjuna merasa pikirannya menjadi lebih jernih.Isi dari buku-buku kuno itu seperti gambar yang diperbesar, terus melintas dalam pikirannya."Bab 118 dari 'Kitab Pencarian Kebijaksanaan' ...."Arjuna terus melafalkan. Seiring berjalannya waktu, dia melafalkan lebih cepat dan lebih lancar."Bab 600 dari buku 'Sejarah dalam Kehidupan Politik' ...."Setelah melafalkan halaman terakhir dari lima buku kuno, Arjuna membuka kelopak matanya yang berat, kemudian menatap Bima dengan dingin."Mencuri soal ujian? Apakah aku perlu melakukan hal itu? Aku sudah dipaksa ibuku menghafal buku kuno sejak usia tiga tahun. Buku yang aku hafal jauh lebih banyak d
Kenapa bisa begini? Para siswa di sekolah desa setempat makin tidak percaya.Mereka telah mengenal Arjuna sejak kecil. Sebelum bersekolah, Arjuna hanya mengenal beberapa huruf.Kenapa bisa begini?Jangan-jangan Cakra mengajarinya secara diam-diam?Arjuna mengabaikan keterkejutan itu. Dia lanjut melafalkan, "Bab 35 dari 'Doktrin Jalan Tengah,' seorang pemimpin yang bijaksana tidak hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi juga berupaya untuk meninggalkan warisan yang baik bagi generasi berikutnya. Raja A memulai, Raja B melanjutkan. Keberlanjutan dari warisan ini membawa kejayaan dan kehormatan yang abadi, serta membawa kemakmuran bagi negara dan keluarganya.""Bab 221 dari 'Kitab Tata Krama' mengungkapkan perbedaan cara orang atau kelompok dalam merespons pertemuan dengan seorang orang bijaksana, berdasarkan status mereka atau situasi yang mereka alami. Setiap kelompok atau individu (musuh, orang yang jarang terlihat, orang yang sering terlihat, orang buta, orang yang sedang berkabun
Sudah dimulai, sudah dimulai.Hampir seribu orang yang berdiri di gerbang masuk Desa Embun menajamkan telinga mereka bersama-sama.Ini adalah pertama kalinya sejak berdirinya Dinasti Bratajaya seorang siswa biasa bertanding dengan seorang cendekiawan hebat.Orang-orang sangat penasaran apakah Arjuna benar-benar memiliki kemampuan atau hanya berkoar-koar karena pengaruh alkohol.Pada saat ini, matahari sudah terbenam. Di bawah pembiasan matahari terbenam, debu beterbangan, langit menjadi suram dan gelap, membuat orang terpikir akan medan perang di mana perang besar akan terjadi.Bima yang mengenakan pakaian hitam berdiri tegak, tampak seperti seorang jenderal yang anggun.Sedangkan di seberangnya, Arjuna bersandar santai pada toples anggur, wajahnya merah, pandangannya kabur karena mabuk. Dia tampak sangat mengenaskan.Sebelum bertanding, orang-orang sebenarnya sudah mengetahui jawabannya."Guruku yang membuat soal ujian, apa yang perlu ditandingkan dari hal ini? Aku peringatkan, jangan
"Aku lihat kamu masih sama seperti dulu. Otakmu tidak benar-benar berfungsi. Kamu takut kalah sehingga sengaja menggunakan trik lama, menggunakan trik kotor seperti ini lagi."Aku beri tahu, kamu itu seorang pecundang."Bima tidak mengatakan apa-apa, jadi Cakra terus memakinya tanpa menyisakan harga diri bagi Bima."Kakak Seperguruan, sebagai lawanku yang kalah, kamu hanya bisa tahan walau tidak terima."Raut wajah Bima tampak muram. "Kalau bukan karena mengingat masa lalu, aku pasti sudah ....""Sudah apa? Kamu itu lemah. Bertandinglah dengan muridku sekarang juga, kalau tidak, artinya kamu pecundang!""Plok, plok, plok!"Beberapa orang begitu senang mendengar sahutan Cakra sehingga mereka tidak dapat menahan diri untuk tidak bertepuk tangan.Setelah bertepuk tangan, mereka menyadari ada yang salah, kemudian baru berhenti.Ada hampir seribu orang yang ada di tempat jamuan makan di gerbang masuk Desa Embun, termasuk pasukan yang dibawa oleh Fauzi dan Firhan. Namun saat ini, suasana ben
"Apa?"Perkataan Arjuna bagaikan bom lainnya. Semua orang menatap Arjuna dengan mulut ternganga.Seorang siswa unggul mau bertanding dengan seorang cendekiawan hebat?"Apakah aku tidak salah dengar? Arjuna bilang dia ingin bertanding dengan Cendekiawan Bima?""Kau tidak salah dengar.""Setelah mencuri beberapa soal ujian dan menghafal beberapa jawaban, dia pikir dirinya benar-benar orang terpelajar?""Ternyata memiliki pikiran yang liar dan gila juga merupakan penyakit. Kelihatannya seperti penyakit serius. Aku rasa sebagian besar tabib akan menggelengkan kepala saat melihatnya.""Hahaha, tidak tertolong!"Orang-orang berubah dari terkejut menjadi tertawa terbahak-bahak dan mengejek.Arjuna tersenyum tipis. Dia mengabaikan tawa mereka, kemudian melambaikan lengan bajunya tanpa peduli."Berikan aku anggur!""Ini anggurmu."Orang yang memberikan toples anggur kepada Arjuna adalah seorang prajurit yang mengelilinginya dan ingin menangkapnya."Hm!"Setelah Firhan mengingatkan prajurit yang
"Dilihat dari sikap Pak Bima terhadap Pak Cakra, kurasa Pak Cakra adalah Cendekiawan Cakra.""Jadi ... apakah ini membuktikan bahwa Arjuna tidak mencuri soal ujian? Gurunya adalah seorang Cendekiawan Cakra.""Hmm ... belum tentu. Meskipun Cendekiawan Cakra sangat hebat, beliau tidak mungkin membuat seseorang yang baru selesai belajar Kitab Tiga Aksara ujian dengan nilai sempurna, 'kan?""Siapa tahu inilah hebatnya Cendekiawan Cakra?""Astaga, kalau begitu aku akan segera pindah ke sekolah Desa Embun.""Jangan bermimpi. Kudengar Cendekiawan Cakra tidak mudah menerima murid. Kalau tidak, lihat saja pelajar lain dari Desa Embun. Kenapa setelah bertahun-tahun hanya Marvin seorang yang lulus menjadi siswa unggul.""Apa istimewanya Arjuna? Dia dulu hanya seorang bajingan, dia benar-benar beruntung!"Sama seperti saat pengumuman peringkat dirilis sebelumnya, para pelajar sekali lagi menunjukkan ekspresi iri dan cemburu mereka terhadap Arjuna.Mengapa mereka bekerja keras dan belajar dengan su
"Lindungi Tuan!"Fauzi buru-buru menarik kudanya kembali untuk membuat pertahanan.Kelompok prajurit yang mengelilingi Arjuna mundur dari depannya, mereka membentuk tiga lapis perlindungan di sekitar kereta.Arjuna menatap sekelompok prajurit itu, kemudian menggelengkan kepalanya lagi.Kalau prajurit seperti ini turun ke medan perang, sebaiknya langsung menyerah saja.Baik keterampilan maupun kesadarannya kurang baik.Atasan mereka berada di kereta itu, tetapi mereka malah mengepung Arjuna.Bila benda itu bukan batu, melainkan anak panah. Bagaimana mungkin orang di dalam kereta itu masih hidup?Melindungi atasan saja tidak becus, apalagi bertarung.Arjuna hanya bisa menghibur diri sendiri dalam hati. Prajurit yang benar-benar bertempur di medan perang tidak akan seperti ini."Siapa?"Fauzi memandang sekeliling, mencari sumber suara keras itu berasal."Bagaimana ...."Pria di dalam kereta itu terkejut, lalu dia buru-buru mengangkat tirai kereta.Seorang lelaki tua berpakaian hitam dan b